Anda di halaman 1dari 16

MATERI POKOK 1

ASPEK ETIK DAN DISIPLIN


DALAM APOTEKER

121
Pendahuluan

Apoteker adalah profesi yang memiliki martabat luhur, merupakan salah


satu profesi di bidang Kesehatan. Suatu ritual formal yang harus dijalani
seorang apoteker saat baru lulus dan akan melaksanakan profesinya,
adalah mengikuti upacara pelantikan sebagai apoteker. Termasuk
didalamnya mengucapkan sumpah untuk selalu menjaga martabat dan
tradisi luhur kefarmasian, dalam pengabdiannya untuk kemanusiaan.

Dalam menjalankan praktek profesionalnya Apoteker senantiasa harus


mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kode etik
profesi yang menjadi pedoman perilaku nya. Juga harus mematuhi
Pedoman Disiplin Apoteker dalam menjalankan praktek profesinya.
Apakah semua hal itu ada acuan tertulisnya? Siapa yang Menyusun, dan
kemana acuan resminya?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun
2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
Dalam pengabdian profesinya sebagai Tenaga Kesehatan yang
profesional, seorang apoteker harus berpedoman pada Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, Pedoman
Disiplin dan satu ikatan moral yaitu Kode Etik Apoteker
Dalam UU Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa
penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki etika dan moral yang tinggi.
Seorang Apoteker dituntut untuk meningkatkan bekal keilmuan dan
keterampilan yang cukup di bidang kefarmasian baik dalam teori maupun
praktek. Sejalan dengan pesatnya perkembangan keilmuan di dunia

122
farmasi, maka seorang apoteker wajib untuk secara kontinu meningkatkan
ilmu supaya senantiasa mampu memberikan layanan terbaik untuk pasien.

Melalui pelatihan ini mari kita bersama sama melihat berbagai aspek dan
tata nilai yang selalu harus diperhatikan oleh setiap apoteker dalam
menjalankan praktek profesinya.

Catatan khusus:

Pada waktu IAI mengesahkan Pedoman Disiplin Apoteker


Indonesia di tahun 2014, belum terbentuk Konsil Tenaga
Kefarmasian, yang sebenarnya lebih ideal untuk menangani
Pedoman Disiplin Tenaga Kefarmasian. Karena itu, disadari
bahwa penanganan Disiplin Apoteker oleh MEDAI sebagai
sebuah unit internal, merupakan langkah sementara, sambil
menunggu terbentuknya Konsil Tenaga Kefarmasian. Dan,
sekarang sudah ada Perpres no 90 tahun 2017 tentang Konsil
Tenaga Kesehatan, yang di dalamnya terdapat Konsil Tenaga
Kefarmasian. Perpres ini kemudian disempurnakan dengan
Perpres no 86 tahun 2019.

Konsil ini kini sedang dalam proses finalisasi.

Kalau Konsil ini sudah terbentuk, maka selanjutnya penanganan


tentang Disiplin Apoteker ini akan sepenuhnya menjadi
kewenangan Konsil,

Dengan demikian, IAI sebagai organisasi profesi akan fokus


menangani Kode Etik

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengkuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan aspek
etik, dan disiplin Apoteker.

123
Sub Materi Pokok
1. Pengertian nilai Apoteker
2. Pengertian praktik Apoteker bertanggung jawab
3. Praktek Profesi dan professional
4. Pengertian etik dan nilai etik dan disiplin Apoteker
5. Prinsip dan nilai etik dan disiplin Apoteker
6. Penanganan dilemma etik
7. Analisis dilemma etik dan disiplin

124
Uraian Materi Pokok 1

Pengertian nilai Apoteker

Nilai-nilai yang melekat dalam diri seorang apoteker dalam pengabdian


profesinya, tercermin dalam lafaz sumpah apoteker, yang diikrarkan
oleh setiap apoteker di saat pelantikannya sebagai apoteker.

Lafal sumpah apoteker itu memiliki status formal berupa Peraturan


Pemerintah No 20 Tahun 1962, yang bunyinya:

"Demi Allah ", saya bersumpah


1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan terutama dalam bidang Kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai
Apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar
dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh sungguh
dan dengan penuh keinsyafan

B. Pengertian praktik apoteker bertanggungjawab

Dalam menjalankan praktek profesi yang baik dan benar, seorang


apoteker harus mampu menjamin bahwa obat (ataupun informasi obat)

125
itu betul2 berkualitas yang baik, disampaikan pada waktu yang tepat,
pada orang yang tepat dan di tempat yang tepat, sesuai dengan kaidah
ilmiah serta ketentuan yang berlaku. Untuk itu, dalam melaksanakan
profesi apoteker di apotik misalnya, seorang apoteker harus selalu siap
di tempat, sesuai jadwal tugasnya, dan berkomunikasi langsung
dengan pasien di saat pelayanan kefarmasian.

IAI selaku organisasi profesi apoteker, memiliki sejumlah naskah azasi,


yang sangat penting untuk dimiliki dan dijadikan referensi bagi setiap
apoteker yang sungguh-sungguh ingin melaksanakan praktek profesi
apoteker yang bertanggung jawab.

Naskah azasi tersebut adalah:


1. Anggaran Dasar IAI
2. Anggaran Rumah Tangga IAI
3. Kode Etik Apoteker Indonesia (KEAI)
4. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI)
5. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI)
6. Standar Praktek Apoteker Indonesia (SPAI)
7. Pedoman Praktek Apoteker Indonesia ( PPAI)
8. Peraturan-peraturan Organisasi (PO)

C. Praktik Profesi dan Profesional

Seorang apoteker dalam mengemban tugas profesinya sebagai


apoteker, perlu memiliki dan menampilkan beberapa karakteristik:
1. Menghayati dan senantiasa mentaati sumpah/janji apoteker, dan
selalu menggunakan Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman
Disiplin Apoteker Indonesia sebagai acuan.
2. Memelihara dan mengembangkan kompetensi melalui
penguasaan dan penyegaran ilmu pengetahuan dan teknologi
khusus dalam bidang kefarmasian.

126
3. Memahami dan memiliki seperangkat sikap yang mempengaruhi
perilaku yang mementingkan klien, khususnya peduli terhadap
kesehatan pasien.
4. Melaksanakan pekerjaan/praktik berdasarkan standar profesi yang
berlaku, antara lain standar pelayanan dan sistem penjaminan
mutu.
5. Seorang apoteker mempunyai kewenangan profesi, sehingga di
sisi lain, apoteker harus siap memperoleh sanksi, ketika terbukti
melakukan kesalahan ataupun kelalaian, sebagai konsekwensi dari
hak mendapatkan surat izin kerja/praktik

Singkatnya, seorang apoteker harus selalu berupaya melaksanakan


profesinya dengan kinerja dan kualitas yang sebaik baiknya.

D. Pengertian etik dan disiplin Apoteker


Kode etik adalah pedoman atas sikap dan tingkah laku serta perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari hari di tempat
kerja ataupun di masyarakat. Pada dasarnya, kode etik itu menyangkut
moral, yang disusun sendiri oleh setiap organisasi profesi, mengacu
kepada ketentuan, kebiasaan dan tata nilai yang berlaku.

Dengan demikian kode etik ini merupakan janji seorang Apoteker yang
harus dipegang teguh oleh semua Apoteker yang menjalankan praktek
kefarmasian maupun dalam kehidupan di tengah masyarakat

Kode etik apoteker bertujuan melindungi anggota dari perbuatan yang


akan merugikan masyarakat. Menjaga anggota dari perbuatan yang
akan merusak citra profesi, yang akhirnya dapat merugikan dirinya
sendiri.

Kode Etik Apoteker Indonesia berikut Pedoman Pelaksanaan


merupakan naskah-naskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia
yang sudah ditetapkan dalam Kongres ke XVIII tahun 2009 di Jakarta
sesuai dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

127
Tangga. Naskah Kode Etik Apoteker Indonesia pada awalnya disahkan
pada Kongres ISFI ke XVII, tahun 2005 di Bali. Lalu disempurnakan
pada Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta

Sedangkan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) disahkan


dalam Rakernas Agustus 2014.

Sebagai naskah azasi, maka setiap anggota, anggota luar biasa, dan
Anggota Kehormatan berkewajiban untuk menjaga dan membela
nama baik organisasi, menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia serta menegakkan disiplin Apoteker. Dengan
demikian kita mengharapkan agar Apoteker menjadi seorang yang
berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan
inovatif, serta berorientasi ke masa depan, dapat menjaga dan
meningkatkan profesionalisme Apoteker, mampu menjalankan praktek
kefarmasian dengan mengindahkan etik, disiplin dan bertanggung
jawab.

Naskah Kode Etik Apoteker Indonesia pada awalnya disahkan pada


kongres ISFI ke XVII, tahun 2005 di Bali. Lalu disempurnakan pada
kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta.

Kode Etik Apoteker Indonesia terdiri dari 5 bab, dan 15 pasal, meliputi
8 pasal kewajiban umum,
1 pasal kewajiban terhadap pasien,
3 pasal kewajiban terhadap teman sejawat,
2 pasal terhadap tenaga kesehatan lain, dan 1 pasal penutup.

128
Sebagai contoh, kita bisa lihat salah satu pasal di dalam Kode Etik
Apoteker Indonesia, sbb:
Pasal 4:

Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan


di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.

Penjelasannya:
1. Seorang Apoteker harus mengembangan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya secara terus menerus.
2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti perkebangan di
bidang kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari
hasil uji kompetensi
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan
dalam peraturan organisasi

Pada Kongres ISFI tahun 2014 disepakati untuk merubah organisasi


dari ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) menjadi IAI (Ikatan
Apoteker Indonesia). Sekaligus diamanatkan kepada Pengurus IAI
yang baru terpilih, untuk menyusun naskah Pedoman Disiplin Apoteker
Indonesia, untuk nantinya disahkan pada kesempatan rakernas
pertama, atas mandat Kongres. Tugas tersebut telah dapat
diselesaikan, dan naskah Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia sudah
disahkan pada Rakernas IAI bulan Juni 2015.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk


menaati kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan/ atau peraturan
praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman
disiplin.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/


atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat
dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:

129
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan
Apoteker.

Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan


Apoteker yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan
ketentuan disiplin Apoteker.

Apakah ada pedoman atau contoh2, bentuk perbuatan seperti apa


yang dianggap sebagai pelanggaran disiplin?

Pada pedoman disiplin apoteker Indonesia, dicantumkan 22 butir


contoh bentuk pelanggaran disiplin yang harus dihindari dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang apoteker dalam menjalankan praktek
profesinya.

Bentuk pelanggaran Disiplin Apoteker:


1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi
tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa
Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu
dan/ atau tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada
kepentingan pasien/ masyarakat.
5. Tidak up to date
dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat,
sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian
pasien.

130
6. Tidak membuat dan/ atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di
sarana pekerjaan/ pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
7.
/
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/ atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku,
sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu,
khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan
kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swa-medikasi (self-medication) yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/
atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

131
18. Membuat catatan dan/ atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/ Surat Izin Kerja
Apoteker (SIPA/SIKA) dan/ atau sertifikat kompetensi yang tidak
sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya
yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/ pelayanan atau kelebihan
kemampuan /pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.

Mari kita lihat butir 1,


.Penjabarannya bisa berupa perbuatan yang tidak sesuai
dengan standar praktek profesi, dan standar kompetensi. Bisa juga
karena melalaikan pembaharuan ilmu kefarmasian secara terus
menerus, sehingga tingkat keilmuan yang digunakan menjadi usang
dan tidak lagi sesuai dengan perubahan kebutuhan di masyarakat.

E. Prinsip dan nilai etik dan disiplin Apoteker


Pada mukaddimah Kode Etik Apoteker Indonesia, ditekankan sebuah
prinsip yang mengawali segala tata nilai yang mendasari pola pikir dan
pola tindak seorang apoteker, sebagai seorang insan beragama.

Kutipannya:

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas


kewajibannya serta dalam mengamal-kan keahliannya harus
senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan
Yang Maha Esa.

132
Dari lafal sumpah apoteker, yang diikrarkan oleh setiap apoteker pada
saat pelantikannya, dapat ditangkap beberapa tata nilai yang harus
menjadi pegangan dan pedoman bagi setiap apoteker

Berbagai nilai luhur yang melekat pada profesi apoteker, antara lain
membaktikan diiri untuk peri kemanusiaan, menjaga kerahasiaan
pasien, mematuhi hukum, menjaga martabat luhur jabatan
kefarmasian, menjauhi perilaku yang membedakan pasien atas latar
belakang apapun.

Kewajiban memenuhi sumpah yang sudah diucapkan, kemudian


diperkuat dengan pasal 1 Kode Etik Apoteker Indonesia:
Setiap Apoteker harus menjujung tinggi, menghayati dan

Kode Etik Apoteker Indonesia diharapkan dapat berfungsi:


1. Sebagai pedoman setiap anggota dalam menjalankan praktik
profesinya dan dalam kehidupan sehari hari
2. Sebagai sarana kontrol bagi masyarakat atas pelaksanaan praktik
profesi.
3. Mencegah campur tangan pihak luar organisasi tentang hubungan
antara etika dan keanggotaan organisasi.
Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaannya
merupakan naskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia yang
ditetapkan dalam Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta sesuai
dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
organisasi.

F. Penanganan dilema etik dan/atau disiplin


Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode Etik Apoteker
Indonesia, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi organisasi.

133
Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan, pencabutan
keanggotaan untuk sementara, atau pencabutan keanggotaan seara
tetap.

Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam peraturan organisasi.


Sanksi ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dari majelis
khusus yang dibentuk oleh MEDAI Daerah, melalui suatu sidang etik,
yang prosedur dan tata laksananya sudah disiapkan secara cukup rinci
oleh organisasi. Hasil sidang majelis (etik ataupun disiplin) akan
disampaikan kepada pengurus daerah IAI, disertai dengan
rekomendasi bentuk sanksi yang dijatuhkan.

Seandainya ada pihak (terlapor maupun pelapor) yang tidak puas


dengan keputusan majelis, maka terbuka kesempatan untuk
mengajukan banding ke MEDAI Pusat. Untuk itu juga sudah tersedia
pedoman dan tata laksana yang cukup rinci. Keseluruhan tata laksana
penanganan laporan tentang dugaan pelanggaran etik apoteker
ataupun dugaan pelanggaran disiplin apoteker, sudah dikukuhkan
dalam bentuk peraturan resmi organisasi. (PO 007 tahun 2020).

Kriteria Pelanggaran Etik


1. Ignorant (tidak tahu)
2. Kelalaian (alpa)
3. Kurang Perhatian
4. Kurang terampil
5. Sengaja

Pengaduan adanya pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia.


Pihak2 yang berhak menyampaikan pengaduan atas dugaan
pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia, ataupun dugaan
pelanggaran terhada Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia adalah:
1. Pasien
2. Dokter atau tenaga kesehatan lain

134
3. Teman sejawat
4. Pengurus Cabang/ Pengurus Daerah IAI
5. Instansi pemerintah terkait

G. Analisis dilema etik dan disiplin

Seandainya ada pengaduan tentang pelanggaran etik dan atau disiplin


yang dilakukan oleh seorang apoteker, maka organisasi profesi harus
memiliki sistim dan prosedur penanganan yang jelas, tertulis, dan
dikukuhkan sebagai sebuah dokumen resmi organisasi. Juga harus
ada unit di dalam organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan
untuk menangani kasus ini, menyelidiki, membuktikan, dan
menyimpulkan kriteria pelanggaran yang dilakukan, sekaligus
memberikan rekomendasi bentuk sanksi yang perlu dijatuhkan.

Untuk Ikatan Apoteker Indonesia, unit organisasi tersebut adalah


Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia. (MEDAI).

Kriteria Pembuktian
1. Melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan
2. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
3. Melakukan sesuatu yang melanggar peraturan perundang-
undangan.

Penilaian, Pembuktian dan Sanksi terhadap Pelanggaran Etik.


Unsur ketidaktahuan penyebabnya adanya pengetahuan
dan atau keterampilan antara kenyataan yang dihadapi dalam praktek
dengan apa yang diketahui pada saat kuliah. Sehingga dapat
diperkirakan seorang Apoteker yang telah lama meninggalkan bangku
kuliah dan tidak adanya pendidikan berkelanjutan, menimbulkan
adanya unsur ketidak tahuan.

135
SEKARANG SAYA TAHU

Bagaimana melakukan praktik kefarmasian dengan memperhatikan


aspek etik, dan disiplin Apoteker.
Saya juga memahami bahwa peri laku maupun pelaksanaan praktek
profesi yang mengabaikan Kode Etik Apoteker ataupun Pedoman
Disiplin Apoteker, akan menghadapi risiko terkena sanksi sesuai
ketentuan organisasi profesi.apoteker,
Saya juga memahami pengertian nilai Apoteker, bagaimana praktik
profesi dan professional apoteker bertanggungjawab, pengertian etik
dan disiplin Apoteker dan bagaimana penanganan dilemma etik dan
atau disiplin apoteker.

136

Anda mungkin juga menyukai