Anda di halaman 1dari 15

BLOK ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TUGAS
KODE ETIK DAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

DISUSUN OLEH :

NAMA : RISDAYANTI
STAMBUK : 15120210059
DOSEN : Apt. Hj. Faradiba, M.Si., Ph.D

APOTEKER ANGKATAN XI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
Kode Etik

Kode etik adalah Kode etik apoteker Indonesia yang menjadi landasan
etik Apoteker Indonesia

Pasal 1

Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan


mengamalkan Sumpah/Janji Apoteker.

Implementasi-Jabaran Kode etik

1. Melaksanakan asuhan kefarmasian


Mengimplementasikan pengetahuan kefarmasian yang dimiliki untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat misalnya dengan
melakukan penelitian untuk menemukan sediaan farmasi yang lebih
tertarget di rumah sakit agar lebih efektif dan efisien
2. Merahasiakan kondisi pasien, resep dan medication record untuk
pasien. Contoh penerapan: merahasiakan resep dan medication
record pasien kecuali untuk kepentingan tertentu (proses hukum).
3. Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik profesi yaitu
ilmu hukum dan etik
Memanfaatkan pengetahuan tentang obat untuk tujuan yang tidak
bersifat kriminal/kejahatan. Misalnya, membuat senjata biologis atau
membuat obat palsu
4. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan.
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik, Kepartaian atau
Kedudukan Sosial.
Contoh penerapan: apoteker harus adil dalam memberikan
pelayanan tidak memandang agama, bangsa/suku, partai tertentu.
Pasal 2

Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh


menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia

Implementasi-Jabaran Kode etik

Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker


Indonesia dinilai dari: ada tidaknya laporan dari masyarakat, ada tidaknya
laporan dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, tidak
adanya laporan dari dinas kesehatan. Pengaturan pemberian sanksi
ditetapkan dalam peraturan organisasi (PO).

Apoteker yang menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker dengan


sungguh-sungguh yaitu yang dapat menjalankan kewajibannya, meliputi:

1. Kewajiban Umum
Apoteker selalu mengikuti perkembangan di bidang kesehatan dan
farmasi untuk meningkatkan kompetensinya, yaitu dengan
mengikuti workshop, symposium, seminar yang terkait, mengikuti
perkembangan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan,
melakukan penelitian di bidang kesehatan.
2. Kewajiban terhadap Pasien
Seorang apoteker di apotek memberikan obat yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi ekonomi pasien.
3. Kewajiban terhadap Teman Sejawat
Apoteker tidak dengan sengaja mendirikan apotek di sebelah
apotek lainnya, hal ini dikarenakan akan mempengaruhi penjualan
apotek yang dikelola oleh apoteker di apotek tersebut.
4. Kewajiban terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lain
Apoteker tidak menjelek-jelekkan profesi tenaga kesehatan lain.
Misalnya ketika terjadi kesalahan peresepan oleh dokter, maka
apoteker mengkomunikasikan dan menyelesaikan permasalahan
tersebut oleh dokter bersangkutan secara profesional dan tetap
menghormati, bukan dengan mengejek dokter tersebut di hadapan
pasien atau tenaga kesehatan lain.

Pasal 3

Seorang apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai


kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.

Implementasi-Jabaran Kode etik

1. Setiap apoteker Indonesia harus mengerti, menghayati, dan


mengamalkan kompetensi sesuai dengan standar kompetensi
apoteker Indonesia. Kompetensi yang dimaksud adalah:
keterampilan, sikap dan perilaku yang berdasarkan pada ilmu,
hukum dan etik
2. Ukuran kompetensi seorang apoteker dinilai lewat ujian kompetensi
Contoh : apoteker mengikuti ujian kompetensi setiap 5 tahun untuk
membuktikan dirinya berkompetensi dalam melaksanakan praktik
kefarmasian.
3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama
dalam setiap tindakan dan keputusan seorang apoteker Indonesia.
Contoh: seorang apoteker mendapatkan seorang pasien yang
kurang mampu secara finansial. Pasien tersebut tidak mampu
menebus obat yang tertera pada resep. Oleh karena itu, apoteker
memberikan obat generik dengan persetujuan pasien
4. Bilamana suatu saat seorang apoteker dihadapkan kepada konflik
tanggung jawab professional, maka dari berbagai opsi yang ada,
seorang apoteker harus memilih resiko yang paling kecil dan paling
tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat.
Jika dalam keadaan terdedesak sekalipun, seorang apoteker tidak
akan mempergunakan kompetensi yang dimiliki untuk sesuatu yang
melanggar hukum ataupun kemanusiaan. Contoh penerapan:
apoteker tidak membeda-bedakan dalam melayani pasien
Pasal 4

Seorang Apoteker harus selalu aktif perkembangan di bidang


Kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Implementasi-Jabaran Kode etik

1. Seorang apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan


keterampilan profesionalnya secara terus menerus

Apoteker harus bisa mencari jurnal-jurnal yang up to date tentang


ilmu kefarmasiaan contohnya jurnal tentang keamanan dan efek
samping obat-obatan atau yang lainnya secara terus menerus.

2. Aktifitas seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan


dibidang Kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari hasil
uji kompetensi
Apoteker harus bisa mengikuti uji kompetensi dan mengikuti
seminar tentang kefarmasiaan atau pelatihan-pelatihan.
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh apoteker ditetapkan
dalam peraturan organisasi.
Berusaha semaksimal mungkin menjalankan kode etik pasal 4
dengan mengupdate keilmuan melalui seminar dan langganan
jurnal ilmiah

Pasal 5

Seorang Apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menjauhkan


diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Implementasi-Jabaran Kode etik

1. Seorang apoteker dalam Tindakan profesionalnya harus


menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak atau seseorang
ataupun merugikan orang lain
Contoh: Apoteker harus dapat memberikan obat sesuai dengan
kemampuan ekonomi dan kebutuhan pasien.
2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh
imbalan dari pasien dan masyarakat atas jasa yang diberikannya
dengan tetap memegang teguh kepada prinsip mendahulukan
kepentingan pasien.
3. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam peraturan organisasi

Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik
bagi orang lain.

1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas


profesi yang disandangkan dengan jujur dan penuh integritas.
Apoteker menjaga kerahasiaan informasi pasien terkait penyakit
dan pengobatannya.
2. Seorang Apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan
profesionalnya kepada orang lain. Apoteker memberikan informasi
secara jujur dan tepat tanpa menyesatkan pasien terkait
pengobatan ataupun harga obat. Jika terjadi pelanggaran apoteker
dapat terkena sanksi berupa teguran dan pembinaan dari Ikatan
Apotker Indonesia (IAI). Jika terjadi kerugian/kematian pada pihak
pasien, apoteker dapat dituntut yang berakibat pada pencabutan
izin praktik.
3. Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya dihadapan publik.

Pasal 7

Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan


profesinya

Implementasi- jabaran kode etik

1. Seorang apoteker memberikan informasi kepada


pasien/masyarakat harus dengan cara yang mudah dimengerti dan
yakin bahwa informasi tersebut harus sesuai, relevan, dan “up to
date”.
Apoteker memberikan informasi obat menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien
2. Sebelum memberikan informasi, apoteker harus menggali informasi
yang dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui
apoteker mengenai pasien serta penyakitnya
3. Seorang apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai
pelayanan kepada pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang
terlibat.
4. Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan
informasi secara jelas, melakukan monitoring penggunaan obat dan
sebagainya.
Apoteker dapat membuat dan memberikan leaflet, poster, brosur,
dan media lisan maupun untuk mempermudah pemahaman
masyarakat terkait penyakit dan pengobatannya.
5. Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai satuan kredit profesi (SKP).

Pasal 8

Seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan


perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.

Implementasi- jabaran kode etik

Tidak ada alasan bagi apoteker tidak tahu peraturan perundangan yang
terkait dengan kefarmasian. Untuk itu setiap apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan peraturan, sehingga setiap apoteker dapat
menjalankan profesinya dengan tetap berada dalam koridor peraturan
perundangan yang berlaku.

Apoteker harus membuat standar prosedur operasional (SPO) sebagai


pedoman kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan /pelayanan
kefarmasian sesuai kewenangan atas dasar peraturan perundangan yang
ada. perkembangan perundang-undangan kesehatan/farmasi; • Apoteker
tidak mau tahu mengenai perkembangan peraturan UU terbaru sehingga
melakukan pelayanan dan praktik kefarmasian yang tidak sesuai
perundang-undangan.

PASAL 9

Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus


mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi
pasien dan melindungi makhluk hidup insani.

Implementasi- jabaran kode etik

1. Kepedulian kepada pasien adalah merupakan hal yang paling


utama dari seorang apoteker.
2. Setiap tidankan dan keputusan professional dari apoteker harus
berpihak kepada kepentingan pasien dan masyarakat.
3. Seorang apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat
dalam keputusan pengobatan mereka.

Pasal 10

Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya


sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan

Implementasi- jabaran kode etik

1. Setiap apoteker harus menghargai teman sejawatnya, termasuk


rekan kerjanya.
2. Bilamana seorang apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang
problematik, baik secara moral atau peraturan perundangan yang
berlaku, tentang hubungannya dengan sejawatnya, maka
komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan santun.
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun majelis Pembina
etik apoteker dalam menyelesaikan permasalahan dengan teman
sejawat. Tidak mengambil alih pekerjaan teman sejawat tanpa
seizin apoteker yang bersangkutan.

Pasal 11

Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling


menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.

Apabila Bilamana seorang apoteker mengetahui sejawatnya melanggar


kode etik, dengan cara yang santun dia harus melakukan komunikasi
dengan sejawatnya untuk mengingatkan kekeliruan tersebut. Bilamana
ternyata yang bersangkutan sulit menerima maka dia dapat
menyampaikan kepada pengurus cabang atau MPEAD secara berjenjang.

1. Seorang apoteker seharusnya mengingatkan dan menasehati


sejawat apoteker lain apabila menjual obat narkotika di apoteknya
tanpa pendataan resep yang kurang lengkap.
2. Seorang Apoteker mengingatkan dan menasehati rekannyateman
sejawatnya yang memberikan obat generik namun tetapi harga
yang ditagihkan ke pasien seharga obat paten.
3. Seseorang apoteker harus mengingatkan sejawat apoteker lain
yang membeli obat dari PBF yang tidak memiliki surat izin, agar
membeli obat dari PBF yang resmi dan memiliki izin

Pasal 12

Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk


meningkatkan kerja sama yang baik sesama apoteker didalam
memelihara keluhuran martabat, jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan
tugasnya.

Implementasi- jabaran kode etik

1. Seorang apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan


sejawat apoteker lainnya.
2. Seorang apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam
menjalankan pengabdian profesinya.
3. Seorang apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam
menjalin, memelihara kerjasama.

PASAL 13

Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk


membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas
kesehatan lain.

Implementasi- jabaran kode etik

1. Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan


tenaga profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan
bermartabat.

Terjalinnya interaksi dan komunikasi yang baik akan menciptakan


suatu hubungan yang baik pula untuk saling mempercayai, dan
menghargai keputusan masing-masing sejawat petugas kesehatan.
Contoh apabila apoteker mendapatkan resep dari dokter yang
terdiri dari obat-obatan yang saling berinteraksi satu sama lain.
Dalam hal ini, apoteker tidak boleh langsung menyalahkan
keputusan dokter dan mengubah resep tersebut. Oleh karena itu,
apoteker harus mengkonfirmasi mengenai obat-obatan tersebut
kepada dokter dan mengemukakan pendapat apoteker mengenai
interaksi obat yang terjadi berdasarkan literature serta
memperhatikan alasan dan pertimbangan dokter dalam memilih
obat-obatan tersebut. Apoteker hanya boleh mengubah obat
tersebut atas persetujuan dokter. Hal ini akan meningkatkan
hubungan antar apoteker-dokter. Contoh lain apabila apoteker
kesulitan membaca tulisan dokter, maka apoteker harus
menanyakannya kepada dokter mengenai ketidakjelasan tulisan
resep. Menghubungi dokter dapat menimbulkan interaksi dan
komunikasi untuk membangun hubungan yang harmonis kepada
sejawat petugas kesehatan lain.

PASAL 14

Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau


perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurang atau hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.

Bilamana apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari pelayanan


profesi kesehatan lainnya, maka apoteker tersebut harus mampu
mengomunikasikannnya dengan baik kepada profesi tersebut, tanpa yang
bersangkutan merasa dipermalukan. Contoh pada saat pasien menebus
resep dari dokter setelah dikaji ternyata terdapat obat yang saling
berinteraksi satu sama lain. Dalam hal ini, apoteker tidak boleh langsung
menyalahkan keputusan dokter di depan pasien dan mengganti obat
tersebut dengan obat lain karena hal tersebut akan mengakibatkan
berkurang atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada profesi
tersebut. Sebaiknya, dikonfirmasi kembali pada dokter terkait terapi yang
sesuai dengan bahasa yang baik.

Pasal 15

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan


mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia menjalankan
kefarmasiannya sehari hari.

Jika seorang Apoteker dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar


atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib
mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, organisasi profesi
farmasi menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode
Etik Apoteker Indonesia, yang bersangkutan dikanakan sanksi organisasi.
Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan, pencabutan keanggotaan
sementara, atau pencabutan keanggotaan tetap. Kriteria pelanggaran
kode etik diatur dalam peraturan organisasi, dan sanksi ditetapkan. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar
atau tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib
mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi
farmasi yang menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

DISIPLIN APOTEKER

Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban


dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau
dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER


1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar
praktek Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga
berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan kerusakan, kerugian
pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi
tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker
pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/
atau tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada
kepentingan pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date”
dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat,
sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian
pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di
sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin mutu, keamanan,
dan khasiat/ manfaat kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan
kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa
alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swa-medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis,
dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker
(SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan
pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan
kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.

SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan
Peraturan per-Undang-Undang an yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda
Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat
Izin Kerja Apoteker; dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan apoteker.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin


Praktik yang dimaksud dapat berupa:

1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat


Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat
Izin Praktik tetap atau selamanya;

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi


pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa:

a. Pendidikan formal; atau


b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di
institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan
jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu)
tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Apoteker Indonesia,2009 Kode Etik Apoteker Indonesia dan


Implementasi-jabaran kode Etik

Ikatan Apoteker Indonesia, 2014 Peraturan Organisasi Tentang Pedoman


Disiplin Apoteker Indonesia

Anda mungkin juga menyukai