121
Pendahuluan
122
farmasi, maka seorang apoteker wajib untuk secara kontinu meningkatkan
ilmu supaya senantiasa mampu memberikan layanan terbaik untuk pasien.
Melalui pelatihan ini mari kita bersama sama melihat berbagai aspek dan
tata nilai yang selalu harus diperhatikan oleh setiap apoteker dalam
menjalankan praktek profesinya.
Catatan khusus:
123
Sub Materi Pokok
1. Pengertian nilai Apoteker
2. Pengertian praktik Apoteker bertanggung jawab
3. Praktek Profesi dan professional
4. Pengertian etik dan nilai etik dan disiplin Apoteker
5. Prinsip dan nilai etik dan disiplin Apoteker
6. Penanganan dilemma etik
7. Analisis dilemma etik dan disiplin
124
Uraian Materi Pokok 1
125
itu betul2 berkualitas yang baik, disampaikan pada waktu yang tepat,
pada orang yang tepat dan di tempat yang tepat, sesuai dengan kaidah
ilmiah serta ketentuan yang berlaku. Untuk itu, dalam melaksanakan
profesi apoteker di apotik misalnya, seorang apoteker harus selalu siap
di tempat, sesuai jadwal tugasnya, dan berkomunikasi langsung
dengan pasien di saat pelayanan kefarmasian.
126
3. Memahami dan memiliki seperangkat sikap yang mempengaruhi
perilaku yang mementingkan klien, khususnya peduli terhadap
kesehatan pasien.
4. Melaksanakan pekerjaan/praktik berdasarkan standar profesi yang
berlaku, antara lain standar pelayanan dan sistem penjaminan
mutu.
5. Seorang apoteker mempunyai kewenangan profesi, sehingga di
sisi lain, apoteker harus siap memperoleh sanksi, ketika terbukti
melakukan kesalahan ataupun kelalaian, sebagai konsekwensi dari
hak mendapatkan surat izin kerja/praktik
Dengan demikian kode etik ini merupakan janji seorang Apoteker yang
harus dipegang teguh oleh semua Apoteker yang menjalankan praktek
kefarmasian maupun dalam kehidupan di tengah masyarakat
127
Tangga. Naskah Kode Etik Apoteker Indonesia pada awalnya disahkan
pada Kongres ISFI ke XVII, tahun 2005 di Bali. Lalu disempurnakan
pada Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta
Sebagai naskah azasi, maka setiap anggota, anggota luar biasa, dan
Anggota Kehormatan berkewajiban untuk menjaga dan membela
nama baik organisasi, menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia serta menegakkan disiplin Apoteker. Dengan
demikian kita mengharapkan agar Apoteker menjadi seorang yang
berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan
inovatif, serta berorientasi ke masa depan, dapat menjaga dan
meningkatkan profesionalisme Apoteker, mampu menjalankan praktek
kefarmasian dengan mengindahkan etik, disiplin dan bertanggung
jawab.
Kode Etik Apoteker Indonesia terdiri dari 5 bab, dan 15 pasal, meliputi
8 pasal kewajiban umum,
1 pasal kewajiban terhadap pasien,
3 pasal kewajiban terhadap teman sejawat,
2 pasal terhadap tenaga kesehatan lain, dan 1 pasal penutup.
128
Sebagai contoh, kita bisa lihat salah satu pasal di dalam Kode Etik
Apoteker Indonesia, sbb:
Pasal 4:
Penjelasannya:
1. Seorang Apoteker harus mengembangan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya secara terus menerus.
2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti perkebangan di
bidang kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari
hasil uji kompetensi
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan
dalam peraturan organisasi
129
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan
Apoteker.
130
6. Tidak membuat dan/ atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di
sarana pekerjaan/ pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
7.
/
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/ atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku,
sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu,
khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan
kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swa-medikasi (self-medication) yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/
atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
131
18. Membuat catatan dan/ atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/ Surat Izin Kerja
Apoteker (SIPA/SIKA) dan/ atau sertifikat kompetensi yang tidak
sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya
yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/ pelayanan atau kelebihan
kemampuan /pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
Kutipannya:
132
Dari lafal sumpah apoteker, yang diikrarkan oleh setiap apoteker pada
saat pelantikannya, dapat ditangkap beberapa tata nilai yang harus
menjadi pegangan dan pedoman bagi setiap apoteker
Berbagai nilai luhur yang melekat pada profesi apoteker, antara lain
membaktikan diiri untuk peri kemanusiaan, menjaga kerahasiaan
pasien, mematuhi hukum, menjaga martabat luhur jabatan
kefarmasian, menjauhi perilaku yang membedakan pasien atas latar
belakang apapun.
133
Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan, pencabutan
keanggotaan untuk sementara, atau pencabutan keanggotaan seara
tetap.
134
3. Teman sejawat
4. Pengurus Cabang/ Pengurus Daerah IAI
5. Instansi pemerintah terkait
Kriteria Pembuktian
1. Melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan
2. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
3. Melakukan sesuatu yang melanggar peraturan perundang-
undangan.
135
SEKARANG SAYA TAHU
136