Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

ISLAM DISIPLIN ILMU

PRAKTIK KEFARMASIAN SECARA PROFESIONAL DAN ETIK

Nama : Adi Rahmandanu

Stambuk : 15120190138

Dosen : Hj. Faradiba S.Si., M.Si., Ph.D., Apt

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

MAKASSAR

2020
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian, seorang Apoteker harus memenuhi


ketentuan kode etik. Kode etik adalah panduan sikap dan perilaku tenaga profesi dalam
menjalankan profesinya, sebagai aturan norma yang menjadi ikatan moral profesi. Kode etik
apoteker merupakan salah satu pedoman untuk membatasi, mengatur, dan sebagai
petunjuk bagi farmasis dalam menjalankan profesinya secara baik dan benar serta tidak
melakukan perbuatan tercela.

Tujuan kode etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada
pemakai atau yang membutuhkan. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
profesional. Kode etik dibuat untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok yang
berguna untuk kepercayaan masyarakat akan suatu profesi. Kode etik berfungsi sebagai
pemandu sikap dan perilaku, manakala menjadi fungsi dari nurani.

Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik
ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi
sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri.
Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam
kalangan profesi itu sendiri.

Berdasarkan UU RI No. 36 tahun 2009 pasal 24 ayat 2, ketentuan mengenai kode etik
diatur oleh organisasi profesi. Kode etik dibuat oleh organisasi profesi dan digunakan
sebagai pedoman seseorang dalam menjalankan profesinya, maka segala bentuk
pelanggaran kode etik yang terjadi merupakan tanggung jawab dan peran organisasi profesi
dalam menjatuhkan sanksi-sanksinya, misalnya sampai dengan dikeluarkan dari organisasi.
Jika pada pelanggaran undang-undang pemerintah aktif dalam menetapkan sanksi
hukumnya, maka pada pelanggaran kode etik pemerintah akan pasif dan hanya turun
tangan apabila sudah sangat diperlukan.
Apoteker memiliki kode etik profesi yang terbaru, yaitu nomor 006/2009 yang
disahkan pada tanggal 8 Desember 2009 yang merupakan hasil keputusan Kongres Nasional
XVIII ISFI tahun 2009. Kode etik apoteker dibagi menjadi tiga bagian yaitu kewajiban
apoteker terhadap masyarakat, rekan sejawat, dan rekan profesi kesehatan yang lain.

Berikut ini merupakan pedoman implementasi kode etik dalam pekerjaan kefarmasian :

Tabel I. Kode Etik Apoteker Indonesia Beserta Implementasi

KODE ETIK IMPLEMENTASI-JABARAN KODE ETIK


Mukadimah a. Setiap Apoteker dalam melakukan
pengabdian dan pengamalan ilmunya
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam harus didasari oleh sebuah niat luhur
menjalankan tugas kewajibannya serta dalam untuk kepentingan makhluk lain sesuai
mengamalkan keahliannya harus senantiasa dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
mengharapkan bimbingan dan keridhaan b. Sumpah/janji Apoteker adalah komitmen
Tuhan Yang Maha Esa. seorang Apoteker yang harus dijadikan
landasan moral dalam pengabdian
Apoteker di dalam pengabdiannya serta profesinya.
dalam mengamalkan keahliannya selalu c. Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau
berpegang teguh kepada sumpah/janji prinsip harus diikuti oleh Apoteker sebagai
Apoteker. pedoman dan petunjuk serta standar
perilaku dalam bertindak dan mengambil
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di keputusan.
dalam pengabdian profesinya berpedoman
pada satu ikatan moral yaitu: Kode Etik
Apoteker Indonesia.
BAB I

KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1 Sumpah Apoteker yang diucapkan Apoteker
untuk bisa diamalkan pengabdiannya, harus
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, dihayati dengan baik dan dijadikan landasan
menghayati dan mengamalkan Sumpah / moral dalam setiap tindakan dan perilakunya.
Janji Apoteker.
Dalam sumpah Apoteker ada beberapa poin
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Melaksanakan asuhan kefarmasian.
2. Merahasiakan kondisi pasien, resep, dan
patient medication record (PMR).
3. Melaksanakan praktik profesi sesuai
landasan praktik profesi yaitu ilmu hukum
dan etik.
Pasal 2 Kesungguhan dalam menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
Seorang Apoteker harus berusaha dengan dinilai dari:
sungguh-sungguh menghayati dan a. Ada tidaknya laporan masyarakat.
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia. b. Ada tidaknya laporan dari sejawat
Apoteker atau sejawat tenaga kesehatan
lain.
c. Tidak ada laporan dari Dinas Kesehatan.

Pengaturan pemberian sanksi ditetapkan


dalam PO (Peraturan Organisasi).
Pasal 3 a. Setiap Apoteker Indonesia harus
mengerti, menghayati dan mengamalkan
Seorang Apoteker harus senantiasa kompetensi sesuai dengan Standar
menjalankan profesinya sesuai kompetensi Kompetensi Apoteker Indonesia.
Apoteker Indonesia serta selalu Kompetensi yang dimaksud adalah
mengutamakan dan berpegang teguh pada ketrampilan dan attitude yang
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan berdasarkan pada ilmu, Hukum dan Etik.
kewajibannya. b. Ukuran kompetensi seorang Apoteker
dinilai lewat uji kompetensi.
c. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam setiap
tindakan dan keputusan seorang
Apoteker Indonesia.
d. Bilamana suatu saat seorang Apoteker
dihadapkan kepada konflik tanggung
jawab profesional, maka dari berbagai
opsi yang ada, seorang Apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan
paling tepat untuk kepentingan pasien
serta masyarakat.
Pasal 4 a. Seorang Apoteker harus
mengembangkan pengetahuan dan
Seorang Apoteker harus selalu aktif ketrampilan profesionalnya secara terus
mengikuti perkembangan di bidang menerus.
kesehatan pada umumnya dan di bidang b. Aktivitas seorang Apoteker dalam
farmasi pada khususnya. mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan, diukur dari nilai SKP yang
diperoleh dan Hasil Uji Kompetensi.
c. Jumlah SKP minimal yang harus
diperoleh Apoteker ditetapkan dalam PO
(Peraturan Organisasi).
Pasal 5 a. Seorang Apoteker dalam tindakan
profesionalnya harus menghindari diri dari
Di dalam menjalankan tugasnya seorang perbuatan yang akan merusak seseorang
Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha ataupun merugikan orang lain.
mencari keuntungan diri semata yang b. Seorang Apoteker dalam menjalankan
bertentangan dengan martabat dan tradisi tugasnya dapat memperoleh imbalan dari
luhur jabatan kefarmasian. pasien atas jasa yang diberikannya dengan
tetap memegang teguh kepada prinsip
mendahulukan kepentingan pasien.
c. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam
PO (Peraturan Organisasi).
Pasal 6 a. Seorang Apoteker harus menjaga
kepercayaan masyarakat atas profesi
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan yang disandangnya dengan jujur dan
menjadi contoh yang baik bagi orang lain. penuh integritas.
b. Seorang Apoteker tidak akan
menyalahgunakan kemampuan
profesionalnya kepada orang lain.
c. Seorang Apoteker harus menjaga
perilakunya di hadapan publik.

Pasal 7 a. Seorang Apoteker dalam memberikan


informasi kepada pasien / masyarakat
Seorang Apoteker harus menjadi sumber harus dengan cara yang mudah dimengerti
informasi sesuai dengan profesinya. dan yakin bahwa informasi tersebut
sesuai, relevan dan “up to date”.
b. Sebelum memberikan informasi, Apoteker
harus menggali informasi yang dibutuhkan
dari pasien ataupun orang yang datang
menemui Apoteker mengenai pasien serta
penyakitnya.
c. Seorang Apoteker harus mampu berbagi
informasi mengenai pelayanan kepada
pasien dengan tenaga profesi kesehatan
yang terlibat.
d. Seorang Apoteker harus senantiasa
meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan,
memberikan informasi secara jelas,
melakukan monitoring penggunaan obat,
dan sebagainya.
e. Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai
SKP dari IAI.
Pasal 8 a. Tidak ada alasan bagi Apoteker untuk tidak
tahu perundang-undangan atau peraturan
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti yang terkait dengan kefarmasian. Untuk
perkembangan peraturan perundang- itu setiap Apoteker harus selalu aktif
undangan di bidang kesehatan pada mengikuti perkembangan peraturan,
umumnya dan di bidang farmasi pada sehingga setiap Apoteker dapat
khususnya. menjalankan profesinya dengan tetap
berada dalam koridor UU atau peraturan.
b. Apoteker harus membuat protap sebagai
pedoman kerja bagi seluruh personil di
apotek, sesuai dengan kewenangan atas
dasar peraturan perundangan yang ada.
BAB II

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN


Pasal 9 a. Kepedulian kepada pasien adalah
merupakan hal yang paling utama dari
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik seorang Apoteker.
kefarmasian harus mengutamakan b. Setiap tindakan dan keputusan profesional
kepentingan masyarakat, menghormati hak dari Apoteker harus berpihak kepada
azasi pasien dan melindungi makhluk hidup kepentingan pasien dan masyarakat.
insani. c. Seorang Apoteker harus mampu
mendorong pasien untuk ikut dalam
keputusan pengobatan mereka.
d. Seorang Apoteker harus mengambil
langkah-langkah untuk menjaga kesehatan
pasien, khususnya anak-anak serta orang
yang dalam kondisi lemah.
e. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat
yang diserahkan pasien adalah obat yang
terjamin kualitas, kuantitas dan efikasinya,
serta cara pakai obat yang tepat.
f. Seorang Apoteker harus menjaga
kerahasian data-data pasien (resep dan
PMR dengan baik).
g. Seorang Apoteker harus menghormati
keputusan profesi yang telah ditetapkan
oleh dokter dalam bentuk penulisan resep
dan sebagainya.
h. Dalam hal seorang Apoteker akan
mengambil kebijakan yang berbeda
dengan permintaan seorang dokter, maka
Apoteker harus melakukan
konsultasi/komunikasi dengan dokter
tersebut, kecuali UU/peraturan
membolehkan Apoteker untuk mengambil
keputusan demi kepentingan pasien.
BAB III

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 10 a. Setiap Apoteker harus menghargai teman
Seorang Apoteker harus memperlakukan sejawatnya, termasuk rekan kerjanya.
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri b. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan
ingin diperlakukan. kepada suatu situasi yang problematik,
baik secara moral atau peraturan
perundang atau undang-undang yang
berlaku, tentang hubungannya dengan
sejawatnya, maka komunikasi antar
sejawat harus dilakukan dengan baik dan
santun.
c. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI
ataupun Majelis Pertimbangan Etik dalam
menyelesaikan permasalahan dengan
teman sejawat.
Pasal 11
a. Bilamana seorang Apoteker melihat
Sesama Apoteker harus selalu saling sejawatnya melanggar Kode Etik, dengan
mengingatkan dan saling menasehati untuk cara yang santun dia harus melakukan
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik. komunikasi dengan sejawatnya tersebut
untuk mengingatkan kekeliruan tersebut.
b. Bilamana ternyata yang bersangkutan sulit
untuk menerima maka dia dapat
menyampaikan kepada IAI atau Majelis
Pertimbangan Etik Apoteker Pusat
(MPEAP) atau MPEAD untuk dilakukan
pembinaan.
Pasal 12 a. Seorang Apoteker harus menjalin dan
memelihara kerjasama dengan sejawat
Seorang Apoteker harus mempergunakan Apoteker lainnya.
setiap kesempatan untuk meningkatkan b. Seorang Apoteker harus membantu teman
kerjasama yang baik sesama Apoteker di sejawatnya dalam menjalankan
dalam memelihara keluhuran martabat pengabdian profesinya.
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa c. Seorang Apoteker harus saling
saling mempercayai di dalam menunaikan mempercayai teman sejawatnya dalam
tugasnya. menjalin, memelihara kerjasama.

BAB IV

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

PETUGAS KESEHATAN LAIN


Pasal 13 a. Apoteker dalam menjalankan profesinya
dapat dibantu oleh Asisten Apoteker atau
Seorang Apoteker harus mempergunakan tenaga lainnya yang kompeten. Untuk itu,
setiap kesempatan untuk membangun dan Apoteker harus menghargai dan
meningkatkan hubungan profesi, saling memperlakukan teman kerja tersebut
mempercayai, menghargai dan dengan baik.
menghormati sejawat petugas kesehatan b. Apoteker harus mampu menjalin hubungan
lain. yang harmonis dengan tenaga profesi
kesehatan lainnya secara seimbang dan
bermartabat.
Pasal 14
Bilamana seorang Apoteker menemui hal-hal
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan yang kurang tepat dari pelayanan profesi
diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat kesehatan lainnya, maka Apoteker tersebut
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya harus mampu mengkomunikasikannya dengan
kepercayaan masyarakat kepada sejawat baik kepada tenaga profesi tersebut, tanpa
petugas kesehatan lain. yang bersangkutan merasa dipermalukan.
BAB V

PENUTUP
Pasal 15

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh Terhadap pelanggaran Kode Etik Apoteker


menghayati dan mengamalkan Kode Etik dapat mengakibatkan sanksi bagi Apoteker.
Apoteker Indonesia dalam menjalankan Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan,
tugas kefarmasiannya sehari-hari. pencabutan keanggotaan sementara dan
pencabutan keanggotaan tetap. Kriteria
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja pelanggaran Kode Etik diatur dalam PO, dan
maupun tak sengaja melanggar atau tidak ditetapkan setelah melalui kajian yang
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, mendalam dari MPEAD. Selanjutnya, MPEAD
maka dia wajib mengakui dan menerima menyampaikan hasil telaahnya kepada IAI
sanksi dari pemerintah, ikatan / organisasi daerah dan MPEA.
profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan
mempertanggungjawabkannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi


bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat
dan pengembangan pribadi warga negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar
dapat dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu :
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.
Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang tidak
menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker.
BAB II
KETENTUAN UMUM

1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan


menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah organ
organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi
dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh Anggota maupun oleh
Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin apoteker
Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/
Asisten Apoteker;
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI adalah
pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna mencapai
kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill dan
attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggungjawab
yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk dinyatakan mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam upaya
untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
BAB III
LANDASAN FORMAL

1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.


2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia (IAI),
Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya yang
dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan : Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara
yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, ‟keamanan”, dan
‟khasiat/manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif
kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan
yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak
benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau
Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN

Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-UndangUndang
an yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa :
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya.

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker yang


dimaksud dapat berupa :
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1
(satu) tahun.
BAB VI
PENUTUP

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi pedoman


bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam menetapkan ada/atau
tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang farmasi, serta menjadi
rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh para praktisi tersebut agar
dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara profesional.
Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi dari
pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu pelayanan
apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi kefarmasian.

Anda mungkin juga menyukai