Anda di halaman 1dari 8

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the fourth leading cause of death
worldwide. COPD also still has high morbidity and mortality rates throughout the world,
this causes COPD to be a burden on people. Various drug choices are available for COPD,
one of them is the long acting muscarinic antagonist group, which can be used for COPD
with moderate to severe degrees with good results for improving lung function, symptoms
and quality of life. a number of long acting muscarinic antagonists that can be found are
acledinum, glycopyrronium, tioprotium and umeclidinum. This regimen can be used as
monotherapy or in combination with other bronchodilator treatment.

Keyword: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, COPD, Long Acting Muscarinic


Antagonist, LAMA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) merupakan penyebab kematian terbanyak ke empat di seluruh dunia.(1) Diperkirakan
lebih dari tiga juta orang meninggal akibat COPD dari keseluruhan kasus kematian di seluruh
dunia atau 6% dari seluruh kasus kematian pada tahun 2012. COPD merupakan salah satu
masalah utama penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, banyak orang menderita
penyakit ini selama bertahun-tahun dan meniggal akibat komplikasinya dan diperkirakan
meningkat setiap dekadenya karena faktor risiko dan umur yang tua dalam populasi.(2)
Beberapa pilihan terapi tersedia untuk kasus COPD dan strategi yang paling efektif
belum ditemukan untuk mengoptimalkan fungsi dari paru. pilihan terapi bronkodilator kerja
panjang, seperti Long Acting Beta Agonis (LABA) atau Long Acting Muscarinic Antagonists
(lama) diimplementasikan untuk pasien dengan COPD derajat sedang hingga berat. (3)
Bronkodilator kerja panjang menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam fungsi
paru, gelaja dan kualitas hidup serta menurunkan eksaserbasi. (4) Salah satu bronkodilator
kerja panjang adalah Long Acting Muscarinic Antagonists (LAMA) yang merupakan pilihan
terapi untuk pasien dengan COPD sedang sampai berat yang gejalanya tidak bisa terkontrol
oleh bronkodilator kerja singkat.(5)

1.2 Tujuan
Mengetahui penggunaan LAMA dalam manajemen kasus COPD
BAB II
PEMBAHASAN

Obat golongan antimuscarinic menghalangi efek bronkokontriksi dari asetilkolin pada


reseptor muscarinic M3 yang berada pada otot polos di jalan napas.(6) Short-acting
Muscarinic (SAMA), seperti ipratropium dan oxiptropium, bekerja dengan menghambat
inhibisi reseptor neuronal M2, yang berpotensi menyebabkan bronkokonstriksi.(7) Long-
acting Muscarinic Antagonists (LAMA), seperti tioprotium, aclidinium, glycopyrronium
bromide dan umeclidinium bekerja dengan memperpanjang ikatan ke reseptor muskarinik M3
dengan pemisahan yang cepat dari reseptor muskarinik M2, yang memperpanjang efek
bronkodilator.(6)
Efek Bronkodilator dari LAMA mempunyai durasi kerja 12 jam sampai 24 jam,
tergantung dari jenisnya. Sejumlah LAMA yang tersedia digunakan dalam beberapa
perangkat.
 Aclidinum
 Glycopyrronium
 Tioprotium
 Umeclidinium

2.1 Aclidinium
Aclidinium merupakan LAMA dengan afinitas menyerupai subtype M1 sampai M5.
Reseptor M3 berlokasi di otot polos bronkial, edotelium vascular di paru dan kelenjar
submukosa yang memediasi bronkokonstriksi, sekresi lender dan vasodilatasi. Aclidinium
menunjukan efek farmakologi melalui inhibisi dari reseptor M3 di otot polos yang
menghasilkan efek bronkodilasi.(8)
Aclidinium di indikasikan untuk penggunaan pemeliharaan jangka panjang kasus
bronkospasme yang disebabkan oleh COPD termasuk Bronkhitis kronis dan empisema.(8)
Efek samping dari aclidinium terjadi kurang dari 3% dari seluruh pasien, diantaranya
termasuk nyeri kepala, batuk dan iritasi jalan napas.(8)
Dosis yang dianjurkan untuk aclidinum 400mcg dengan pemakaian dua kali sehari.(8)
Aclidinium dengan dosis pemakaian dua kali sehari menunjukan peningkatan yang
signifikan dalam kualitas hidup dan Forced Expiratory Volume (FEV1) dibandingkan dengan
placebo.(9) Aclidinum juga menunjukan menurunkan angka eksaserbasi sedang sampai berat.
(10)

2.2 Glycopyrronium
Glycopyrronium bertindak sebagai antagonis reseptor muskarinik yang sangat kuat dan
kompetitif yang berikatan dengan reseptor muskarinik pada otot polos bronkial dan
menghambat bronkokonstriksi yang dimediasi asetilkolin. Glikopirronium berikatan dengan
afinitas tinggi terhadap reseptor M1 sampai M3. Glycopyronium menunjukkan selektivitas
yang lebih tinggi untuk subtipe M1 dan M3 lebih dari M2, dan menunjukkan disosiasi lebih
cepat dari M2 daripada dari M1 dan M3. Glycopyrronium menunjukkan selektivitas
pengikatan yang lebih besar untuk reseptor M3 lebih dari M2 daripada tiotropium, dan
memiliki selektivitas kinetik yang lebih tinggi dan disosiasi lebih cepat dari reseptor M2
daripada dari reseptor M3 jika dibandingkan dengan tiotropium.(11)
Glycopyrronium mempunyai onset cepat dan durasi kerja yang lama. Mencapai
konsentrasi puncak di plasma darah dalam wahtu 5 menit sampai 6,5 menit. Waktu paruh
untuk glycopyronium mencapai 33 jam sampai 57 jam. Rekomendasi dosis untuk
penggunaan inhalasi adalah 50µg, satu kali sehari.(12)
Penggunaan Glycopyrronium sekali sehari, dibandingkan dengan placebo, menunjukan
peningkatan yang signifikan pada hasil pemeriksaan spirometry dan menurunkan angka
eksaserbasi sedang sampai berat, tetapi tidak ada perbedaan dalam kualitas hidup. (13) Uji acak
terkendali membandingkan antara glycopyrronium dan tiotropium menunjukan tidak ada
perbedaan bermakna dalam hasil pemeriksaan FEV1, sesak, kualitas hidup, angka eksaserbasi
dan efek samping.(14)

2.3 Tiotropium
Tiotropium adalah antagonis reseptor muskarinik, utamanya bertindak pada reseptor
M3 di otot polos dan kelenjar submucosa. Hal ini menghasilkan reduksi dari kontraksi otot
polos dan sekresi mucus dan menghasilkan efek bronkodilator. (15)
Penggunaan Tioprotium satu kali sehari menunjukan peningkatan dalam kualitas hidup
dan menurunkan angka eksaserbasi dibandingkan dengan placebo. Tioprotium meningkatkan
FEV1 dan tidak ada perbedaan dalam angka mortalitas.(16)
Dibandingkan dengan ipatrotium, tiotropium mempunyai efek menguntungkan pada
kualitas hidup, gejala sesak dan angka eksaserbasi.(17) Dibandingkan dengan Long-acting
Beta Agonis (LABA), tiotropium menurunkan angka eksaserbasi.(18)
Penggunaan kombinasi regimen LAMA/LABA dari tiotropium dan olodaterol
menunjukan peningkatan yang signifikan dari fungsi paru dibandingkan dengan terapi
kombinasi LABA/ICS (Inhaled Corticosteroids) 2 kali sehari. Hal ini menunjukan bahwa
penggunaan kombinasi bronkolidator merupakan strategi yang efektif untuk terapi
pemeliharaan dengan kasus COPD sedang sampai berat.(3)
Penggunaan dosis tetap 5µg untuk kombinasi tiotropium dan olodaterol menunjukan
peningkatan yang signifikan dalam 3 hal utama, yaitu FEV1, FEV1 AUC 0-3 dan status
kesehatan, dibandingkan dengan penggunaan tiotropium dan olodaterol yang diberikan
sendiri sendiri. Pada studi kasus ini juga menunjukan kombinasi ini dapat digunakan untuk
terapi pemeliharaan pada pasien dengan derajat COPD sedang sampai sangat berat.(19)

2.4 Umeclidinium
Umeclidinium memblokir reseptor muskarinik M3 yang banyak diekspresikan dalam
otot polos jalan nafas dan menghambat ikatan astilkolin dan membuka jalan napas dengan
mencegah bronkokonstriksi.(20)
Dari percobaan klinis, menunjukan bahwa umeclidinium tidak hanya efektif sebagai
monoterapi, tetapi juga sebagai dual kombinasi dengan vilanterol, serta terapi dengan
kombinasi umeclidinium, vilaterol dan formeterol fumarate menunjukan hasil yang signifikan
untuk peningkatan fungsi paru, parameter subjektif dan sebagai pengobatan eksaserbasi.(20)
Pengunaan umeclidinium dengan dosis 1 kali sehari secara signifikan meningkatkan
fungsi paru, mengurangi sesak dan meningkatkan kualitas hidup secara signifikan
dibandingkan dengan placebo.(21)
Umeclidinium menunjukan hasil yang lebih baik dalam pemeriksaan FEV1 daripada
tiotropium tetapi tidak ada perbedaan bermakna untuk gejala sesak, St. Gorge’s Respiatory
Questionnaire (SGRQ), COPD Asessment Test (CAT) scores.(22)
BAB III
KESIMPULAN

COPD merupakan penyebab kematian terbanyak urutan ke empat di seluruh dunia dan
masih menjadi masalah utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia. Walaupun dengan
berbagai pilihan obat untuk penganan COPD, masih belum ditemukan strategi yang efektif
untuk optimalisasi dari fungsi paru pada kasus dengan COPD.
Pilihan terapi LAMA dapat digunakan untuk mengobati COPD dengan derajat sedang
sampai berat yang sudah tidak bisa terkontrol dengan pengobatan bronkodilator kerja singkat.
LAMA dapat digunakan sebagai monoterapi dan kombinasi serta memberikan hasil yang
baik dalam peningkatan kualitas hidup, fungsi paru dan perbaikan gejala.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lozano R, Naghavi M, Foreman K, Lim S, Shibuya K, Aboyans V, et al. Global and


regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a
systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. The lancet.
2012;380(9859):2095-128.
2. Mathers CD, Loncar D. Projections of global mortality and burden of disease from 2002
to 2030. PLoS medicine. 2006;3(11):e442.
3. Beeh K-M, Derom E, Echave-Sustaeta J, Grönke L, Hamilton A, Zhai D, et al. The lung
function profile of once-daily tiotropium and olodaterol via Respimat® is superior to that
of twice-daily salmeterol and fluticasone propionate via Accuhaler®(ENERGITO®
study). International journal of chronic obstructive pulmonary disease. 2016;11:193.
4. Braido F, Baiardini I, Cazzola M, Brusselle G, Marugo F, Canonica GW. Long-acting
bronchodilators improve health related quality of life in patients with COPD. Respiratory
medicine. 2013;107(10):1465-80.
5. Tashkin DP, Ferguson GT. Combination bronchodilator therapy in the management of
chronic obstructive pulmonary disease. Respiratory research. 2013;14(1):49.
6. Yin P, Jiang C, Cheng K, Lam T, Lam K, Miller M, et al. Passive smoking exposure and
risk of COPD among adults in China: the Guangzhou Biobank Cohort Study. The
Lancet. 2007;370(9589):751-7.
7. Tager IB, Ngo L, Hanrahan JP. Maternal smoking during pregnancy. Effects on lung
function during the first 18 months of life. American Journal of respiratory and critical
care medicine. 1995;152(3):977-83.
8. Pisano M, Mazzola N. Aclidinium bromide inhalation powder (Tudorza): a long-acting
anticholinergic for the management of chronic obstructive pulmonary disease. Pharmacy
and Therapeutics. 2013;38(7):393.
9. Ni H, Soe Z, Moe S. Aclidinium bromide for stable chronic obstructive pulmonary
disease. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2014(9).
10. Wedzicha JA, Agusti A, Donaldson G, Chuecos F, Lamarca R, Garcia Gil E. Effect of
aclidinium bromide on exacerbations in patients with moderate-to-severe COPD: a
pooled analysis of five phase III, randomized, placebo-controlled studies. COPD: Journal
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2016;13(6):669-76.
11. Sykes DA, Dowling MR, Leighton-Davies J, Kent TC, Fawcett L, Renard E, et al. The
influence of receptor kinetics on the onset and duration of action and the therapeutic
index of NVA237 and tiotropium. Journal of Pharmacology and Experimental
Therapeutics. 2012;343(2):520-8.
12. Verkindre C, Fukuchi Y, Flémale A, Takeda A, Overend T, Prasad N, et al. Sustained
24-h efficacy of NVA237, a once-daily long-acting muscarinic antagonist, in COPD
patients. Respiratory medicine. 2010;104(10):1482-9.
13. D'Urzo A, Ferguson GT, van Noord JA, Hirata K, Martin C, Horton R, et al. Efficacy
and safety of once-daily NVA237 in patients with moderate-to-severe COPD: the
GLOW1 trial. Respiratory research. 2011;12(1):156.
14. Chapman KR, Hurst JR, Frent S-M, Larbig M, Fogel R, Guerin T, et al. Long-term triple
therapy de-escalation to indacaterol/glycopyrronium in patients with chronic obstructive
pulmonary disease (SUNSET): a randomized, double-blind, triple-dummy clinical trial.
American journal of respiratory and critical care medicine. 2018;198(3):329-39.
15. Kato M, Komamura K, Kitakaze M. Tiotropium, a novel muscarinic M3 receptor
antagonist, improved symptoms of chronic obstructive pulmonary disease complicated
by chronic heart failure. Circulation Journal. 2006;70(12):1658-60.
16. Karner C, Chong J, Poole P. Tiotropium versus placebo for chronic obstructive
pulmonary disease. Cochrane database of systematic reviews. 2014(7).
17. Yohannes AM, Willgoss TG, Vestbo J. Tiotropium for treatment of stable COPD: a
meta-analysis of clinically relevant outcomes. Respiratory care. 2011;56(4):477-87.
18. Vogelmeier C, Hederer B, Glaab T, Schmidt H, Rutten-van Mölken MP, Beeh KM, et al.
Tiotropium versus salmeterol for the prevention of exacerbations of COPD. New
England Journal of Medicine. 2011;364(12):1093-103.
19. Buhl R, Maltais F, Abrahams R, Bjermer L, Derom E, Ferguson G, et al. Tiotropium and
olodaterol fixed-dose combination versus mono-components in COPD (GOLD 2–4).
European Respiratory Journal. 2015;45(4):969-79.
20. Babu KS, Morjaria JB. Umeclidinium in chronic obstructive pulmonary disease: latest
evidence and place in therapy. Therapeutic advances in chronic disease. 2017;8(4-5):81-
91.
21. Trivedi R, Richard N, Mehta R, Church A. Umeclidinium in patients with COPD: a
randomised, placebo-controlled study. European Respiratory Journal. 2014;43(1):72-81.
22. Feldman G, Maltais F, Khindri S, Vahdati-Bolouri M, Church A, Fahy WA, et al. A
randomized, blinded study to evaluate the efficacy and safety of umeclidinium 62.5 μg
compared with tiotropium 18 μg in patients with COPD. International journal of chronic
obstructive pulmonary disease. 2016;11:719.

Anda mungkin juga menyukai