Anda di halaman 1dari 42

Etika dan UU

di Bidang
Farmasi
Dosen Pengampu: apt. Marvel, M.Farm.
Kelompok 2 AC
Maulidya Khairun Nisa (11201020000044)
Rere Devianti (11201020000033)
Lisa Rahmawati (11201020000046)
Putri Az-zahra S. (11201020000037)
Rani Aulia Yuda (11201020000035)
Hanami Amanda O (11201020000051)
Sephira Rizki W. (11201020000021)
Ebbnu Kusuma W. (11201020000054)
Darmawati H. (11201020000058)
OUTLINE
1 2
Disiplin Profesi dan Etika vs Pelanggaran
Kode Etik Apoteker

3 4
Contoh Kasus Upaya Peningkatan
Pelanggaran Etika dan Profesionalitas
Pemecahannya Continuing Professional
Developement
PENDAHULUAN
● Dalam mengerjakan profesinya, Apoteker dipandu oleh
sebuah aturan tertulis yaitu Kode Etik dan Displin Profesi.
● Tujuan pembuatan aturan tersebut adalah sebagai pedoman
bertingkah laku, dan kesanggupan Apoteker dalam
menjalankan kewajibannya
● Kode etik dan Disiplin Apoteker diatur oleh IAI (Ikatan
Apoteker Indonesia) berdasarkan Kongres Nasional XVII/2009
dan UU yang berkaitan
01
DISIPLIN PROFESI &
KODE ETIK APOTEKER
Kode Etik Apoteker
Bab I Kewajiban Umum
Pasal 1 : Sumpah / janji apoteker, setiap apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati
dan mengamalkan sumpah apoteker.
Pasal 2 : Setiap apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 : Setiap apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar
Kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Pasal 4 : Setiap apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5 : Di dalam menjalankan tugasnya setiap apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6 : Seorang apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Pasal 7 : Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8 : Seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
Bab II
Kewajiban Apoteker Terhadap Pasien
Pasal 9 : Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup
insani.
Bab III
Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
Pasal 10 : Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 : Sesama apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati
untuk mematuhi ketentuan ketentuan kode etik.
Pasal 12 : Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker di dalam memelihara keluhuran
martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
Bab IV
Kewajiban Apoteker Terhadap Sejawat
Petugas Kesehatan Lain
Pasal 13 : Seorang apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14 : Seorang apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
Bab V
Penutup
Pasal 15 : Seorang apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi
dari pemerintah, organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan
mempertanggungkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disiplin Profesi
Ketentuan Umum
● Disiplin Apoteker adalah kesanggupan apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
● Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
● Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah organ
organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi
dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh anggota maupun oleh
pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin apoteker
Indonesia.
Disiplin Profesi
Ketentuan Umum
● Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
● Praktik kefarmasian yang meliputi pembuagan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
● Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
● Tenaga Teknis kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi Asisten Apoteker.
● Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI adalah
pendidikan akademik dan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat, diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
● Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
● Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi penguasaan
ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill dan attitude),
dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
● Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggung jawab
yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk dinyatakan mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
● Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seorang apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di
seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
● Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
● Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri Kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
● Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
● Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pelayanan kefarmasian.
● Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang
diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian.
● Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah serangkaian
instruksi tertulis yang dilakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa
dilakukan.
● Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
● Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para apoteker di
Indonesia.
Landasan Formal
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya yang terkait.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ikatan Apoteker Indonesia (IAI),
Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya yang
dikeluarkan oleh IAI yang masih berlaku.
02
ETIKA VS PELANGGARAN
PENILAIAN PELANGGARAN ETIK APOTEKER

01 Prinsip penegakan etik

02 Kriteria Pelanggaran Etik

03 Kriteria Pembuktian

04 Penilaian Pembuktian dan Sanksi Terhadap Pelanggaran Etik


PRINSIP PENEGAKAN ETIK

01 03
Payung Hukum 02 Malpraktik dan
Hukum Pidana, Hukum Pembuktian
Perdata, Hukum
Administrasi
KRITERIA PELANGGARAN ETIKA
Sengaja
3
Kurang
Perhatian 4
3 Kurang
Ignorant Terampil
(tidak tahu) 2
1 Kelalaian
(alpa)
KRITERIA PEMBUKTIAN
Tidak melakukan
sesuatu yang
seharusnya
dilakukan
Melakukan Melakukan
sesuatu sesuatu yg
yang tidak melanggar
seharusnya peraturan
dilakukan perundang-
undangan
Penilaian, Pembuktian dan Sanksi
Terhadap Pelanggaran Etik

Unsur Adanya unsur


Ketidaktahuan kelalaian
UNSUR
KETIDAKTAHUAN
Penyebab
Adanya celah (”Gap”) pengetahuan dan atau keterampilan
antara kenyataan yang dihadapi dalam praktek dengan
apa yang diketahui pada saat kuliah. Sehingga dapat
diperkirakan seorang Apoteker yang telah lama
meninggalkan bangku kuliah dan tidak adanya pendidikan
berkelanjutan, menimbulkan adanya unsur ketidak tahuan.
Pembuktian
Tahun kelulusan Apoteker dan pernah/tidak mengikuti
pendidikan berkelanjutan.
Sanksi
Kewajiban untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan yang
terkait dengan kesalahan yang diperbuat.
ADANYA UNSUR KELALAIAN
Tidak menjalankan apa yang seharusnya dilakukan, Menjalankan
sesuatau yang seharusnya tidak dilakukan, Lalai terhadap aturan
perundang-undangan

Landasan penilaian Rex lpsa Lequitor


terhadap bobot
kelalaian
Kelalaian yg tdk Tolak ukur penilaian
berbobot berat ringannya
(Derminimis non kelalaian
curet lex)
Kelalaian yg tdk berbobot (Deminimis
non curat lex)
Hukum tidak mencampuri hal-hal yang sepele, contoh:
Apoteker lalai memakai pakaian seragam

Landasan Penilaian Terhadap Bobot


Kelalaian
● Perbuatan tersebut nyata bertentangan dengan
etika Apoteker dan atau penjabarannya.
● Perbuatan tersebut dapat diperkirakan akibatnya
terhadap pasien/ orang lain, sejawat.
● Perbuatan tersebut layak dan dapat dihindari.
● Perbuatan tersebut layak dipersalahkan.
Tolak ukur penilaian berat ringannya
kelalaian
Adanya ”duty” (Kewajiban yang nyata-nyata tercantum dalam Kode Etik
Apoteker Indonesia atau pedoman pelaksanaan).
Adanya unsur yang membuktikan terjadinya pelanggaran kewajiban
(”dereliction of duty”) Untuk dapat membuktikan diperlukan saksi yang
memiliki pengalaman dan pendidikan yang setaraf dengan tersangka.
Adanya akibat langsung, yakni perbuatan nyata berakibat langsung
terhadap pasien/ sejawat. Akibat tidak langsung tidak boleh menjadi
pertimbangan.
Kelalain berpengaruh langsung
terhadap terjadinya kerugian harta
atau jiwa pasien sejawat
Apabila tidak ditemukan pengaruh langsung maka tidak boleh menjadi
pertimbangan.
Untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh langsung dapat dipanggil
saksi ahli.
Bobot kelalaian disesuaikan dengan pem-buktian 4 unsur pembobotan
diatas.
Rex lpsa Loquitor
Perbuatan yang jelas kelalaian tanpa harus membuktikan sesuai dengan
kriteria pembuktian pada butir 3 di atas.
Contoh : Salah menyerahkan obat
● akibat kelalaian besar (nilai tinggi = 5)
● Kemungkinan terjadinya kecil (nilai tinggi = 5 )
● Tindakan pencegahan mudah (nilai rendah = 2)
5 + 5 > 2 → kelalaian terbukti
03
CONTOH KASUS
PELANGGARAN ETIKA
DAN PEMECAHANNYA
KASUS
PERTAMA
Pada bulan April 2021 tepatnya di Bandara
Kualanamu,telah ditemukan penggunaan antigen bekas
yang telah diungkap oleh Tim Penyidik Subdit IV
Ditreskrimsus Polda Sumut yang sebelumnya telah
menerima pengaduan masyarakat akan dugaan penggunaan
kembaLi stik brus swab antigen daur ulang yang terletak
dalam gedung Bandara Kualanamu. Dari pemeriksaan
beberapa saksi, ditemukan fakta bahwa pemakaian
antigen bekas tersebut telah berlangsung sejak
Desember 2020 yang dimana pelayanan antigen bekas
tersebut yaitu dilakukan oleh Plt Business Manajer
Laboratorium Kimia Farma Medan berinisial PM yang
merangkap sebagai Kepala Layanan Kimia Farma
Diagnostik Bandara Kualanamu beserta beberapa
karyawannya.
SOLUSI KASUS PERTAMA
Dari kasus tersebut, sudah dipastikan untuk para oknum petugas media
Kimia Farma atas permasalahan antigen swab bekas yaitu dikenai aturan
hukum :
a. Pasal 98 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
c. Pasal 1 ayat 1 KUHP tentang Asas Legalitas
Untuk menghindari adanya permasalahan tersebut kembali, maka
PT.Kimia Farma melakukan pembenahan yaitu dengan penguatan dalam
sistem pengawasan mutu dan fokus pada kegiatan
operasional,penambahan struktur organisasi pengawasan mutu, dan
menjamin bahwa seluruh proses sudah sesuai SOP dan Regulasi yang
telah ditetapkan. Selain itu, PT Kimia Farma juga perlu melakukan
manajemen reputasi untuk menghindari adanya pelanggaran kembali,
yaitu dengan melakukan Fact Finding, Planning dan Programming, Action
and Communicating, dan Evaluation
KASUS
KEDUA
Ny. S baru melahirkan, ia tak sadarkan diri selama dua
hari. Telah diagnosis hasilnya pasien (px) salah
meminum obat. Sebenarnya pasien minum obat
Methylergotamyne, yang tujuannya sebagai pengontrol
darah pasca persalinan dan laju kembalinya kandungan
ke arah yang normal, tetapi pihak farmasi rumah sakit
salah memberikan obat, pasien diberikan obat
Glibenclamide yang berfungsi menurunkan kadar gula
darah atau glukosa (untuk penderita Diabetes
Mellitus), sedangkan pasien tidak Diabetes Mellitus
maka pasien koma disebabkan oleh tubuh pasien tidak
mampu mengatasi dengan cara mengeluarkan hormon
yang menaikkan kadar gula darah, sebab pasien bukan
penderita Diabetes Mellitus (Muh et al., 2016).
SOLUSI KASUS KEDUA
Para oknum atas permasalahan salah memberikan obat dikenai aturan
hukum pidana yaitu UU RI Nomor Tiga Puluh Enam Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan Ketentuan Pidana Pasal 84 dan dikenai sanksi berupa
dipidana paling lama tiga tahun karena pasien mengalami ketidak sadaran
diri atau cidera berat.
04
UPAYA PENINGKATAN
PROFESIONALITAS
CONTINUING PROFESSIONAL
DEVELOPEMENT
CPD (Continuing Professional Development)

Continuing Professional Development (CPD) atau Program Pengembangan


Pendidikan Apoteker Berkelanjutan (P2AB) merupakan serangkaian upaya sistematis
pembelajaran diri Apoteker untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya
sepanjang hayat.
PERMENKES NO. 73 Tahun 2016 Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Bab IV mengenai Sumber Daya Kefarmasian, terdapat beberapa kriteria
apoteker untuk melakukan Pelayanan Kefarmasian. Salah satu
kriterianya yaitu Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing
Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan
yang berkesinambungan. Upaya ini terdiri dari :
● Pendidikan dan Pelatihan
● Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan
Upaya Peningkatan Profesionalitas CPD

1. Kesertaan dalam Kegiatan Praktik Profesi ketika melayani pasien.


2. Mengikuti kegiatan pembelajaran
3. Ikut turun mengikuti pengabdian masyarakat
4. Mempublikasikan Tulisan Ilmiah terkini mengenai kefarmasian.
5. Mengikuti Pengembangan Ilmu dan Pendidikan
KESIMPULAN
● Dalam menjalankan keprofesian, tentunya apoteker memiliki kode etik dan disiplin profesi yang
diatur dalam buku Kode Etik Apoteker Indonesia yang disusun oleh Ikatan Apoteker Indonesia.
Adapun perundang-undangan yang mengatur tentang keprofesian apoteker, di antaranya adalah
UU No.419 Tahun 1949, UU No.5 Tahun 1997, UU No.35 Tahun 2009, UU No.36 Tahun 2009,
UU No.44 Tahun 2009 hingga Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
● Meskipun ada landasan formal dan kode etik serta disiplin profesi yang mengatur tentang
pekerjaan kefarmasian, kerap masih banyak yang melanggar aturan tersebut. Salah satu contoh
kasus terkait pelanggaran etika adalah penggunaan stik antigen bekas pada masa pandemic
akhir-akhir ini dan pemberian obat yang salah kepada pasien yang baru saja melahirkan.
● Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keprofesionalitas dari tenaga kefarmasian adalah
dengan melakukan peningkatan secara Contiuning Proffesional Development yang terdiri dari
pendidikan dan pelatihan dan pengembangan tenaga kefarmasian serta program pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai