Anda di halaman 1dari 37

1.

REGISTRASI OBAT
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapat izin edar.Tata laksana registrasi obat diatur oleh Badan POM dalam
Keputusan Ka BPOM No.HK.00.05.3.1950 Tahun 2003 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat.Proses registrasi ini dilakukan oleh Industri Farmasi yang
akan memproduksi obat tersebut ke Badan POM, dengan tembusan kepada
Menteri Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan penilaian dan
evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Secara umum, registrasi obat dilakukan dalam dua tahapan, yaitu tahapan
pra-registrasi yang bertujuan untuk menilai kelengkapan administrasi dari Industri
Farmasi yang akan meregistrasi obat dan sekaligus menentukan kriteria registrasi
dan jalur evaluasi, serta tahapan registrasi untuk menilai apakah obat tersebut
layak mendapatkan ijin edar.
Jika obat tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang
dinyatakan dengan diberikannya no. registrasi, maka Menteri Kesehatan akan
mengeluarkan ijin edar, yang pada pelaksanannya dilimpahkan kepada Badan
POM. Ijin edar ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang (MHWL,
2009).Tujuan dilakukannya registrasi obat adalah untuk melindungi masyarakat
dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan, mutu
dan kemanfaatannya.
Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar di ASEAN.Pasar
farmasi Indonesia pada tahun 1998 sekitar 350 juta dolar amerika.Seperti
kebanyakan negara ASEAN lainnya industri farmasi di Indonesia memproduksi
obat dibawah lisensi dari perusahaan farmasi asing atau secara umumnya
memproduksi produk generik. Pabrik-pabrik tersebut kebanyakan kekurangan
dana finanssial dan tenaga ahli untuk menghasilkan senyawa obat yang baru
melalui penelitian yang original (Ratanawijitrasin, 2005).

1.1. Kriteria Obat Yang Akan Diregistrasi


Obat yang akan di registrasi oleh Industri Farmasi harus memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut:
a. Aman dan berkhasiat, dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik.
b. Memenuhi persyaratan mutu yang dinilai dari proses produksi yang sesuai
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode pengujian
bahan baku dan produk jadi dengan bukti yang sahih (ada sertifikatnya).
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
d. Khusus untuk psikotropika baru, kemanfaatan & keamanannya lebih unggul
dibandingkan dengan obat standar dan obat yang beredar di Indonesia
untuk indikasi yang di klim.
e. Khusus untuk kontrasepsi untuk program nasional dan obat untuk program
lainnya harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
f. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau (ditetapkan oleh
Badan POM) (DEPKES RI, 2008).

1.2. Kategori Registrasi Obat


Registrasi obat terdiri atas: registrasi baru, registrasi variasi dan registrasi
ulang dimana masing-masing terbagi menjadi beberapa kategori.
a. Registrasi baru terdiri atas:
 Kategori 1: Adalah registrasi baru dengan zat aktif baru atau derivat baru
atau kombinasi baru atau dalam bentuk sediaan baru, dan produk biologi,
termasuk produk biologi sejenis (PBS)/Similiar biotherapeutic product
(SBP)
 Kategori 2: Adalah registrasi obat dengan komposisi lama dalam bentuk
sediaan baru atau kekuatan baru atau produk biologi sejenis (registrasi
obat copy)
 Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat

b. Registrasi variasi terdiri atas: :


 Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa)
 Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-
B)
 Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A)
c. Registrasi ulang merupakan kategori 7
(BPOM, 2011)
1.3. Persyaratan Registrasi
a. Nama Obat
Nama obat yang diregistrasi dapat menggunakan:
 Nama generik adalah nama yang sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai
International non-properietart names (INN) yang ditetapkan Badan
Kesehatan Dunia (WHO)atau
 Nama dagang merupakan nama yang diberikan oleh pendaftar untuk
identitas obatnya berdasarkan kajian mandiri (self assessment) dan
menjadi tanggung jawab pendaftar dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut :
1) Nama dagang harus objektif dan tidak menyesatkan
2) Satu nama dagang hanya dapat digunakan oleh satu industri farmasi
pemilik izin edar untuk obat dengan zat aktif, indikasi dan golongan
yang sama
3) Dikecualikan dari ketentuan sebgaimana dimaksud pada huruf b, nama
dagang yang berbeda dapat digunakan untuk obat yang diproduksi atas
dasarlisensi atau obat yang didaftarkan berdasarkan bentuk perjanjian
lainnya.
4) Nama dagang tidak boleh menggunakan seluruhnya atau potongan
nama generik sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai INN dari zat
aktif yang tidak dikandung
5) Nama dagang tidak boleh sama atau sangat mirip dalam hal bunyi atau
penulisan dengan nama dagang obat yang tercantum dalam data nama
obat jadi dengan zat aktif yang berbeda
6) Nama dagang obat bebas dan obat bebas terbatas yang mengandung
paling sedikit saru zat aktif yang sama dan/atau kelas terapi yang sama
dapat menggunakan nama dagang yang sama sebagai nama payung
7) Apabila dikemudian hari ada pihak lain yang lebih berhak atas nama
obat yang tercantum dalam izin edar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka pendaftar bersedia mengganti nama obat
(BPOM, 2011).
b. Registrasi
Obat yang diregistrasi dapat berupa obat produksi dalam negeri atau obat
impor antara lain :
 Obat produksi dalam negeri dapat berupa produksi sendiri, produksi
berdasarkan lisensi; atau produksi berdasarkan kontrak dandapat diedarkan
di dalam negeri dan/atau untuk keperluan ekspor
 Obat impor sebagaimana dapat berupa obat impor bentuk ruahan atau obat
impor dalam bentuk produk jadi yang dapat diedarkan di dalam negeri
dan/atau untuk keperluan ekspor

1.4. Persyaratan Pengajuan Registrasi Obat


a. Obat Produksi Dalam Negeri
Yaitu obat yang dibuat dan dikemas oleh industri di dalam negeri, meliputi
obat tanpa lisensi, obat dengan lisensi, dan obat kontrak.Pendaftar obat produksi
dalam negeri harus memiliki ijin Industri Farmasi dari Menteri Kesehatan dan
sudah memenuhi syarat CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB dari
Badan POM.Registrasi obat produksi dalam negeri dilakukan oleh pendaftar yang
memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku
sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasi (BPOM, 2011).
Khusus untuk obat narkotika, hanya boleh dilakukan oleh Industri Farmasi
yang memiliki ijin khusus dari Menteri Kesehatan untuk memproduksi narkotika
(Depker RI, 2008).Untuk obat lisensi, harus ada dokumen perjanjian lisensi yang
memuat: masa berlaku lisensi: dan obat yang akan diregistrasi antara pemberi
lisensi (Industri Farmasi luar negeri atau badan riset pemilik formula dan
teknologi dalam negeri atau luar negeri) (BPOM, 2011).Untuk obat kontrak,
registrasi hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak sebagai pendaftar yang
memiliki izin industri farmasi, memiliki paling sedikit 1 (satu) fasilitas produksi
sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB dan memiliki dokumen
perjanjian kontrak.Pembuatan obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak
dapat berupa seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dengan formula obat
berasal dari pemberi kontrakataupun dari penerima kontrak. Baik industri farmasi
pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggungjawab
terhadap aspek khasiat, keamanan, dan mutu obat yang dikontrakkan, dengan
penanggung jawab utama industri farmasi pemberi kontrak sebagai pemilik izin
edar.Dan penerima kontrak tidak dapat mengalihkan pembuatan obat yang
dikontrakkan kepada industri farmasi pihak ketiga (BPOM, 2011).

b. Obat Import
Yaitu obat produksi Industri Farmasi luar negeri.Diutamakan untuk obat
program kesehatan, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi belum
dapat diproduksi di dalam negeri. Registrasi obat import dilakukan oleh Industri
Farmasi dalam negeri yang sudah memiliki ijin dari Industri Farmasi luar negeri,
dan ada kesepakatan alih teknologi selambat-lambatnya 5 tahun harus sudah dapat
diproduksi di dalam negeri, kecuali untuk obat yang masih dilindungi paten.
Industri Farmasi luar negeri yang memproduksi obat tersebut harus memenuhi
syarat CPOByang dibuktikan denganSertifikat CPOB yang masih berlaku atau
dokumen lain yang setara dan data inspeksi terakhir yang dikeluarkkan oleh
otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain.
Obat penemuan baru dapat berupa obat yang masih dalam perlindungan
paten atau obat originator. Obat originator merupakan obat yang pertama kali
diberi izin edar di indonesia berdasarkan data lengkap khasiat, keamanan, dan
mutu dan obat inovasi baru.Obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di
dalam negeri dapat berupa obat yang memerlukan teknologi dan fasilitas produksi
khusus yang belum dimiliki industri farmasi di Indonesia atau obat yang
memerlukan teknologi dan fasilitas produksi khusus yang telah tersedia di
Indonesia, tetapi kapasitasnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri; atau obat yang secara ekonomis tidak memungkinkan diproduksi di dalam
negeri karena kebutuhannya sedikit, termasuk tetapi tidak terbadatas pada obat
untuk penyakit langka (orphan drug) di Indonesia; atau obat yang diproduksi
secara sentralistik di luar negeri oleh industri farmasi multinasional yang memiliki
industri farmasi di Indonesia dengan menunjukkan pertimbangan kegiatan ekspor
dan impor. Pendaftar juga harus menyerahkan dokumen SMF terbaru jika:
 Industri farmasi di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan
bentuk sediaan yang sama dengan yang disetujui beredar di indonesia; atau
 Industri farmasi di luar negeri mempunyai produk yang beredar di indonesia
dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama, namun terjadi perubahan pada
fasilitas produksi

c. Obat Khusus Eksport


Yaitu obat yang diproduksi di dalam negeri untuk keperluan ekspor
(diedarkan di luar negeri).Pendaftar obat khusus eksport adalah Industri Farmasi
yang telah memenuhi syarat dari negara tujuan.Obat khusus ekspor yang akan
diregistrasikan oleh pendaftar dapat berupa obat produksi dalam negeri yang
ditujukan khusus ekspor dan obat impor khusus ekspor. Dimana obat khusus
ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia.

d. Obat yang Dilindungi Paten


Yaitu obat yang mendapatkan perlindungan paten berdasarkan Undang-
Undang Paten yang berlaku di Indonesia. Registrasi obat yang dilindungi paten
hanya boleh dilakukan oleh Industri Farmasi pemegang hak paten (dibuktikan
dengan sertifikat paten), atau Industri Farmasi lain atau Pedagang Besar Farmasi
yang ditunjuk oleh pemilik paten (dibuktikan dengan surat pengalihan paten).
Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang masih dilindungi paten di Indonesia
dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum
berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi tanggal
berakhirnya masa perlindungan paten dari instansi yang berwenang dan data
ekivalensi dan/atau data lain untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan, dan
mutu. Setelah memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu akan diberikan
surat persetujuan sementara, nomor izin edar akan diserahkan setelah habis masa
perlindungan paten.

1.5. Dokumen Untuk Registrasi


Dokumen teknis registrasi terdiri atas :
a. Bagian I : dokumen administratif, informasi produk dan penandaan
b. Bagian II: dokumen mutu
c. Bagian III : dokumen Non klinik
d. Bagian IV : dokumen klinik

1.5.1. Bagian I Dokumen Administratif Dan Informasi Produk


a. Sub Bagian A : Daftar Isi Keseluruhan
b. SubBagian B : Dokumen Administratif: Formulir Registrasi, Pernyataan
Pendaftar, Sertifikat Dan Dokumen Administratif Lain, Hasil Pra Registrasi,
Kuitansi/Bukti Pembayaran, Dokumen Lain. Dokumen administratif yang
harus dilengkapi :
1. Surat pengantar
2. Formulir registrasi
3. Pernyataan pendaftar
4. Sertifikat dan dokumen administratif lain
 Obat produksi dalam negeri :
 Izin industri farmasi
 Sertifikat CPOB yang masih berlaku dalam bentuk sediaan yang
didaftarkan
 Data inspeksi terakhir dan perubahan terkait paling lama 2 tahun
yang dikeluarkan BPOM

 Obat produksi dalam negeri berdasarkan lisensi :


 Izin industri farmasi atau dokumen penunjang dengan bukti yang
cukup untuk badan/institusi riset sebagai pemberi lisensi
 Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi
 Serifikat CPOB indsustri farmasi penerima lisensi yang masih
berlaku dalam bentuk sediaan yang didaftarkan
 Perjanjian lisensi

 Obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak :


 Izin industri farmasi pendaftar atau pemberi kontrak
 Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak
 Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar atau pemberi kontrak
yang masih berlaku
 Sertifikat CPOB industri farmasi penerima kontrak yang masih
berlaku sesuai bentuk sediaan obat jadi yang dikontrakkan
 Perjanjian kontrak

 Obat khusus ekspor :


 Izin industri farmasi
 Sertifikat CPOB pendaftar
 Sertifikat CPOB atau dokumen lain yang setara dari produsen
sesuai bentuk sediaan yang didaftarkan untuk obat impor khusus
ekspor

 Obat impor :
 Izin industri farmasi produsen dan pendaftar
 Surat penunjukkan dari industri farmasi atau pemilik produk di luar
negeri
 Certificate of pharmaceutical product (CPP) atau dokumen lain
yang setara dari negara produsen dan/atau negara diterbitkan
sertifikat pelulusan bets
 Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen utuk bentuk
sediaan yang didaftarkan atau dokumen lain yang setara (termasuk
sertifikat CPOB produsen zat aktif untuk prosuk biologi)
 Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait paling lama 2
tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat
dan/atau otoritas pengawas obat negara lain
 Justifikasi impor
 Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor
5. Hasil pra registrasi
6. Kuitansi/bukti pembayaran
c. Sub Bagian C : Informasi Produk Dan Penandaan: Informasi Produk Dan
Penandaan Pada Kemasan.
Informasi minimal yang harus dicantumkan pada informasi obat
1. Ringkasan karakteristik produk (nama obat, bentuk sediaan, pemerian
obat, komposisi obat, cara kerja obat, data keamanan nonklinik, indikasi,
pososlogi dan cara pemberian, kontraindikasi, peringatan-perhatian,
interaksi obat, kehamilan dan menyusui, efek pada pengendara dan
menjalankan mesin, efek samping, over dosisi dan pengobatan, daftar rzat
tambahan, ketidak tercampuran, cara penyimpanan, stabilitas/masa edar
obat, stabilitas/batas penggunaan obat setelah direkonstruksi atau setelah
wadah dibuka, jenis dan besar kemasan, bentuk sediaan dan kemasan lain
yang terdaftar, nomor izin edar, nama pendaftar dan/atau pemilik obat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, alamat pendaftar dan/atau pemilik
obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, nama produsen, alamat
produsen, nama industri pemberi lisensi, alamat industri pemberi lisensi,
petunjuk penggunaan, cara rekonstitusi, tanggal disetujui pertama
kali/registrasi ulang, tanggal perubahan, golongan obat, peringatan khusus)
2. Informasi produk untuk pasien (nama obat, bentuk sediaan, pemberian
obat, komposisi zat aktif, kekuatan obat, indikasi, posologi dan cara
pemberian, kontraindikasi, peringatan dan perhatian, interaksi obat,
kehamilan dan menyusui, efek pada pengendara dan menjalankan mesin,
efek samping, overdosis, batas penggunaan setelah direkonstitusi setelah
wadah dibuka, cara penyimpanan, petunjuk penggunaan, cara rekonstitusi,
nomor izin edar, nama pendaftar dan/atau pemilik obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, alamt pendaftar dan/atau pemilik obat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, tanggal perubahan, peringatan khusus).

1.5.2. Bagian II Dokumen Mutu


a. Sub Bagian A : Ringkasan Dokumen Mutu
b. Sub Bagian B : Dokumen Mutu : zat aktif (informasi umum, proses produksi
dan sumber zat aktif, karakterisasi, spesifikasi dan metode pengujian zat aktif,
baku pembanding, spesifikasi dan pengujian kemasan, stabilitas) Obat jadi
(pemerian formula, pengembangan produk, prosedur pembuatan, spesifikasi
dan metode pengujian zat tambahan, spesifikasi dan metode pengujian obat,
baku pembanding, spesifikasi dan metode pengujian kemasan, stabilitas, bukti
ekivalensi,)
c. SubBagian C : Daftar Pustaka

1.5.3. Bagian III Dokumen Non-Klinik


a. Sub Bagian A : Tinjauan studi nonklinik (tinjauan strategi studi nonklinik,
farmakologi, farmakokinetika, toksikologi, tinjauan terintegrasi dan
kesimpulan, daftar literatur).
b. SubBagian B : Ringkasan dan matriks studi nonklinik (pendahuluan,
farmakologi, farmakokinetikan, toksikologi)
c. Sub Bagian C : Laporan studi nonklinik (daftar isi studi nonklinik, laporan
studi, farmakologi, farmakokinetik a dn toksikologi)
d. Sub Bagian D : Daftar pustaka

1.5.4. Bagian IV Dokumen Klinik


a. Sub Bagian A : Tinjauan Studi Klinik (alasan pengembangan obat, tinjauan
biofarmasetika, tinjauan farmakologi klinik, tinjauan khasiat, tinjauan
keamanan, kesimpulan manfaat dan risiko)
b. Sub Bagian B : Ringkasan Studi Klinik (isi ringkasan studi kbiofarmaasetika
dan metode analisis terkait, ringkasan studi farmakologi klinik, ringkasan
khasiat klinik, ringkasan keamanan klinik, sinopsiis studi individual)
c. Sub Bagian C : Matriks Studi Klinik (ringkasan studi ketersediaan hayati,
ringkasan studi disolusi in vitro, ringkasan studi PK interaksi obat-obat,
gambaran studi khasiat dan keamanan klinik, hasil studi khasiat, paparan obat
terhadap subyek studi berdasarkan rata-rata dosis harian dan durasi paparan
formulasi inravena, profil demografi subyek dalam studi berpembanding,
insidensi kejadian yang tidak diharapkan dalam database gabungan uji
berpembanding aktif dan plasebo, KTD dalam database gabungan studi
berpembanding aktif dan berpembanding plasebo, withdrawal subyek oleh
studi berpembanding, daftar kematian)
d. Sub Bagian D : Laporan Studi Klinik (laporan studi biofarmasetika, laporan
studi terkait farmakokinetika menggunakan biomaterial manusia, laporan studi
farmakodinamika (PD) pada manusia, laporan studi khasiat dan keamanan,
laporan pengalaman paska pemasaran, formulir laporan kasus dan daftar
subyek individual)
e. Sub Bagian E : Daftar Pustaka

2. PROSEDUR PENDAFTARAN PRODUK FARMASI


2.1.Pendaftar Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, Dan Fitofarmaka
a. Pendaftaran obat tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka terdiri dari :
 Pendaftaran obat tradisional tanpa lisensi, pendaftaran obat herbal
terstandar, pendaftaran fitofarmaka.
 Pendaftaran obat tradisional lisensi.
 Pendaftaran obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan
fitofarmaka kontrak.
b. Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
adalah industri obat tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional
(IKOT) atau industri farmasi.
c. Pendaftar obat tradisional lisensi adalah penerima lisensi yang merupakan
industri obat tradisional (IOT) atau industri farmasi.
d. Pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan
fitofarmaka kontrak adalah pemberi kontrak yang merupakan industri obat
tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri
farmasi.
e. Industri di bidang obat tradisional dan industri farmasi pada proses
pembuatannya wajib menerapkan cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) atau cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

2.1.1.Pendaftar Obat Tradisional Impor


a. Pendaftar obat tradisional impor adalah industri di bidang obat tradisional atau
industri farmasi atau badan usaha di bidang pemasaran obat tradisional yang
mendapat surat penunjukan langsung dari industri di bidang obat tradisional
atau pemilik nama dagang di negara asal.
b. Industri di bidang obat tradisional di negara asal wajib memenuhi persyaratan
cara pembuatan yang baik (GMP) yang dibuktikan dengan surat keterangan
sesuai data inspeksi terakhir paling lama 2 tahun yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.

2.1.2.Pendaftar Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka


Yang Dilindungi Paten
a. Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang
dilindungi paten di Indonesia adalah industri di bidang obat tradisional atau
industri farmasi selaku pemegang hak paten atau yang diberi kuasa oleh
pemilik hak paten atau mendapat pengalihan paten dari pemegang hak paten
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2. Pendaftaran
a. Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada kepala BPOM
b. Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilakukan
dalam 2 tahap, yaitu pra penilaian dan penilaian.
c. Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan
dokumen dan dilakukan penentuan kategori.
d. Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung.
e. Hasil pra penilaian diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar dan bersifat
mengikat. Hasil pra penilaian diberitahukan selambat-lambatnya 10 hari kerja
untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru terhitung
sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran.
f. Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran
yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang telah diisi, dilengkapi
dengan dokumen administrasi dan dokumen pendukung.
g. Dokumen pendukung obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
terdiri dari: dokumen mutu dan teknologi, dan domuken yang mendukung
klaim indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian.
h. Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan :
 Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister,
catch cover, dan kemasan lain sesuai dengan ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan
kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang akan
diedarkan dan harus dilengkapi dengan rancangan warna.
 Brosur yang mencantumkan informasi mengenai obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka.
i. Untuk pendaftaran baru, berkas yang diserahkan terdiri dari:
 Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi.
 Formulir TB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan.
 Formulir TB berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu
bahan baku dan produk jadi.
 Formulir TB berisi dokumen yang mencakup klaim indikasi, dosis, cara
pemakaian dan bets,
j. Untuk pendaftaran variasi, berkas yang diserahkan terdiri dari formulir
pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran variasi untuk masing-masing
kategori.

(BPOM,2005)
Catatan :
Jika pendaftar merasa keberatan terhadap hasil evaluasi KomNas Penilai
Obat Jadi, dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis kepada
Badan POM selambat-lambatnya 15 hari setelah pemberitahuan hasil evaluasi.Jika
pendaftar merasa keberatan terhadap penolakan pemberian ijin edar, maka boleh
mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada kepala Badan POM
selambat-lambatnya 6 bulan setelah penolakan, dengan disertai data-data baru
atau data yang pernah diajukan dilengkapi dengan justifikasi. Permohonan
peninjauan kembali ini dapat dilakukan sampai 2 kali.
Kepala Badan POM dapat melakukan evaluasi kembali terhadap obat yang
telah diberikan ijin edar untuk:
 Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan
efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan;
 Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo;
 Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati/bioekivalensi
Kepala Badan POM dapat membatalkan ijin edar jika dikemudian hari
terjadi salah satu dari hal-hal di bawah ini:
 Berdasarkan penelitian atau pemantauan dalam penggunaannya setelah
beredar tidak memenuhi kriteria.
 Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin edar.
 Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang bersangkutan tidak
diproduksi, diimpor atau diedarkan.
 Izin Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi yang mendaftarkan,
memproduksi atau mengedarkan dicabut.
 Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau
peredaran obat.
2.3.Prosedur Registrasi Obat Tradisional, Food Suplement & Kosmetik

Industri Farmasi, Industri


Makanan/Minuman, OT

Direktorat Penilaian Tradisional,


suplemen makanan dan kosmetik
Badan POM

EVALUASI

Nomor Registrasi
 Berkas yang harus dilengkapi:
a. Berkas registrasi :
 Mengisi formulis dan disket registrasi.
 Bukti pembayaran.
 Contoh produk.
 Rancangan penandaan.
b. Data teknis :
 Formulasi (komposisi &cara pemakaian).
 Mutu dan teknologi (cara oembuatan, spesifikasi bahan penyusun,
wadah&tutup, penilaian mutu produk jadi, metode&hasil pengujian
stabilitas).
 Penandaan (etiket&brosur).

2.4.Nomor Registrasi
a. Obat Jadi
Terdiri dari dari 15 digit ( 3 huruf dan 12 angka)
A B C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Contoh : D B L 0 1 1 0 8 0 3 7 1 6 A 1
 Digit 1 (A) : Kode huruf menunjukan nama Dagang (D) atau Generik (G)
 Digit 2 (B) : Kode huruf golongan obat
 K : Golongan obat keras
 T : Golongan obat bebas terbatas
 B : Golongan obat bebas
 N : Golongan obat narkotika
 P : Golongan obat psikotropika
 Digit 3 (C) : Kode huruf menunjukkan asal obat; I (obat jadi impor), L
(lokal)
 Digit 4 – 5 (1,2) : Menunjukan Tahun daftar; 01 = 2001
 Digit 6 – 8 (3,4,5) : Menunjukan nomor urut pabrik; 108 = PT. Berlico
M.F.
 Digit 9 – 11 (6,7,8) : Menunjukan nomor urut obat jadi yg disetujui; 037 =
obat ke 37 yg disetujui dari pabrik tersebut
 Digit 12 – 13 (9,10): Menunjukan macam bentuk sediaan yg ada ; 16 =
sediaan tablet salut non antibiotik
 Digit 14 (11) : Kekuatan sediaan obat; A = pertama
 Digit 15 (12) : Kemasan; 1 = kemasan utama, 2 = beda kemasan yg
pertama, dst

b. Obat Tradisional
Terdiri dari dari 12 digit ( 3 huruf dan 9 angka)
A B 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Contoh :T R 0 0 1 7 0 0 0 3 2
 Arti kode huruf:
 TR : Obat tradisional lokal
 TI : Obat tradisional impor
 TL : Obat tradisional lisensi
 Kode angka :
 Ke-1,2 : tahun didaftarkan; 00 = tahun 2000
 Ke-3 : status produsen; 1 = pabrik farmasi, 2 = pabrik jamu, 3 =
perusahaan jamu
 Ke-4 : menunjukan sediaan; 1 = rajangan, 2 = serbuk, 3 = kapsul, 4 =
pil,granul, boli, pastiles, tablet/kaplet, 5 = dodol, majun, 6 = cairan,7 =
salep/krim, 8 = plester/koyok, 9 = bentuk lain : dupa, ratus, mangir
 Ke-5,6,7,8 : menunjukan nomor urut jenis produk yg terdaftar
 Ke-9 : menunjukan jenis atau macam yang ke berapa; 1 = 15 ml, 2 =
30 ml, dst

3. IZIN EDAR OBAT


Berdasarkan Permenkes RI No. 1010/Menkes/Per/XI/2008 mengenai
registrasi obat serta berdasarkan Keputusan Ka BPOM No.HK.00.05.3.1950 tahun
2003 tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat, obat yang diedarkan di
wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin
Edar.Izin Edar diberikan oleh Menteri. Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar
kepada Kepala Badan, dikecualikan untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:


a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan;
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih; Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman;
c. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
d. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan kaamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
e. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang
akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

Tata cara memperoleh izin edar antara lain :


a. Registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
b. Kriteria dan tata Iaksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan.
c. Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya
untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
d. Terhadap dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan dilakukan
evaluasi sesuai kriteria.
e. Untuk melakukan evaluasi dibentuk :
 Komite Nasional Penilai Obat
 Panitia Penilai Khasiat-Keamanan
 Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat

Konsep pemberian izin edar produk farmasi antara lain :

a. Kepala Badan memberikan persetujuan atau penolakan izin edar berdasarkan


rekomendasi yang diberikan oleh Komite Nasional Penilai Obat, Panitia
Penilai Khasiat- Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan
dan Kerasionalan Obat;
b. Kepala Badan melaporkan Izin Edar kepada Menteri satu tahun sekali;
c. Jika registrasi obat ditolak, tidak dapat ditarik kembali.
d. Izin edar berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan
yang berlaku
3.1. Industri Obat Tradisional/IKOT
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 246 tahun 1990 mengenai izin
usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional, Industri obat
tradisional di Indonesia terdapat dua jenis usaha yang memerlukan perizinan
dalam mendirikan usahanya, yaitu:

a. IOT (Industri Obat Tradisional) yaitu industri obat tradisional yang memiliki
nilai aset di luar harga tanah dan bangunan lebih dari Rp 600 juta.
b. IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) yaitu industri obat tradisional yang
memiliki nilai aset di luar harga dan tanah bangunan kurang dari Rp 600 juta.

Selain itu, terdapat pula usaha jamu racikan dan usaha jamu gendongan yang
tidak memerlukan perizinan saat mendirikan usahanya. Usaha jamu racikan
adalah usaha peracikan, pencampuran, dan atau pengolahan obat tradisional dalam
bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, lapel atau parem dalam skala kecil, dijual di
satu tempat tanpa penandaan dan atau merk dagang (Berdasarkan Permenkes No.
246/1990). Sedangkan usaha jamu gendong adalah usaha peracikan,
pencampuran, pengolahan, dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan,
pitis, tapel atau parem, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan
untuk langsung digunakan (Berdasarkan Permenkes No. 246/1990).

Adapun proses perizinan obat tradisional adalah sebagai berikut:

a. Mengkonsultasikan dahulu denah/layout bangunan ke BBPOM di Bandung


b. Mengajukan surat permohonan Persetujuan Prinsip Industri IOT/IKOT
Izin Prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan
persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan
instalasi, peralatan dan lain-lain yang diperlukan termasuk produksi percobaan
dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat
tradisional.
 IOT : surat ditujukan ke Menteri Kesehatan RI c.q Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) Propinsi Jawa Barat, tembusan kepada Kepala
BPOM RI dan Kepala BBPOM di Bandung
 IKOT : surat ditujukan ke Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat c.q Kepala
BPPT Propinsi Jawa Barat, dengan tembusan Kepala BPOM RI dam
Kepala BBPOM di Bandung
c. Mengajukan izin usaha IOT/IKOT
Izin usaha diberikan kepada pemohon untuk dapat memproduksi sediaan
farmasi yang sesuai dengan CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional yang
Baik) dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat
tradisional.
d. Jika berkas permohonan sudah diterima BBPOM di Bandung dan Dinkes
Propinsi Jawa Barat (alur masuk berkas: pemohon → BPPT → Dinkes
Propinsi → BBPOM di Bandung), petugas BBPOM di Bandung akan
melakukan pemeriksaan sarana dengan mengacu kepada CPOTB
e. Jika hasil pemeriksaan sarana oleh BBPOM di Bandung memnuhi syarat,
maka akan dibuatkan rekomendasi untuk diteruskan ke Dinkes Propinsi.
f. Mengajukan izin edar ke BPOM RI.
Berdasarkan Pearturan Menteri Kesehatan No. 246 tahun 1990 mengenai
izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional dan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No:
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 mengenai kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia
wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No:
HK.00.05.41.1384 tahun 2005, bahwa obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi


persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara
tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka
pendaftaran.

Industri di bidang obat tradisional dan industri farmasi proses pembuatannya


wajib menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) atau
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Ketentuan lebih lanjut mengenai
penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik untuk industri kecil obat
tradisional (IKOT) diatur oleh Kepala Badan.

3.2.Industri Kosmetik
Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 1175 tahun 2010 mengenai
izin produksi kosmetika, izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan
jenis sediaan kosmetika yang akan dibuat. Izin produksi dibedakan atas 2
golongan sebagai berikut:
a. golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat
semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika;
b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat
bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi
sederhana.

 Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan


persyaratan:
a. memiliki apoteker sebagai penanggung jawab;
b. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat;
c. memiliki fasilitas laboratorium; dan
d. wajib menerapkan CPKB.

 Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan


persyaratan:
a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai
penanggung jawab;
b. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk
yang akan dibuat; dan
c. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.

Tata cara memperoleh izin produksi kosmetika antara lain :


a. Sebelum pengajuan izin produksi kosmetika, denah bangunan dikonsultasikan
dahulu ke BBPOM di Bandung atau dapat langsung konsultasi sekaligus
mengajukan permohonan pengesahan denah bangunan ke BPOM RI, c.q
Direktorat Insert Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen
b. Pengajuan Ijin Produksi Kosmetika ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dengan kelengkapan dokumen/data sebagai
berikut :
 Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan dengan
kelengkapan sebagai berikut:
 Surat permohonan;
 Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
dilegalisir;
 Nama direktur/pengurus;
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
 Susunan direksi/pengurus;
 Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
 Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
 Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
 Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
 Daftar peralatan yang tersedia;
 Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung
jawab; dan
 Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
penanggung jawab yang telah dilegalisir.
 Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan dengan
kelengkapan sebagai berikut:
 Surat permohonan;
 Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
dilegalisir;
 Nama direktur/pengurus;
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
 Susunan direksilpengurus ;
 Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
 Fotokopi akta notaris pend irian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon
berbentuk badan usaha;
 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
 Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
 Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
 Daftar peralatan yang tersedia
 Surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab; dan
 Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang
telah dilegalisir.
c. Surat permohonan berikut berkas ditembuskan ke BPOM RI, BBPOM di
Bandung, Dinkes Propinsi Jawa Barat (dan BPPT Propinsi Jawa Barat)
d. Jika berkas permohonan sudah diterima BBPOM di Bandung, petugas
BBPOM di Bandung akan melakukan sarana dengan mengacu kepada CPKB
(Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik) :
 SDM/Personalia

Sumber Daya Manusia yang dimiliki harus mempunyai pengetahuan,


keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya,
dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat
dan mampu menangani tugas yang di bebankan kepadanya.
 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan Fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang,
dibangun dan dipelihara sesuai kaidah. Hendaknya setiap area yang
digunakan di Industri tersebut terpisah dengan jelas, terdapat drainase
yang memadai, penerangan yang cukup, dan dapat mencegah kontaminasi
lingkungan sekitar dan hama.
 Peralatan

Peralatan harus di desain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang


dibuat.
 Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya


kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan
hygiene hendaknya mencakup personalia, bagunan, mesin-mesin, dan
peralatan serta bahan awal.
 Produksi

Produkksi diterpakan sesuai SOP yang terdapat di industri tersebut dimulai


dari penerimaan bahan awal sampai pasca produksi berupa penyimpanan
hasil produksi di tempat penyimpanan.
 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi


jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan. Pengawasan
mutu meliputi Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan
pengujian terhadapbahan awal produk dalam proses, produk antara,
produk ruahan danproduk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan serta
Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi
bets,program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk
diperedaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan
awaldan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
 Dokumentasi

Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari


bahan awalsampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas
yang dilakukan, meliputipemeliharaan peralatan, penyimpanan,
pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan
CPKB.

 Audit Internal

Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau
sebagian dari aspekproduksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan sistem mutu. AuditInternal dapat dilakukan oleh pihak luar,
atau auditor profesional atau tim internal yangdirancang oleh manajem
untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluassampai ke
tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu.Laporan harus dibuat pada
saatselesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan
baik.

 Penyimpanan

Tempat penyimpanan sebaiknya memiliki area yang luas, dirancang untuk


menjaga agar penyimpanan tetap baik, dan dapat melindungi material dari
pengaruh cuaca serta terdapat pemisahan antara produk karantina dan
bahan berbahaya.

 Kontrak Produksi dan Pengujian

Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas


dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau
salah dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak
memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk
yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek
pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen
kontrak. Hendaknya adaperjanjian tertulis antara pihak yang memberi
kontrak dan pihak penerima kontrak yangmenguraikan secara jelas tugas
dan tanggungjawab masing-masing pihak.

 Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk

Hendaknya dibuat sistem mengenai penanganan keluhan dan penarikan


kembali dari peredaran terhadap produk yangdiketahui atau diduga
bermasalah.Sistem berupa penataan SDM, SOP untuk menagani masalah
tersebut dan terdapat pencatatan terhadap masalah-masalah tersebut.

e. Jika hasil pemeriksaan sarana oleh BBPOM di Bandung memenuhi syarat,


maka akan dibuatkan laporan analisis hasil pemeriksaan untuk diteruskan ke
Kepala BPOM RI dengan tembusan kepada Kepala Dinkes Propinsi Jawa
Barat (dan BPPT Propinsi Jawa Barat) serta Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. BPOM membuat rekomendasi hasil pemeriksaan sarana ke Dinkes
Propinsi Jawa Barat.
f. Begitu pula dengan Dinkes Propinsi Jawa Barat, jika permohonan sudah
diterima Dinkes Propinsi Jawa Barat maka Dinkes Propinsi Jawa Barat segera
melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administrasi untuk
disampaikan kepada Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berupa
rekomendasi.

 Notifikasi kosmetika

Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 1176 tahun 2010 mengenai
notifikasi kosmetika setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar dari Menteri Kesehatan. Izin edar kosmetika berupa notifikasi kecuali
kosmetika yang digunakan untuk penelitian dan sebagai sampel kosmetika untuk
pameran.Notifikasi dilakukan sebelum kosmetika beredar oleh pemohon kepada
Kepala Badan.Wajib notifikasi ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2011. Untuk
kosmetika yang telah memiliki izin edar, masih tetap berlaku dalam jangka waktu
paling lama 3 tahun sejak dikeluarkannya Permenkes 1176.

Adapun yang dapat mengajukan permohonan notifikasi, yaitu:

a. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki


izin produksi,
b. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan
surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal, dan/atau
c. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM NO HK.03.1.23.12.10.11983


Tahun 2010 tentang kriteria dan tata cara pengajuan notifikasi, tata cara
pengajuannya adalah sebagai berikut :

a. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika harus


mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
b. Pendaftaran sebagai permohonan dapat mengisi formulir (template) secara
elektronik pada website Badan Pengawas Obat dan Makanan
c. Pendaftaran sebagai pemohon hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak
terjadi perubahan data pemohon.
d. Pemohon harus menyampaikan pemberitahuan perubahan data pemohon
notifikasi atau mengajukan pendaftaran kembali jika terjadi perubahan.
e. Pemberitahuan perubahan data pemohon notifikasi harus disertai dengan data
pendukung dan disampaikan kepada Kepala Badan melalui email ke alamat
penilaian_kosmetik@pom.go.id.
f. Pendaftar yang telah terdaftar dapat mengisi formulir (template) secara
elektronik pada website Badan Pengawas Obat dan Makanan.
g. Pemohon yang telah berhasil mengirim template Notifikasi akan menerima
Surat perintah bayar secara elektronik melalui email pemoho dan melakukan
pembayaran sesuai bank yang ditunjuk.
h. Paling lama sepuluh hari setelah tanggal surat perintah bayar, pemohon harus
menyerahkan asli bukti pembayaran kepada kepala BPOMatau BBPOM/Balai
POM. Apabila lebih dari Sepuluh hari pemohon notifikasi dianggap ditolak.
i. Asli bukti pembayaran yang diterima Badan Pengawas Obat dan Makanan
atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan/Balai Pengawas Obat dan
Makanan akan diverifikasi kebenarannya.
j. Jika asli bukti pembayaran yang diterima benar, pemohon menerima tanda
pengenal produk (ID produk) sebagai tanda terima pengajuan permohonan
notifikasi.
k. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diperoleh tanda
terima pengajuan permohonan notifikasi, Kepala Badan tidak mengeluarkan
surat penolakan, terhadap kosmetika yang dinotifikasi dianggap disetujui dan
dapat beredar di wilayah Indonesia.
l. Notifikasi kosmetika yang telah habis jangka waktu berlakunya harus
diperbaharui. Permohonan pembaharuan notifikasi untuk kosmetika yang telah
habis masa berlakunya, diajukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum habis
masa berlaku notifikasi.
 Labelling
Penandaan pada kemasan harus mencantumkan :
 Nama Produk
 Nama dan alamat pabrik, distributor
 Komposisi/bahan penyusun
 Berat bersih, isi bersih, ukuran
 Nomor persetujuan pendaftaran
 Kode produksi
 Kegunaan dan cara penggunaan
 Tanggal kadaluarsa
 Data stabilitas jika kurang dari 30 bulan
 Informasi lain yang berkaitan dengan keamanan dan atau mutu
 Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia
*) Kecuali untuk produk-produk yang umum penggunaannya

 Pengawasan
Pengawasan dilakukan terhadap industri kosmetika, importir kosmetika,usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi denganindustri
kosmetika yang telah memiliki izin produksi, sarana distribusi, dansarana
penjualan melalui media elektronik.Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh
petugas meliputipengawasan rutin dan khusus.
Pengawasan terhadap sarana dilakukan melalui:
a. Pemeriksaan legalitas sarana:
 Industri kosmetika;
 Importir kosmetika;
 Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi;
b. Distribusi, meliputi namun tidak terbatas pada distributor, agen, klinik
kecantikan, salon, spa, swalayan, apotek, toko obat, dan toko
kosmetika.Pengawasan penerapan aspek CPKB:
 Industri kosmetika dengan izin produksi golongan A, harus menerapkan
seluruh aspek CPKB;
 Industri kosmetika dengan izin produksi golongan B, sekurangkurangnya
menerapkan aspek higiene sanitasi dan dokumentasi
c. Pengawasan kosmetika meliputi:
 Pemeriksaan legalitas kosmetika;
 Pemenuhan terhadap persyaratan penandaan, komposisi, klaim, kesesuaian
antara komposisi dengan klaim yang tercantum dalam penandaan
kosmetika;
 Pemeriksaan dokumen;
 Sampling dan pengujian berdasarkan analisis risiko;
 Pengawasan promosi dan periklanan kosmetika pada media antara lain
meliputi media cetak, media elektronik dan media luar ruang; dan
 Pemantauan hasil penarikan dan pemusnahan kosmetika yang
tidakmemenuhi persyaratan.

 Pertanggungjawaban Produk
 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap
kosmetika yang diedarkan.
 Apabila terjadi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan akibat
penggunaan kosmetika, maka Industri kosmetika, importir kosmetika, atau
usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
mempunyai tanggungjawab untuk menangani keluhandan/atau menarik
kosmetika yang bersangkutan dari peredaran atas inisiatif sendiri atau atas
perintah Kepala Badan POM.
 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi harus melaporkan kepada Kepala
Badan POM apabila kosmetika yang sudah dinotifikasi tidak lagi
diproduksi atau diimpor.
 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggungjawab terhadap
kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di
peredaran.
 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring
terhadap kosmetik yang telah diedarkan, dan wajib untuk menanggapi dan
menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetika
yang diedarkan. Terhadap kasus efek yang tidak diinginkan, harus
dilaporkan kepada Kepala Badan POM melalui mekanisme Monitoring
Efek Samping Kosmetik (Meskos)
 Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan penarikan
terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar standar dan/ persyaratan,
berdasarkan inisiatif sendiri atau atas perintah Kepala Badan POM.
Terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/persyaratan serta
membahayakan kesehatan dilakukan pemusnahan.

3.3 Suplemen Makanan


Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah
terkonsentrasi.
Suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan
keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan;
b. Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data
pembuktian;
c. Diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik;
d. Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif,
benar dan tidak menyesatkan;
e. Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan
cairan yang tidak dimaksud untuk pangan.
Suplemen makanan harus diproduksi dengan menggunakan bahan yang
memenuhi standar mutu sesuai dengan Farmakope Indonesia, Materia Medika
Indonesia atau standar lain yang diakui. Suplemen makanan wajib diproduksi
dengan menggunakan Cara Pembuatan yang Baik.
Bahan yang berupa vitamin, mineral, asam amino dan bahan lain yang
diizinkan digunakan dalam suplemen makanan dengan pembatasan sesuai dengan
yang ditetapkan. Bahan tambahan berupa pemanis buatan yang diizinkan
digunakan dalam suplemen makanan. Bahan tambahan lain berupa pengawet,
pewarna, penyedap rasa, aroma dan pengental yang diizinkan digunakan dalam
suplemen makanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pangan.
Bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan tercantum dalam
ketentuan yang berlaku.
Kemanfaatan suplemen makanan harus sesuai dengan jumlah dan komposisi
bahan yang dikandungnya. Bahan yang berasal dari tumbuhan / hewan /
mikroorganisme non patogen yangdigunakan dalam bentuk kombinasi dengan
vitamin, mineral dan asam aminoharus memiliki kesesuaian khasiat yang
didukung dengan data pembuktian.
Wadah dan pembungkus harus diberi penandaan yang berisi informasi yang
lengkap, objektif dan tidak menyesatkan.Penandaan harus berisi informasi yang
sesuai dengan penandaan yang telah disetujui pada pendaftaran. Penandaan lain
harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Badan.
Penandaan harus mencantumkan sekurang-kurangnya :
a. Tulisan “Suplemen Makanan”;
b. Nama produk, dapat berupa nama generik atau nama dagang;
c. Nama dan alamat produsen atau importir;
d. Ukuran, isi, berat bersih;
e. Komposisi dalam kualitatif dan kuantitatif;
f. Kandungan alkohol, bila ada;
g. Kegunaan, cara penggunaan dan takaran penggunaan;
h. Kontra indikasi, efek samping dan peringatan, bila ada;
i. Nomor izin edar;
j. Nomor bets / kode produksi;
k. Batas kadaluwarsa;
l. Keterangan lain yang berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan
tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI, 2004).

TATA LAKSANA MEMPEROLEH IZIN EDAR SUPLEMEN MAKANAN

Kategori Pendaftaran
(1) Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi pendaftaran baru
dan pendaftaran variasi.
(2) Pendaftaran baru terdiri dari:
a. kategori 1 : pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein,
lemak atau bahan lain berupa isolat;
b. kategori 2 : pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein,
lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam;
c. kategori 3 : pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2
dengan klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi dan dosis
baru.
(3) Pendaftaran variasi terdiri dari:
a. kategori 4 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin
edar dengan :
4.1. perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi;
4.2. perubahan atau penambahan ukuran kemasan;
4.3. perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat;
4.4. perubahan desain kemasan;
4.5. perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan
status kepemilikan;
4.6. perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan.
b. kategori 5 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin
edar dengan :
5.1. perubahan spesifikasi dan atau metoda analisis bahan baku;
5.2. perubahan spesifikasi dan atau metoda analisis produk jadi;
5.3. perubahan stabilitas;
5.4. perubahan teknologi produksi;
5.5. perubahan tempat produksi;
5.6. perubahan atau penambahan jenis kemasan.
c. kategori 6 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin
edar dengan :
6.1. perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong
dalam satu kelompok;
6.2. perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat.

Pendaftaran
(1) Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan.
(2) Pendaftaran suplemen makanan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu pra
penilaian dan penilaian.
(3) Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan
dokumen dan dilakukan penentuan kategori.
(4) Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data
pendukung.
(5) Hasil pra penilaian diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar dan
bersifat mengikat.
(6) Hasil pra penilaian diberitahukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 (dua puluh) hari kerja untuk
pendaftaran baru terhitung sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran.
(7) Data dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penilaian dalam rangka
pendaftaran dijaga kerahasiaannya oleh Kepala Badan.
(8) Terhadap pendaftaran dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
(9) Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran
yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang telah diisi,
dilengkapi dengan dokumen administrasi dan dokumen pendukung.
(10) Dokumen administrasi seperti tercantum dalam Lampiran 1.
(11) Formulir pendaftaran atau disket disediakan oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
(12) Dokumen pendukung suplemen makanan terdiri dari:
a. dokumen mutu dan teknologi sesuai ketentuan;
b. dokumen yang mendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat
pembuktian.
(13) Pedoman klaim kegunaan ditetapkan tersendiri.
(14) Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan:
a. rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister,
catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan
penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan suplemen
makanan yang akan diedarkan dan harus dilengkapi dengan rancangan
warna;
b. brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan.
(15) Informasi minimal yang harus dicantumkan pada rancangan kemasan dan
brosur sesuai ketentuan
(16) Pendaftaran suplemen makanan kontrak, suplemen makanan lisensi dan
suplemen makanan impor selain harus memenuhi ketentuan peraturan
pendaftaran suplemen makanan, juga harus memenuhi ketentuan
sebagaimana tercantum dalam ketentuan.
(17) Untuk pendaftaran baru, berkas yang diserahkan sesuai ketentuan terdiri
dari:
a. formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi;
b. formulir SB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara
pembuatan;
c. formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu
bahan baku dan produk jadi;
d. formulir SD berisi dokumen yang mencakup klaim penggunaan, cara
pemakaian dan bets.
(18) Untuk pendaftaran variasi, berkas yang diserahkan terdiri dari formulir
pendaftaran variasi sesuai ketentuan dan kelengkapan pendaftaran variasi
untuk masing-masing kategori sesuai ketentuan.

Pengisian Formulir
(1) Pengisian formulir pendaftaran, dokumen administrasi dan dokumen
pendukung mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. pengisian formulir pendaftaran harus menggunakan bahasa Indonesia
dan atau bahasa Inggris;
b. dokumen pendaftaran dapat menggunakan bahasa Indonesia dan atau
bahasa Inggris;
c. penandaan suplemen makanan dalam negeri harus menggunakan bahasa
Indonesia;
d. penandaan suplemen makanan impor harus menggunakan bahasa
Indonesia disamping bahasa aslinya.
(2) Petunjuk pengisian formulir pendaftaran baru sesuai ketentuan.

Penilaian
(1) Terhadap dokumen pendaftaran suplemen makanan yang telah memenuhi
ketentuan ini, dilakukan penilaian sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.
(2) Pelaksanaan penilaian dilakukan melalui:
a. jalur 1 : 1.1.untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan
nama generik;
1.2.untuk suplemen makanan kategori 4;
b. jalur 2 : 2.1 untuk suplemen makanan kategori 1 yang
menggunakan nama dagang;
2.2.untuk suplemen makanan kategori 5;
c. jalur 3 : 3.1. untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil
keamanannya telah diketahui dengan pasti;
3.2. untuk suplemen makanan kategori 6;
d. jalur 4 : untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil
keamanan belum diketahui dengan pasti dan kategori 3.
(3) Untuk melakukan penilaian, dibentuk Panitia Penilai Suplemen Makanan
(PPSM) dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS
PSM).
(4) Pembentukan, tugas dan fungsi PPSM ditetapkan oleh Deputi.
(5) Pembentukan, tugas dan fungsi KOMNAS PSM ditetapkan oleh Kepala
Badan.
(6) Hasil penilaian mutu, keamanan dan kemanfaatan dapat berupa memenuhi
syarat, belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Pemberian Keputusan
(1) Dalam hal memenuhi, Kepala Badan memberikan surat keputusan
persetujuan pendaftaran dengan menggunakan format sesuai ketentuan.
(2) Dalam hal belum memenuhi syarat, diperlukan penambahan data yang
akan diberitahukan secara tertulis dengan menggunakan format sesuai
ketentuan.
(3) Pendaftar yang telah menerima permintaan tambahan data, wajib:
a. menyerahkan tambahan data selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung mulai tanggal pemberitahuan;
b. bila batas waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf a
telah dilampaui, berkas pendaftaran dikembalikan dengan surat sesuai
ketentuan;
c. berkas yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat
diajukan kembali sebagai pendaftaran baru dan dilengkapi dengan
tambahan data.
(4) Dalam hal tidak memenuhi syarat, Kepala Badan memberikan surat
keputusan dengan menggunakan format sesuai ketentuan.
(5) Keputusan hasil penilaian diberikan terhitung sejak diterimanya berkas
pendaftaran yang lengkap disertai bukti pembayaran selambat-lambatnya:
a. pendaftaran jalur 1 (satu) : 7 hari kerja;
b. pendaftaran jalur 2 (dua) : 15 hari kerja;
c. pendaftaran jalur 3 (tiga) : 30 hari kerja;
d. pendaftaran jalur 4 (empat) : 60 hari kerja.

Dengar Pendapat
(1) Terhadap keputusan belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat,
pendaftar dapat mengajukan keberatan secara tertulis dengan mekanisme
dengar pendapat kepada Kepala Badan.
(2) Pengajuan keberatan diajukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
tanggal surat keputusan.

Peninjauan Kembali
(1) Berdasarkan hasil dengar pendapat dapat dilakukan peninjauan kembali
terhadap hasil penilaian.
(2) Dalam hal peninjauan kembali, pendaftar harus melengkapi dengan data
baru dan atau data yang sudah pernah diajukan disertai justifikasi.
(3) Hasil peninjauan kembali dapat berupa persetujuan atau penolakan
terhadap pengajuan keberatan.

Persetujuan Pendaftaran
(1) Persetujuan pendaftaran suplemen makanan berlaku 5 (lima) tahun selama
masih memenuhi ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang melalui
pendaftaran ulang (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2004, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI


Nomor: HK.00.05.23.3644. 2004. Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen
Makanan.
BPOM, 2005, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Nomor: HK.00.05.41.1381. 2005. Tata Laksana Pendaftaran Suplemen
Makanan.

BPOM, 2005, Peraturan Kepala BPOM RI NO:HK.00.05.41.1384 Tentang


Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka, Jakarta.

BPOM, 2011, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI


Nomor.HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria Dan Tata
Laksana Registrasi Obat, Jakarta.

DEPKES RI, 2008, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


10101/MenKes/Per/XI/2008 Tentang Registrasi Obat, Jakarta.

http://www.pom.go.id/nonpublic/kosmetik/default.asp.

Ministry of Health, Labour and Welfare (MHLW), Japan International


Cooperation Agency (JICA) and Japan International Corporation of Welfare
Services (JICWELS), 2009, In Country Reports : The Study Programme for
the Pharmaceutical Affairs Experts, Tokyo, Japan.

Ratanawijitrasin, S., 2005, Drug Regulation and Incentives for Innovation : The
Case of ASEAN, Faculty of Pharmaceutical Science, Chulangkoron
University Thailand.

Anda mungkin juga menyukai