PROGRAM D3 FARMASI
2020
“KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN SERTA PENERAPAN
PMK NO 73 TAHUN 2016”
1. PENDAHULUAN
1
terbaru menggunakan Standar Pelayanan Kefarmasian Nomor 73 Tahun 2016
(Menkes, 2017).
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai standar
pelayanan kefarmasian di apotik dibeberapa kota menggunakan aturan Permenkes
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelayanan
kefarmasian yang dilakukan masih dalam kategori kurang memenuhi standar yang
telah ditentukan (Sari, 2018).
2. TUJUAN
Untuk mengkaji sejauh mana apotek tersebut dalam melaksanakan standar
pelayanan kefarmasian di apotek sesuai PMK Nomor 73 Tahun 2016.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Dorongan untuk melaksanakan pharmaceutical care dengan mengutamakan
praktik kefarmasian oleh apoteker semakin menguat dalam kurun waktu lima
tahun terakhir ini. Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang
Pekerjaan Kefarmasian tahun 2009, telah melegalkan pekerjaan kefarmasian oleh
apoteker dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan
sediaan farmasi. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula
hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Praktik kefarmasian
dilakukan berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di Apotek, yang ditetapkan
sebagai acuan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek.
Saat ini standar pelayanan kefarmasian di apotek ditetapkan dengan
Permenkes Nomor 73 Tahun 2016, yang merupakan tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Namun penetapan peraturan menteri ini tampaknya masih
sebatas keputusan tertulis yang pada pelaksanaannya di lapangan masih belum
tampak dan masih perlu dievaluasi secara kontinyu. Pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian di apotek semestinya dalam hal apoteker yang bekerja
2
sama dengan pemilik modal, harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek belum
sepenuhnya terlaksana. Indikator yang menjadi penyebab belum terlaksananya
standar tersebut yaitu pada pelayanan farmasi klinik meliputi pemberian informasi
obat dan konseling. Peneletian ini dilakukan untuk menjelaskan lebih mendalam
mengenai penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek – apotek kota
Surabaya, menggali lebih dalam faktor – faktor pendukung , dan menghambat
penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Diharapakan dengan
dilakukannya penelitian ini dapat memperoleh gambaran sejauh mana apoteker di
apotek telah melakukan penerapan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan
regulasi yang ada khususnya pada Permenkes Nomor 73 Tahun 2016.
Memperhatikan latar belakang masalah tersebut di atas maka dalam
pembahasan mengenai materi dan substansi penelitian ini memusatkan dan
membatasi pembahasannya pada Bagaimana Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek Christ di Kota Surabaya.
4. METODE PENELITIAN
Penelitian Evaluasi Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Christ Kota
Surabaya menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan
mengkaji data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum terutama bahan hukum
primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder
berupa kuesioner dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau
norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur
mengenai kehidupan manusia dan didukung dengan kenyataan di lapangan. Selain
menggunakan data sekunder, menggunakan juga data primer. Data primer adalah
data yang diperoleh dari lapangan dengan cara memberikan kuesioner. Acuan dari
pertanyaan yang ada di kuesioner adalah Permenkes Nomor 73 Tahun 2016.
3
5. HASIL DATA DAN PEMBAHASAN
5.1 Karateristik Responden
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian menyebutkan bahwa tenaga kefarmasiaan adalah
tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian. Pada Tabel 1 merupakan karakteristik responden
dalam penelitian ini.
Tabel 1. Karateristik Responden
No Pertanyaan Jawaban
1 Berapakah umur anda? a. 21-35 th
b. 36-50 th
c. > 50 th
2 Apakah posisi anda di apotek? a. APA
b. Apoteker Pendamping
c. Apoteker Pengganti
d. Asisten Apoteker
3 Sudah berapa lama anda bekerja di a. < 1 th
apotek yang sekarang? b. 1-5 th
c. 6-10 th
d. > 10 th
4 Apakah anda memiliki pekerjaan a. Ya
yang lain? b. Tidak
5 Berapa hari anda bekerja di apotek a. 1-3 hari
yang sekarang? b. 3-5 hari
c. 6-7 hari
6 Berapa lama bekerja di apotek dalam a. < 4 jam
1 hari? b. 4-6 jam
c. 6-8 jam
d. > 8 jam
7 Apakah punya apoteker a. Tidak punya
pendamping? b. Punya
4
5.2 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai
Berdasarkan Permenkes RI No 73 Tahun 2016 pasal 3 ayat 2 dikatakan bahwa
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan Dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencataan dan pelaporan. Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pada Tabel 2 adalah kegiatan pengelolaan
sediaan farmasi alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di Apotik Christ.
Tabel 2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
No Pertanyaan Jawaban
1 Pada saat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai melakukan
pertimbangan:
a. Pola penyakit Ya
Tidak
b. Pola konsumsi Ya
Tidak
c. Budaya Ya
Tidak
d. Kemampuan Masyarakat Ya
Tidak
5
5 Semua obat/bahan obat disimpan Ya
pada kondisi yang sesuai Tidak
6 Tempat penyimpanan obat tidak Ya
dipergunakan untuk menyimpan Tidak
barang lain
7 Sistem penyimpanan dilakukan Ya
dengan memperhatikan bentuk Tidak
sediaan dan kelas terapi obat serta
disusun secara alfabetis
8 Pengeluaran obat memakai sistem Ya
FEFO (First Expire First Out) dan Tidak
FIFO (First In First Out)
9 Obat kadaluarsa atau rusak Ya
dimusnahkan sesuai dengan jenis dan Tidak
bentuk sediaan
10 Pemusnahan resep setiap 5 tahun Ya
Tidak
11 Pengendaliaan persediaan obat Ya
Tidak
12 Pencatatan dilakukan pada setiap Ya
proses pengelolaan sediaan farmasi, Tidak
alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai
13 Pelaporan narkotika dan psikotropika Ya
sesuai dengan aturan perundang- Tidak (tidak ada obat
undangan tsb)
14 Terdapat pelaporan internal Ya
Tidak
6
Berdasarkan hasil penelitian di atas didapatkan hasil yaitu untuk pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dilakukan oleh
Apotik Christ sudah dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Namun ada satu kegiatan yang belum dilakukan yaitu tempat
penyimpanan obat dipergunakan untuk menyimpan barang.
6. KESIMPULAN
Standar Pelayanan Kefarmasian yang ada di Apotik Christ Kota Surabaya
belum semua nya menerapkan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar Pelayanan Kefarmasian
Pada kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai belum menerapkan penyimpanan obat yang benar dengan tidak
dipergunakan untuk menyimpan barang lain.
7. DAFTAR PUSTAKA
Charles J.P. Siregar. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapan.
Jakarta: EGC
Satibi dkk. 2018. Manajemen Apotek. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 50).
Sari Prabandari. 2018. Gambaran Manajemen Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek Permata Kota Tegal. Jurnal Para Pemikir Vol. 7,
Nomor 1, 2018: 202 – 208
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 124).