Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the fourth leading cause of death
worldwide. COPD also still has high morbidity and mortality rates throughout the world,
this causes COPD to be a burden on people. Various drug choices are available for COPD,
one of them is the long acting muscarinic antagonist group, which can be used for COPD
with moderate to severe degrees with good results for improving lung function, symptoms
and quality of life. a number of long acting muscarinic antagonists that can be found are
acledinum, glycopyrronium, tioprotium and umeclidinum. This regimen can be used as
monotherapy or in combination with other bronchodilator treatment.
1.2 Tujuan
Mengetahui penggunaan LAMA dalam manajemen kasus COPD
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aclidinium
Aclidinium merupakan LAMA dengan afinitas menyerupai subtype M1 sampai M5.
Reseptor M3 berlokasi di otot polos bronkial, edotelium vascular di paru dan kelenjar
submukosa yang memediasi bronkokonstriksi, sekresi lender dan vasodilatasi. Aclidinium
menunjukan efek farmakologi melalui inhibisi dari reseptor M3 di otot polos yang
menghasilkan efek bronkodilasi.(8)
Aclidinium di indikasikan untuk penggunaan pemeliharaan jangka panjang kasus
bronkospasme yang disebabkan oleh COPD termasuk Bronkhitis kronis dan empisema.(8)
Efek samping dari aclidinium terjadi kurang dari 3% dari seluruh pasien, diantaranya
termasuk nyeri kepala, batuk dan iritasi jalan napas.(8)
Dosis yang dianjurkan untuk aclidinum 400mcg dengan pemakaian dua kali sehari.(8)
Aclidinium dengan dosis pemakaian dua kali sehari menunjukan peningkatan yang
signifikan dalam kualitas hidup dan Forced Expiratory Volume (FEV1) dibandingkan dengan
placebo.(9) Aclidinum juga menunjukan menurunkan angka eksaserbasi sedang sampai berat.
(10)
2.2 Glycopyrronium
Glycopyrronium bertindak sebagai antagonis reseptor muskarinik yang sangat kuat dan
kompetitif yang berikatan dengan reseptor muskarinik pada otot polos bronkial dan
menghambat bronkokonstriksi yang dimediasi asetilkolin. Glikopirronium berikatan dengan
afinitas tinggi terhadap reseptor M1 sampai M3. Glycopyronium menunjukkan selektivitas
yang lebih tinggi untuk subtipe M1 dan M3 lebih dari M2, dan menunjukkan disosiasi lebih
cepat dari M2 daripada dari M1 dan M3. Glycopyrronium menunjukkan selektivitas
pengikatan yang lebih besar untuk reseptor M3 lebih dari M2 daripada tiotropium, dan
memiliki selektivitas kinetik yang lebih tinggi dan disosiasi lebih cepat dari reseptor M2
daripada dari reseptor M3 jika dibandingkan dengan tiotropium.(11)
Glycopyrronium mempunyai onset cepat dan durasi kerja yang lama. Mencapai
konsentrasi puncak di plasma darah dalam wahtu 5 menit sampai 6,5 menit. Waktu paruh
untuk glycopyronium mencapai 33 jam sampai 57 jam. Rekomendasi dosis untuk
penggunaan inhalasi adalah 50µg, satu kali sehari.(12)
Penggunaan Glycopyrronium sekali sehari, dibandingkan dengan placebo, menunjukan
peningkatan yang signifikan pada hasil pemeriksaan spirometry dan menurunkan angka
eksaserbasi sedang sampai berat, tetapi tidak ada perbedaan dalam kualitas hidup. (13) Uji acak
terkendali membandingkan antara glycopyrronium dan tiotropium menunjukan tidak ada
perbedaan bermakna dalam hasil pemeriksaan FEV1, sesak, kualitas hidup, angka eksaserbasi
dan efek samping.(14)
2.3 Tiotropium
Tiotropium adalah antagonis reseptor muskarinik, utamanya bertindak pada reseptor
M3 di otot polos dan kelenjar submucosa. Hal ini menghasilkan reduksi dari kontraksi otot
polos dan sekresi mucus dan menghasilkan efek bronkodilator. (15)
Penggunaan Tioprotium satu kali sehari menunjukan peningkatan dalam kualitas hidup
dan menurunkan angka eksaserbasi dibandingkan dengan placebo. Tioprotium meningkatkan
FEV1 dan tidak ada perbedaan dalam angka mortalitas.(16)
Dibandingkan dengan ipatrotium, tiotropium mempunyai efek menguntungkan pada
kualitas hidup, gejala sesak dan angka eksaserbasi.(17) Dibandingkan dengan Long-acting
Beta Agonis (LABA), tiotropium menurunkan angka eksaserbasi.(18)
Penggunaan kombinasi regimen LAMA/LABA dari tiotropium dan olodaterol
menunjukan peningkatan yang signifikan dari fungsi paru dibandingkan dengan terapi
kombinasi LABA/ICS (Inhaled Corticosteroids) 2 kali sehari. Hal ini menunjukan bahwa
penggunaan kombinasi bronkolidator merupakan strategi yang efektif untuk terapi
pemeliharaan dengan kasus COPD sedang sampai berat.(3)
Penggunaan dosis tetap 5µg untuk kombinasi tiotropium dan olodaterol menunjukan
peningkatan yang signifikan dalam 3 hal utama, yaitu FEV1, FEV1 AUC 0-3 dan status
kesehatan, dibandingkan dengan penggunaan tiotropium dan olodaterol yang diberikan
sendiri sendiri. Pada studi kasus ini juga menunjukan kombinasi ini dapat digunakan untuk
terapi pemeliharaan pada pasien dengan derajat COPD sedang sampai sangat berat.(19)
2.4 Umeclidinium
Umeclidinium memblokir reseptor muskarinik M3 yang banyak diekspresikan dalam
otot polos jalan nafas dan menghambat ikatan astilkolin dan membuka jalan napas dengan
mencegah bronkokonstriksi.(20)
Dari percobaan klinis, menunjukan bahwa umeclidinium tidak hanya efektif sebagai
monoterapi, tetapi juga sebagai dual kombinasi dengan vilanterol, serta terapi dengan
kombinasi umeclidinium, vilaterol dan formeterol fumarate menunjukan hasil yang signifikan
untuk peningkatan fungsi paru, parameter subjektif dan sebagai pengobatan eksaserbasi.(20)
Pengunaan umeclidinium dengan dosis 1 kali sehari secara signifikan meningkatkan
fungsi paru, mengurangi sesak dan meningkatkan kualitas hidup secara signifikan
dibandingkan dengan placebo.(21)
Umeclidinium menunjukan hasil yang lebih baik dalam pemeriksaan FEV1 daripada
tiotropium tetapi tidak ada perbedaan bermakna untuk gejala sesak, St. Gorge’s Respiatory
Questionnaire (SGRQ), COPD Asessment Test (CAT) scores.(22)
BAB III
KESIMPULAN
COPD merupakan penyebab kematian terbanyak urutan ke empat di seluruh dunia dan
masih menjadi masalah utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia. Walaupun dengan
berbagai pilihan obat untuk penganan COPD, masih belum ditemukan strategi yang efektif
untuk optimalisasi dari fungsi paru pada kasus dengan COPD.
Pilihan terapi LAMA dapat digunakan untuk mengobati COPD dengan derajat sedang
sampai berat yang sudah tidak bisa terkontrol dengan pengobatan bronkodilator kerja singkat.
LAMA dapat digunakan sebagai monoterapi dan kombinasi serta memberikan hasil yang
baik dalam peningkatan kualitas hidup, fungsi paru dan perbaikan gejala.
DAFTAR PUSTAKA