Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PARASITOLOGI

Resume Jurnal:
Review on global co-transmission of human Plasmodium
species and Wuchereria bancrofti by Anopheles mosquitoes



Oleh:

Putu Hediarta Widiana Putra
(1008505080)






JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
1

Review on global co-transmission of human Plasmodium species
and Wuchereria bancrofti by Anopheles mosquitoes

1. Pendahuluan
Di antara sekitar 4000 spesies nyamuk dikenal, kurang dari 10%
dianggap sebagai vektor efisien yang menularkan patogen atau penyakit, baik
langsung dan tidak langsung, pada kesejahteraan dan kesehatan manusia.
Filariasis limfatik dan malaria adalah dua penyakit yang terbawa dari nyamuk
yang paling umum dan dapat diidentifikasi sebagai parasit di seluruh dunia.
Distribusi penyebaran penyakit malaria dan filariasis limfatik umumnya
sama dengan distribusi habitat vektornya, yaitu nyamuk Anopheles. Setengah
dari populasi manusia di seluruh dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, yang
tinggal di daerah risiko malaria adalah sekitar 250 juta orang terinfeksi setiap
tahunnya. Malaria adalah endemik di 109 negara, mayoritas terletak di negara
dengan iklim tropis seperti Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Setelah malaria,
filariasis limfatik dianggap penyakit kedua yang paling umum ditularkan
melalui infeksi arthropoda dengan beban diperkirakan 128 juta orang yang
terinfeksi. Seperti malaria, dominasi infeksi didistribusikan lebih dari 78
negara endemik yang lembab dengan iklim tropis maupun subtropis seperti
Afrika, Pasifik Timur, Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi yang buruk merupakan faktor yang sangat
berperan dalam sulitnya mengontrol tersebarnya penyakit malaria dan
filariasis limfatik tersebut.

2. Penyakit dan Siklus Hidup
2.1. Malaria
Penyakit malaria pada manusia disebabkan oleh parasit protozoa dari
genus Plasmodium, dimana empat spesies yang terlibat adalah Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium
ovale. Laporan terbaru telah memperkirakan adanya kemungkinan spesies
kelima, Plasmodium knowlesi, sebagai patogen penting dan umum untuk
2

infeksi di Asia Tenggara. Secara global, P. falciparum adalah penyebab
paling umum dari infeksi malaria, bertanggung jawab untuk sekitar 80% dari
semua kasus dan 90% dari kematian.
Transmisi Plasmodium dari Anopheles vektor ke manusia dicapai
melalui injeksi langsung dari parasit yang terkandung dalam cairan kelenjar
ludah selama menghisap darah manusia. Dalam siklus hidup tersebut,
nyamuk Anopheles adalah host definitif untuk parasit, yang merupakan
tempat reproduksi seksual antara gamet jantan dan betina, sedangkan manusia
sendiri adalah hospes perantara tempat terjadinya reproduksi aseksual.
Anopheles betina terinfeksi oleh penghisapan gametosit seksual dalam darah
perifer dari host. Pada saat pembuahan, midgut nyamuk menghasilkan
ookinet yang melintasi usus nyamuk dan membentuk ookista di bawah
lapisan paling luar dari dinding usus. Setelah penggandaan berulang-ulang,
masing-masing ookista akhirnya pecah dan melepaskan ratusan sporozoit ke
dalam rongga tubuh nyamuk dan siap menginfeksi manusia lain pada saat
menghisap darah berikutnya. Siklus sporogonik (ookinet-ookista-sporozoit)
terjadi rata-rata 10-14 hari. Infektif nyamuk betina pada umumnya akan tetap
menular selama siklus tersebut terulang, mulai dari menghisap darah,
berkembang, dan bertelur setiap dua sampai tiga hari per siklus gonotropik.

2.2. Filariasis Limfatik
Penyakit ini disebabkan oleh nematoda patogen makroskopik,
Wuchereria bancrofti yang bertanggung jawab untuk 90% dari semua infeksi
filariasis pada manusia. Sisanya 10% disebabkan oleh dua spesies dari genus
Brugia dan hanya terjadi di Asia. Di beberapa daerah (misalnya, Indonesia),
kedua parasit tersebut, Wuchereria dan Brugia, dapat terkena pada orang
yang sama. Ada tiga varian dari W. bancrofti pada pola periodisitas yang
ditemukan dalam darah perifer manusia; yaitu nocturnally periodic (NP),
nocturnal subperiodic (NSP), dan diurnal subperiodic (DSP). Periodisitas
didasarkan pada distribusi sirkadian mikrofilaria (mf) dalam darah perifer,
misalnya bentuk NP menyajikan mayoritas mikrofilaria pada malam hari.
3

Pada saat nyamuk vektor mengisap darah penderita filariasis beberapa
mikrofilaria akan ikut terhisap bersama darah dan masuk ke dalam lambung
nyamuk. Beberapa saat setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria
akan menembus dinding lambung nyamuk dan bermigrasi ke dalam otot dada
atau thorax nyamuk. Dalam thorax, mikrofilaria menjadi lebih pendek dan
gemuk dibandingkan dengan larva yang ada di lambung. Dalam keadaan ini,
mikrofilaria disebut larva stadium 1 (L1). Larva stadium 1 ini akan berganti
kulit dan berkembang menjadi larva stadium 2 (L2) yang selanjutnya
berkembang lagi menjadi larva stadium 3 (L3), yang merupakan larva infektif
dan akan bermigrasi ke dalam probrosis nyamuk. Proses perkembangan dari
larva stadium 1 sampai larva stadium 3 membutuhkan waktu 10-14 hari.
Saat nyamuk menggigit manusia, ia akan menusukkan probosisnya
pada kulit manusia. Pada saat inilah larva L3 akan keluar dari probosis
nyamuk dan bergerak masuk ke dalam kulit melalui bekas gigitan nyamuk.
Selanjutnya larva ini akan menuju ke sistem limfe. Larva stadium 3 yang ada
dalam kelenjar limfe dalam waktu 9-10 hari akan berganti kulit dan
berkembang menjadi larva stadium 4 (L4). Larva stadium 4 ini merupakan
stadium larva paling akhir yang akan berkembang menjadi cacing dewasa
atau makrofilaria yang diperkirakan dapat hidup 4-6 tahun, tetapi mungkin
bertahan hingga 15 tahun.
Perkembangan dari larva stadium 3 sampai ke dewasa membutuhkan
waktu sekitar 9 bulan. Apabila dalam saluran limfe terdapat cacing betina dan
jantan maka cacing jantan dan betina yang ada dalam saluran atau kelenjar
limfe akan mengadakan perkawinan. Setelah kopulasi cacing betina secara
periodik menghasilkan mikrofilaria. Satu cacing betina dewasa akan
menghasilkan kurang lebih 50.000 mikrofilaria tiap harinya. Mikrofilaria
tidak hidup pada kelenjar limfe tetapi beredar ke saluran darah tepi yang akan
terhisap kembali oleh nyamuk dan siap ditularkan ke orang lain di sekitarnya.
Kondisi yang paling jelas dari filariasis limfatik adalah penyakit kaki gajah
yang merupakan hasil dari limfedema ekstremitas, dan sering terkait dengan
limfadenopati, limfangitis, hydrocoele (pada pria) dan chyluria.
4

3. Co-transmission Kedua Penyakit dan Teknik Diagnosis
Interaksi co-infeksi antara parasit serta efeknya pada kesehatan dan
kelangsungan hidup vektor belum lengkap berdasarkan dari sejumlah studi.
Terdapat persaingan antarspesies W. Bancrofti dan Plasmodium dalam
nyamuk Anopheles dan inang manusia, dimana satu entitas parasit muncul
untuk mempengaruhi perkembangan lainnya, atau sebaliknya. Meskipun
sedikit informasi yang tersedia tentang interaksi antara kedua parasit selama
infeksi bersamaan pada manusia, beberapa studi telah mengungkapkan bahwa
intensitas dari P. falciparum umumnya lebih rendah pada individu
microfilaremic daripada yang amicrofilaremic. Untuk infeksi filariasis,
mungkin lebih jinak atau memiliki efek penekanan yang baik pada
perkembangan malaria. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi durasi
transmisi parasit, misalnya prevalensi yang lebih tinggi dari W. bancrofti di
Burkina Faso bertepatan dengan musim transmisi malaria yang lebih pendek,
menunjukkan bahwa kejadian malaria musiman periodik dapat
mempengaruhi keberhasilan transmisi filariasis di suatu daerah.
Untuk parasit filariasis dan malaria, metode tradisional diagnosis
didasarkan pada Giemsa film bernoda darah perifer, deteksi fosfatase dari
mikrofilaria, prosedur konsentrasi Knott, dan teknik membran filtrasi.
Namun, karena metode tersebut terdapat beberapa kesulitan, maka dilakukan
sejumlah teknik imunologi, misalnya, enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA), immuno-cromatography test (ICT), dan polymerase chain reaction
(PCR) yang telah dikembangkan sebagai alternatif untuk penilaian akurat
tentang prevalensi patogen dalam vektor dan populasi manusia.
Dua tes PCR berbasis telah dikembangkan secara bersamaan untuk
dapat mendeteksi parasit W. bancrofti dan Plasmodium sp dalam vektor
tunggal. Salah satunya adalah uji multipleks yang menggunakan satu set dari
empat primer yang memperkuat fragmen DNA 400 dan 450 bp. Test lainnya
adalah PCR multipleks kuantutatif yang dapat mendeteksi W. bancrofti
bersamaan dengan Plasmodium pada nyamuk dengan sensitivitas lebih tinggi
daripada test PCR konvensional.
5

4. Dampak Perubahan Determinan Lingkungan dan Kondisi pada
Dinamika Transmisi
Perubahan lingkungan, baik karena proses alam atau aktivitas langsung
manusia diharapkan untuk mengerahkan pengaruh yang nyata pada
munculnya proliferasi atau penyakit parasit yang baru dan yang sudah ada
sebelumnya. Peningkatan surveilans serta pemantauan perubahan iklim dan
lanskap pada transmisi malaria dan filaria sangat diperlukan sebagai sarana
untuk identifikasi masalah dan respon kontrol. Selain itu, faktor fisik seperti
suhu dan kelembaban udara ambien memiliki peran penting dalam transmisi
malaria dan filariasis dimana efisiensi transmisi vektor umumnya
ditingkatkan dengan suhu tinggi dan kelembaban yang relatif yang juga
penting untuk keberhasilan propagasi patogen dan kelangsungan hidup
(misalnya, mengurangi ekstrinsik waktu inkubasi). Pada musim hujan tropis
dan musim panas di daerah yang lebih subtropis, lebih kondusif untuk
transmisi filaria serta berkontribusi pada tingkat infektivitas yang lebih tinggi
dari parasit terhadap vektor.

5. Kesimpulan
Kontrol terhadap malaria dan filariasis akan sangat meningkatkan
program-program pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pembangunan
ekonomi. Sangat penting untuk dilakukan pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana patogen ini ditransmisikan, tidak hanya pada nyamuk dan
kapasitas vektorialnya masing-masing, tetapi juga dampak dari faktor
lingkungan dan iklim serta perubahan pada transmisi dan distribusi penyakit.
Infeksi kontaminan pada malaria dan filariasis limfatik dari vektor
nyamuk Anopheles dan manusia lebih mungkin terjadi ketika prevalensi dari
kedua parasit tinggi. Yang terpenting dari setiap program kontrol adalah
pengurangan beban parasit dalam populasi manusia. Dari tinjauan ini, lebih
banyak informasi yang dibutuhkan untuk transmisi malaria dan filariasis.
Informasi tersebut akan membantu dalam desain dan implementasi strategi
kontrol yang tepat dan terkoordinasi untuk melawan kedua penyakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai