Farmasi
Kasus Industri Farmasi
Johnson & Johnson Tipu
Konsumen
Widya Sefralisa
Walidah M Hasyimi
Pendahuluan
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/ XII/2010 tentang
Industri Farmasi yang dimaksud
dengan industri farmasi adalah badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan baku
obat.
Kasus
Johnson & Johnson Tipu Konsumen
Pabrikan Johnson & Johnson terbukti menjual obat yang tidak sesuai
dengan sasaran medisnya. Kasus ini melibatkan apoteker, dokter
dengan korban anak-anak dan para jompo. Pabrikan ini harus
membayar ganti rugi sebesar 22 triliun rupiah, nilai ketiga terbesar
dunia yang melibatkan produsen obat.
J&J menjual obat yang tidak disetujui dan menyuap para dokter agar
menulis resep produksi pabrikan itu.
J & J bersikeras bahwa Risperdal adalah obat yang aman dan efektif
seperti tertulis pada brosur obat. Mereka juga berkilah bahwa riset
mereka selama dua dekade sudah membuktikan kalau obat ini adalah
jawaban bagi mereka yang menderita gangguan mental parah.
Risperdal dan Invega disetujui oleh Food & Drug Administration (FDA)
untuk menangani kasus schizophrenia namun dipasarkan ke dokter
dan jasa rawat jalan bagi pasien jompo yang menderita demensia.
Pembahasan Kasus
Industri Farmasi J & J melanggar peraturan :
1. UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
Dicantumkan dalam undang-undang tersebut tentang hak-hak
konsumen beberapa diantaranya hak mendapatkan kemanan
dan keselamatan mengkonsumsi barang/jasa, hak atas informasi
yang benar dan jelas atas kondisi barang atau jasa sebagaimana
yang tertera dalam pasal 4.
J & J tidak mencantumkan poin peringatan serta kontraindikasi
terkait obat pada labelnya.
Penyelesaian Kasus
Sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen pasal 60 sampai
62, perusahaan J&J dikenakan sanksi administratif, juga
sanksi untuk membayar ganti rugi dan denda ke pengadilan.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi pasal
26 dijelaskan bahwa perusahaan farmasi yang melakukan
pelanggaran akan dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis, larangan mengederkan obat untuk
sementara, pembekuan atau bahakan pencabutan izin
industri.
Peraturan
Mentri
Kesehatan
RI
Nomor
1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat pada
pasal 23 mengenai sanksi perusahaan farmasi berupa
pembatalan izin edar.
Peran apoteker dalam menjamin mutu dari sediaan farmasi
yang dihasilkan oleh industri farmasi. Pelaksanaan terkait
TERIMA KASIH