PENDAHULUAN
2.1.2. Kafein
Kafein (C8H10N4O2) atau 1,3,7-trimetilxantin merupakan senyawa
golongan alkaloid dan termausk golongan amina amida (digambarkan dengan
gugus N-H) yang banyak terdapat pada kopi, teh, dan coklat namun sudah
banyak dimanfaatkan dalam bentuk senyawa murni untuk memanfaatkan
terapetiknya.
2.1.3. HPLC
HPLC adalah kepanjangan High-performance liquid chromatography
atau kadang disebut High-pressure liquid chromatography (Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi/KCKT) adalah sebuah teknik analisis untuk identifikasi
zat/senyawa dan memisahkan serta mengukur jumlahnya dalam suatu larutan
campuran.HPLC bermanfaat untuk menentukan kadar dan kadar zat terkait
pada obat. Secara umum HPLC digunakan untuk memisahkan komponen zat
dalam obat.
HPLC merupakan salah satu jenis dari kromatografi kolom dan bekerja
dengan prinsip yang sama. Prinsip utama dari kromatografi kolom adalah
adanya adsorbsi (penempelan permukaan) dari solute (cairan sampel) ke dalam
larutan melalui fase diam yang menyebabkan adanya pemisahan solut dengan
larutan. Tingkat adsorbsi tergantung pada afinitas dari fase diam dan fase
gerak. Fase diam terdiri dari adsorben seperti silika. Campuran sampel atau
analit yang terlarut dalam cairan larutan dipompa. Campuran tersebut akan
menjadi fase geraknya sehingga analit masuk ke dalam fase gerak. Larutan
fase gerak ini karena dipompa maka bergerak melewati fase diam dengan
tekanan yang tinggi. Fase diam terdiri dari kolom atau disebut juga kolom
HPLC. Ketika sampel dilewatkan pada kolom maka akan berinteraksi dengan
fase diam dan fase gerak.
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan
kepolarannya, setiap campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor
dan direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah puncak menyatakan
jumlah komponen, sedangkan luas puncak menyatakan konsentrasi komponen
dalam campuran. Interkasi analit pada fase diam dan fase gerak menyebabkan
pemisahan. Pemisahan ini didorong oleh kekuatan interaksi dan kepolaran.
Bila analit lebih polar maka akan menempel ke fase yang lebih polar, bila fase
diam lebih polar maka analit akan banyak menempel di fase diam. Akhirnya
akan menciptakan pemisahan-pemisahan fase. Deteksi menggunakan detektor
(UV-VIS) akan mengenali pemisahan analit ini setelah melewati kolom HPLC.
Signal akan dikonversi dan direkam oleh komputer dan ditunjukkan menjadi
kromatogram.
HPLC memiliki 2 tipe sesuai dengan fase diam dan fase geraknya.
HPLC fase normal adalah HPLC yang menggunakan fase diam polar dan
menggunakan fase gerak non polar. Fase diam biasanya adalah silika dan fase
gerak dapat berupa kloroform, dietil eter, heksan atau kombinasi dari semua
itu. Pada HPLC fase terbalik, fase diamnya adalah non polar dan fase geraknya
polar. Prinsip kerjanya adalah interaksi hidrofobik dari molekul. Dalam tipe
HPLC ini material non polar tertahan daripada material polar. Berikut
gambaran skematik HPLC fase terbalik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.6. Pembuatan Larutan Uji Sampel 80 ppm (pengenceran dan pelarutan sampel
paracetamol dan kafein)
1. Pipet larutan induk sampel sesuai dengan persamaan pengenceran ke dalam albu
tentukur
2. cukupkan dengan menggunakan metanol hingga batas atas
3. Tutup dan campurkan labu hingga tercampur
3.3.7 KCKT
1. Siapkan larutan fase gerak dengan menyaring terlebih dahulu dengan filter Whatman
dan tampung pada botol khusus fase gerak dan tutup rapat
2. Persiapkan KCKT, nyalakan UPS, dan komputer, nyalakan pompa A, B, oven, dan
detektor
3. Hidupkan smartline manager 5000, jika komputer sudah menyala buka aplikasi
ChromGate
4. Cuci HPLC sebelum digunakan dengan menggunakan metanol 100% dan flowrate
1mL/menit selama 60 menit (buka program knauer dan atur pompa A, pompa B,
jetstream oven, dan detektor)
5. Simpan metode dengan klik file → method →save as
6. Injeksikan sampel dengan klik kontrol → single run, setelah windows terbuka maka
isi run information terlebih dahulu → Close instrumen wizard, temperatur, dan
detektor
7. Klik kontrol → instrumen status → atur pompa A, pompa B, jetstream oven, dan
detektor
8. Setelah penjenuhan kolom selama 60 menit dengan pelarut,aliran eluen sampai
tekanan dilayar pompa stabil
9. Buat metode dengan klik method, pilih instrumen setup
10. Syringe yang sudah diisi sampel dimasukkan ke tempat inject, inject sampel sampai
ada tetesan sampel di selang belakang pompa (keadaan load)
11. Klik star di komputer dan tnggu sampai ada tampilan grafik kosong dan perintah
acquisition star → Tekan enter pada keyboard sambil memutar putaran hitam ke
kanan (ke posisi inject)
12. Tampilan absorbansi akan berhenti secara otomatis pada menit yang sudah
ditentukkan
13. Lihat hasil data inject dengan cara klik “report” kemudian view dan % area
14. Print data dengan klik “report” emudian print %area
15. Setelah penggunaan HPLC, cuci kembali kolom dengan metanol 100% selama 1 jam
dengan flowrate diatur 1 ml/menit dengan cara “control” kemudian instrumen status
16. Tutup semua program dan matikan komputer, detector, oven, pompa A, pompa B, dan
smartline manager 5000
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.
a. Timbang setara
- Kafein 50 mg
50 mg / 65 mg × 686,1 = 527,77 mg
- Parasetamol
x = 384,61 mg
V1 M1 = V2 M2
V1 1000 = 10 80
1. 80 ppm
- M₁.V₁ = M₂.V₂
- 500.V₁ = 80.10
- V₁ = 1,6 mL → PCT dan Kafein sama-sama dipipet 1,6 mL → ad metanol 10 mL
2. 60 ppm
- M₁.V₁ = M₂.V₂
- 500.V₁ = 60.10
- V₁ = 1,2 mL → PCT dan Kafein sama-sama dipipet 1,2 mL → ad metanol 10 mL
3. 40 ppm
- M₁.V₁ = M₂.V₂
- 500.V₁ = 40.10
- V₁ = 0,8 mL → PCT dan Kafein sama-sama dipipet 0,8 mL → ad metanol 10 mL
4. 20 ppm
- M₁.V₁ = M₂.V₂
- 500.V₁ = 20.10
- V₁ = 0,4 mL → PCT dan Kafein sama-sama dipipet 0,4 mL → ad metanol 10 mL
5. 10 ppm
- M₁.V₁ = M₂.V₂
- 500.V₁ = 10.10
- V₁ = 0,2 mL → PCT dan Kafein sama-sama dipipet 0,2 mL → ad metanol 10 mL
E. Sampel Panadol
● Larutan Parasetamol
● Kurva Parasetamol
Σ(𝑦 − 𝑦’)
2 15,1711
𝑆𝑦
Simpangan Residual ( 𝑥
)
Σ (𝑦 − 𝑦’)2 15,1711 15,1711
SR = 𝑛−2
= 5−2
= 3
= 5,0570333 ppm
LOD
3 𝑥 𝑆𝑅 3𝑥5,05703
LOD = 𝑏
= 0,2007
= 75,5909317
LOQ
10 𝑥 𝑆𝑅 10 𝑥 5,05703
LOQ = 𝑏
= 0,2007
= 251,9697
KAFEIN
10 18,9357
20 3,1619
40 4,9121
60 3,5843
80 4,6146
Σ(𝑦 − 𝑦’)
2 118,4021
𝑆𝑦
Simpangan Residual ( 𝑥
)
Σ (𝑦 − 𝑦’)2 118,4021 118.4021
SR = 𝑛−2
= 5−2
= 3
= 39,4673667 ppm
LOD
3 𝑥 𝑆𝑅 3𝑥39,4673
LOD = 𝑏
= 0,1358
= 871,885863
LOQ
10 𝑥 𝑆𝑅 10 𝑥39,4673
LOQ = 𝑏
= 0,1358
= 2906,2813
𝑆𝑦
Simpangan Residual ( 𝑥
)
Σ (𝑦 − 𝑦’)2 2,66756336 2,66756336
SR = 𝑛−2
= 5−2
= 3
= 0,88918 ppm
LOD
3 𝑥 𝑆𝑅 3 𝑥 0,88918
LOD = 𝑏
= 0,0773
= 34,50893
LOQ
10 𝑥 𝑆𝑅 10 𝑥 0,88918
LOQ = 𝑏
= 0,0773
= 115,02975
A. Hasil HPLC
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui pada pemeriksaan HPLC dari sampel
obat panadol didapatkan data pada program komputer yaitu dengan cara membandingkan
nilai absorbansi yang diperoleh dari kalibrasi standar yang dimana larutan standar yang
digunakan yaitu larutan kofein dan larutan parasetamol. Terdapat beberapa konsentrasi pada
standar yang digunakan yaitu 10 ppm,20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm. Berikut adalah
hasil yang di dapatkan.
VIAL KETERANGAN
Sampel Panadol
Standar Parasetamol
Standar Kafein
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan penentuan kadar parasetamol dan kafein dalam
sampel obat Panadol menggunakan instrument HPLC. Obat Panadol ini ialah jenis obat sakit
kepala. Pada instrumen yang digunakan yaitu HPLC memiliki prinsip dasar yaitu pemisahan
analit dalam kolom kromatografi berdasarkan kepolarannya pada aliran fase gerak yang
membawa campuran analit melalui fase gerak yang membawa campuran anallit melalui fase
diam dimana pemisahan komponen-komponen terjadi karena adanya perbedaan kekuatan
interaksi solute-solut terhadap fasa diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap
komponen pada campurannya.
Pada praktikum ini, larutan uji Parasetamol Kafein yang digunakan yaitu larutan dengan
konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm. Larutan uji ialah larutan yang
diperlakukan sama dengan larutan sampel yang dimana konsentrasinya telah diketahui
sebelumnya. Replikasi larutan uji dibuat sebanyak 5 kali untuk melakukan validasi metode
presisi dan akurasi.
Berdasarkan praktikum ini, hal pertama yang dilakukan yaitu dengan menimbang setara
kafein dan parasetamol yang dimana untuk kafein didapatkan bobot 527,77 mg dan untuk
parasetamol didapatkan bobot 384,61 mg. Setelah itu, dilakukan pengenceran pelarutan
parasetamol, kafein dam sampel dan di ad hingga 10 ml. Kemudian dibuat standar baku
Kafein dan parasetamol sebanyak 500 ppm dengan massa zat 50 mg. Pada praktikum ini
terdapat beberapa standar seri yang digunakan yaitu 20,40,60,80 dan 100 ppm yang dimana
seluruh standar seri ini di ad hingga 10 ml larutan. Setelah semua sampel dan standar telah
dibuat kemudian dilakukan proses analisa menggunakan HPLC yang dimana pada proses ini
nanti akan didapatkan data kurva parasetamol dan kafein pada sampel yang dimasukkan ke
dalam alat.
Pada proses HPLC, proses pertama didapatkan kurva parasetamol dengan persamaan linier
untuk parasetamol yaitu y = 0,2007 + 3,1529 dengan R2= 0,8971. Kemudian, pada larutan
seri 1 yaitu 10 ppm didapatkan y’ = 5,1599, pada larutan seri 20 ppm didapatkan y’=7,1669,
pada larutan seri 40 ppm didapatkan y’ = 9,1733, pada larutan 60 ppm didapatkan y’ =
14,2900 dan pada seri 80 ppm didapatkan y’ = 20,8945. Kemudian, pada perhitungan
Simpangan Residual didapatkan data 5,0570333 ppm dengan nilai LOD yaitu 75,5909317
dan nilai LOQ yaitu 251,9697.
Setelah mendapat nilai simpangan residual, LOD dan LOQ, selanjutnya dilakukan penetapan
kadar pada sampel panadol yaitu pada parasetamol didapatkan nilai kadarnya sebesar
44,574% dan untuk kafein didapatkan nilai kadarnya sebesar -1247,576 dari nilai kafein ini
dinilai tidak valid karena terdapat kesalahan pada data proses HPLC.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan penentuan kadar parasetamol dan kafein dalam
sampel obat Panadol menggunakan instrument HPLC. Larutan uji Parasetamol Kafein yang
digunakan yaitu larutan dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN