Anda di halaman 1dari 6

TUGAS STUDI KASUS

PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN DAN ETIKA


KEFARMASIAN

Disusun Oleh :
KELAS SORE B (Apoteker)
APOTEKER UHAMKA ANGKATAN 28

Sucitra Adin 1704026137


Titi Fauziah 1704026140
Verawati 1704026141
Vika Miftahul Jannah 1704026143
Wahyu Kharisman E. 1704026144
Wiji Yanti 1704026145

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2017

A. KASUS NOMOR 27
Apoteker sebagai Ketua PC IAI di suatu kab/kota, tidak mau memberikan
Rekomendasi kepada Apoteker lain untuk mengurus SIP di suatu Apotek, karena
Apoteker tersebut telah melakukan kerja sama untuk menjadi APA dengan PSA di
Apotek tersebut.
Kata kunci :
Teman Sejawat, Rekomendasi, Mengurus SIP.
Jenis pelanggaran :
1. Kode Etik Apoteker Indonesia

2. Disiplin

Judul/pasal/ayat per uu/butir pedoman disiplin/butir kode etik serta


identifikasi mengapa disebut pelanggaran :
1. Kode Etik Apoteker Indonesia Bab 3 Kewajiban apoteker terhadap teman
sejawat:
Pasal 10 : Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 12 :Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

Identifikasi : Dari pernyataan pasal tersebut terkait kasus ini seorang apoteker
dengan jabatan ketua PC IAI di suatu kabupaten/kota seharusnya memberikan
rekomendasi kepada apoteker lain untuk mengurus SIP di suatu apotik.

2. Pedoman Displin BAB IV point 6: tidak membuat dan/atau tidak


melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi
seluruh personil disarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewanangannya.
- Pedoman Disiplin BAB II Ketentuan Umum point 18: Standar Prosedur
Operasional adalah serangkaian instruksi tertulis yang dilakukan mengenai
sebagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan
harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
Sanksi pelanggaran :
Tidak ada sanksi berat.

Yang dilakukan agar dapat dicegah/tidak pelanggaran :


- Seorang apoteker dengan jabatan ketua PC IAI di suatu kabupaten/kota
seharusnya memberikan rekomendasi kepada apoteker lain untuk mengurus
SIP di suatu apotik. Dan menjadi sumber informasi untuk teman sejawat.
- Agar setiap apoteker tetap mampu melakukan pekerjaan kefarmasian secara
profesional perlu adanya pengawasan dan pembinaan agar ketidakpedulian
sesama apoteker tidak terjadi.\
B. KASUS NOMOR 28
Apoteker yang telah memiliki SIP sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan SIA
untuk satu Apotek di Kab X, mengajukan kembali menjadi APA di Kab tetangganya.
Identifikasi kata kunci : SIPA penanggung jawab pada dua tempat yang berbeda.
Pelanggaran : menjadi Apoteker penanggung jawab pada dua tempat yang berbeda
Peraturan yang dilanggar :
Permenkes nomor 31 tahun 2016 pasal 18 ayat 1
Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.

Permenkes 889 tahun 2011 dan Permenkes 31 tahun 2016.


PASAL 18
(1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau
SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
Penjelasan : karena SIPA sebagai penanggung jawab sudah digunakan di satu
tempat, tidak boleh digunakan di tempat lainnya
Sanksi :pencabutan SIPA
Tindakan pencegahan : perlu pemahaman tentang Permenkes 889 tahun 2011 dan
Permenkes 31 tahun 2016.
Permenkes 889 tahun 2011 dan Permenkes 31 tahun 2016.
PASAL 18
(1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau
SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas
dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.
Permenkes No 31 tahun 2016
PASAL 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk ( satu ) tempat
fasilitas kefarmasian
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) SIPA bagi
Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak
3 ( tiga ) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek , maka Apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 ( tiga ) tempat fasilitas
kefarmasian

C. KASUS NOMOR 29
PSA suatu Apotek menulis surat kepada Dinkes KabKota dengan tembusan
kepada APA, untuk menutup Apoteknya, lalu menutup Apotek tersebut.
Identifikasi kata kunci :
PSA menulis surat kepada Dinkes KabKota untuk menutup Apoteknya
Pelanggaran :
Pelanggaran hukum
Peraturan yang dilanggar :
1. PMK 9 tahun 2017 tentang Apotek pasal 3 ayat 2

Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik


modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
2. Pedoman Disiplin Apoteker

Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga-tenaga lainnya seperti PSA yang


tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Penjelasan :
Dalam kasus ini yamg mengajukan atau menulis surat permohonan menutup apotek
adalah PSA bukan APA, sedangkan pada PMK 9 tahun 2017 tentang Apotek pasal 3
ayat 2 disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya
oleh Apoteker yang bersangkutan.
Sanksi :
Sanksi administratif
Tindakan pencegahan :
1. Dalam pelaksanakan menulis surat kepada Dinkes Kab/Kota sebaiknya
dilakukan langsung oleh APA.

2. Apotek harus membuat laporan Obat keras, psikotropika dan narkotika selama
apotek masih beroperasi agar tidak dapat dilakukan penutupan apotek secara
sepihak.

D. KASUS NOMOR 30
APA sekaligus PSA memperkerjakan Apoteker lain sebagai Tenaga Teknis
Kefarmasian
Identifikasi kata kunci : Apoteker sebagai TTK
Pelanggaran :
APA sekaligus PSA tidak boleh memperkerjakan Apoteker lain sebagai Tenaga Teknis
Kefarmasian, kecuali dalam kondisi dan keadaan tertentu.
Peraturan yang dilanggar :
UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 62
ayat 1 : tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya.
PP NO 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pasal 24 : dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang
memiliki SIPA
Pasal 39 : setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Apoteker berupa STRA, Tenaga
Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Pasal 50 : Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA khusus, serta Tenaga
Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan
Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetisi yang dimilikinya

PMK 73/2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Bab IV Sumber daya Manusia : Pelayanan kefarmasian di Apotek diselenggarkan
oleh Apoteker, dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.
Penjelasan :
Kasus tersebut termasuk pelanggaran Hukum. Telah dijelaskan dalam undang-
undang, peraturan pemerintah dan PMK, bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktek harus sesuai dengan kewenangan yang didasarkan kompetisi yang
dimilikinya, dalam melakukan praktek kefarmasian setiap tenaga kefarmasian harus
terregistrasi dan memiliki izin sesuai dengan pendidikan dan kompetensinya, namun
jika apoteker menjadi tenaga teknis kefarmasian, surat registrasi dan izin yang dia
punya bukanlah tenaga teknis kefarmasian (TTK), namun STRA/SIKA yang dapat
dipakai sebagai APA/Apoteker pendamping. Apoteker dapat melakukan pekerjaan
tenaga teknis kefarmasian jika di daerah terpencil, dan tidak ada ttk disana.
Sanksi :
Pembinaan, peringatan, pencabutan keanggotaan sementara, pencabutan keanggotaan
tetap, pencabutan izin.
Tindakan pencegahan :
Apoteker harus mendapatkan pembinaan mengenai praktek kefarmasian, dan
menyadari jika sudah memiliki STRA sebaiknya melakuakan praktek kefarmasian
sesuai kompetensinya, sebagai APA (Apoteker Pengelola Apotek) atau Apoteker
Pendamping.

Anda mungkin juga menyukai