Anda di halaman 1dari 40

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Apotek WIPA Farma


Periode I (01-29 Februari 2016)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etikolegal
1. Sumpah Apoteker
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1962 tentang
Lafal Sumpah/Janji Apoteker, menyatakan bahwa Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Ucapan sumpah dimulai
dengan kata-kata "Demi Allah" bagi mereka yang beragama Islam, dan
sedangkan sumpah untuk agama lain, pemakaian kata "Demi Allah" disesuaikan
dengan agama masing - masing. Adapun lafal sumpah apoteker sebagai berikut :
SUMPAH APOTEKER
Demi Allah saya bersumpah:
1) Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan,
terutama  dalam bidang kesehatan;
2) Saya akan merahasiakan segala sesuatu  yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker;
3) Sekalipun diancam, saya tidak akan  menggunakan pengetahuan kefarmasian
saya  untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum peri kemanusiaan;
4) Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
5) Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar sungguh-sungguh
supaya tidak terpengaruh pertimbangan, keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
politik kepartaian atau kedudukan sosial;
6) Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsafan.
Tuhan Yang Maha Esa melindungi saya (Anonim, 1962)

2. Kode Etik Apoteker Indonesia


Kode etik adalah panduan sikap dan perilaku tenaga profesi dalam
menjalankan profesinya sebagai aturan/norma yang menjadi ikatan moralprofesi.

4
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Kode etik apoteker / farmasis merupakan salah satu pedoman untuk membatasi,
mengatur dan sebagai petunjuk bagi apoteker dalam menjalankan profesinya
secara baik dan benar, serta tidak melakukan perbuatan tercela.
International Pharmaceutical Federation (2004), menyatakan profesi
adalah kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai
syarat legal minimum yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etika
kefarmasian.Berdasarkan Permenkes No.184 tahun 1995 pasal 18 disebutkan
bahwa ‘’Apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar Kode Etik
Apoteker’’ oleh sebab itu seorang apoteker perlu memahami isi dari Kode Etik
Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Etika profesi adalah suatu aturan yang mengatur boleh tidaknya suatu
pekerjaan dilakukan oleh pelaku profesi ketika menjalankan praktek profesi.
Filosofi profesi farmasi adalah “pharmaceutical care” yangdituangkan ke dalam
suatu visi dan misi . Misi dari praktek farmasi adalah menyediakan obat dan
alat-alat kesehatan lain, dan memberikanpelayanan yang membantu orang atau
masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang
benar. Apoteker di dalam pengabdian profesi berpedoman pada satu ikatan
moral, yaitu Kode Etik Apoteker Indonesia sesuai dengan Keputusan Kongres
Nasional XVIII/2009 ISFI Nomor: 006/KONGRES XVIII/2009 tentang Kode
Etik Apoteker Indonesia yaitu sebagai berikut:

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA


MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya
serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya
selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Menyadari akan hal
tersebut apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan
moral yaitu:
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
BAB I

5
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah / Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9

6
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan


kepentingan masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi
makhluk hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri  ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati   sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP
Pasal 15

7
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik


Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan
menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI) dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa (IAI, 2009).

3. Undang-undang Perapotekan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional.
b. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
c. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian
yang terdiri dari atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
d. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasidengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutukehidupan pasien.
e. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dantelah
mengucapkan Sumpah Jabatan Apoteker.
f. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apotekerdalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian yang terdiri atas SarjanaFarmasi, Ahli
Madya, Analisis Farmasi, dan Tenaga MenengahFarmasi/Asisten Apoteker.
g. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untukmenyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
h. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk
melakukanPekerjaan Kefarmasian.

8
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

i. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan


praktekkefarmasian oleh Apoteker.
j. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktek profesi
kefarmasian secara baik.
k. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk
operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
l. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan
pelayanan kefarmasian.
m. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalahbukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telahdiregistrasi.
n. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan Menteri kepada TenagaTeknis
Kefarmasian yang telah diregistrasi.
o. Surat Izin Praktek Apotek selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izinyang
diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untukdapat
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi danfasilitas
distribusi atau penyaluran.
Berdasarkan PP No.51 tahun 2009 pasal 24 menjelaskan tentang
kewenangan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian, yaitu sebagai berikut:
a. Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA.
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada
masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Anonim, 2009).
Ketentuan umum tentang Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai berikut:
a. Surat Ijin Apotek (SIA) adalah surat ijin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu.

9
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

b. Apoteker Pengelola Apotek adalah Apoteker yang telah diberi Surat Ijin
Apotek (SIA).
c. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek disamping
Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu
pada hari buka Apotek.
d. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA
tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus menerus, telah memiliki
Surat Ijin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
e. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai
Asisten Apoteker (Anonim, 2002).
Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan seperti dimaksud dalam
KepMenKes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 ayat 1 yang
menyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan
tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk
Apoteker Pendamping (Anonim, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002
dalam pasal 25, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat
izin Apotek apabila:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5
Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam pasal 12. Keputusan
Menteri Kesehatan 1332/Menkes/SK/X/2002 yang menyatakan :
1) Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan
sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
2) Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau
dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam
atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.
c. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam pasal 15 ayat 2
Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan
Apoteker tidak diijinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam
resep dengan obat paten.

10
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

d. Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat


5 keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002 yang menyatakan
apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari dua tahun secara terus menerus, Surat Ijin Apotek atas nama Apoteker
bersangkutan tersebut dicabut.
e. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yaitu pelanggaran terhadap Undang-
undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, Undang-undang No. 23 tahun
1992 serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang terjadi di
apotek dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan.
f. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
g. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundang-
undangan di bidang obat.
h. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6 Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1332/MenKes/SK/X/2002 (Anonim, 2002). Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.1332 tahun 2002 menyebutkan bahwa
apabila APA (Apoteker Pengelola Apotek) berhalangan melakukan tugasnya
pada jam buka apotek maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping.
Apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan juga dalam
melaksanakan tugasnya maka APA menunjuk Apoteker pengganti (Anonim,
2002).

B. Pelayanan Kefarmasian
Menurut Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan
farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Anonim, 2014).

11
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

1. Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan resep sepenuhnya
menjadi tanggung jawab apoteker. Apoteker wajib memberi informasi tentang
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional kepada pasien (Anonim, 2014).
Berdasarkan Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan
farmasi di apotek, pelayanan resep yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Skrining resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kelengkapan administrative resep meliputi nama pasien, umur,
jenis kelamin dan berat badan, nama dokter, nomor SIP (Surat Ijin Praktek),
alamat, nomor telepon dan paraf serta tanggal penulisan resep.
2. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan,
stabilitas, dan kompatibilitas (ketercampuran obat).
3. Pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara
dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang
tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain),
kontraindikasi dan interaksi (Anonim, 2014).
b. Penyiapan Obat
Setelah memeriksa resep dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai permintaan resep dengan cara menghitung
kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep dan mengambil obat yang
dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat,
tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: etiket warna putih untuk
obat dalam/oral, warna biru untuk obat luar dan suntik, serta menempelkan
label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah
(Anonim, 2014).

12
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

c. Penyerahan Obat
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta
jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat disertai pemberian informasi obat.
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait
dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker
(apabila diperlukan) (Anonim, 2014).

2. Swamedikasi
Swamedikasi adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa
resep dari dokter (golongan obat bebas dan obat bebas terbatas) yang dilakukan
secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal tersebut mengandung makna bahwa
walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara
rasional. Hal tersebut berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk
merupakan tanggung jawab yang rasional bagi para pengguna (Hartini &
Sulasmono, 2007).
Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa
resep yang meliputi OWA, obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB).
Apoteker dalam melayani OWA diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap
jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2. Wajib
pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. Apoteker hendaknya
memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontraindikasi, efek
samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien (Purwanti, 2004).

13
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Berdasarkan Permenkes No. 919/MENKES/Per/X/1993 Pasal 2, obat yang


dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tidak dikontraindikasikan penggunaannya pada wanita hamil, anak di bawah
umur 2 (dua) tahun dan orang tua diatas 65 tahun
b. Pengunaannya tidak memerlukan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan
c. Pengobatan dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit
d. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
e. Penggunaannya untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
(Anonim, 1993).
Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pengobatan mandiri secara
tepat, aman, dan rasional, telah ditetapkan golongan obat sebagai berikut:
a. Obat Bebas dan Bebas Terbatas
Menurut Surat Kepmenkes RI 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus
obat bebas/obat bebas terbatas, yang dimaksud obat bebas adalah obat yang
dapat diserahkan kepada pasien tanpa resep, yang pada etiket wadah dan
bungkus luar atau kemasan terkecil dicantumkan secara jelas tanda khusus yang
mudah dikenali berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Logo
untuk obat bebas adalah dengan No. Registrasi DBL (Anonim, 1969).

Gambar 1. Logo Penggolongan Obat a. Obat Bebas b. Obat Bebas Terbatas c.


Obat Keras d. Obat Narkotika.
Obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diserahkan kepada pasien
tanpa resep, yang pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil
dicantumkan secara jelas tanda khusus yang mudah dikenali berupa lingkaran
biru dengan garis tepi berwarna hitam dan dicantumkan tanda peringatan. Logo

14
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

obat bebas terbatas adalah dengan No Registrasi DTL. Tanda peringatan


menurut Surat Kepmenkes No. 6355/DIRJEN/SK/1969 adalah sebagai berikut:
1. P No. 1: Awas obat keras, bacalah aturan memakainya
2. P No. 2: Awas obat keras, hanya untuk kumur, jangan ditelan
3. P No. 3: Awas obat keras, hanya untuk bagian luar dan badan
4. P No. 4: Awas obat keras, hanya untuk dibakar
5. P No. 5: Awas obat keras, tidak boleh ditelan
6. P No. 6: Awas obat keras, obat wasir, jangan ditelan (Anonim, 1969).
b. Obat Wajib Apotek (OWA)
OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter (Anonim, 1990). Peraturan mengenai OWA
ditujukan bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri (self medication) secara tepat aman dan rasional yang dapat dicapai
melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan
sendiri yang sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional (Anonim, 1993).
OWA diatur dalam beberapa peraturan perundangan-undangan,
meliputi:
1. Kepmenkes No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang OWA I yang terdiri
dari 7 kelas terapi yaitu: oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan
tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem
neuromuskular, antiparasit, dan obat kulit topikal (Anonim, 1990).
2. Kepmenkes No. 924/MENKES/PER/X/1993 tentang OWA II yang terdiri
dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Kepmenkes No.
347/MENKES/SK/VII/1990 tentang OWA No 1. 34 jenis obat tambahan
tersebut yaitu: albendazol, bacitracin, benorilats, bismuth subcitrate,
carbinoxamin, clindamicin, dexametason, dexpanthenol, diclofenak,
diponium, fenoterol, flumetason, hydrocortison butyrat, ibuprofen,
isokonazol, ketokonazole, levamizole, methylprednisolon, niclosamide,
noretisteron, omeprazole, oxiconazole, pipazetate, piratiasin kloroteofilin,
pirenzepine, piroxicam, polymixin B sulfate, prednisolon, scopolamin,

15
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

silver sulfadiazin, sucralfat, sulfasalazine, tioconazole dan urea (Anonim,


1993).
3. Kepmenkes No. 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang OWA III yang terdiri
dari 6 kelas terapi yaitu saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit,
antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan
organ-organ sensorik (Anonim, 1999).

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Penggunaan obat di masyarakat semakin meluas seiring dengan semakin
besarnya jumlah obat yang diproduksi oleh industri farmasi (therapeutics
explosion). Dengan memproduksi obat baru, mereka selalu mengklaim bahwa
produk mereka lebih bagus daripada yang sebelumnya. Perkembangan produk
obat-obatan tersebut selalu diiringi dengan berkembangnya informasi-informasi
yang berkaitan dengan produk-produk tersebut. Hal ini dapat membingungkan
masyarakat, dimana sepertiga dari anggota masyarakat melakukan pengobatan
sendiri sedangkan sisanya mendapatkan obat yang diresepkan (Aslam, 2003).
Layanan informasi obat merupakan respons terhadap masalah ledakan
terapeutik dan ledakan informasi dengan menyediakan informasi yang akurat,
terkini, dan tidak bias secara komersial. Informasi obat diperlukan untuk
mendukung aktivitas farmasis di bidang farmasi klinis (Aslam, 2003).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 menyebutkan
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 2009).
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah di
mengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, akivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi (Anonim, 2004).
Tujuan pelayanan informasi obat adalah (Anonim, 2004) :

16
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

a. Menunjang pengelolaan dan terapi obat yang rasional dan berorientasi kepada
penderita,
b. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit,
Menjadi konsultan obat baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan,
Meningkatkan profesionalisme apoteker.

4. Promosi Kesehatan
Promkes mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat
untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat,
agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Anonim, 2005).
Berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di apotek yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, demi tercapainya pemberdayaan
masyarakat dan tercapainya kesehatan mandiri oleh masyarakat, maka dalam
pelayanan di apotek, seorang apoteker harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan
dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara
lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya (11).
Pembaruan standar pelayanan kefarmasian di apotek dalam Kepmenkes No. 35
tahun 2014 tidak menyebutkan promosi dan edukasi didalamnya, namun hal ini
tetap disebutkan dalam pelayanan kefarmasian klinik terkait dispensing (Anonim,
2014).
Umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar
merubah perilakunya, yaitu:
a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang
melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang
lebih dekat

17
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam
konteks pengetahuan lokal
c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama)
setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan, dan
d. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan
untuk membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai
dengan potensi yang di miliki (Anonim, 2008).
Dalam melakukan promosi kesehatan sendiri, penggunaan media atau alat
peraga dapat membantu jalannya promosi kesehatan. Media atau alat peraga
dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi
kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk
memperlancar komunikasi dan penyebar-luasan informasi. Alat peraga dapat
menghindari salah pengertian atau pemahaman dari promosi kesehatan yang
diberikan, meningkatkan pemahaman dan ingatan dari informasi yang diberikan,
memberikan daya tarik, dn memberikan dorongan untuk melakukan apa yang
dianjurkan. Secara garis besar media dan alat perga di bagi menjadi 4 kelompok
besar yaitu:
a. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati seperti
contoh dari berbagai macam obat asli.
b. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya.
Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi
kesehatan. Halini dikarena menggunakan benda asli tidak memungkinkan,
misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll.
c. Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dll,
seperti mengguunakan poster, leaflet, dan brosur.
Gambar alat optik seperti foto, slide show ataupun film (Anonim, 2008).

C. Manajemen Kefarmasian
1. Drug Management Cycle
Manajemen kefarmasian di apotek harus dilaksanakan dalam usaha
menjamin pelayanan kesehatan yang baik, ketersediaan obat dalam jenis yang
lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu

18
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu di
atur dalam yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yaitu meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan (Anonim, 2014).
a. Selection
Pemilihan merupakan kegiatan untuk menetapkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan sesuai jumlah, jenis dan waktu yang tepat sesuai dengan
kebutuhan agar tercapai penggunaan obat yang rasional (Binfar, 2011).
Pemilihan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus berdasarkan (Binfar,
2011) :
1) Pola penyakit
2) Kebutuhan dan Kemampuanldaya beli masyarakat
3) Pengobatan berbasis bukti
4) Bermutu dan Ekonomis
5) Budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat)
6) Pola penggunaan obat sebelumnya
b. Procurement
Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia
sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses yang mengatur
berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada untuk membuat suatu keputusan
tentang obat-obatan yang akan diadakan, baik jumlah maupun sumbernya.
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan adalah:
1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakanmemiliki izin edar atau
nomor registrasi.
2) Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dapatdipertanggung jawabkan.
3) Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi.
4) Dilengkapi dengan persyaratan administrasi

19
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Aktifitas pengadaan meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Binfar, 2011):


1) Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan waktu
pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan, agar terjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu serta efisien (Binfar, 2011).
Terdapat tiga metode perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
yaitu (Binfar, 2011) :
a) Pola penyakit
b) Pola konsumsi
c) Kombinasi antara pola konsumsi dan pola penyakit
Beberapa teknik perencanaan yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
antara lain (Hartini dan Sulasmono, 2007) :
a) Membuat daftar kebutuhan sesuai barang yang habis (buku defacta)
b) Melihat pola penyakit yang sedang muncul di masyarakat
c) Memperhatikan musim yang sedang berlangsung (hujan, kemarau, dll)
d) Memenuhi permintaaan pasien, dokter, dll.
2) Teknis Pengadaan
Teknis Pengadaan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan hasil perencanaan. Teknik pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang tepat dengan harga
yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan.
Teknis pengadaan dapat melalui pembelian, pembuatan dan
sumbangan. Teknis pengadaaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan yang dimulai dari pengkajian seleksi obat, penentuan
jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode teknis pengadaan, pemilihan waktu pengadaan,
pemilihan pemasok yang baik, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan dan pembayaran. Teknis pengadaaan
merupakan penentu utama dari ketersediaan obat dan total biaya
kesehatan.

20
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Berdasarkan pembayaran barang yang dilakukan, maka pengadaan


barang dapat dikelompokkan menjadi :
a) Cash/Tunai, terbagi atas dua yaitu :
1) COD (Cash on Delivery) adalah pembayaran yang dilakukan secara
tunai /langsung berdasarkan pemesanan barang.
2) Cash adalah pembayaran yang dilakukan secara tunai dengan jarak
waktu 1-2 minggu.
b) Tempo/kredit
Tempo/kredit adalah pembayaran yang dilakukan secara kredit
dalam jangka waktu yang ditetapkan pada masing-masing faktur jatuh
tempo, biasanya 1-2 bulan setelah pembelian.
c) Konsinyasi
Sistem pengadaan barang dimana pemilik barang menitipkan
barang pada apotek. Dalam hal ini apotek hanya membayar sejumlah
barang yang terjual, sedangkan sisanya dapat dikembalikan atau
diperpanjang masa konsinyasinya (Hartini dan Sulasmono, 2007).
3) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan adalah
kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah.
mutu,waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.
Penenerimaan merupakan kegiatan verifikasi penerimaan/penolakan,
dokumentasi dan penyerahan yang dilakukan dengan menggunakan
"checklist" yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk yang
berisi antara lain :
a. Kebenaran jumlah kemasan sesuai dengan Surat Pesanan
b. Kebenaran kondisi kemasan seperti yang disyaratkan
c. Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan
d. Kebenaran jenis produk yang diterima
e. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan
f. Kebenaran identitas produk

21
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

g. Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan brosur


h. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi produk
i. Jangka waktu kadaluarsa yang memadai
4) Penyimpanan
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman daripencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat.Penyimpanan harus menjamin stabilitas
dan keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Metode penyimpanan
dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan danalfabetis
dengan menerapkan prinsip Firsf ln First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO)disertai sistem informasi manajemen.
Untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat
direkomendasikan penyimpanan berdasarkan kelas terapi yang dikombinasi
dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Apoteker harus memperhatikan cara
penyimpanan masing-masing obat seperti: narkotika, psikotropika, obat
yang memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik
dan reagensia; dan melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan
c. Distribution
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan/menyerahkan sediaan
farmasi dan alat kesehatandari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan pasien. Sistem distribusi yang baik meliputi (Binfar, 2011) :
1) Menjamin kesinambungan penyaluranlpenyerahan
2) Mempertahankan mutu
3) Meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kadaluarsa
4) Menjaga ketelitian pencatatan
5) Menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan memperhatikan
peraturan
6) Perundangan dan ketentuan lain yang berlaku.
7) Menggunakan sistem informasi manajemen.

22
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

2. Supporting management
Ada beberapa manajemen pendukung yang dibutuhkan agar pengelolaan
obat menjadi efektif dan efisien yaitu (Quick et al,1997) :
1) Manajemen organisasi
2) Manajemen sumber daya manusia
3) Manajemen financial
4) Manajemen sistem informasi
Banyaknya jumlah perbekalan farmasi yang tersedia di apotek
mengharuskan suatu apotek memiliki sistem pengelolaan yang baik. Segala
sesuatunya perlu dipersiapkan dahulu agar pengelolaan obat dapat berjalan dengan
baik. Adapun yang harus dipersiapkan seperti organisasi dengan segala
kelengkapannya, termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya manusia,
financial dan sistem informasinya (Kusumadewi et al, 2011).
a. Organisasi
Struktur organisasi merupakan mekanisme formal dimana suatu
organisasi tersebut dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan
susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi,
bagian-bagian, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas
dan tanggung jawab yang berbeda dalam suatu organisasi (Anief, 2001).
Dalam pengelolaan apotek yang baik, organisasi yang mapan
merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung berdirinya sua apotekt.
Oleh karena itu dibutuhkan adanya garis wewenang dan tanggung jawab yang
jelas dan saling mengisi yang disertai dengan job description (pembagian
tugas) yang jelas pada masing-masing bagian di dalam struktur tersebut
(Hartini dan Sulasmono, 2007).
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka secara umum
apotek mempunyai struktur organisasi sebagai berikut:

23
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

PemilikSaranaApotek
ApotekerPengelolaApotek (APA) (PSA)

ApotekerPendamping

Tata Usaha AA pelayanan dan Petugas Gudang Bendahara


pemberian resep

Karyawan Kasir-kasir Muka


Pembantu JuruResep

Gambar 2. Struktur Organisasi Apotek (Anief, M., 2001)

b. Sistem Informasi Manajemen (SIM)


Kebutuhan akan Informasi yang lengkap, cepat dan akurat mengenai
konsumen, pesaing, pemasok dan berbagai hal yang ada di market place yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada pemasaran
perusahaansangat penting untuk dipenuhi gunaMenghadapi persaingan yang
semakin tajam. Di era teknologi informasi dan komunikasi saat ini, mengelola
bisnis tidak bisa dipisahkan dengan mengelola informasi. Persaingan bisnis di
masa depan termasuk pada bisnis farmasi akan sangat ditentukan oleh kualitas
dan kapabilitas dalam manajemen sistem informasi.
Sistem informasi manajemen adalah sistem yang terintegrasi antara user
dengan mesin yang memberikan informasi untuk mendukung operasional,
manajemen dan fungsi pembuatan keputusan di dalam organisasi.
SIM (Sistem Informasi Manajemen) apotek dibuat untuk menangani
bagian point of sales kasir dan inventori dari suatu apotek, yaitu dengan cara
menyediakan kemampuan untuk menangani transaksi jual-beli secara resep dan
non resep yang dibayar tunai ataupun kredit, dan juga untuk menyajikan
laporan-laporan sehingga keputusan yang diambil oleh Apoteker Pengelola
Apotek dapat tepat sasaran.
Untuk kelancaran pengelolaan apotek diperlukan sistem administrasi
yang baik dan teratur. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian administrasi
meliputi antara lain :

24
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

1. Kesekretariatan
Tugas kesekretariatan meliputi surat menyurat dan pembuatan laporan.
Laporan yang dibuat meliputi penerimaan dan pengeluaran obat narkotika
dan psikotropika, penggunaan OWA, penggunaan obat generik berlogo dan
laporan tenaga kerja yang ada. Kelengkapan yang diperlukan adalah buku
agenda, buku ekspedisi, blanko surat menyurat dan lain-lain.
2. Pembuatan dan pengiriman laporan
Bagian administrasi bertugas membuat laporan, meliputi :
a) Laporan statistik resep dan obat generik berlogo
b) Laporan penggunaan narkotika
c) Laporan penggunaan psikotropika
d) Laporan ketenagakerjaan setiap 1 tahun
3. Inventarisasi
Tujuan dilakukan inventarisasi adalah untuk mengetahui kekayaan apotek
yang tertanam pada barang tetap.Nilai barang-barang inventaris akan
berkurang tiap tahunnya karena penyusutan, besarnya penyusutan
tergantung jenis barang berdasarkan manfaat dan lama waktu pemakaian.
Catatan inventarisasi meliputi tanggal pembelian, nama barang dan
spesifikasinya, jumlah, harga pembelian per unit serta nilai penyusutannya.
4. Administrasi kepegawaian
Mendokumentasikan data pegawai apotek yang meliputi nama, tempat dan
tanggal lahir, alamat, tanggal mulai bekerja, cuti serta absensi.
5. Administrasi pengadaan atau pembelian
Kelengkapan administrasi adalah bukti-bukti pembelian, blanko pemesanan
dan buku defekta.
6. Administrasi pergudangan
Kelengkapan administrasi pergudangan meliputi kartu stock dan kartu
stelling.
7. Administrasi penjualan
Administrasi penjualan bertugas dalam hal mengatur penetapan harga jual,
mengajukan harga penawaran, mengatur penagihan dan penerimaan piutang.
Kelengkapan administrasi adalah nota penjualan tunai, faktur, daftar harga

25
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

dan harga penjualan harian yang mencatat penjualan setiap hari baik melalui
resep maupun penjualan bebas.
Administrasi pembukuan diperlukan untuk menampung seluruh kegiatan
perusahaan dan mencatat transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan. Bagian
administrasi mempunyai tugas membuat laporan dan pembukuan sebagai
berikut
1. Buku Kas
Buku kas digunakan untuk mencatat semua transaksi dengan uang tunai,
penerimaan sebelah kiri dan pengeluaran di sebelah kanan. Pembukuan kas
dibuat dalam 3 (tiga) macam yaitu harian, bulanan dan tahunan.
a) Penerimaan meliputi :
1) Penjualan obat dengan resep dan tanpa resep
2) Diskon pembelian barang dari PBF
3) Retur obat
4) Pajangan iklan/display
5) Tagihan piutang
b) Pengeluaran meliputi :
1) Administrasi
Pembelian buku-buku, blanko-blanko, tinta print dan alat-alat tulis.
2) Rumah tangga
Berupa keperluan rumah tangga seperti : beras, gula, teh, sumbangan
dan lain-lain.
3) Pemeliharaan inventaris
Misalnya perbaikan AC, komputer, motor, plangisasi gedung.
4) Pembelian barang dagangan
Pembelian ke PBF ataupun beli ke apotek lain
5) Kesejahteraan dan upah
Gaji karyawan, tunjangan dan lain-lain.
6) Pembayaran listrik, penerangan dan komunikasi telepon
7) Pajak yang meliputi pajak umum dan khusus yang harus dibayar oleh
apotek sebagai salah satu badan usaha swasta.
2. Buku Bank

26
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Penggunaan buku bank ini adalah untuk mencatat semua transaksi lalu lintas
per giro, termasuk nomor-nomor cek dan giro bilyet. Buku ini digunakan
untuk mencatat kekayaan apotek yang disimpan di bank serta mencatat
keluar-masuknya uang di bank.
3. Buku Permintaan Barang Apotek
Buku ini berisi catatan barang apa saja yang diperlukan sehingga bagian
pemesanan dapat membuat surat pesanan untuk keperluan pengadaan,
dengan pertimbangan barang apa yang paling mendesak untuk
pengadaannya.
4. Buku Pembelian Barang
Buku ini digunakan untuk mengetahui dan mencatat jumlah uang yang
dikeluarkan untuk pembayaran obat.
5. Buku Penerimaan Barang
Barang yang diterima dan telah sesuai dengan pesanan dan faktur,
dimasukkan dalam catatan penerimaan barang dan selanjutnya
dikelompokkan menurut PBF. Dari faktur disalin dalam buku penerimaan
barang, dimana ditulis selain nama supplier, nama obat, banyaknya, harga
satuan, potongan harga, nomor urut, tanggal. Tiap hari dijumlahkan
sehingga diketahui berapa banyaknya hutang setiap hari. Dengan catatan ini
dapat diketahui apakah jumlah pembelian sesuai dengan anggaran yang
telah ditetapkan kecuali jika ada kemungkinan kenaikan harga barang
(spekulasi membeli secara besar-besaran obat-obat fast moving). Faktur-
faktur tersebut kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk diperiksa,
lalu disatukan dalam map tunggu, menunggu jatuh tempo waktu
pembayaran (Hartono, 2003)
Administrasi yang biasa dilakukan secara manual diapotek meliputi
antara lain :
1. Administrasi, meliputi : agenda/mengarsipkan surat masuk dan surat keluar,
pengetikan laporan-laporan seperti : laporan narkotika, AA yang bekerja;
jumlah resep dengan harganya, omset, alat dan obat KB, obat generik, dan
lain-lain.

27
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

2. Pembukuan yaitu melakukan dokumentasi serta mengecek keluar dan


masuknya uang disertai bukti-bukti pengeluaran dan pemasukan.
3. Administrasi penjualan melakukan dokumentasi dan laporan penjualan obat
lewat resep, obat bebas, langganan, dan pembayaran secara tunai atau kredit.
4. Administrasi pergudangan, yaitu mencatat penerimaan dan pengeluaran
barang untuk apa dan bagian mana.Masing-masing barang diberi kartu stok,
dan membuat defekta.
5. Administrasi pembelian, mencatat pembelian harian secara tunai atau kredit
dan nota-notanya dikumpulkan secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa
berhutang dan masing-masing dihitung berapa hutang apotek.
6. Administrasi piutang, mencatat penjualan kredit pada siapa, pelunasan
piutang, dan penagihan sisa piutang.
7. Administrasi kepegawaian, dilakukan dengan mengadakan absensi
karyawan, mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari
karyawan (Anief, M., 2001).
c. Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengelolaan SDM dapat dilakukan dengan menetapkan hak dan
kewajiban tiap karyawan dengan jelas (menetapkan job description) sesuai
dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya (Anief, 2001). Sumber daya
manusia merupakan sumber daya yang paling penting dan paling sulit untuk
dikelola. Sumber daya manusia memberikan sumbangan tenaga, bakat,
kreativitas dan usaha kepada organisasi.
Inti dari manajemen sumber daya manusia adalah tenaga kerja yang
diatur menurut fungsi-fungsinya agar efektif dan efisien guna membantu
terwujudnya tujuan apotek. Karyawan yang bekerja di apotek dipilih sesuai
bidang keahliannya sehingga diharapkan dapat bekerja secara maksimal.
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan dan fungsi, yang dapat menentukan hubungan
wewenang antara kedudukan seseorang dengan kewajibannya untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Banyaknya jumlah tenaga kerja suatu apotek sangat tergantung
pada besar kecilnya apotek dan jam buka apotek.

28
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Tenaga yang umumnya dibutuhkan di apotek adalah :


1. Tenaga ahli di bidang farmasi (profesional)
2. Tenaga administrasi
3. Tenaga pembantu (pendidikan umum)
Kerja sama yang baik antara tenaga kerja perlu diciptakan untuk
terwujudnya suasana kerja yang aman dan nyaman. Rasa ikut memiliki juga
perlu ditumbuhkan sehingga karyawan akan merasa terpanggil untuk
memajukan apotek. Pembagian tugas yang jelas diperlukan, agar setiap
karyawan tahu akan tugas dan tanggung jawabnya serta rasa saling
mempercayai juga diperlukan pada setiap karyawan, sehingga tugas dan
tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik.
Sumber daya manusia yang ada di apotek dan tugasnya masing-masing
adalah :
1) Apoteker
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker. Apoteker di apotek senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier
dan membantu memberikan pendidikan serta peluang untuk meningkatkan
pengetahuan. Tugas Apoteker di apotek yaitu :
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), adalah apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Setiap satu apotek harus memiliki 1 (satu) orang
APA dan seorang apoteker hanya dapat menjadi APA di satu apotek saja.
b. Apoteker Pendamping (Aping), adalah apoteker yang bekerja di apotek
disamping APA dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada
hari buka apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun
2002 pasal 19 : Apabila APA berhalangan hadir pada jam buka apotek,
maka harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA tidak dapat

29
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

selalu ada di apotek selama jam buka apotek, maka apoteker pendamping
dapat menggantikannya.
c. Apoteker pengganti, adalah apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara
terus-menerus, telah memiliki SIK dan tidak bertindak sebagai APA di
apotek lain (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Tugas dan kewajiban Apoteker Pengelola Apotek :
a) Memimpin seluruh kegiatan apotek, termasuk mengkoordinasi dan
mengawasi kerja bawahannya, mengatur jadwal kerja, pembagian
tugas dan tanggung jawab, serta bertanggung jawab mengenai pajak.
b) Secara aktif berusaha dalam bidang tugasnya untuk meningkatkan dan
mengembangkan hasil usaha apotek.
c) Mengatur dan mengawasi penyimpanan serta kelengkapan sesuai
dengan persyaratan farmasi terutama dalam bidang peracikan.
d) Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual
sesuai dengan kebijaksanaan harga yang ditetapkan.
e) Membina dan memberi petunjuk teknis farmasi kepada asisten
apoteker dalam pemberian informasi kepada pasien.
f) Bersama dengan administrasi menyusun laporan manajerial dan
pertanggungjawaban.
g) Mempertimbangkan usul-usul dan saran-saran baik dari bawahan
maupun dari rapat pemegang saham, untuk memperbaiki pelayanan
dan kemajuan apotek.
h) Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan (transaksi)
tunai setiap hari (Hartini dan Sulasmono, 2007).
Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab
dalam:
1. Bidang keuangan: penggunaan secara efisien, pengamanan dan
kelancaran.
2. Bidang persediaan barang : pengadaan barang, ketertiban
penyimpanan dan kelancaran distribusinya.

30
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

3. Bidang inventaris : penggunaan secara efisien, pemeliharaan dan


pengamanannya.
4. Bidang personalia : kenyamanan kerja dan efisiensi.
5. Bidang umum : kelancaran, penyimpanan dan pengamanan dokumen
Apoteker Pengelola Apotek mempunyai wewenang untuk memimpin
seluruh kegiatan apotek, antara lain mengelola kegiatan pelayanan
kefarmasian dan karyawan yang menjadi bawahannya di apotek, sesuai
petunjuk dari pimpinan apotek dan peraturan perundang-undangan.
Apoteker pendamping (Aping) bertugas dan berwewenang melakukan
tugas-tugas dari APA selama APA tidak berada ditempat pada jam buka
apotek dan mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya, memberikan
informasi obat kepada pasien maupun pada petugas apotek yang lain.
Mengelola penggunaan narkotika dan psikotropika termasuk pembuatan
laporannya. Adapun tanggung jawab Aping adalah bertanggung jawab
kepada APA sesuai dengan tugas yang diserahkan kepadanya, seperti :
a) Bertanggung jawab terhadap penjualan obat bebas, OWA, psikotropika
dan narkotika.
b) Bertanggung jawab terhadap penyimpanan resep dengan
mengelompokkan resep tiap bulan dan membuat laporan penggunaan
obat kepada APA setiap bulannya.
c) Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kefarmasian yang
dilakukan di apotek
d) Bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas pelayanan kefarmasian
sesuai dengan batas pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
2) Asisten Apoteker (AA)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 679 tahun 2003 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker, “Asisten Apoteker adalah
tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker/Sekolah
Menengah Farmasi, Akademi Farmasi Jurusan Farmasi, Politeknik
Kesehatan, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis Farmasi
dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku”. AA tidak harus ada di apotek, yang harus ada adalah APA.

31
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Pada pasal 22 ayat 2 Permenkes No. 922 tahun 1993 “Asisten Apoteker
melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan
Apoteker”.
Tugas Asisten Apoteker :
a) Mengerjakan sesuai dengan profesinya sebagai asisten apoteker
b) Mampu dalam hal tertentu menggantikan pekerjaan sebagai penjual obat
bebas dan juru resep.
Tanggung jawab Asisten Apoteker adalah mempertanggung jawabkan
seluruh tugas yang diserahkan kepadanya tanpa ada kesalahan, kehilangan,
kerusakan, kekeliruan kepada APA. Asisten Apoteker berwenang
menyelesaikan tugas pelayanan kefarmasian sesuai dengan batas pekerjaan
yang ditugaskan kepadanya.
3) Bagian Administrasi
Bagian administrasi bertanggung jawab kepada APA sesuai tugas
yang diberikan kepadanya. Wewenang bagian administrasi adalah
melaksanakan semua kegiatan administrasi pembukuan dengan petunjuk-
petunjuk dari APA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tugas dan kewajiban bagian administrasi:
a) Membuat laporan harian yaitu pencatatan penjualan kredit, pencatatan
pembelian yang dicocokkan dengan buku penerimaan barang di gudang,
pencatatan hasil penjualan dan tagihan serta pengeluaran setiap hari
b) Membuat laporan bulanan, yaitu realisasi data untuk pimpinan apotek,
membuat daftar gajidan pajak
c) Membuat laporan tahunan tutup tahun (membuat neraca laba-rugi)
d) Surat menyurat
4) Bagian Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan :
a) Mencatat pengeluaran uang setelah dihitung terlebih dahulu, juga
pengeluaran uang yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda
setoran yang sudah diparaf oleh APA atau petugas yang ditunjuk.
b) Menyetorkan dan atau mengambil uang baik dari kasir atau dari bank.

32
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

c) Bagian keuangan bertanggung jawab kepada APA atas kebenaran jumlah


uang yang dipercayakan kepadanya.
Wewenang bagian keuangan adalah untuk melaksanakan kegiatan
arus uang sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari APA.
5) Juru Resep (Reseptir)
Bertugas membantu Asisten Apoteker dalam menyelesaikan resep
racikan sesuai petunjuk Asisten Apoteker atau APA. Juru resep mempunyai
wewenang untuk menyelesaikan resep racikan sesuai dengan prosedur yang
benar
6) Pembantu Umum
Tugas dan kewajibannya adalah (Anief, 2001) :
a) Membantu asisten apoteker dalam menyiapkan resep obat racikan
termasuk membeli obat ke apotek lain
b) Menyusun, menata dan membersihkan obat-obatan yang ada di etalase
dari debu-debu dan kotoran setiap harinya
c) Membantu dalam segala bidang yang memerlukan bantuan dan
membersihkan lingkungan yang ada di sekitar apotek
d) Membuka dan menutup apotek setiap pagi dan malam, tidak lupa untuk
mengecek dan memastikan semua pintu rolling door sudah terkunci
dengan baik.
d. Keuangan
Kegiatan keuangan merupakan salah satu faktor penentu sukses tidaknya
suatu bisnis begitu pula dengan bisnis apotek. Suatu badan usaha dikatakan
efisien, sehat atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangannya, sehingga perlu
adanya sistem kontrol dan pembagian tugas yang jelas. Analisis keuangan
sudah harus dilakukan sejak rencana pendirian apotek dibuat. Hal ini dilakukan
untuk memantau perputaran modal di apotek sekaligus untuk mengetahui
perkembangan apotek ketika operasional apotek telah dijalankan. Dengan
analisis keuangan yang kuat, dapat diperkirakan target keuntungan tiap periode
tertentu serta strategi untuk mencapai target tersebut.
Bagian keuangan mengontrol dan menerima laporan dari kasir mengenai
hasil penjualan tunai dan dibukukan untuk laporan harian, bulanan dan

33
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

tahunan. Pemasukan uang di apotek bersumber dari hasil penjualan obat (resep
dan non resep), alat kesehatan, kosmetik dan makanan. Pembayaran obat oleh
konsumen baik obat yang dibeli dengan resep ataupun bukan selalu masuk ke
bagian kasir. Setiap hari pemasukan uang dilaporkan dan disetorkan ke bagian
keuangan.
Pengeluaran apotek meliputi pembelian obat dan barang lainnya,
pembayaran inkaso dan pengeluaran rutin. Pembayaran inkaso yaitu penagihan
hutang oleh PBF apabila apotek membeli barang secara kredit. Pengeluaran
rutin untuk biaya tetap meliputi pembayaran pajak, gaji karyawan, telepon,
listrik, dan biaya lain-lain. Hal yang harus dilakukan dilaporkan oleh bagian
keuangan :
a) Laporan Laba-Rugi
Laporan Laba-Rugi (income statement) yaitu laporan yang
menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang
diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan rugi-laba biasanya
berisi hasil penjualan, pembelian, HPP, biaya operasional, laba kotor, laba
bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak,
pendapatan non usaha, dan pajak.
b) Laporan Neraca Akhir Tahun
Neraca (balance sheet) adalah laporan yang menyajikan informasi
tentang posisi aktiva, utang, dan modal pada waktu tertentu. Neraca adalah
laporan kondisi keuangan perusahaan yang disusun secara sistematis.
Komponen neraca terdiri dari aktiva dan pasiva. Nilai aktiva dan pasiva
selalu dalam keadaan seimbang. Pada kolom aktiva terdiri dari semua
barang dan kekayaan yang dimiliki perusahaan yaitu aktiva lancar (kas dan
bank, surat berharga, piutang dagang, persediaan dan biaya dibayar
dimuka), investasi (penanaman modal dalam jangka waktu panjang), aktiva
tetap (gedung, tanah, mobil, mesin, peralatan kantor), aktiva yang tidak
terwujud (hak paten yang dimiliki oleh suatu perusahaan, merk dagang dan
hak cipta). Pada kolom pasiva terdiri dari kewajiban lancar (hutang, pajak
penghasilan yang belum dibayar dan lain-lain), kewajiban jangka panjang,
modal sendiri dan kewajiban lain-lain.

34
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

c) Laporan Hutang Piutang


Buku yang berisi laporan utang yang dimiliki apotek selama 1 (satu)
tahun dan berisikan laporan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang
belum lunas dari pihak lain kepada apotek selama 1 (satu) tahun. Laporan
hutang adalah laporan yang berisi tentang kewajiban kita terhadap pihak
lain (misalnya terhadap PBF). Laporan piutang adalah suatu laporan yang
berisi tentang kewajiban langganan atau konsumen kepada kita. Barang
sudah dibawa oleh pelanggan atau konsumen tetapi pembayarannya secara
kredit. Pelanggan biasanya diberi waktu pembayaran selama 30, 60 atau 90
hari.
d) Laporan KAS
Laporan KAS adalah laporan semua transaksi dengan uang tunai,
penerimaan dan pengeluaran. Pembukuan kas dibuat dalam 3 (tiga) macam
yaitu harian, bulanan dan tahunan.
Penerimaan meliputi :
1) Penjualan obat dengan resep dan tanpa resep
2) Diskon pembelian barang dari PBF
3) Retur obat
4) Pajang iklan
5) Tagihan piutang
Pengeluaran meliputi :
1) Administrasi : pembelian buku-buku, blanko-blanko, tinta print dan alat-
alat tulis.
2) Rumah tangga
3) Pemeliharaan inventaris : misalnya service AC, komputer, motor,
plangisasi gedung.
4) Pembelian barang dagangan : pembelian obat dan alkes ke PBF ataupun
pembelian ke apotek lain.
5) Kesejahteraan dan upah : Gaji karyawan, tunjangan-tunjangan dan lain-
lain.
6) Penerangan : pembayaran listrik dan telepon.

35
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

7) Embalase : berupa barang-barang untuk keperluan membungkus, etiket,


salinan resep dan kwitansi.
e) Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah laporan keuangan yang menyajikan
informasi mengenai perubahan modal perusahaan akibat operasi perusahaan
pada satu periode akuntansi tertentu. Laporan perubahan modal merupakan
pelengkap dari laporan laba-rugi.

3. Entrepreneurship: Studi Kelayakan


Perencanaan merupakan hal terpenting yang perlu dilakukan sebelum
apotek mulai didirikan dan dikelola. Didalam perencanaan pendirian apotek perlu
dilakukan studi kelayakan. Studi kelayakan pendirian apotek adalah suatu
rancangan secara komprehensif segala sesuatu tentang rencana pendirian apotek
baru untuk dapat melihat kelayakan usaha baik ditinjau dari pengabdian profesi
maupun dari sisi ekonominya. Tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk
menghindari terjadinya penanaman modal yang tidak efektif dan untuk
meyakinkan bahwa semua sumber daya dan keahlian yang dimiliki dapat
digunakan untuk mendirikan dan menjalankan sebuah apotek, serta
mempertahankan kelangsungan hidup apotek. Beberapa pertimbangan dalam studi
kelayakan, yaitu :
a. Lokasi (kepadatan, jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
b. Sarana pelayanan kesehatan seperti adanya praktek dokter, rumah sakit,
poliklinik dan puskesmas.
c. Pola penyakit masyarakat setempat
d. Jangkauan kemudahan transportasi
e. Kompetitor apotek lain.
Dalam studi kelayakan dilakukan tinjauan terhadap aspek-aspek berikut:
a. Aspek Pasar
Analisa pasar dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pasar yang akan
menyerap usaha yang akan dilakukan. Dalam hal pendirian apotek maka perlu
diperkirakan jumlah resep yang dapat diserap dari masing-masing praktek
dokter, poliklinik, atau rumah sakit di sekitar lokasi apotek, harga obat tiap

36
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

resep dan keadaan penduduk disekitar apotek meliputi jumlah penduduk,


tingkat sosial ekonomi, budaya untuk berobat dan tingkat pendidikan
penduduk.
b. Aspek Keuangan
Berkaitan dengan besarnya modal yang akan ditanamkan dan berapa lama
investasi/modal yang ditanamkan tersebut akan kembali.
c. Aspek Teknis
Dalam pengelolaan apotek Apoteker Pengelolaan Apotek (APA) merupakan
penanggung jawab teknis farmasi diapotek, yang sehari-hari dibantu oleh
Asisten Apoteker.
d. Aspek Manajemen
Diperlukan job description yang jelas bagi masing-masing karyawan untuk
dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya agar manajemen apotek dapat
berjalan dengan baik.
e. Aspek Sosial Ekonomi
Ditinjau dari aspek sosial ekonomi rencana pendirian apotek akan cukup
menguntungkan, karena memerlukan tenaga kerja yang berarti akan membuka
lowongan pekerjaan bagi masyarakat dan mengurangi pengangguran serta
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
f.Analisa Dampak Lingkungan
Dalam kegiatannya apotek dapat menghasilkan limbah sehingga harus perlu
memperhatikan aspek dampak lingkungan. Limbah yang dihasilkan, berupa
limbah padat seperti karton, dan plastik kemasan obat. Dalam
pembuangan/pemusnahan limbah-limbah tersebut harus diperhatikan juga
aspek dampak lingkungan sehingga tidak mengganggu lingkungan.
Beberapa pertimbangan dalam studi kelayakan yang harus diperhatikan
adalah kepadatan penduduk, pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
praktek dokter swasata, apotek yang sudah ada), tingkat kehidupan, tingkat
kesehatan dan tingkat pendidikan. Disamping hal-hal tersebut, yang terpenting
dari studi kelayakan untuk diketahui adalah prospek pemasaran yang digambarkan
melalui Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) yang didalamnya
mencakup biaya rutin perbulan dan pertahun, proyeksi pendapatan, pengeluaran

37
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

rutin, perkiraan laba-rugi, perhitungan PBP (Pay Back Periode),ROI (Return On


Investment), dan BEP(Break Even Point). Analisis SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunity dan Threat) banyak digunakan untuk menganalisa pertimbangan-
pertimbangan dalam perencanaan pendirian apotek.
a. Break Even Point (BEP)
BEP adalah suatu teknik analisa yang menunjukkan suatu keadaan usaha
tidak mengalami keuntungan atau pun kerugian. Fungsi dari analisa BEP antara
lain digunakan untuk perencanaan laba, sebagai alat pengendalian, alat
pertimbangan dalam menentukan harga jual dan alat pertimbangan dalam
mengambil keputusan (Anief, 2001).

Rumus BEP :

1
BEP= XFC
VC
1−
TR

(Seto,2004)

BEP = Break Even Point


FC = Fixed Cost (Biaya tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
TR = Total Revenue (Hasil Penjualan)

Semakin kecil waktu balik modal, maka semakin prospektif pendirian


apotek, hal ini menandakan semakin besar tingkat pengembalian modal dan
keuntungan bersih rata-rata juga besar.
b. Return On Investmen (ROI) dan Pay Back Periode
Rentabilitas = return on investment = earning power, perbandingan
antara pendapatan bersih dengan aktiva bersih rata-rata yang digunakan. Hal
ini penting untuk mengetahui kemampuan perusahan menghasilkan
pendapatan. Rentabilitas ini dapat dihitung dengan mengalikan margin dengan
perputaran aktiva. Untuk mengetahui apakah modal yang ditanam di apotek
lebih menguntungkan daripada investasi di bank maka dapat digunakan ROI

38
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

(Return on Investment) dan Pay Back Period untuk mengetahui berapa lama
modal akan kembali dari usaha apotek yang dilakukan.
Rumus Return On Investment (ROI)
Rentabilitas = Margin x Perputaran aktiva
Laba Hasil penjualan
ROI = x
Hasil penjualan investasi

Net operating income Hasil penjualan


=
Hasil penjualan
x net operating assets

= profit margin x assets total turn over (dalam %)

Laba bersih
ROI = x 100%
Total investasi

Dengan demikian rentabilitas dapat dinaikkan dengan cara yaitu


menaikkan margin (hasil penjualan dinaikkan lebih besar dibanding biaya atau
biaya diturunkan lebih besar dibanding penjualannya). Selain itu dapat juga
dengan cara menaikkan perputaran yaitu dengan menaikkan hasil penjualan
(laba) dibanding aktivanya (modal lancarnya) dan menurunkan aktivanya lebih
besar dibanding hasil penjualan (laba) (Anief, 2001).
Pay back period adalah suatu analisa berapa tahun modal akan kembali,
merupakan rasio dari total investasi dibandingkan dengan laba bersih. Selama
rencana lima tahun pertama dengan mempertimbangkan keuntungan bersih
rata-rata pada akhirnya akan didapatkan waktu balik modal.
Tingkat pengembalian modal =
Purata keuntungan bersih+ Penyusutan
x 100%
Investasi Awal

1
Waktu balik modal = x 100%
Tingkat Pengembalian Modal

39
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

Rumus Pay Back Period (PBP)

Total investasi
PBP = x 100%
Laba bersih

(Seto, 2004)

Semakin kecil waktu balik modal maka semakin prospektif pendirian


apotek, hal ini menandakan semakin besar tingkat pengembalian modal dan
keuntungan bersih rata-rata juga semakin besar. Waktu balik modal juga
tergantung dari investasi dan modal tetap yang dikeluarkan. Investasi juga
berasal dari modal operasional dan modal cadangan (Anief, 2001).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin
Apotek (terlampir). Persyaratan apotek :
a. Untuk mendapatkan ijin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk persediaan farmasi, dan perbekalan lainnya
yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
Adapun tata cara pemberian ijin pendirian apotek menurut Keputusan
Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 adalah sebagai
berikut:
a. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1.
b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.

40
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-


lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam butir b dan c tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir c, atau pernyataan dimaksud butir
d Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat
Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT- 5.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud butir c masih belum memenuhi syarat Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT.6.
g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir f, Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
dikeluarkan Surat Penundaan, sedangkan pada pasal 9 PerMenKes No.
1332/MenKes/SK/X/2002, disebutkan : Terhadap permohonan ijin apotek
yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasal 5 atau pasal 6,
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan
disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir
Model APT-7.
Sebelum mendirikan apotek, selain modal uang yang dimiliki harus
memadai, harus melengkapi sarana sebagai berikut :

41
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

a. Fisik : bangunan termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan status


tanah, etalase, furniture dan kamar mandi/WC, alat meracik obat (mortir,
stamfer, timbangan miligram dan gram), alat-alat gelas, buku-buku standar,
gambar struktur organisasi apotek, dan denah apotek. Secara teknis, langit-
langit, lantai, ventilasi, serta sanitasi harus memenuhi persyaratan higienis,
penerangan yang cukup dan air bersih yang memenuhi persyaratan Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL). Bangunan setidaknya terdiri dari
ruang tunggu, ruang peracikan, gudang dan tempat pencucian.
b. Perizinan HO (Hinder Ordonantie) dari Biro perekonomian di Pemerintah
Daerah Kabupaten, SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Departemen
Perdagangan dan Perindustrian, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) untuk
PSA dari kantor pajak dan SIA untuk apotek.
c. Perbekalan farmasi terutama obat, bahan obat, kosmetika dan alat kesehatan.
Sekurang-kurangnya 75% terdiri dari Obat Generik Berlogo (OGB) sesuai
dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk rumah sakit tipe C.
d. Pendukung: alat administrasi, etiket dan pembungkus, kartu stock.
Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi
persyaratan yang telah diatur dalam Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993
pasal 5 sebagai berikut :
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat Izin dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek di Apotek lain.
Aturan tentang pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek telah
ditetapkan Pada PerMenKes No.1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 :
a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
b. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti.

42
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Apotek WIPA Farma
Periode I (01-29 Februari 2016)

c. Penunjukan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir
APT 9.
d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi
persyaratan dimaksud pasal 5.
e. Apabila Apoteker Penanggung Jawab Apotek berhalangan melakukan
tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus,Surat Ijin Apotek atas
nama Apoteker bersangkutan dicabut.

43

Anda mungkin juga menyukai