0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan27 halaman
Dokumen ini membahas tentang definisi dan diagnosis Exercise-Induced Asthma (EIA) pada atlet, termasuk prosedur diagnostik, pengobatan, dan strategi pencegahannya. Diagnosis EIA memerlukan kombinasi riwayat pasien, pemeriksaan klinis, dan tes objektif seperti bronkodilator dan provokasi bronkus. Pengobatan optimal adalah mengontrol gejala dan inflamasi dengan meminimalisir efek samping obat serta meningkatkan aktivitas fisik. P
Dokumen ini membahas tentang definisi dan diagnosis Exercise-Induced Asthma (EIA) pada atlet, termasuk prosedur diagnostik, pengobatan, dan strategi pencegahannya. Diagnosis EIA memerlukan kombinasi riwayat pasien, pemeriksaan klinis, dan tes objektif seperti bronkodilator dan provokasi bronkus. Pengobatan optimal adalah mengontrol gejala dan inflamasi dengan meminimalisir efek samping obat serta meningkatkan aktivitas fisik. P
Dokumen ini membahas tentang definisi dan diagnosis Exercise-Induced Asthma (EIA) pada atlet, termasuk prosedur diagnostik, pengobatan, dan strategi pencegahannya. Diagnosis EIA memerlukan kombinasi riwayat pasien, pemeriksaan klinis, dan tes objektif seperti bronkodilator dan provokasi bronkus. Pengobatan optimal adalah mengontrol gejala dan inflamasi dengan meminimalisir efek samping obat serta meningkatkan aktivitas fisik. P
2. Penapisan EIA/EIB pada atlet 3. Bagaimana mendiagnosis EIA 4. Prosedur diagnostik EIA 5. Diagnosis differensial EIA 6. Pengobatan asma pada atlet 7. Strategi pencegahan EXERCISE-INDUCE ASTHMA Berdasarkan Joint Task Force of the European Respiratory Society and the European Academy of Allergy and Clinical Immunonology: Exercise-induce asthma (EIA) adalah gejala dan tanda asma yang terjadi setelah melakukan latihan fisik secara intensif
Exercise-induced bronchocontriction (EIB)
Penurunan Fungsi faal paru ( Volume ekspirasi paksa detik pertama ;VEP1) yang terjadi setelah uji latihan standar. Fenotip asma pada atlet menurut Haahtela et all : 1) Para atlet yang memiliki riwayat asma dari usia dini, sering disertai dengan sensitisasi alergen 2) Fenotip asma yang baru timbul saat memulai jenjang karir olahraga melalui rangkaian latihan yang berat dan sebuah kompetisi. Terdapat hiperresponsif bronkhus terhadap eucapnic hiperventilation test dan berhubungan dengan tanda-tanda atopi serta terdapat inflamasi jalan napas PENAPISAN EIA/EIB PADA ATLET Para atlet dengan diagnosis asma akan mempunyai dampak tehadap penampilannya pada suatu kompetisi dan latihan Asma merupakan kondisi medis kronik yang paling umum ditemui diantara para atlet olimpiade, terutama yang mengikuti kompetisi dengan endurance event seperti berenang dan olahraga musim dingin. Kejadian asma dilaporkan memiliki proporsi tinggi sebagai penyebab kematian. International Olympic Committee (IOC) menyatakan bahwa sedapat mungkin olahraga tidak memperberat asma pada atlet, sehingga dibutuhkan asma yang terkontrol. BAGAIMANA MENDIAGNOSIS EIA ? A. Gambaran klinis 1. Mengi 2. batuk 3. Sesak napas 4. Dada terasa tertekan Gejala tersebut pada umumnya terjadi dalam 5-30 menit setelah latihan intensif dan kembali membaik setelah latihan dihentikan Gejala non spesifik pada atlet yang dicurigai terdapat asma seperti penampilan yang memburuk, nyeri perut, nyeri kepala, kram otot, fatigue. B. Pemeriksaan fisis : 1. Mengi saat ekspirasi atau ronkhi dan tanda – tanda obstruksi bronkhus lainnya seperti adanya retraksi otot-otot pernapasan. 2. Saluran napas atas : hidung kehilangan rasa pembau ( hyposmia atau anosmia), mengorok, post nasal drip, batuk kronik dan gatal ditelinga, hidung dan tenggrokan 3. Hay fever: Pada mata: terdapat gejala mata terasa berkaca-kaca, dan terasa seperti terbakar, dan mata terasa gatal; Rhinitis alergika (bersin-bersin, rhinorrhoea anterior dan obstruksi nasal bilateral); riwayat rhinitis ini akan membuat kualitas tidur yang buruk, fatigue, menurunnya penampilan dalam latihan, dan kesulitan dalam penyembuhan setelah sesi latihan. Pemeriksaan spirometri pada atlet mempunyai prediksi yang kurang baik terutama pada atlet-atlet kompetisi seringkali rekaman fungsi paru nilainya lebih besar dari populasi umum atau fungsi parunya dikatakan normal namun pada kenyataan telah terjadi penurunan fungsi. PROSEDUR DIAGNOSTIK YANG HARUS DILAKUKAN DAN INTERPRETASI Penilaian asma harus dilakukan secara multi dimensi termasuk variabilitas dalam klinis, parameter fisiologis, dan patologis. Berdasarkan gambaran klinis Berdasarkan data yang objektif seperti dengan test bronkodilator dan provokasi bronkhus Oleh karena itu penilaian EIA memerlukan kombinasi dari : riwayat pasien, pemeriksaan klinis dan penilaian data 2 yang objektif diatas Informasi yang lebih jelas mengenai gangguan atopi dapat menggunakan skin- prick test atau imunnoglobulin E spesifik Informasi penting lainnya dalam menyelidiki dan menilai seorang atlet dengan kecurigaan asma Adanya perjanjian kunjungan ke seorang dokter Riwayat orang tua dengan asma Terdapat kunjungan ke igd untuk mendapatkan pengobatan asma, secara lebih rinci dapat ditanyakan serangan asma disiang dan dimalam hari, faktor 2 yang dapat memicu serangan asma, dan riwayat pengobatan. DIAGONOSIS DIFFERENSIAL PENGOBATAN ASMA PADA ATLET Pengobatan optimal pada asma adalah mengontrol gejala dan inflamasi dengan meminimalisir atau menghilangkan akibat buruk pada pengobatan asma dan di ikuti dengan peningkatan aktivitas fisik dan olahraga. Beberapa jenis kombinasi obat diperlukan untuk mengontrol penuh EIA/EIB pada seorang atlet. Pengobatan asma terdiri atas 2 kategori: controller ( anti-inflamasi) dan reliever ( Premedikasi sebelum latihan dan pengobatan atas gejala asma) Bila hanya terdapat gejala intermitten, pengobatan yang dapat diberikan adalah pelega ( reliever ) seperti golongan short- acting β2- agonists Contoh golongan short-acting β2 agonist: salbutamol atau terbutalin efektif dalam menangani EIA/EIB, efikasi optimal dari obat- obat tersebut kira2 20 menit setelah inhalasi dan kadarnya menurun dalam beberapa jam. Inhalasi β2 - agonist mungkin dapat menutupi memburuknya inflamasi jalan napas Takifilaksis dapat terjadi pada penggunaan rutin inhalasi β2 - agonist Baru – baru ini telah dilaporkan bahwa penggunaan salmeterol dosis tunggal secara rutin akan meningkatkan resiko terjadinya asthma-related mortality terhadap pasien2 yang tidak menggunakan inhalasi kortikosteroid Golongan long acting β2- agonist tidak pernah digunakan secara rutin tanpa adanya inhalasi steroid. Ipratropium bromida dapat digunakan sebagai bronkodilator sebelum latihan atau kompetisi dimulai. Obat pengontrol seperti inhalasi kortikosteroid dapat di gunakan apabila gejala asma menetap, terdapat hiperresponsif bronkhus dan inflamasi Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek samping seperti penekanan kelenjar adrenal Pada laki-laki dewasa yang menghirup flutikason 440μg 2x sehari pada saat latihan ditemukan kadar flutikason meningkat dan dapat menginduksi penurunan kadar kortisol dan adrenocorticotropin. Penekanan fungsi kelenjar adrenal dapat terjadi pula pada anak2 dengan dosis rendah sampai moderat pada pemberian budesonid. Meskipun masih kontroversi tetapi pemberian inhalasi kortikosteroid pada anak-anak dan dewasa dapat menimbulkan retardasi pertumbuhan. Kortikosteroid dapat menimbulkan penurunan desitas tulang terutama pengobatan asma pada wanita, dan ini berbahaya pada atlet wanita yang dengan endurance sport memperbesar terjadinya osteoporosis Jika keadaan asma terkontrol tidak dapat tercapai maka langkah selanjutnya adalah dengan meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi atau dengan menambahkan obat golongan long-acting β2 agonist. Pasien yang mendapatkan formoterol-salmeterol dan penambahan budesonide –flutikason akan mendapatkan keadaan asma terkontrol 10 hari lebih cepat, meningkatnya fungsi faal paru, menurunnya gejala asma, meningkatnya kualitas hidup, termasuk saat atlet latihan dan menurunnya eksaserbasi. Pada keadaan asma yang sulit di kontrol EIA/EIB, kombinasi kortikosteroid inhalasi, anti-leukotrine oral, dan β2-agonist inhalasi dapat bermanfaat untuk mencapai keadaan asma terkontrol. Pasien dengan rhintis harus ditangani dengan baik oleh karena dapat meningkatkan beratnya asma pada atlet dengan EIA Pengendalian gejala rhinitis dapat meningkatkan kualitas tidur, dapat pula meningkatkan penampilan atlet saat berkompetisi. Pilihan terapi terbaik dengan menggunakan intranasal kortikosteroid. Antihistamin H1 oral dapat pula diberikan. STRATEGI PENCEGAHAN Pencegahan pada EIA tidak hanya berdasarkan atas pengobatan tetapi juga memperhatikan tindakan diluar pharmakoterapi seperti menjauhi alergen/irritan yang dapat mencetuskan asma, pemberian immunoterapi pada pasien dengan allergi spesifik. Pemanasan dan pendinginan sebelum bertanding dapat meniminalisir EIB, pemanasan selama 10- 15 menit dengan melakukan peregangan otot dapat meningkatkan 50-60 % heart rate Pajanan polutan dan asap rokok juga harus dihindari KESIMPULAN Atlet Olimpiade dengan asma telah secara konsisten mengungguli rekan-rekan mereka, membuktikan bahwa para atlet dengan diagnosis EIA/EIB, apabila diberikan pengobatan yang adekuat, dan langkah – langkah pencegahan yang benar, para atlet dapat memberikan penampilan mereka yang terbaik. Kewajiban seorang dokter untuk dapat mengenali penyakit dan mengambil tindakan yang diperlukan agar asma tidak menjadi penghalang seorang atlet untuk mencapai podium dan diakui oleh dunia.