Anda di halaman 1dari 134

ETIK DAN DISIPLIN APOTEKER

INDONESIA

MAJELIS ETIK DAN DISIPLIN APOTEKER


INDONESIA
Kualitas Perundang-
undangan, Pelaksanaan dan
Penegakkan
5 Pilar Strategis

Pendidikan Calon
Apoteker
Branding Apoteker
Kualitas Organisasi
Apoteker Praktek
Bertanggungjawab
APOTEKER SEBAGAI PROFESI
DEFINISI PROFESI

Suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut


keahlian dari petugasnya

Pekerjaan PROFESI tidak bisa dilakukan oleh


orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus lebih dahulu untuk melakukan
pekerjaan itu
Ciri Profesi (1)

1. Dilatar belakangi suatu latihan atau pendidikan


ketrampilan dan intelektual yang sitematis
2. Ukuran keberhasilannya bukan hanya bersifat
material
3. Berpihak kepada masyarakat
4. Ketidak hadirannya dirasakan kehilangan bagi
masyarakat
5. Selalu meningkatkan dan memperdalam ilmu
Ciri Profesi (2)

1. Jelas Status Kewenangannya


2. Mempunyai Profesional Project
3. Mendapatkan Monopoli atas aktivitas tertentu
sehingga mendapat status sosial tertentu
4. Mendapatkan legitimasi oleh otoritas keilmuan dari
penguasa lewat akreditasi atau lisensi
Ciri Profesi (3)
1. Merupakan suatu okupasi yg berkedudukan tinggi
dan terdiri dari para ahli yang terampil
2. Mempunyai kompetensi yang ekslusif yg sangat
penting bagi masyarakat
3.Pendidikan yang intensif dan disiplin tertentu
mengembangkan suatu taraf solidaritas dan
eklusivitas tertentu
4. Mengembangkan etika tersendiri
5. Pengakuan kemandiriannya dipengaruhi oleh
masyarakat maupun kelompok profesi lainnya
Ciri Profesi (4)

Pekerjaan berdasarkan keahlian khusus


1. Ada prosedur bekerja
2. Ada kesepakatan kelompok
3. Ada etika diantara pelaku
4. Ada pengakuan masyarakat/dunia
5. Ada semangat bekerja inovatif
6. Ada panggilan hati
7. Ada pendapatan
STANDAR KOMPETENSI
APOTEKER INDONESIA
KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

1. MAMPU MEAKSANAKAN PRAKTIK KEFARMASIAN SECARA PROFESIONAL


DAN ETIK
2. MAMPU MENYELESAIKAN MASALAH TERKAIT DENGAN PENGGUNAAN
SEDIAAN FARMASI
3. MAMPU MELAKSANAKAN DISPENSING SEDIAAN FARMASI DAN ALAT
KESEHATAN SESUAI STANDAR YANG BERLAKU
4. MAMPU MEMFORMULASI DAN MEMPRODUKSI SEDIAAN FARMASI DAN
ALAT KESEHATAN SESUAI STANDAR YANG BERLAKU
5. MEMPUNYAI KETRAMPILAN DALAM PEMBERIAN INFORMASI SEDIAAN
FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
6. MAMPU BERKONTRIBUSI DALAM UPAYA PREVENTIF DAN PROMOTIF
KESEHATAN MASYARAKAT
.
7 MAMPU MENGELOLA SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN SESUAI
DENGAN STANDAR YANG BERLAKU

8. MEMPUNYAI KETRAMPILAN ORANISASI DAN MAMPU MEMBANGUN


HUBUNGAN INTERPERSONAL DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KEFARMASIAN

9. MAMPU MENGIKUTI PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN


TEKNOLOGI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEFARMASIAN
MAMPU MELAKSANAKAN PRAKTIK KEFARMASIAN
SECARA PROFESIONAL DAN ETIK

1. Menguasai kode etik yang berlaku dalam praktik profesi


2. Mampu menerapkan praktik kefarmasian secara legal dan
profesional sesuai kode etik apoteker indonesia
- Berperilaku profesional sesuai dengan kode etik
apoteker Indonesia
- Integritas personal dan profesional
LA
ND
AS
AN
UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT

Perilaku individu harus diatur dan dilindungi


oleh kaidah hukum, sebab kaidah hukum
mempunyai sanksi yang lebih tegas dan
konkret, sehingga kaidah etika dapat berlaku
secara efektif
Tujuan Kode Etik Apoteker Indonesia
Keseimbangan Hak dan Kewajiban
1. Menjunjung tinggi martabat Profesi : Eksistensi
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan
Anggota : Jaminan kesejahteraan lahir batin
3. Meningkatkan pengabdian anggota
4. Meningkatkan layanan kepada pengguna jasa
5. Menentukan standar sendiri : Otonomi Profesi
Kode Etik sebagai peraturan
perundangan khusus :

1. Tidak tertuang dalam UU tertulis


2. Untuk hal yang belum dituang kan dalam UU
/ belum jelas UU nya
3. Mempunyai karakterisitik khusus
4. Mempunyai fungsi regulasi yang penting untuk
perlindungan dan penguatan pada angggota profesi
dan masyarakat

Rasa hormat terhadap etika profesi dapat


memelihara kredibilitas profesi
PENGERTIAN ETIK

- Ethos : BahasaYunani
- Norma kesopanan/kesusilaan
- Adat, budi pekerti
- Yang baik, yang layak
MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan


tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan
bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya
selalu berpegang teguh kepada sumpah / janji
Apoteker

Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam


pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan
moral yaitu : Kode Etik Apoteker Indonesia
Pedoman Pelaksanaan

1. Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian dan


pengamalan ilmunya harus didasari oleh sebuah niat
luhur untuk kepentingan makhluk lain sesuai dengan
tuntunan Tuhan yang Maha Esa
2. Sumpah dan janji apoteker adalah komitmen seorang
apoteker yang harus dijadikan landasan moral dalam
pengabdian profesinya
3. Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau prinsip
harus diikuti oleh apoteker sebagai pedoman dan
petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak dan
mengambil keputusan
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker

Pedoman Pelaksanaan :
Sumpah / janji Apoteker yang diucapkan seorang
apoteker untuk dapat diamalkan dalam
pengabdiannya harus dihayati dengan baik dan
dijadikan landasan moral dalam setiap tindakan dan
perilaku
Sumpah Apoteker
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker
Sekalipun diancam saya tdk akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
hukum perikemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau
kedudukan sosial
Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh dan
penuh keinsyafan
Pasal 2 :

Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-


sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia
Pedoman Pelaksanaan

Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan


Kode Etik Apoteker Indonesia dinilai dari ada
tidaknya laporan masyarakat , ada tidaknya laporan
dari sejawat Apoteker atau sejawat tenaga kesehatan
lain, serta tidak ada laporan dari Dinas Kesehatan
Pengaturan Pemberian sanksi ditetapkan dalam
Peraturan Organisasi (PO)
Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan
profesinya sesuai Standar Kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksankaan
kewajibannya
Pedoman Pelaksanaan :
1. Setiap Apoteker Indonesia harus mengerti ,
menghayati dan mengamalkan kompetensi sesuai
dengan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia.
Kompetensi yang dimaksud adalah ketrampilan, sikap
dan perilaku yang berdasarkan pada ilmu, hukum dan
etik
2. Ukuran kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat
uji kompetensi
3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam setiap tindakan dan
keputusan seorang Apoteker indonesia
4. Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan
kepada konflik tanggung jawab profesional, maka
dari berbagai opsi yang ada, seorang apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat
untuk kepentingan pasien serta masyarakat
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya
dan dibidang farmasi pada khususnya

Pedoman Pelaksanaan
1. Seorang Apoteker harus mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan profesionalnya secara
terus menerus
2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti
perkembangan di bidang kesehatan , diukur dari nilai
SKP yang diperoleh dari hasil uji kompetensi

-
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker
ditetapkan dalam peraturan organisasi
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya, setiap
Apoteker harus berusaha menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
jabatan kefarmasian

Pedoman Pelaksanaan :
Seorang Apoteker dalam tindakan
profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merusak atau merugikan
orang lain
2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya
dapat memperoleh imbalan dari pasien dan
masyarakat atau jasa yang diberikannya dengan
tetap memegang teguh kepada prinsip
mendahulukan kepentingan pasien

3. Seorang Apoteker dalam tindakan profesionalnya


harus menghindari diri dari perbuatan yang akan
merusak atau merugikan orang lain
Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan


menjadi contoh yang baik bagi orang lain
Pedoman Pelaksanaan

1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan


masarakat atas profesi yang disandangkan dengan
jujur dan penuh integritas
2. Seorang Apoteker tidak akan menyalah gunakan
kemampuan profesionalnya kepada orang lain
3. Seorang Apoteker harus menjaga perilakunya
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya:

Pedoman Pelaksanaan :
1. Seorang Apoteker memberikan informasi kepada pasien /
masyarakat harus dengan cara yang mudah dimengerti
dan akin bahwa informasi tersebut sesuai,relevan dan up
to date
2. Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus
menggali informasi yang dibutuhkan dari pasien ataupun
orang yang datang menemui apoteker mengenai pasien
serta penyakitnya
3. Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi
mengenai pelayanan kepada pasien dengan tenaga
profesi kesehatan yang terlibat
4. Seorang Apoteker harus senantiasa meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap obat dalam
bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara
jelas, melakukan montoring penggunaan obat dan
sebagainya
5. Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai SKP
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti
perkembangan peraturan perundangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khusus nya
Pedoman Pelaksanaan
1. Tidak ada alasan bagi Apoteker tidak tahu peraturan
perundangan yang terkait dengan kefarmasian.
Untuk itu setiap apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan peraturan, sehingga
setiap apoteker dapat menjalankan profesinya
dengan tetap berada dalam koridor peraturan
perundangan yang berlaku

2. Apoteker harus membuat SPO sebagai pedoman


kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan
kefarmasian sesuai kewenangan atas dasar
peraturan perundangan yang ada
BAB II
Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita:
Pasal 9 :
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik
kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat dan menghormati
hak asasi penderita dan melindungi makhluk
hidup insani
Pedoman Pelaksanaan :
1. Kepedulian kepada pasien adalah merupakan hal
yang paling utama dari seorang Apoteker
2. Setiap tindakan dan keputusan profesional Apoteker
harus berpihak kepada kepentingan pasien dan
masyarakat
3. Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien
untuk terlibat dalam keputusan pengobatan mereka
4. Seorang Apoteker harus mengambil langkah untuk
menjaga kesehatan pasien, khusunya janin, bayi,
anak-anak, serta orang yang dalam kondisi lemah
5. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang
diserahkan kepada pasien adalah obat yang terjamin
mutu, keamanan dan khasiat dan cara pakai obat
yang tepat
6. Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan pasien,
rahasia kefarmasian dan rahasia kedokteran dengan
baik
7. Seorang Apoteker harus menghormati keputusan
profesi yang telah ditetapkan oleh Dokter dalam
bentuk penulisan resep dsb.
8. Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil
kebijakan yang berbeda dengan permintaan Dokter,
maka Apoteker harus melakukan komunikasi dengan
Dokter tersebut, kecuali peraturan perundangan
membolehkan Apoteker mengambil keputusan demi
kepentingan dan atas persetujuan pasien
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT

Pasal 10 :
Setiap Apoteker harus memperlakukan teman
sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
Pedoman Pelaksanaan :
1. Seorang Apoteker harus menghargai teman
sejawatnya termasuk rekan kerjanya
2. Bilamana Seorang Apoteker dihdapkan pada suatu
situasi yang problematik, baik secara moral ataupun
peratran perundangan yang berlaku tentang
hubungannya dengan sejawatnya, maka komunikasi
antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan
santun
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun
MPEA dalam menyelesaikan permasalahannya
dengan teman sejawat
Pasal 11 :
Sesama Apoteker harus saling mengingatkan dan
saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-
ketentuan kode etik

Pedoman Pelaksanaan :
1. Bilamana Seorang Apoteker mengetahui sejawatnya
melanggar kode etik, dengan cara yang santun dia
harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya
tersebut untuk mengingatkan kekeliruan yang ada
2. Bilamana ternyata yang bersangkutan sulit menerima
maka dia dapat menampaikan kepada Pengurus
Cabang dan atau MEDAI secara berjenjang
Pasal 12 :

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap


kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang
baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian serta
mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menjalankan tugasnya

-
Pedoman Pelaksanaan
1. Seorang Apoteker harus menjalin dan memelihara
kerja sama dengan sejawat apoteker lainnya
2. Seorang Apoteker harus membantu teman
sejawatnya dalam menjalankan pengabdian
profesinya
3. Seorang Apoteker harus saling mempercayai teman
sejawatnya dalam menjalani/memelihara kerja sama
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAINNYA
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai
dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan lain
Pedoman Pelaksanaan :
1. Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang
harmonis dengan tenaga profesi kesehatan lainnya
secara seimbang dan bermartabat
2. Bilamana seorang Apoteker menemui hal hal yang
kurang tepat dari profesi kesehatan lainnya maka
apoteker tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi
tersebut, tanpa yang bersangkutan harus merasa
dipermalukan
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya / hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada Sejawat Petugas Kesehatan lainnya
Pedoman Pelaksanaan :
Bilamana seorang Apoteker menemui hal hal yang
kurang tepat dari profesi kesehatan lainnya maka
apoteker tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi
tersebut, tanpa yang bersangkutan harus merasa
dipermalukan
BAB V
PENUTUP

Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-
hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja
maupun tidak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka
Apoteker tersebut wajib mengakui dan menerima
sanksi dari Pemerintah, Organisasi Profesi Farmasi
yang menanganinya (IAI) dan mempertanggung
jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Studi Kasus Pelanggaran Etik dan Pelanggaran
Hukum
1. Apoteker di Apotik melayani Ephedrin tablet dalam jumlah
banyak ( beberapa karton) kepada seseorang, tanpa meneliti
terlebih dahulu maksud pembelian jumlah besar tersebut :
Permenkes No. 168/MenKes/Per /II/2005 : menetapkan
bahwa ephedrin dan garamnya adalah prekursor farmasi (zat
atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
produksi industri farmasi), dengan demikian haus
diwaspadai distribusinya, apalagi banyak disalah gunakan
untuk produksi psikotropika
2. Apoteker melakukan pengadaan obat dari jalur tidak
resmi
- Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa
pengadaan obat di apotik harus melalui distributor
resmi
-Kualitas obat tidak dapat dipertanggung jawabkan

3. Apoteker melakukan distribusi obat dengan cara


ilegal, yaitu menyerahkan berkas Surat Pesanan (SP)
pada pihak lain untuk disalah gunakan
4. Peracikan obat oleh apoteker, tidak dilengkapi
dengan informasi yang jelas dan lengkap.
Melanggar Undang-undang konsumen
KEWAJIBAN
APOTEKER PADA SEJAWAT PENDERITA

1.Mengutamakan Kepentingan Penderita


2. Menghormati Hak Azazi Penderita
3. Melindungi Penderita
KEWAJIBAN
APOTEKER PADA SEJAWAT APOTEKER LAIN
1. Saling mengingatkan dan menasehati dalam
pelaksanaan etik
2. Kerjasama dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian,
3. Mempertebal rasa saling mempercayai
KEWAJIBAN
APOTEKER PADA SEJAWAT KESEHATAN LAIN
1. Berkolaberasi, bersinergi
2. Saling mempercayai, menghormati, menghargai
3. Tidak melakukan tindakan yang berakibat pada
hilangnya kepercayaan masyarakat pada tenaga
kesehatan tersebut
AKIBAT PELANGGARAN ETIK
AKIBAT PELANGGARAN HUKUM DAN ILMU

SAKITNYA DISINI.................DISINI...............................DISINI
Kompas, 26 Januari 2011
Depok, Kompas - Kepolisian Resor Metro Depok membongkar
sindikat pembuat obat dan suplemen palsu. Pelaku
memanfaatkan barang limbah apotek di wilayah Depok,
Jakarta, dan Bogor. Sindikat ini kemudian memperbarui
kemasan yang dipesan dari sebuah percetakan di Jakarta Pusat.
Depok Komisaris Besar Fery Abraham, dalam jumpa pers,
Selasa (25/1) di Depok, Jawa Barat
MAJELIS ETIK DAN
DISIPLIN APOTEKER
Kongres Nasional IAI Tahun 2014 memutuskan :
merubah MPEA (Majelis Pertimbangan Etik Apoteker)
menjadi MEDAI (Majelis Etik dan Disiplin Apoteker
Indonesia)
SURAT KEPUTUSAN
PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA
Nomor : PO. 004/ PP.IAI/1418/VII/2014
Tentang
PERATURAN ORGANISASI
TENTANG
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
2014
BAB II
KETENTUAN UMUM
1.Disiplin Apoteker adalah kesanggupan
Apoteker untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan
dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.

3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang


disingkat MEDAI, adalah organ organisasi profesi Ikatan
Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasidan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker
Indonesia oleh Anggota maupun oleh Pengurus, dan
menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin
apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk


pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian.

7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang


membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian,
terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;

8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya


disingkat SPAI adalah pendidikan akademik dan pendidikan
profesional yang diarahkan guna mencapa
BAB IV.
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN
1.Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan
standar praktek Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga
berpotensi menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian
pasien atau masyarakat.

2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang


menjadi tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa
Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu
atau tenaga kesehatan lainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk pekerjaan itu
- Tidak hadir di tempat praktik pada pelayanan

4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada


masyarakat :
-Menetapkan harga obat terlalu tinggi padahal obat tersebut
diperlukan secara luas oleh masyarakat
-Memberikan saran kepda masyarakat untuk menggunakan
sediaan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan
5.Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to
date” dengan cara yang mudah dimengerti oleh
pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
- Menyembunyikan beberapa informasi misal : ES obat

6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur


Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di
sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
-Tidak ada PROTAP di tempat praktik
-Ada PROTAP tapi tidak disosialisasikan ke personil lain di tempat
praktik
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟,
‟keamanan‟, dan ‟khasiat/manfaat‟ kepada pasien.
-Menyerahkan obat tanpa informasi yang jelas, benar dan
lengkap terkait penyimpanan
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku :
- Pengadaan obat dari jalur tidak resmi

9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat


menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
-Tidak melakukan skreening resep terkait dengan kesesuaian
farmasetik/kesesuaian klinik
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai
standar, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas
obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat
kesehatan fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga
merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang
sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
-
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam
pelaksanaan praktik swa-medikasi(self medication) yang tidak
sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis,
dan/atau tidak objektif :
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian
terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan
farmasi yang tidak baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik
Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya
yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin.

21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan


kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.

22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada


hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN

1. Pemberian peringatan tertulis


2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda
Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau
Surat Izin Kerja Apoteker; dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan apoteker
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau
Surat Izin Praktik yang dimaksud dapat berupa:

1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat


Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau

2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat


Izin Praktik tetap atau selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan apoteker yang
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa:
a. Pendidikan formal; atau
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang
di institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan
jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun.
Organisasi MDEAI
• Struktur Organisasi MDEAI
Struktur Organisasi MDEAI

• Fungsi Organisasi MDEAI


Fungsi Organisasi MDEAI

89
TATA CARA PENANGANAN
PELANGGARAN
• Sumber Pengaduan:
1. Pasien/Masyarakat.
2. Dokter /Tenaga Kesehatan lainnya.
3. Teman Sejawat.
4. Pengurus Cabang / Daerah
• MEDAI Daerah,menerima Pengaduan Tertulis
yang:
- Cukup Bukti
- Berisi Kronologi
- Tempat dan Waktu Kejadian.
Tugas MEDAI Daerah
• Menelaah Pengaduan, kalau perlu melakukan
peninjauan lansung.
• Dalam 20 hari kerja sudah dibuat
“Keputusan”,apakah Perkara akan diteruskan
untuk disidang atau tidak.
• “Kalau Tidak”, MEDAI D harus menulis kepada
Pelapor dan PC/PD serta CC kpd MEDAI P.
• “Kalau Sidang”, Maka Sekretaris MEDAI D
menyiapkan Sidang sesuai tata cara persidangan.
Bagaimana kalau terlapor tidak
datang?
• Bilamana setelah 3 x Pemanggilan Terlapor
tidak hadir dalam sidang maka MEDAI D dapat
melakukan sidang “inansentia”.
• Selanjutnya hasil sidang di sampaikan kepada
Terlapor, PC/PD dan MEDAI P.
• Bilkamana Tersangka tidak terima keputusan
MEDAI D, ybs dapat melakukan Banding ke
MEDAI Pusat.
HARAPAN
• Sebelum Pemberlakuan Penindakan atas
Pelanggaran K E dan Disiplin ini, diharapkan
semua unsur Pengurus memberi Contoh lebih
dulu.
• Semua Pengurus secara aktif mendukung
pemberlakuan Penindakan Pelanggaran K E
dan Disiplin ini.
Fungsi Organisasi MDEAI
1. Pengelolaan organisasi tingkat pusat.
2. Lalu lintas surat melalui sekretariat.
3. Menyusun rambu pedoman pelaksanaan & TLO
penanganan kasus
• Pembinaan Pelaksanaan Etika dan Disiplin.
• Pengawasan Pelaksanaan Etika dan Standar Profesi.
• Penilaian Pelaksanaan Etika dan Standar Profesi.
4. Memberi pertimbangan terhadap kasus
pelanggaran Pelaksanaan Etika dan Standar Profesi
yang dirujuk dari MDEAI

95
5. Pelaksanaan Penilaian Banding atas kasus
yang dirujuk MDEAI / PD / anggota
(tersangka) yang tidak puas terhadap
keputusan PD / MDEAI.
6. Memberi pertimbangan atau saran kepada
pengadilan atau pemerintah atas penilaian
terhadap pelanggaran etika atau standar
profesi.

96
CARA PELAYANAN KEFARMASIAN YANG
BAIK (CPFB)

DOKUMENTASI
TUJUAN DOKUMENTASI

Merupakan bukti yang dapat dipercaya


terhadap pemenuhan GPP

Untuk menetapkan, memonitor,


mendokumentasi catatan mutu terhadap
semua aspek pelayanan, pengawasan mutu
dan Jaminan mutu.
TUJUAN DOKUMENTASI (lanjutan)
• Dokumentasi tertulis yang jelas mencegah
terjadinya kesalahan
• Hal ini menyediakan jaminan bahwa aktivitas
yang berhubungan dengan mutu telah
dilaksanakan secara tepat sesuai dengan
prosedur yang telah direncanakan dan
disetujui.
• Karyawan mengetahui apa yang harus
dilakukan
• Tanggung jawab dan wewenang diidentifikasi
• Format untuk dasar perbaikan
SISTEM DOKUMENTASI MUTU
• Dokumentasi adalah operasi penting dari pelayanan
Komoditi dalam pemenuhannya terhadap persyaratan
GPP.
• Semua elemen, persyaratan, ketentuan yang telah
disetujui oleh sarana pelayanan bagi sistim mutunya
hendaknya didokumentasi secara sistimatik, teratur
dan dapat dimengerti dalam bentuk kebijakan dan
prosedur.
• Dokumen hendaknya dikembangkan, disiapkan,
dievaluasi ulang, dan didistribusikan dengan cara yang
diawasi.
• Hendaknya tersedia rincian tertulis dengan bahasa
yang sederhana sehingga dapat dimengerti bagi
penggunanya.
PRINSIP DASAR DOKUMENTASI DAN REKAMAN
KONSEPTUAL IMPLEMENTASI
KATAKAN APA YANG KAMU DOKUMENTASIKAN SELURUH
LAKUKAN PROSES KEGIATAN OPERASIONAL

LAKUKAN APA YANG KAMU IKUTI SELURUH DOKUMEN SISTEM


KATAKAN MUTU YANG TELAH DIBUAT

TUNJUKKAN APA YANG KAMU CATAT DAN REKAM SELURUH


LAKUKAN KEGIATAN OPERASIONAL YANG
TELAH DILAKSANAKAN
KAJI ULANG DAN TINGKATKAN LAKUKAN AUDIT UNTUK
MENGETAHUI PENERAPAN SISTEM
MUTU DAN KINERJA OPERASIONAL
LAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENINGKATAN SISTEM MUTU
UNTUK MENGHINDARI KETIDAK SECARA KONSISTEN DAN
SESUAIAN DAN/ATAU TINDAKAN BERKESINAMBUNGAN
PERBAIKAN BILA PERLU
CARA PELAYANAN KEFARMASIAN YANG
BAIK (CPFB)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


Dasar hukum SPO

• UU 36/2009 tentang Kesehatan


• PP 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
• PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
• Permenkes 35/2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
• Kepmenkes 1197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
MENGAPA HARUS MEMBUAT SPO ?
• Agar sesuai dengan persyaratan
• Agar dapat berperan dalam manajemen risiko
• Agar dapat berperan meminimalisasi bahaya
• Apoteker bertanggungjawab terhadap proses
dispensing
• Apoteker menjamin pelaksanaan pelayanan
kefarmasian dilakukan secara aman
• SPO merupakan sesuatu yang dinamis yang
selalu dapat berkembang sesuai dengan
komitmen untuk melindungi pasien
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

 merupakan bagian integral dari suatu sistem


mutu
 Standar Prosedur Operasional adalah prosedur
tertulis berupa petunjuk operasional tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
 merupakan suatu pedoman yang menjelaskan/
menguraikan tahap demi tahap bagaimana
tugas /pekerjaan harus dilakukan
 merupakan dokumen yang berfungsi sebagai
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PETUGAS,
KONSUMEN DAN ORGANISASI
 dapat ditulis atau disajikan dalam bentuk
diagram alir
PERSYARATAN PROSEDUR
• Prosedur mutu disusun berdasarkan kebutuhan:
– adakah prosedur mutu ?
– jika ada apakah masih relevan dan efektif ?
– jika tidak ada, prosedur apa saja yang perlu disusun
sesuai dengan standar pelayanan ?
• Prosedur harus ditulis oleh mereka yang melakukan
pekerjaan, bersama dengan orang yang memiliki tanggung
jawab utama terhadap kegiatan tersebut.
• Komitmen terhadap prosedur hanya diperoleh dengan
adanya keterlibatan dalam proses penyusunan prosedur.
• Tahapan proses kegiatan dicatat sendiri, dan orang lain
diminta untuk memberi tanggapan
• Prosedur harus jelas, ringkas, dan dapat dilaksanakan
• Prosedur harus disusun berdasar rujukan yang dapat
dipertanggung-jawabkan
• Merupakan alur kegiatan (flow-chart) dari suatu proses
pelayanan.
7 Hal yang harus diperhatian agar penulisan SPO tidak
mengalami suatu kesalahan
•Context : tindakan harus dengan baik menguraikan
aktivitas yang dapat dilakukan.
•Consistency : semua references dan terminologi
menggunakan cara yang sama di setiap waktu dan prosedur
harus memastikan konsistensi hasil.
•Completeness : Tidak membutuhkan informasi lain, logis,
atau tidak ada kesenjangan.
•Control : Menguraikan aksi dan menunjukkan umpan balik
dan pengendalian.
•Compliance (pemenuhan) : Seluruh tindakan cukup untuk
pemenuhan yang diharapkan
•Correctness (ketepatan) : Ditulis dengan tepat / benar
(Tatabahasa, tulisan).
•Clarity (kejelasan) : Harus mudah dibaca dan dimengerti.
MANFAAT SPO
• SPO membantu untuk menjamin mutu dan
konsistensi pelayanan
• SPO membantu untuk meyakinkan bahwa good
practice terlaksana di setiap saat
• SPO memberi peluang untuk memanfaatkan keahlian
seluruh staf
• SPO memungkinkan Apoteker mendelegasikan
beberapa tugas pada staf
• SPO menghindari terjadinya kerancuan
• SPO merupakan alat bantu untuk pelatihan staf baru
• SPO memberikan kontribusi pada proses audit
MUATAN SPO
Masing-masing sarana pelayanan kefarmasian
mungkin memiliki perbedaan dalam melakukan
kegiatannya, namun ada beberapa prinsip yang
harus dipenuhi oleh SPO yaitu :

•Harus spesifik
•Tergantung pada kompetensi dari masing-masing
staf
•Dalam situasi yang normal, kegiatan sesuai SPO
harus dapat dilaksanakan setiap saat
Penempatan
Sebaiknya ditempatkan di dekat karyawan
bekerja

Penempatan lain :
- Sebaiknya master prosedur disimpan
tersendiri
- Menunjuk seorang karyawan untuk
mengawasi penggunaan prosedur kerja

Penempatan yang tepat:


memudahkan karyawan menggunakan prosedur
kerja tugas tersebut.
PENGEMBANGAN
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Perhatikan dalam penyusunan SPO

 Siapa yang menulis prosedur ?


 Bagaimana prosedur tersebut direncanakan dan akan
dikembangkan ?
 Bagaimana mengenal dan memahami prosedur
tersebut ?
 Bagaimana mensosialisasikan prosedur tersebut ?
 Rujukan apa yang dipakai dalam penulisan prosedur ?
 Bagaimana pengendalian prosedur tersebut (meliputi
penomoran, kapan disahkan, kapan disosialisasikan,
dan kapan dilakukan revisi) ?
Ciri SPO yang baik:

• Tidak menggunakan kalimat majemuk


• Mengenal dengan jelas : siapa
melakukan apa, dimana, kapan, dan
mengapa
• Menggunakan bahasa yang dikenal oleh
pemakai prosedur
• Merupakan flow-chart dari proses
kegiatan
Langkah-langkah penulisan SPO
1. Tentukan proses yang akan disusun
prosedurnya
2. Lakukan identifikasi kegiatan-kegiatan
yang ada pada proses tersebut
3. Gambarkan alur kegiatan (flow-chart)
4. Tuliskan prosedur mutu dengan format
tertentu
5. Uji coba prosedur
6. Perbaikan prosedur
PROSES PENYUSUNAN

 PERSIAPAN
 PENYUSUNAN
 PENGKAJIAN
KERANGKA FIKIR PENYIAPAN SPO
TUJUAN Prosedur yang akan dihasilkan

RUANG LINGKUP Lingkup pekerjaan yang terkait dengan


prosedur yang disiapkan
ACUAN Pustaka/Peraturan yang digunakan sebagai
dasar
TAHAP PROSES Rangkaian kegiatan/tugas yang dilakukan

TANGGUNG JAWAB Personil yang berwenang melaksanakan


kegiatan
INFORMASI LAIN Hal-hal yang berkaitan dan harus
dipertimbangkan dalam melaksanakan
kegiatan ini
DOKUMEN TERKAIT Dokumen penunjang, format, catatan

REVIEW Melihat kemutakhiran prosedur


dibandingkan dengan perkembangan
PERSIAPAN
 Menentukan kegiatan yang akan disusun SPO nya
 Mengumpulkan peraturan, referensi yang terkait
dengan kegiatan dan mempersiapkan berbagai
aspek yang terkait
 Penyusun SPO : seseorang atau sekelompok orang
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
cukup serta terkait dengan pelaksanaan prosedur
yang akan disusun SPOnya
 Bisa dibentuk kelompok kerja penyusun SPO untuk
prosedur yang bersifat multi tasking
FORMAT PENYUSUNAN SPO
1. Halaman judul :
a. Nama Kegiatan atau Prosedur
b. Nomor SPO
c. Tanggal pengesahan, tanggal revisi
d. Jumlah Halaman
e. Nama Sarana Pelayanan Kefarmasian
f. Tanda tangan penyusun atau Tim Penyusun
g. Tanda tangan pemberi persetujuan
FORMAT PENYUSUNAN SPO

2. Daftar Isi :
Dibutuhkan untuk :
a. Mencari Rujukan dengan cepat
b. Mencari Informasi dengan cepat
c. Melakukan perubahan atau revisi bagian
tertentu

Contoh Rujukan :
Standard Pelayanan Kefarmasian
Text Book
Peraturan Perundang-undangan
FORMAT PENYUSUNAN SPO

3. Teks Naskah :
a. Menjelaskan tujuan
b. Memberi informasi atau menjelaskan standar yang
tepat untuk proses
c. Batasan ruang lingkup
d. Menjelaskan istilah khusus/asing yang digunakan
e. Berisi rangkaian prosedur yang dilaksanakan
f. Memuat penjelasan tentang :
Pengaruh gangguan
Perlengapan/peralatan yang digunakan
Kualifikasi petugas
Pertimbangan keamanan dan keselamatan
Quality Assurance dan Quality Control yang
dilakukan
Referensi
Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1
Sarana Pelayanan ………………………………………………… No…………
.................................. Tanggal berlaku
…………

1. TUJUAN
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2. PENANGGUNG JAWAB
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
3. PROSEDUR
3.1. ………………………………………………………………………………………………………………………………….
3.2. ………………………………………………………………………………………………………………………………….
3.3. ………………………………………………………………………………………………………………………………….
3.4. ………………………………………………………………………………………………………………………………….

Dilaksanakan oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh

Nama Lengkap Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian Apoteker Penanggung Jawab


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

NO. SPO : …………. HALAMAN 1 DARI 1

NO. VERSI : ……….. ...........................................................................................


.
TANGGAL VERSI :
………………………..

TANGGUNG JAWAB :
.............................................................................................................
; ........................................................................................................................

LATAR BELAKANG :
Maksud
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Tujuan :
........................................................................................................................

PROSEDUR :
1........................................................................................................................ ...........................................................................................
............................. ........................................................................................................................

2........................................................................................................................
........................................................................................................................
3........................................................................................................................
........................................................................................................................
4........................................................................................................................

Note

-........................................................................................................................

-........................................................................................................................
RUANG LINGKUP SPO
• Masing-masing kegiatan pelayanan kefarmasian mulai
dari penerimaan resep sampai dengan penyerahan
obat kepada pasien
• Swa medikasi
• Pengadaan, penerimaan dan penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan
• Suplai sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
• Penyiapan sediaan farmasi/produksi skala kecil
• Kegiatan yang dilakukan sebagai upaya menjamin
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai
syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan
PANDUAN PENULISAN SPO
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penyusunan SPO
•Penanganan resep
•Pemeriksaan/assessment resep terhadap validitas,
keamanan dan kesesuaian klinis
•Intervensi dan pemecahan masalah
•Pembuatan dan labeling sediaan farmasi
•Prosedur pemeriksaan keakurasian
•Penyerahan obat ke pasien

Pada penyusunan SPO ada prinsip yang harus


dipertimbangkan :
•Kerahasiaan pasien
•Informasi yang memadai harus diberikan kepada pasien
atau pengambil obat
•Bila diperlukan referensi yang sesuai dapat digunakan
Dalam rangka memudahkan pemahaman dan
pelaksanaannya, maka Standar Prosedur Operasional
(SPO) dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu :
1.SPO Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
2.SPO Pelayanan Kefarmasian
3.SPO Higiene dan Sanitasi
4.SPO Tata Kelola Administrasi
5.SPO lainnya
SPO Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
•Perencanaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
•Pengadaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
antar sarana/unit pelayanan
•Penerimaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
•Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
•Pemindahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
•Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa
•Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
yang telah Kadaluwarsa
•Pelayanan Obat Permintaan Bidan
•Penanganan Obat Kembalian dari Pasien
SPO Pelayanan Farmasi Klinik
•Pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Tanpa Resep
•Pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Dengan Resep
•Pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Dengan Resep Racikan
•Penyiapan dan Penyerahan Sirup Kering
•Penyiapan dan Penyerahan Tablet dan Kapsul
•Penyiapan dan Penyerahan Sediaan Farmasi/ Alat
Kesehatan tertentu
•Pelayanan Resep Narkotika
•Pelayanan Informasi Obat
•Konseling (disertai informed concern)
• Penyuluhan Farmasi
• Pelayanan Kefarmasian Residensial (Home
Pharmaceutical Care)
• Penggantian Obat
• Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
• Pemantauan Terapi Obat
• Pemantauan kadar obat dalam darah
• Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dan Reaksi
Obat Tidak Diharapkan (ROTD)
• Handling sitostatik
• Penyiapan TPN
• Ronde (Visite)
• Penanganan Obat-obatan yang perlu perhatian
khusus (high alert medications)
131
SPO Higiene dan Sanitasi
•Pembersihan Ruangan
•Pembersihan Lemari Es
•Pembersihan Alat
•Higiene Perorangan
 
SPO Tata Kelola Administrasi
•Pengelolaan Resep
•Pembuatan Patient Medication Record (PMR)
•Pencatatan Kesalahan Peracikan
SPO Lain-lain
•Pemusnahan Resep
•Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
•Penimbangan Bahan Baku
•Produksi Skala Kecil
•Pengaturan Suhu Ruangan
•Penggunaan Baju Kerja
•Cara Pembuatan Standar Prosedur Operasional
Terima kasih atas perhatian Anda

Anda mungkin juga menyukai