Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nur Eka Putri Sante

NIM : 20101105054
Kelas : Farmasi B
Kasus
Seorang apoteker A telah bekerja sebagai apoteker penanggung jawab di sebuah PBF X,
apoteker A juga bekerja sebagai apoteker pendamping pada malam hari di sebuah apotek di kota yang
sama, apoteker A ini juga merupakan PSA apotek tersebut. Dalam kesehariannya, terkait pengadaan
perbekalan farmasi , apotek yang dikelolanya bekerjasama dengan PBF tempat ia bekerja untuk
mendistribusikan perbekalan farmasi ke klinik perawat, dokter, dan rumah sakit-rumah sakit. Dari
kerjasama ini, apoteker A mendapatkan fee 1% faktur penjualan dan ia juga dapat mengendalikan
semua yang terkait administrasi di apotek.
Bagaimanakah kajian terhadap kasus tersebut di atas, ditinjau dari sisi etika profesi apoteker dan
peraturan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia?

Hasil Kajian
Ditinjau dari peraturan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia maka
Apoteker A telah melanggar peraturan perundang-undangan kefarmasian yakni peraturan menteri
kesehatan republik indonesia nomor 889 pasal 18 poin 1 Bab III Izin Praktik Dan Izin Kerja Bagian
Kesatu Umum yang berbunyi SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Apoteker A yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi/penyaluran obat seharusnya hanya memiliki
SIKA dan tidak boleh memiliki SIPA baik sebagai Apoteker penanggung jawab maupun Apoteker
pendamping. Jika Apoteker A memilih pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian
maka selain menjadi apoteker penanggung jawab dia juga diperbolehkan menjadi apoteker
pendamping paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
Selain itu pada kasus kedua praktik Apoteker A yang merupakan Apoteker pendamping
sekaligus pemilik sarana apotek yang bekerjasama dengan PBF untuk mendistribusikan perbekalan
farmasi ke klinik dan rumah sakit-rumah sakit demi mendapatkan imbalan merupakan pelanggaran
perundang-undangan dan kode etik. Apotek yang dikelolanya merupakan apotek panel. Apotek panel
adalah apotek yang bekerjasama dengan PBF dalam mendistribusikan obat keras kepada pihak-pihak
yang diinginkan oleh PBF yaitu : Dokter, Rumah sakit tanpa apoteker, poliklinik tanpa apoteker,
paramedik, toko obat, dan perorangan/freelancer. Dengan praktek apotek panel ini, praktek
dokter/praktek bidan/praktek perawat mendapatkan obat dan memberikan obat kepada pasien
(dispensing) tanpa pengawasan dari seorang yang berkompetensi dibidang layanan kefarmasian sesuai
Per Menkes RI Tentang Pedagang Besar Farmasi No. 918/Menkes/Per/X/1993 pasal 16 yang berbunyi
Pedagang Besar Farmasi hanya melaksanakan penyaluran obat keras kepada Pedagang Besar Farmasi,
apotik dan rumah sakit serta institusi yang di izinkan berdasarkan Surat Pesanan yang ditanda tangani
Apoteker Pengelola Apotik atau Apoteker penanggungjawab Pedagang Besar Farmasi atau Apoteker
penanggungjawab unit yang di izinkan oleh Menteri.
Apotek panel terjadi karena apoteker melupakan tanggung jawab profesinya demi
mendapatkan keuntungan dari adanya Apotek panel. Dampak dari apotek panel tersebut antara lain :
 Profesi lain akan tetap dispensing karena kebutuhan obatnya selalu terpenuhi.
 Peran apoteker dalam pharmaceutical care tidak ada.
 Apotek tidak dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang semestinya (hanya bisa menjual
obat-obat bebas/otc dan tidak mendapatkan resep dari dokter), merugikan apotek lain trutama
apotek kecil yang terkadang pemiliknya adalah teman sejawat.
 Masyarakat tidak mendapatkan KIE dengan benar terkait obat yang di dapatkan dari profesi
lain, DRP oleh dokter tidak dapat ditelusuri.
Terhitung mulai tanggal 19 Juni 2011, Ikatan Apoteker Indonesia menyatakan praktek apotek
panel dilarang dan bagi apoteker yang masih melakukan praktik tersebut terancam sanksi pencabutan
rekomendasi izin praktek apotekernya. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia mengambil sikap
sebagai berikut :
1. Melarang Praktik PANEL dalam segala bentuknya baik oleh apoteker dan atau Rumah Sakit
bersama dengan distributor (PBF).
2. Agar pengurus daerah dan atau pengurus cabang dapat merumuskan dan mengambil langkah
sistemik / strategic dalam rangka mencegah praktek PANEL.
3. Mengambil tindakan tegas kepada sejawat apoteker yang terbukti melakukan praktek PANEL
dengan sanksi maksimal pencabutan rekomendasi baik bagi apoteker/ Rumah sakit maupun
apoteker PBF.
Apoteker A yang berorientasi keuntungan yang bekerja pada tempat fasilitas distribusi
kefarmasian sekaligus tempat pelayanan kefarmasian sebagai APING serta melakukan praktik apotek
panel yang dapat merugikan teman sejawat, ditinjau berdasarkan sisi Etika Profesi Apoteker, apoteker
A telah melanggar kode etik profesi apoteker 2009. Yaitu :
Bab I Kewajiban Umum
 Pasal 5 yang berbunyi Di dalam menjalankan tugasnya seorang Apoteker harus menjauhkan
diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
 Pasal 10 yang berbunyi Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
 Pasal 12 yang berbunyi Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran
martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai