Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sektor peternakan unggas, terutama ayam ras pedaging (broiler) masih

menjadi prioritas untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat.

Menurut Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018), jumlah

ayam pedaging yang diternakan di Bali mencapai 7,9 juta ekor. Banyaknya

jumlah ayam pedaging yang diternakkan dikarenakan masa panen yang terbilang

cepat dan pemeliharaan relatif lebih mudah dibandingkan ternak lainnya (Akoso,

1998). Menurut Ensminger et al. (2004), ayam pedaging tidak memerlukan

tempat yang luas dalam pemeliharaan, memiliki pertumbuhan cepat dan efisien

dalam mengubah pakan menjadi daging. Namun dibalik keunggulannya, ayam

pedaging memiliki kelemahan antara lain adalah cenderung rentan terhadap

penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh virus (Nurkholis et al., 2013).

Salah satu penyakit virus yang dapat menyerang ayam pedaging adalah Avian

Influenza.

Avian Influenza merupakan penyakit yang berbahaya bagi unggas dengan

angka morbiditas dan mortalitas mencapai 90% (Hewajuli et al., 2017). Virus

penyebab Avian Influenza sangat mudah bermutasi dan menyebar sehingga

menjadi ancaman yang serius pada unggas dan manusia. Avian Influenza

termasuk dalam kelompok penyakit hewan menular berbahaya karena bersifat


zoonosis yang mematikan (OIE, 2004). Menurut Thaha et al. (2018) dampak yang

ditimbulkan oleh virus Avian Influenza sangat beragam antara lain : usaha

peternakan yang menyangkut jumlah populasi ternak yang besar, usaha

peternakan yang melibatkan banyak pengusaha dan peternak secara langsung dan

tidak langsung, dampak terhadap ketersediaan dan keamanan pangan, serta

potensi penularannya pada manusia dan bahkan perkembangannya menjadi

pandemi influenza.

Upaya pencegahan Avian Influenza dilakukan dengan cara meningkatkan

biosecurity dan melakukan vaksinasi (Nurcholis et al., 2009). Namun

permasalahan di lapangan, tidak semua vaksin dapat menghasilkan titer antibodi

yang tinggi. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti jenis vaksin,

vaksinator, dan individu yang di vaksin (Pratiwi et al., 2019). Titer antibodi

setelah vaksinasi merupakan parameter keberhasilan suatu vaksinasi. Salah satu

upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah pemberian bahan

yang mampu meningkatkan sistem imun (imunostimulator) sehingga dapat

meningkatkan titer antibodi pasca vaksinasi. Salah satu bahan alami yang

mempunyai sifat sebagai imunostimulator adalah ashitaba. Selain sebagai

imunostimulator, ashitaba juga mempunyai aktivitas sebagai imunomodulator

yang dapat memperbaiki sistem imun dengan menekan reaksi imun yang

abnormal (Sudira dan Merdana, 2017).

Ashitaba (Angelica keiskei koidzumi) merupakan tanaman yang mempunyai

multikhasiat seperti antioksidan dan mengatasi kanker, dari famili Umbelliferae


yang banyak tumbuh di desa Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

(Okuyama, et al., 2007; Wirasisya et al., 2018). Ashitaba memiliki kandungan

metabolit sekunder diantaranya adalah alkaloid, triterpenoid, saponin, steroid dan

flavonoid (Sembiring dan Manoi, 2011). Pada ashitaba, terdapat senyawa

chalcone yang mengandung metabolit sekunder golongan flavonoid yaitu 4-

hydroxyderricin dan xanthoangelol, yang dianggap sebagai senyawa aktif utama

karena fungsi fisiologisnya (Akihisa et al., 2003; Nakamura et al., 2012).

Xanthoangelol secara lanjut telah diteliti dan memperlihatkan aktivitas sebagai

antibakteri, penghambat radikal bebas, serta dapat menginduksi apoptosis pada

neuroblastoma dan leukemia (Wirasisya et al., 2018; Li et al., 2009; Tabata et al.,

2007). Studi secara in vitro, ekstrak Ashitaba diketahui memiliki efek pada respon

imun non-spesifik dengan meningkatkan kemotaksis makrofag dan fagositosis,

kemotaksis neutrofil, sitotoksisitas sel Natural Killer (NK), dan aktivasi

komplemen. Pada respon imun spesifik, ekstrak Ashitaba dapat meningkatkan

proliferasi limfosit T, meningkatkan sekresi TNF-α, IFN-γ, dan IL-10 (Okuyama,

et al., 2007).

Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh ashitaba terhadap sistem

ketahanan tubuh telah banyak dilakukan pada hewan coba seperti mencit. Namun,

penelitian yang menjelaskan pengaruh ashitaba terhadap respon imun pada ayam

pedaging belum pernah dilakukan. Maka dipandang perlu dilakukan penelitian

mengenai pengaruh pemberian ashitaba terhadap titer antibodi pada ayam

pedaging pasca vaksinasi Avian Influenza.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yaitu : apakah pemberian daun ashitaba (Angelica keiskei koidzumi) secara oral

pada ayam pedaging dengan dosis bervariasi berpengaruh terhadap titer antibodi

pasca vaksinasi Avian Influenza?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian daun

ashitaba (Angelica keiskei koidzumi) secara oral dengan dosis bervariasi terhadap

titer antibodi ayam pedaging pasca vaksinasi Avian Influenza.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemberian daun ashitaba

(Angelica keiskei koidzumi) terhadap titer antibodi ayam pedaging pasca

vaksinasi Avian Influenza.

2. Dapat digunakan sebagai alternatif dalam membantu meningkatkan

keberhasilan vaksinasi Avian Influenza pada ayam pedaging.

Anda mungkin juga menyukai