Anda di halaman 1dari 8

RESUME ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER

“KODE ETIK APOTEKER DAN DISIPLIN APOTEKER"

NAMA : MUH AKBAR TAUHIK


NIM : 15120230027
KELAS : C1.2
DOSEN PENGAMPU : apt. SUKMAWATI, S. Farm., M. Farm

PROGRAM STUDI PEOFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023/2024
TUGAS 1
ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER INDONESIA

1. Kode Etik Apoteker


Kode etik adalah norma atau pedoman yang digunakan sebagai pegangan untuk
melaksanakan tidakan yang pantas dan benar. Kode etik apoteker Indonesia disusun dengan
tujuan menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan anggota,
meningkatkan pengabdian anggota, meningkatkan mutu profesi, meningkatkan layanan
kepada penggiana jasa, dan untuk menentukan standar sendiri.
Kode etik apoteker Indonesia terdiri dari 5 bab dan 15 pasal. meliputi 8 pasal kewajiban
umum, 1 pasal kewajiban terhadap pasien, 3 pasal kewajiban terhadap teman sejawat, 2
pasal terhadap tenaga Kesehatan lain, dan 1 pasal penutup

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam


mengamal-kan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan
Tuhan Yang Maha Esa.

Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya selalu


berpegang teguh kepada sumpah Apoteker.

Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya


berpedoman pada satu ikatan moral yaitu:

BAB I KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Sumpah Apoteker, setiap Apoteker harus menjujung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah Apoteker

Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia

Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar Kompetensi
Apoteker Indoesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan bidang farmasi pada khususnya.

Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian.

Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi cotoh yang baik bagi orang lain.

Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat menghormati hak asasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.

BAB III KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10
Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawat sebagaiman ia sendiri ingin
diperlakukan.

Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan ketentuan kode etik

Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama
yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN

Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat
petugas kesehatan lain.

Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain.

BAB V PENUTUP

Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker
Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Disiplin Apoteker

Disiplin Apoteker ialah kesanggupan seorang Apoteker untuk menaati kewajibannya dan
menghindari larangan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan dan peraturan praktik yang ketika tidak di patuhi atau dilanggar maka akan
dikenakan hukuman disiplin Apoteker. Pelanggaran disiplin Apoteker merupakan pelanggaran
terhadap aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan, yang dimana pada hakikatnya
dikelompokkan dalam tiga hal sebagai berikut:
1. Seorang Apoteker tidak melaksanakan praktik Apoteker dengan kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab seorang Apoteker terhadap pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
3. Merusak martabat dan kehormatan Apoteker dengan berperilaku tercela.
Setiap ucapan, tulisan, dan perbuatan Apoteker yang tidak sesuai kewajiban atau
melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker merupakan pelanggaran disiplin Apoteker.
Berikut ini beberapa ketentuan umum terkait disiplin Apoteker yaitu: 1.) Disiplin Apoteker
ialah kesanggupan seorang Apoteker untuk menaati kewajibannya dan menghindari larangan
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan
praktik yang ketika tidak di patuhi atau dilanggar maka akan dikenakan hukuman disiplin
Apoteker. 2.) Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh Apoteker. 3.) MEDAI
merupakan kepanjangan dari Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia, adalah organ
organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi dan
menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh Anggota maupun oleh Pengurus, dan
menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin apoteker Indonesia.

Adapun Landasan formal yang diatur oleh perundang-undangan yang terdiri dari
1) Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2) Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3) Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9) Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Kode
Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya yang
dikeluarkan oleh IAI.
Bentuk pelanggaran disiplin Apoteker meliputi
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/
mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping
yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien/
masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara yang
mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai
Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian,
sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟, ‟keamanan‟, dan ‟khasiat/
manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku
obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya
mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif
kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat
Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MEDAI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.

Ketika seorang Apoteker melakukan pelanggaran tersebut diatas maka iya berhak
diberikan sanksi sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan, Sanksi disiplin
yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker, atau
Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker; dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud
dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara
selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau
selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker yang
dimaksud dapat berupa:
1. Pendidikan formal; atau
2. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi pendidikan atau
sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang
ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Apoteker Indonesia,. 2009. “Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi-Jabaran kode
etik”. : Jakarta.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2015. Kode Etik Apoteker Indonesia. Jakarta: Majelis Etik dan
Disiplin Apoteker Indonesia

Anda mungkin juga menyukai