Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO FARMASI SIMULASI II

Disusun Oleh:

1. Riza Silviana (PO.71.39.0.17.034)


2. Siti Aliyah Putri Daulay (PO.71.39.0.17.036)
3. Tiara Zaila Marta Ayu (PO.71.39.0.17.038)
4. Ulfa Azizah (PO.71.39.0.17.040)

Kelompok 4 Genap/ Reguler III A

Dosen Pembimbing :
1. Dra. Ratnaningsih Dewi Astuti, Apt, M.Kes
2. Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes
3. Dr. Drs. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes
4. Mona Rahmi Rulianti , Apt, M.Farm

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

PORTOFOLIO PRAKTIKUM FARMASI SIMULASI

Disusun Oleh:

1. Riza Silviana (PO.71.39.0.16.034)


2. Siti Aliyah Putri Daulay (PO.71.39.0.16.036)
3. Tiara Zaila Marta Ayu (PO.71.39.0.16.038)
4. Ulfa Azizah (PO.71.39.0.16.040)

Telah diperiksa dan disetujui isinya sebagai tugas mata kuliah Farmasi
Simulasi Tahun Ajaran 2019/2020 di Poltekkes Kemenkes Palembang
Jurusan Farmasi pada tanggal 10 Desember 2019

Mengetahui,
Palembang, 10 Desember 2019
Dosen Pembimbing

Dr.Drs. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes

NIP.19630214199402100
DAFTAR ISI

Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang...................................................................................
b. Tujuan Praktikum ...............................................................................
c. Manfaat Praktikum .............................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian TBC .................................................................................
B. Etilogi ...................................................................................................
C. Manifestasi Klinis .................................................................................
D. Patofisiologis..........................................................................................
E. Penyebab Tuberculosis..........................................................................
F. Cara Penyebaran....................................................................................
G. Obat anti Tuberculosis.............................................................................
BAB III. TELAAH RESEP
A. Kartu Instruksi Medis .........................................................................
B. Reseo Obat .......................................................................................
C. Cara Pengerjaan Resep ....................................................................
D. Deskripsi Obat ...................................................................................
E. Perhitungan Bahan Resep .................................................................
F. Perhitungan Dosis .............................................................................
G. Aturan Pakai ......................................................................................
H. Penyimpanan Obat ............................................................................
I. Etiket .................................................................................................
BAB IV SKENARIO............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah


pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan prevalensi TBC positif 0,22%
(laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun
mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi
makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene
dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam


hal jumlah penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO)
pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar
528.000. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global
Report WHO 2010, didapat data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009
sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif,
108.616 adalah kasus TBC BTA negatif, 11.215 adalah kasus TBC ekstra paru, 3.709
adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus
kambuh (Anonimc , 2011).

Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru dengan
sputum positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan yang terinfeksi
(Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran rontgen toraks dan tes
tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada, namun hasil tuberkulosis mungkin bisa
didapatkan dari bilas lambung. Pencegahan tergantung pada perbaikan kondisi
sosioekonomi, dan kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk pengenalan
serta terapi tepat pada infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG (Meadow dan Newel,
2006). Sedangkan masalah perilaku tidak sehat antara lain akibat dari meludah
sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang
atau tidak seimbang, dan lain-lain (Anonim, 2006).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara peracikan obat TBC yang benar dan
memberikan pelayanan obat TBC.
2. Untuk mengetahui cara memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi) pada pemberian obat-obat TBC

C. Manfaat
1. Mampu melakukan cara peracikan obat TBC yang benar dan
memberikan pelayanan obat TBC.
2. Mampu melakukan cara memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi) pada pemberian obat-obat TBC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian TBC
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis
menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes,
2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

B. Etilogi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600 C dalam
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005)
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet)
di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi
TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara.
Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan
makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam
lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu –
minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan,
dan penurunan berat badan

D. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya
sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif Menurut Widagdo (2011), setelah
infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi
lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri
yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil
terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

E. Penyebab Tuberculosis
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M.
microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010). Mycobacterium tuberculosis merupakan
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-
0,6/µm (Sudoyo, 2007). Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil Gram-
positif tahanasam dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007)
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi
pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007). Komplikasi penderita stadium
lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan
paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya (Zulkoni, 2010).

F. Cara Penularan
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas
dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang
mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena
adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Untuk
membatasi penyebaran perlu sekali discreen semua anggota keluarga dekat yang
erat hubungannya dengan penderita (Tjay dan Rahardja, 2007).
Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang bertebaran
sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus baru meningkatkan
resiko penularan karena semakin lama periode pemajanan, semakin besar resiko
inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding berminyak yang kuat. Dapat terjadi infeksi
tuberkulosis (primer) dengan atau tanpa manifestasi penuh penyakit (infeksi
pascaprimer atau sekunder) (Gould dan Brooker, 2003).
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni, 2010).
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali
atas peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).

G. Obat Anti Tuberkulosis


a. Isoniazid
1. Mekanisme kerja. Kerja obat ini adalah dengan menghambat enzim esensial yang
penting untuk sintesis asam mikolat dan dinding sel mikobakteri. INH dapat
menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat bakterisidal terutama
untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. Obat ini kurang efektif untuk infeksi
mikobakteri atipikal meskipun M. kansasii rentan terhadap obat ini. INH dapat
bekerja baik intra maupun ekstraseluler (Anonim, 2009).
2. Farmakokinetik. Absorpsi: oral, im: cepat dan lengkap. Distribusi: melintasi
plesenta; muncul dalam ASI; mendistribusikan ke dalam jaringan tubuh dan cairan
termasuk CSF. Ikatan protein; 10% sampai 15%. Metabolisme: oleh hati terhadap
isoniasid asetil dengan tingkat kerusakan genetik ditentukan oleh fenotipe
asetilasi; mengalami hidrolisis lebih lanjut untuk asam asetil isonikotinik dan
hidrazin. Waktu paruh: mungkin bias diperpanjang pada pasien dengan gangguan
fungsi hati atau gangguan ginjal parah. Asetilator cepat: 30-100 menit. Asetilator
lambat: 2-5 jam. Waktu puncak konsentrasi serum: oral: dalam 1-2 jam. Eliminasi:
75% sampai 95% diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah dan
metabolit; jumlah kecil diekskresi dalam tinja dan saliva. Dialisis: dialisis (50%
sampai 100%) (Taketomo dkk, 2009).
3. Efek samping. Insiden dan berat ringannya efek non terapi INH berkaitan dengan
dosis dan lamanya pemberian. Reaksi alergi obat ini dapat berupa demam, kulit
kemerahan, dan hepatitis. Efek toksik ini meliputi neuritis perifer, insomnia, lesu,
kedut otot, retensi urin, dan bahkan konvulsi, serta episode psikosis. Kebanyakan
efek ini dapat diatasi dengan pemberian piridoksin yang besarnya sesuai dengan
jumlah INH yang diberikan (Anonim, 2009).

b. Rifampisin (R)
1. Mekanisme kerja. Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat
subunit B dari DNA dependent –RNA polimerase sehingga menghambat
peningkatan enzim tersebut ke DNA yang menghasilkan penghambat transkripsi
DNA. In vitro dan in vivo, obat ini bersifat bakterisid terhadap mikobakterium
tuberkulosis, M. bovis, dan M. kansasii baik intra maupun ekstraseluler.
Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 µg/ml/ obat ini dapat meningkatkan aktivitas
streptomisin dan INH, tetapi tidak untuk etambutol (Anonim, 2009).
2. Farmakokinetik. Absorpsi: oral: diserap dengan baik. Distribusi: sangat lipofilik;
melintasi penghalang darah-otak dan didistribusikan secara luas ke dalam
jaringan tubuh dan cairan seperti hati, paru-paru, kandung empedu, empedu, air
mata, dan air susu ibu; mendistribusikan ke CSF ketika meninges meradang.
Ikatan protein: 80%. Metabolisme: mengalami daur ulang enterohepatik; di
metabolisme di hati diasetil (aktif). Waktu paruh: 3-4 jam, berkepanjangan dengan
kerusakan hati. Waktu puncak konsentrasi serum: oral: dalam 2-4 jam. Eliminasi:
terutama di feses (60% sampai 65%) dan urin (~30%). Dialisis: rifampisin plasma
konsentrasi tidak signifikan dipengaruhi oleh hemodialisis atau dialisis peritoneal
(Taketomo dkk, 2009).
3. Efek samping. Kurang dari 4% penderita mengalami efek samping, seperti
demam, kulit kemerahan, mual dan muntah, ikterus, trombositopenia, dan nefritis.
Gangguan hati yang terberat terutama terjadi bila rifampisin diberikan secara
tunggal atau dikombinasikan dengan INH. Gangguan saluran cerna juga sering
terjadi, tidak enak di ulu hati, mual dan muntah, kolik, serta diare yang
kadangkadang memerlukan penghentian obat (Anonim, 2009).

c. Pirazinamid (Z)
1. Mekanisme kerja. Kerja obat ini tidak diketahui karena pirazinamid sendiri tidak
aktif, tetapi harus diubah dulu menjadi senyawa aktif, yaitu asam pirazinoat oleh
enzim pirazinamidase. Obat ini bersifat bakterisidal, terutama dalam keadaan
asam dan mempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler (Anonim, 2009).
2. Farmakokinetik. Absorpsi: oral: diserap dengan baik. Distribusi: didistribusikan
secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk paru-paru, hati, CSF.
Ikatan protein: 50%. Metabolisme: dalam hati. Waktu paruh: 9-10 jam,
berkepanjangan dengan fungsi ginjal atau hati berkurang. Waktu puncak
konsentrasi serum: dalam 2 jam. Eliminasi: dalam urin (4% sebagai obat tidak
berubah) (Taketomo dkk, 2009).
3. Efek samping. Obat ini bersifat hepatotoksik yang berkaitan dengan dosis
pemberian dan dapat menjadi serius. Dengan dosis harian 3 g atau 40-50 mg/kg
BB/hari, obat ini sangat efektif terhadap tuberkulosis bila digabungkan dengan
INH, tetapi dilaporkan lebih kurang 14% penderita akan mengalami gangguan hati
yang berat, serta kematian dapat terjadi karena timbulnya nekrosis. Karena efek
hepatotoksik, pemeriksaan uji hati perlu dilakukan sebelum pemberian obat ini.
Penggunaan pirazinamid secara rutin menyebabkan hiperuresemia, biasanya
asimtomatik. Jika gejala penyakit gout timbul, dan pengobatan dengan pirazinamid
dibutuhkan, penderita sebaiknya juga mendapat alopurinol/probenesid (Anonim,
2009).
BAB III
TELAAH KARTU INSTRUKSI MEDIS FARMAKOLOGIS

A. Kartu Instruksi Medis Farmakologis


B. Resep Obat
C. Cara Pengerjaan Resep

1. TTK menerima kartu instruksi pengobatan dari perawat, lalu


memverifikasi kartu tersebut.
2. TTK mengisi kartu instruksi pengobatan, mengecek ketersediaan, serta
menyiapkan obat sesuai sistem UDD
3. TTK melakukan pencampuran obat, lalu mengemas serta memberi
etiket yang jelas pada obat yang sudah tercampur tersebut. Selanjutnya
obat-obat tersebut diberikan kepada TTK yang bertugas mengantar
obat ke ruang pasien.
4. Sebelum diantar keruang pasien, dilakukan pengecekan (double check)
terhadap obat-obat tersebut untuk memastikan obat yang diberikan
benar dan sesuai dengan kartu instruksi medis pasien
5. TTK yang bertugas mengantar obat memberikan informasi obat, beserta
obatnya kepada perawat yang bertugas saat itu. TTK akan datang
keruang pasien untuk memberikan obat sesuai jadwal minum obat yang
telah ditentukan
6. Perawat melakukan pengecekan kembali terhadap obat yang diberikan,
lalu jika obat telah dipastikan benar, perawat akan memberikan obat
kepada pasien.
7. Setiap selesai memberikan obat kepada pasien, TTK akan meminta
paraf kepada perawat yang bertugas sebagai bukti bahwa obat telah
diserahkan.
D. Deskripsi Obat
1. 4 RH
Rifampicin

Tentang Rifampicin
Jenis obat Antibiotik

Golongan Obat resep


Mengobati infeksi tuberculosis dan kusta, serta
Manfaat
mencegah infeksi bakteri N. meningitidis dan Hib

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak

Kategori C: Studi pada binatang percobaan


memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.
Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat
Kategori yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
kehamilan dan janin.
menyusui
Pada ibu menyusui, rifampicin dapat diserap ke dalam
ASI dan dicurigai dapat berisiko menimbulkan tumor
pada anak. Obat ini tidak boleh digunakan selama
menyusui, diskusikan mengenai risiko dan manfaatnya
kepada dokter.

Bentuk obat Tablet, kapsul, sirop

Peringatan:

 Hati-hati bagi penderita gangguan hati dan ginjal, serta porfiria dan
kecanduan alkohol.
 Waspadai penggunaan obat ini bersama dengan obat antivirus ritonavir
dan darunavir karena dapat meningkatkan risiko gangguan hati atau
menurunkan efektivitas antivirus.
 Hindari penggunaan rifampicin bersama vaksinasi yang berasal dari
bakteri yang dilemahkan, seperti vaksin tifus.
 Rifampicin dapat merubah urine, tinja, air liur, dahak, dan keringat
menjadi berwarna oranye atau coklat kemerahan. Efek ini akan hilang
bila penderita menghentikan konsumsi.
 Rifampicin dapat mempengaruhi efektivitas pil KB, disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi jenis lain.
 Terus konsumsi dan kontrol kembali kepada dokter sampai
diperbolehkan untuk menghentikan obat, walaupun keluhan sudah
menghilang. Menghentikan pengobatan tanpa sesuai anjuran dapat
membuat bakteri terus tumbuh dan mengakibatkan infeksi kembali.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah mengonsumsi
rifampicin, segera temui dokter.

Dosis Rifampicin
Berikut ini adalah dosis umum penggunaan rifampicin untuk beberapa kondisi:

Kondisi Dosis

Dewasa: 8-12 mg/kgBB per hari.


Tuberkulosis Anak-anak: 10-20 mg/kgBB per hari.
Dosis maksimum 600 mg per hari

Dewasa: 600 mg, satu kali sebulan,


selama 6-12 bulan.
Kusta Anak-anak: 10 mg/kgBB per hari, untuk
pemberian 1 kali per bulan, selama 6-12
bulan.

Dewasa: 600 mg, 2 kali sehari, selama


dua hari.
Pencegahan infeksi Anak-anak ≤ 1 bulan: 5 mg/kgBB, 2
N. meningitides kali sehari.
Anak-anak > 1 bulan: 10 mg/kgBB, 2
kali sehari

Dewasa: 600 mg, 2 kali sehari, selama


4 hari.
Anak-anak > 1 bulan: 20 mg/kgBB per
Pencegahan infeksi Hib hari, selama 4 hari, dosis maksimum 600
mg/hari.
Anak-anak ≤ 1 bulan: 10 mg/kgBB per
hari, selama 4 hari

Gangguan fungsi hati Dosis maksimal: 8 mg/kgBB per hari.


Mengonsumsi Rifampicin dengan Benar
Gunakan rifampicin sesuai dengan anjuran dokter atau informasi yang tertera
pada kemasan. Obat ini sebaiknya dikonsumsi saat perut kosong, yaitu 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Jika diresepkan rifampicin sirop, kocok terlebih dahulu sebelum diminum.
Usahakan untuk mengonsumsi rifampicin pada waktu yang sama tiap harinya,
agar pengobatan efektif.
Bagi Anda yang lupa mengonsumsi rifampicin, disarankan untuk segera
melakukannya begitu teringat, jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya
tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan
dosis.
Simpan obat ini di tempat yang bersuhu antara 15-30 derajat Celcius.
Hindarkan dari paparan cahaya atau panas yang berlebihan.

Interaksi Rifampicin dengan Obat Lain


Berikut ini adalah interaksi yang mungkin saja dapat terjadi jika menggunakan
rifampicin bersama dengan obat lain. Di antaranya adalah:

 Meningkatkan risiko kerusakan hati jika digunakan bersama dengan


obat ritonavir dan isoniazid.
 Mengurangi efektivitas phenytoin dan theophylline.
 Menurunkan efektivitas ketoconazole dan enalapril.
 Menurunkan efektivitas rifampicin jika digunakan bersama dengan
antasida.

Efek Samping

Sedangkan efek samping overdosis yang harus diwaspadai dan diperiksakan


ke dokter apabila terjadi adalah:

 Gangguan fungsi hati.


 Ruam kulit.
 Nyeri ulu hati.
 Mual.
 Muntah.
 Nafsu makan turun.
 Diare.
Isoniazid

Tentang Isoniazid
Golongan Antituberkulosis

Kategori Obat resep

Manfaat Mengobati dan mencegah tuberkulosis

Dikonsumsi
Dewasa dan anak-anak
oleh

Kategori C: Studi pada binatang percobaan


memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin,
namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat
Kategori
hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang
kehamilan dan
diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
menyusui
janin.Isoniazid diserap ke dalam ASI. Bila Anda sedang
menyusui, jangan menggunakan obat ini tanpa
berkonsultasi dengan dokter.

Bentuk obat Tablet dan sirop

Peringatan:

 Jangan mengonsumsi isoniazid jika memiliki alergi terhadap obat ini.


 Beri tahu dokter apabila saat ini Anda sedang menjalani pengobatan
dengan obat-obatan lainnya, terutama paracetamol, obat maag
antasida, carbamazepine, escitalopram, fluoxetine, ketoconazole,
phenytoin, dan asam valproat.
 Isoniazid dapat menyebabkan kerusakan hati yang bersifat fatal. Beri
tahu dokter jika pernah atau sedang menderita penyakit hati atau
memiliki riwayat ketergantungan alkohol.
 Harap berhati-hati dan beri tahu dokter jika pernah atau sedang
menderita gangguan kesehatan lainnya, seperti penyakit ginjal,
diabetes, HIV, atau neuropati perifer yang ditandai dengan kesemutan,
serta rasa nyeri dan terbakar di jari tangan atau kaki.
 Hindari minum minuman beralkohol selama mengonsumsi isoniazid
karena dapat meningkatkan risiko penyakit liver.
 Hindari imunisasi atau vaksinasi ketika mengonsumsi isoniazid. Obat ini
dapat menyebabkan bakteri hidup dalam vaksin tidak bekerja secara
efektif.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah mengonsumsi isoniazid,
segera temui dokter.

Dosis Isoniazid
Berikut adalah dosis isoniazid oral untuk mengobati tuberkolosis:

 Dewasa: 5 mg/kgBB hingga 300 mg per hari, sekali sehari.


Bisa juga diberikan 15 mg/kgBB hingga 900 mg per hari, 2-3 kali per
minggu.
 Anak-anak: 10-15 mg/kgBB hingga 300 mg per hari, sekali sehari. Bisa
juga diberikan 20-40 mg, hingga 900 mg per hari, 2-3 kali per minggu.

Menggunakan Isoniazid dengan Benar


Ikutilah anjuran dokter dan bacalah informasi yang tertera pada label kemasan
obat sebelum mengonsumsi isoniazid.
Isoniazid sebaiknya dikonsumsi ketika perut dalam keadaan kosong, yaitu 1
jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis
berikutnya. Jika isoniazid dikonsumsi secara harian, usahakan untuk selalu
mengonsumsi isoniazid pada jam yang sama setiap harinya. Jika isoniazid
dikonsumsi secara mingguan, usahakan untuk mengonsumsi isoniazid pada
hari yang sama.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi isoniazid, disarankan untuk segera
melakukannya begitu ingat, apabila jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya
tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan
dosis.
Pengobatan tuberkulosis merupakan pengobatan jangka panjang, jadi
habiskan obat yang telah diberikan dokter dan kontrol kembali. Jangan
berhenti menggunakan isoniazid sebelum diminta oleh dokter untuk berhenti,
meski gejala yang dirasakan sudah mereda. Tindakan ini menyebabkan infeksi
muncul kembali dan menjadi sulit untuk diobati.
Lakukan pemeriksaan fungsi hati secara rutin selama menggunakan isoniazid,
sehingga dokter bisa mengetahui secara dini bila terjadi gangguan fungsi hati.
Mengobati tuberkulosis tidak cukup dengan 1 jenis obat. Anda akan diberikan
beberapa kombinasi obat yang bisa tersedia secara terpisah atau sudah
tercampur dalam 1 tablet. Dokter juga mungkin akan memberikan tambahan
vitamin B6 selama menggunakan isoniazid. Hal ini dilakukan untuk mencegah
efek samping gangguan saraf perifer.
Simpanlah isoniazid pada suhu ruangan dan di dalam wadah tertutup untuk
menghindari paparan sinar matahari, serta jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Interaksi Obat
Berikut ini adalah interaksi yang dapat terjadi jika menggunakan isoniazid
bersama dengan obat-obatan lainnya:

 Menghambat metabolisme obat antikonvulsan, misalnya


carmabazepine, phenytoin, dan diazepam, serta teofilin, sehingga
menimbulkan efek racun dari obat tersebut.
 Meningkatkan risiko perdarahan, jika dikonsumsi dengan warfarin.
 Mengurangi penyerapan isoniazid, jika digunakan dengan antasida
yang mengandung aluminium hidroksida.
 Meningkatkan risiko neuropati perifer, jika digunakan dengan stavudine.

Efek Samping Isoniazid


Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan isoniazid
adalah:

 Gangguan fungsi hati


 Neuropati perifer
 Mual
 Muntah
 Sakit maag
 Nafsu makan hilang
 Pusing
 Bicara cadel
 Refleks berlebih
 Kejang
 Anemia
 Trombositopenia
 Agranulositosis
 Memicu timbulnya lupus

2. Surbex Tablet

Indikasi Umum
Melengkapi kebutuhan vitamin2 yang larut dalam air sebelum & sesudah
operasi, komplikasi saluran cerna akibat terapi antibiotik yang berkepanjangan,
penyakit liver/hati khronik, alkoholisme & masa pemulihan panjang paska sakit
Deskripsi
SURBEX-Z TABLET merupakan suplemen yang mengandung multivitamin
dan mineral. Suplemen ini digunakan untuk membantu memelihara daya tahan
tubuh.
Kategori
Vitamin & Suplemen
Komposisi
Per-tablet : Vit.E 30 iu, vit.C 750 mg, Folic acid 400 mcg, vit.B1 15 mg, vit.B2
15 mg, Niacin 100 mg, vit.B6 20 mg, vit.B12 12 mcg, Pantothenic acid 20 mg,
Zn 22.5 mg
Dosis
Dewasa : 1 tablet perhari
Aturan Pakai
Sesudah makan
Kemasan
Dus, 10 Strip @ 10 Tablet Salut Selaput
Kontra Indikasi
hipersensitivitas
Segmentasi
Vitamin & Supplement

E. Perhitungan Bahan Resep


Pada lembar instruksi medis tanggal 9-12-2019
1. 4 RH tab (R= Rifampicin, H= Isoniazid) Fls 1
Tiga kali dalam satu minggu
2. Surbex tab
1 x = 1 tablet
1 h = 1 tablet

F. Perhitungan Dosis
Dosis obat dalam satu kali pemberian
2. 4 RH
Rifampicin 450 mg
Dp 1 kali = 450 mg
1 minggu = 3 x 450 mg = 1350 mg
Isoniazid 100 mg
Dp 1 kali = 100 mg
1 minggu = 3 x 100 mg = 300 mg
3. Surbex tablet
DP 1x : 1 tablet
` 1 hr : 1 tablet
G. Aturan Pakai
4. 4 RH (Rifampicin dan Isoniazid)
Setiap 3 kali dalam satu minggu
5. Surbex
Satu kali sehari satu tablet
H. Penyimpanan Obat
Disimpan di suhu ruangan terhindar dari sinar matahari langsung dan
jangkauan anak-anak. Jangan disimpan di kamar mandi. Jangan
dibekukan.

I. Etiket
1. Rifampicin
RSU FARMASI SIMULASI PALEMBANG
Nama : Tn. Ahmad (45 th)
No.RM : 000142514 TTL : 5-5-1974
L/P

Nama Obat : Rifampicin 450 mg


Jumlah : 1 tablet
Sesudah makan
Pagi / Siang / Sore / Malam

Tgl pemberian: Desember 2019

2. Isoniazid
RSU FARMASI SIMULASI PALEMBANG
Nama : Tn. Ahmad (45 th)
No.RM : 000142514 TTL : 5-5-1974
L/P

Nama Obat : Isoniazid 100 mg


Jumlah : 1 tablet
Sesudah makan
Pagi / Siang / Sore / Malam

Tgl pemberian: Desember 2019

3. Surbex tablet

RSU FARMASI SIMULASI PALEMBANG


Nama : Tn. Ahmad (45 th)
No.RM : 000142514 TTL : 5-5-1974
L/P

Nama Obat : Surbex Tablet


Jumlah : 1 tablet
Sesudah makan
Pagi / Siang / Sore / Malam

Tgl pemberian: Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta
Chandra B, 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC
Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka. Jakarta
Depkes RI 2008. Pedoman program filarisasi di Indonesia. Jakarta Departemen
Kesehatan p 13-23
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai