PENDAHULUAN
abadi dan keadilan sosial,1 sehubungan dengan hal tersebut maka sudah
keselamatan dan keamanan yang secara nyata dalam berbagai bidang kehidupan
saat ini .
Tepatnya diera perdagangan yang kian meluas maka perlu yang namanya
pengawasan yang ekstra oleh para pemerintah dan para penegak hukum yakni
kepolisian, untuk mengawasi sistem jual beli yang kian meluas di kalangan
Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 8 menjelaskan bahwa obat adalah bahan atau
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka diagnosis,
untuk manusia.2
1
Nasriah, Tinjauan Yuridis Terhadap Peredaran Obat Palsu, skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, (Makasar, 2008), hlm.2.
2
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 9 Tentang Kesehatan.
1
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
Nomor 36 Tahun 2009 pasal 197 yang seharusnya setiap orang yang dengan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) 4 Pasal 198
setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
pidana paling banyak Rp. 100.000,00 (seratus juta rupiah).5 Pasal 108 ayat 1
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat, dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
hanya dapat di lakukan oleh mereka yang memiliki keahlian dan izin dari
Pemerintah. Namun kenyataanya saat ini masih ada beberapa oknum yang tidak
3
Muhamad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015),
Hlm.7.
4
Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
5
Pasal 198 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
6
Pasal 108 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2
bertanggung jawab yang ada di tengah-tengah masyarakat mengambil keuntungan
dengan cara yang tidak rasional melakukan praktik jual beli obat-obatan bekas
Pekanbaru terdapat 61 titik, yang tersebar dalam 12 kecamatan puluhan TPS tidak
hanya milik Pemerintah tapi ada juga milik Swasta, adapun lokasi TPS yang
berada di Kota Pekanbaru antara lain di Daerah Bukit Raya, Tenayan Raya,
Marpoyan Damai, Tampan, Rumbai Dan Rumbai Pesisir,7 adapun oknum yang
melakukan praktik jual beli obat-obatan bekas dan atau kedaluwarsa terdapat di
Kecamatan Payung Sekaki Jalan Air Hitam Kota Pekanbaru, yang mana jual beli
obat-obatan bekas dan atau kedaluwarsa dilakukan oleh orang yang sama sekali
tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Pembeli obat yang disebut sebagai
para pemulung yang mendapat obat-obatan bekas dan atau kedaluwarsa dari
tumpukan sampah menjualnya dengan harga yang beragam sesuai dengan merek
obat-obatan tersebut antara lain Rp. 5.000,00 per papan, Rp. 2.000,00 dan
Rp.80.000,00. Adapun obat-obatan yang mahal seperti obat jantung, dan paru-
paru, sedangkan antibiotik di bandrol dengan harga murah yang berkisar Rp.
1000,00 per papan, harga beli obat-obatan bekas dan/atau kedaluwarsa juga dilihat
dari segi kelayakan bungkus tersebut, jika dalam hal ini bungkus obat tersebut
7
https://www.pekanbaru.go.id/p/news/ini/-61-titik-tps-sampah-di-pekanbaru di akses
pada hari jum’at, tanggal 29 januari 2021 pukul 09.22 WIB
3
sudah rusak maka obat tersebut dibandrol dengan harga yang murah, karena
di kirim ke penampung besar yang berada di Jakarta dan kemudian akan di jual
tempat pembuangan sampah di Kecamatan Payung Sekaki Jalan Air Hitam sudah
berlangsung selama 3 (tiga) bulan, yang mana obat tersebut akan di daur ulang
dan kembali dijual kepada masyarakat melalui Apotek maupun pasar. 9 Dari
sumber yang penulis dapatkan bahwa obat-obatan bekas dan atau kedaluwarsa
yang dikumpulkan sejumlah pelaku dari para pemulung kemudian dijual kembali
kedaluwarsa tersebut di jual di pasar pramuka Jakarta Timur dengan harga yang
adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak
bagian c berbunyi melindungi pasien dan masyarakat dari pengguna obat yang
Dari beberapa sumber yang penulis dapatkan badan pengawas obat dan
makanan (BPOM), melansir sejak 1999 hingga 2006 jumlah obat palsu yang
diabetes, antibiotik, hingga obat sakit kepala. Badan kesehatan dunia (WHO) juga
melansir, jumlah kerugian akibat obat palsu di Indonesia mencapai 3 triliun per
tahun.16 Sehingga dalam hal ini tidak menutup kemungkinan jika obat-obatan
yang di beli dari tempat pembuangan sampah yang berada di Kecamatan Payung
12
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Depok: Prenadamedia
Group, 2018), hlm.34.
13
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), hlm. 18.
14
Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Farmasi Pasal 39 Ayat 1
15
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
16
Rizki Prasa, Apotek Rakyat Dan Apotek Waralaba, http:/ Dubidudam. blogspot.c0m.
surakarta, diakses pada hari minggu tanggal 16 Agustus 2020, Pukul 11.00 WIB.
5
Sekaki Kota Pekanbaru, di oplos kembali menjadi obat yang terlihat layak untuk
apotek yang ditutup oleh Balai Besar Obat Dan Makanan (BBPOM) karena telah
melakukan pelanggaran berat, yaitu menjual obat kedaluwarsa dan obat ilegal
tanpa izin edar.17 Mengingat banyak juga kalangan masyarakat yang sama sekali
tidak mengerti obat-obatan dan hanya berpatokan kepada pegawai apotek ketika
hendak membeli obat-obatan yang akan dikonsumsi. Maka dari itu mengenai jual
beli obat-obatan bekas dan atau kedaluwarsa yang dibeli dan kemudian dijual
mudah, selain itu apotek merupakan sarana informasi obat kepada masyarakat
dan tenaga kesehatan lainnya,18 ditambah lagi dengan adanya media informasi dan
17
mediacenter.riau.go.id diakses pada hari senin tanggal 15 februari 2021 pukul 09.58
WIB.
18
Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus Perizinan Usaha Farmasi Dan
Kesehatan, ( Jakarta,2009),hlm. 27.
6
Atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat dari informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
B. Rumusan Masalah
19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998.
7
Orang Yang Tidak Memiliki Kewenangan Melakukan Praktik Jual Beli
Kota Pekanbaru?
1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini, diteliti oleh penulis adalah untuk menelaah beberapa
Kota Pekanbaru.
Pekanbaru.
2. Kegunaan Penelitian
8
Kegunaan penelitian yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan
a. Bagi Penulis
b. Bagi Universitas
c. Bagi masyarakat/instansi.
9
D. Kerangka Teori
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tenaga kefarmasian sebagai salah satu
20
Muhamad Sadi Is, Op Cit, hlm. 117.
10
kata “ketentuan-ketentuan dasar” dalam Undang-Undang ini menyatakan bahwa
mengenai farmasi. Secara konkret dan umum dapat dikatakan, bahwa tujuan
masyarakat yang berkaitan dengan kesediaan farmasi yang memenuhi standar dan
pendistribusi atau penyaluran obat atas resep dokter, “pelayanan farmasi klinik”,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan tradisional. 23
Defenisi farmasi adalah salah satu bidang kesehatan yang di kombinasikan dengan
ilmu kimia, yang bertanggung jawab untuk memastikan efektifitas dan keamanan
21
Ibid, hlm.118.
22
Ibid, hlm. 120.
23
https://farmasetika.com/2021/01/18/pelayanan-farmasi-klinik-dan-defenisi-praktik-
kefarmasian-dalam-ruu-praktik-kefarmasian/ diakses pada hari kamis tanggal 28 januari 2021
pukul 13.41 WIB.
24
https://jagad.id/pengertian-farmasi/ diakses pada hari kamis tanggal 28 januari 2021
pukul 13.28 WIB.
11
Menurut Wikipedia farmasi adalah ilmu kedokteran dan ilmu kimia yang
Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 merupakan suatu larangan dan anjuran
mengenai hal yang dilarang dan dianjurkan dalam kefarmasian untuk mencegah
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan pasien, adapun sistem distribusi yang
b. Mempertahankan mutu
dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku. Karena dalam ilmu kesehatan terdapat yang namanya
asas keseimbangan yang mana asas keseimbangan merupakan asas yang berlaku
masyarakat, anatar fisik dan mental, juga keseimbangan antara tujuan dan sarana,
antara dan hasil, antara manfaat dan resiko yang ditimbulkan dari upaya medik
yang dilakukan,25 sehingga dengan demikian jika dikaji mengenai tujuan dari
kefarmasian.26
kemudian diedarkan kembali kepada masyarakat yang dilakukan oleh oknum yang
yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup.27
atau keadaan yang akan diwujudkan, oleh karena itu tujuan perlindungan
konsumen perlu dirancang dan dibangun secara berencana dan dipersiapkan sejak
adalah istilah yang dialih bahasakan dari product liability, berbeda dengan ajaran
disebabkan oleh keadaan tertentu produk (cacat atau membahayakan orang lain)
adalah tanggung jawab mutlak produsen yang disebut dengan (strict liability),28
27
Shidarta, Op Cit, hlm.9.
28
Erman Rajagukguk. Pentingnya Hukum Konsumen Dalam Perdagangan Bebas.
(Bandung: Mandar Maju), hlm 29.
14
adapun tujuan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
kemandirian konsumen untuk melindungi diri, ayat (2) mengangkat harkat dan
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, ayat
berusaha, ayat (6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
keamanan, dan keselamatan konsumen. Pasal 4 hak konsumen antara lain ayat (1)
dan/atau jasa, ayat (2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut dengan nillai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan, ayat (3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, ayat (4) hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan, ayat (5) hak untuk
perlindungan konsumen secara patut, ayat (6) hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen, ayat (7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif, ayat (8) hak untuk mendapatkan kompensasi,
15
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, ayat (9) hak-hak yang
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
antara hukum dengan masyarakat yang alam penelitian ini akan dilihat
Sekaki.
2. Lokasi Penelitian
ditemukan praktik jual beli obat - obatan bekas oleh oknum yang tidak
memiliki kewenangan.
a. Populasi
maksud dan tujuan penelitian ini. Adapun yang menjadi populasi dalam
16
penelitian ini adalah:
1 (satu) orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dapat
sejumlah sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada. Untuk lebih
Tabel I
3
Pembeli Obat 2 2 100
Bekas/Obet
Masyarakat (Penjual) 30 15 50
4
Obat Bekas
4. Sumber Data
Data primer yaitu sumber data yang penulis peroleh langsung dari hasil
sendiri.
b. Data Sekunder
cetak dan elektronik serta data yang diproleh dari buku- buku.
c. Data Tertier
18
Yaitu sumber data yang penulis proleh dari kamus, internet, jurnal dan
a. Wawancara
data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yaitu
b. Observasi
c. Kajian Kepustakaan
penelitian ini.
6. Analisis Data
19
Dalam penelitian ini data dianalisis secara kualitatif, artinya data
20
BAB II
wilayah Kota Pekanbaru, terdiri atas 39 RW dan 181 RT. Luas wilayah
2. Kelurahan Tampan: 10 km
12 km
Kecamatan Senapelan
21
B. Kependudukan
pada tahun 2014. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 2,2 persen dari
islam yang taat, sehingga pengaruh agama dan syariat islam jelas
upacara adat lainnya. Dari jumlah penduduk yang berbaur dan hidup
22% beragama lainnya, seperti Kristen protestan, katolik, hindu dan budha.
22
C. Keadaan Sosial
Kecamatan Payung Sekaki data pendidikan meliputi data TK, SD, SLTP,
dan SLTA baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun yang dikelola oleh
23
24
BAB III
Hukum kesehatan merupakan cabang dari ilmu hukum yang secara relatif baru
hukum perdata, hukum administratif, hukum pidana, dan hukum disiplin yang tertuju
pada subsistem kesehatan dalam masyarakat. Salah satu unsur dalam hukum kesehatan,
peristiwa hukum, hubungan hukum, objek hukum, dan masyarakat hukum. Pengertian
ini, misalnya subyek hukum antara lain apotek dan apoteker dan menjadi tenaga
secara khusus tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan kesehatan
manusia menuju kearah tujuan deklarasi health for air dan perlindungan secara khusus
pelayanan dan penerima pelayanan, baik sebagai perorangan (pasien) atau kelompok
masyarakat.31
“hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik
maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi;
29
Soerjono Soekanto, Aspek Hukum Apotek Dan Apoteker, (Bandung: Mandar Maju, 1980), hlm.1.
30
Cecep Triwibowo, Etika Dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), hlm.16.
31
Soekidjo Notoatmodjo, etika dan hukum kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 44
25
sarana pedoman medis nasional atau internasional, hukum di bidang kedokteran,
dengan hukum kedokteran ialah bagian hukum kesehatan yang menyangkut pelayanan
medis.32 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum kesehatan adalah seluruh
kumpulan peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan. Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada hukum tertulis
(Undang-Undang), namun juga pada yurisprudensi, traktat, konsensus, dan pendapat ahli
hukum serta ahli kedokteran (termasuk doktrin), sehingga dalam ilmu kesehatan terdapat
dari pernyataan ini adalah bahwa kepandaian seorang ahli kesehatan tidak boleh
b. Agroti Salus Lex Suprema artinya keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi.
c. Deminimis noncurat lex artinya hukum tidak mencampuri hal-hal yang sepele. Hal
ini berkaitan dengan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Selama
kelalaian tersebut tidak berdampak merugikan pasien maka hukum tidak akan
menuntut
d. Res Ipsa liquitur” artinya faktanya telah berbicara. Digunakan didalam kasus-kasus
malpraktek dimana kelalaian yang terjadi tidak perlu pembuktian lebih lanjut karena
32
Sri Siswati, Etika Dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan, (Jakarta:
Rajawali Pers,2013), hlm. 11.
33
Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2008), hlm. 166.
26
1. Penggolongan Obat
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 8 obat adalah bahan
atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras psikotropika dan narkotika. Untuk
mengawasi penggunaan obat oleh rakyat serta untuk menjaga keamanan penggunanya,
a. Obat bebas, merupakan sejenis obat yang bisa secara bebas di perjual belikan,
menjajakan berbagai jenis obat dan tidak termasuk dalam jenis narkotika dan
b. Obat bebas terbatas, obat yang termasuk dalam penggolongan obat bebas
terbatas (dulu di sebut daftar W), yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan
kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas
c. Obat keras, (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat
d. Psikotropika, merupakan sejenis zat atau obat alamiah atau sistensis, bukan
harus dengan resep asli bukan copy dari dokter dan apotek diwajibkan
34
Stephen Zeenot, Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Wajib Apotek , (Yogyakarta: D-Medika,
2000), hlm. 17.
28
f. Obat wajib apotek, merupakan sejenis obat keras yang keberadaannya bisa
Selain obat tersebut ada beberapa istilah penting dalam dunia obat, yaitu:35
a. Obat tradisional ialah obat jadi atau obat terbungkus yang berasal dari bahan
b. Obat jadi yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lainnya yang
c. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik
yang memproduksinya.
d. Obat baru ialah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang
bahan pembantu (vehiculum) atau komponen lain yang belum dikenal, hingga
f. Obat generic berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam daftar obat
dengan persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh pusat pemeriksaan obat dan
35
Ibid. hlm. 22
29
g. Obat wajib apotek ialah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat,
Pasal 2 ayat (1) obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin
edar. Ayat (2) untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan registrasi. Ayat (3) registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
30
oleh pendaftar kepada kepala badan. Pasal 3 ayat (1) dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diperuntukan bagi pemasukan obat
untuk penggunaan khusus. Ayat (2) pemasukan obat untuk penggunaan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-Undangan. Pasal 4 ayat (1) obat yang mendapat izin edar harus memenuhi
kriteria berikut: a.khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui uji nonklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
standar yang ditetapkan, termasuk proses produksi sesuai dengan CPOB dan
dilengkapi dengan bukti yang sahih; dan c.informasi produk dan label berisi informasi
lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat
secara tepat, rasional dan aman. Ayat (2) Selain harus memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) obat juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.khusus
untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia; dan b.khusus obat program kesehatan nasional,
Pelaksanaan izin edar berdasarkan Pasal 60 ayat (1) industri farmasi yang
telah mendapatkan izin edar wajib membuat dan mengirimkan laporan produksi atau
laporan pemasukan obat impor kepada kepala badan. Ayat (2) laporan produksi atau
laporan pemasukan obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
atau laporan pemasukan obat impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Badan. Ayat (2) Pemantauan
khasiat, keamanan,dan mutu obat selama obat diedarkan sebagaimana dimaksud pada
a. Thalidomide dan segala sediaan yang mengandung obat tersebut antara lain
softenon (Perancis) dan contergen (grumenthal, Jerman). Obat ini belum pernah
pada bayi yang dilahirkan oeh ibu yang menggunakan obat tersebut. Obat tersebut
b. Meclizine dan segala sediaan yang mengandung obat tersebut antara lain: travel-
c. Phenmetrazine dan segala sediaan yang mengandung obat tersebut antara lain:
preludin dan obazin, obat ini digunakan sebagai obat pengurus badan (anti
d. DET; DMNP; DMT; (+) – LYSERGIDE = LSD; LSD -25. Bahan ini merupakan
f. Semua obat yang tidak didaftarkan ke BPOM, dinyatakan sebagai obat berbahaya
Semua obat yang ditarik dari peredaran oleh BPOM dinyatakan tidak boleh
36
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat.
37
Ibid. hlm. 50.
32
3. Pihak Yang Mempunyai Legalitas Menjual Dan Meracik Obat-Obatan
Tentang Apotek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 44,
Indonesia Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
33
Nomor 3169) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 Tentang Masa Bakti Dan
Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 55,
Awal penggunaan istilah yuridis pekerjaan kefarmasiaan dan atau praktik kefarmasian
adalah istilah “praktik peracikan obat”, seperti dimaksud ordonasi obat keras, yang
Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat (1) pekerjaan kefarmasian adalah termasuk
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional,
ayat (3) tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmsian, ayat (6) tenaga teknis kefarmasian
adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah
pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, mengenai pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi pada Pasal 14 ayat (1) setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi berupa obat harus memiliki seorang apoteker sebagai penanggung jawab, ayat
38
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Bab VII, Ketentuan
Penutup, Pasal 63
39
Ordonasi Obat Keras, St. 1937. 41, Pasal 1 Ayat (1) Huruf (B)
34
(2) apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
Selanjutnya jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apotek adalah suatu tempat
kepada masyarakat. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek dinyatakan bahwa:
a. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
b. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generic yang ditulis dalam resep
c. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat
Apoteker dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab. Jika apoteker bersalah tidak memenuhi kewajiban itu,
menjadi alasan baginya untuk dituntut secara hukum untuk mengganti segala kerugian
yang timbul sehubungan dengan tidak dipenuhinya kewajiban itu,40 artinya apoteker
harus bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam
menjalankan kewajibannya, sehingga dalam hal ini di perlukan yang namanya teori
diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit)
merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efesien, bahkan
melalui pengawasan tercipta suatu aktifitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau
evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga
dapat mendeteksi sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauh mana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Dari segi hukum
membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan
dan ketidak cocokan dan menemukan penyebab ketidak cocokan yang muncul. Dalam
(tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk
41
Basu Swastha, Azas-Azas Marketing, ( Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm. 216.
42
http://www.itjen-depdagri.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 Diakses Tanggal 21
Februari 2021. Pukul 10.52 WIB.
36
pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.43
terbagi atas;45
43
Ibid.
44
Schermerhorn, Menejemen SE Edisi Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Library UM, 2001), hlm. 57.
45
http://www.itjen-depdagri.go.id, Loc.cit
37
Pengawasan internal adalah pengawasan dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan seperti
masyarakat.
atau badan yang ada di luar unit organisasi yang bersangkutan, contohnya
mencari-cari kesalahan atau mencari siapa yang salah, tetapi untuk memahami
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika),
tergantung dalam posisi mana ia berada.47 Secara harfiah arti kata consumer adalah
(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang, tujuan penggunaan barang
atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut,
46
Prayadi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia), hlm. 12.
47
Celina Tri Siwi Kristiyanti, hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 22.
39
begitu pula kamus bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai
atau konsumen, pengertian konsumen di Amerika Serikat dan MME, kata konsumen yang
berasal dari consumer yang berarti pemakai, namun di Amerika Serikat kata ini diartikan
lebih luas sebagai korban pemakaian produk yang cacat, baik korban dalam hal ini
Nasional) pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri
atau orang lain dan tidak diperjualbelikan. Menurut YLKI (Yayasan Lembaga
masyarakat bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan
(New Bw) orang alamiah yang mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku
dasarnya ada dua cara untuk memperoleh barang yakni dengan cara: Membeli,
bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli tentu ia
membeli, yakni dengan cara mendapat hadiah, hibah, dan warisan, untuk cara
yang kedua ini konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual
hukum dari suatu perjanjian, sehubungan dengan hal tersebut maka cara
keberadaan konsumen, maka jika dilihat dari dua jenis konsumen diatas
orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup yang
mendefenisikan a statute that safeguards consumers in the use goods and services.
konsumen (Pasal 1 Angka 1), perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas,
meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat
dari pemakaian barang atau jasa tersebut. Cakupan perlindungan konsumen itu dapat
dibedakan dalam dua aspek yaitu: perlindungan terhadap kemungkinan barang yang
diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dan
konsumen adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan
sanksi pidana, maka segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan konsumen
tersebut tidak saja terhadap tindakan prefentif akan tetapi juga tindakan represif dalam
semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen, oleh sebab itu Pengaturan
Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,
tetapi kenyataannya yang terjadi sampai saat ini proses pelaksanaan maupun aplikasi di
tengah-tengah masyarakat tidak maksimal dan dari berbagai defenisi diatas, masih
banyak ditemukan berbagai kelemahan terutama para produsen atau pelaku usaha yang
adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk yang
a. Asas manfaat
menempatkan salah satu pihak diatas maupun pihak lainnya tetapi untuk memberikan
b. Asas keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil, yang artinya asas ini
konsumen ini konsumen dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adill melalui
c. Asas keseimbangan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil dan spiritual, yang artinya
perlindungan konsumen harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan
kewajibannya masing-masing.
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan, yang artinya
asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memproleh
manfaat dari produk yang dikonsumsi dan tidak akan membahayakan kesehatan
Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
aturan mengenai hak dan kewajiban dapat berjalan sebagaimana mestinya ditengah-
tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang dicapai
ke dalam tiga tujuan hukum secara umum maka tujuan hukum untuk mendapatkan
keadilan terdapat dalam rumusan huruf c, dan huruf e, sementara tujuan hukum
49
Achmad Ali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 34.
44
untuk memberikan kemanfaatan terdapat dalam rumusan huruf a, huruf d, dan huruf
f. tujuan khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terdapat dalam
rumusan huruf d, sehingga pengelompokan rumusan ini tidak berlaku secara mutlak
karena dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang
tersebut digunakan kata produk, saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa
semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang, Undang-Undang pokok
konsumen mengartikan barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak
Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen
(Pasal 1 Angka 5), pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukan jasa tersebut
harus ditawarkan kepada masyarakat yang artinya, harus lebih dari satu orang jika
demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual tidak
tercakup dalam pengertian tersebut, sehingga subjek yang disebut sebagai konsumen
ialah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa, berdasarkan
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
sehingga dari defenisi diatas mengandung empat unsur yakni: setiap orang yang
artinya subjek hukum pemegang hak dan kewajiban menurut hukum yang berstatus
sebagai pemakai barang atau jasa seperti individu (natuurlijke person) dan badan
(rechtspersoon). Unsur kedua yakni pemakai barang dan jasa yang artinya dalam
hukum Perdata pada buku ke dua tentang benda (van zaken) yang diatur dalam Pasal
503 “ada barang yang bertubuh, dan ada barang yang tak bertubuh” dan Pasal 504
“ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak, menurut ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam kedua bagian berikut ini Benda (zaak) berdasarkan Pasal
499 KUHPerdata ialah “segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik”, benda
bermotor, tanah, dan lain sebagainya, sedangkan benda tak berwujud seperti hak
46
cipta, hak paten, (hak kekayaan intelektual) yang tidak diatur dalam KUHPerdata.
Unsur yang ke tiga ialah untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain yang artinya dalam hal ini pengguna barang dan/atau jasa
merupakan layanan prestasi yang berbentuk jasa kesehatan rumah sakit, dan jasa
transportasi, unsur yang ke empat ialah tidak untuk diperdagangkan yang artinya
dalam hal ini terkait dengan konsumen antara dan konsumen akhir, yang mana
konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhhir dari suatu produk, sedangkan
Secara umum hak dan kewajiban merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan,
yang artinya kedua hal tersebut memiliki keterikatan dalam hal sebab akibat, yang
mana hak merupakan sesuatu yang harus didapatkan setiap individu mulai dari dalam
sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh orang yang
berkepentingan. Hak konsumen merupakan hak yang harus dipatuhi oleh produsen,
antara, yang mana konsumen akhir adalah konsumen yang mengonsumsi secara
langsung produk yang diprolehnya yang digunakan untuk keperluan diri sendiri atau
distributor, agen, dan pengecer, yang termaksud dalam hal ini merupakan konsumen
merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam hukum perlindungan konsumen,
terurtama dalam hal beragamnya pilihan barang dan/atau jasa yang memungkinkan
48
konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa yang sesuai dengan kebutuhannya
dengan nilai tukar yang ekonomis, sehingga dengan demikian konsumen berhak
mendapatkan informasi yang akurat tentang barang dan/atau jasa yang akan
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
demi keamanan dan keselamatan, sehingga dengan demikian setiap konsumen dapat
mengetahui dampak dari pemakaian produk tersebut, karena dengan adanya aturan
kewajiban tersebut membuat pelaku usaha tidak bertanggung jawab apabila konsumen
karena hak dan kewajiban konsumen di pergunakan oleh konsumen untuk menjamin
kepastian hukum.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
dalam berbagai bidang ekonomi, sehingga yang termasuk dalam pelaku usaha seperti:
a. Perusahaan
merupakan setiap bentuk usaha yang tetap dan terus menerus dan yang didirikan,
b. Korporasi
Merupakan badan hukum yang berada dibawah Lembaga hukum yang ada dalam
c. BUMN
Badan usaha millik Negara yang merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian
d. Koperasi
Merupakan badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
e. Impotir
Merupakan suatu orang maupun Lembaga dalam melakukan perantara dagang yang
50
f. Pedagang
g. Distributor
akhir.
Berdasarkan uraian tersebut memiliki hubungan timbal balik antara hak dan
kewajiban konsumen dengan hak dan kewajiban pelaku usaha, yang mana hak konsumen
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, sedangkan hak pelaku usaha
merupakan kewajiban yang diterima dari konsumen, oleh karena itu pelaku usaha diwajibkan
memiliki iktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya sedangkan konsumen diwajibkan
untuk beriktikad baik dalam melakukan pembelian barang dan/atau jasa, dalam hal ini
memberikan penjelasan bahwa iktikad baik merupakan hal terpenting dalam melakukan
menekankan kepada pelaku usaha, karena pelaku usaha mencakup semua tahapan dalam
melakukan kegiatan usahanya, baik sejak barang dirancang atau diproduksi sampai kepada
tahap penjualan, sedangkan konsumen hanya diwajibkan untuk beritikad baik ketika
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa guna mencegah kerugian yang
diakibatkan oleh pelaku usaha, sehingga untuk mencegah kerugian tersebut pelaku usaha
diwajibkan memberikan informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk
agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu, adapun
Sebagai upaya untuk menghindari akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang;
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiked barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran,
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiked, atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengoahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiked, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang teersebut;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Pasal 9 adalah;
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
52
aksesoris tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 10 adalah;
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atassuatu barang dan/atau
jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa Pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau
jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa
Pasal 11 adalah;
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standar mutu tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang lain;
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang
cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
53
dengan maksud menjual jasa yang lain;
f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12 adalah;
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau
diiklankan
Pasal 13 adalah;
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain.
Pasal 14 adalah;
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang
untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktuyang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan
Pasal 15 adalah;
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan
dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan
baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal 16 adalah;
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan
dilarang untuk
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengan yang dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17 adalah;
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabuhi konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan
dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan
barang dan/atau jasa;
b. mengelabuhi jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
54
dan/atau jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau
jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah
melanggar ketentuan pada ayat (1).
yang telah di jelaskan pada Pasal-Pasal di atas merupakan suatu upaya agar setiap
konsumen dapat terhindar dari berbagai produk yang dapat merugikan konsumen,
baik secara materi maupun secara kesehatan, terutama dalam hal kualitas barang yang
sangat rendah dari harga yang dibayar, karena saat ini banyak di temui berbagai
produk yang tidak rasional yang beredar dikalangan masyarakat. Teori due care
tentang kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen didasarkan pada gagasan, bahwa
pembeli dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan konsumen sangat
rentan terhadap tujuan perusahaan yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang
tidak dimiliki konsumen,50 yang artinya pelaku usaha memiliki posisi yang lebih
pada dasarnya untuk mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar
dimasyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai
dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiked, iklan, dan lain sebagainya.51
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) hurufa, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan
huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
perbuatan yang telah dilarang, terutama dalam sengketa konsumen terdapat tiga jenis
sanksi yaitu sanksi pidana pokok, sanksi pidana tambahan, dan sanksi administratif
Badan penyelesaian sengketa konsumen atau yang disingkat dengan (BPSK) memiliki
mengalami kerugian, yang mana sanksi administratif merupakan sanksi yang berupa
ganti kerugian, pembekuan, dan pencabutan izin. Sanksi pidana pokok merupakan
sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum terhadap
56
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, sedangkan sanksi pidana tambahan
keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang
57
BAB IV
PEKANBARU
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan Pada Balai Besar Pengawas
Obat Dan Makanan di Pekanbaru (BBPOM) dengan ibu Yenita selaku PFM
tentang praktik jual beli obat-obatan bekas dan/atau kedaluwarsa, berdasarkan Pasal
106 bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar, sedangkan Pasal 98 menyatakan sediaan farmasi dan alat
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
obat dan makanan sehingga Badan POM mempunyai kewenangan untuk menerbitkan
izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
52
Hasil wawancara dengan ibu yenita, selaku penyidik perlindungan konsumen, pada tanggal 18 Maret
2021, pukul 14.22. Wib.
58
peraturan Perundang-Undangan dan melakukan intelijen dan penyidikan di bidang
Undangan yang menjerat setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
denagn pidana penjara paling lama 15 (lima belas) Tahun dan denda paling banyak
Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah), dan setiap orang yang tidak
paling banyak Rp. 100.000 (seratus juta rupiah), sehingga berdasarkan aturan tersebut
guna meningkatkan tugas dan kewenangan Badan POM melakukan kerjasama dengan
Bareskrim Polri untuk melakukan sistem pengawasan yang lebih efektif dan efesien
dalam melindungi keselamatan konsumen dari berbagai produk yang tidak rasional,
dan untuk mengedukasikan kepada masyarakat, Balai Besar Pengawas Obat Dan
Indonesia (IAI) melalui penyebaran leaflet, edukasi langsung agar masyarakat tidak
membuang sampah obat bekas sembarangan dan dalam menangani kasus tersebut
Menurut bapak Dr. Rudi Pardede, S.H.,M.H. selaku anggota Reserse dan
Pengacara di Polresta Pekanbaru mengenai pelaksanaan yang diatur pada Pasal 197 Jo
198 aturan tersebut telah memuat sanksi pidana kurungan dan denda yang seharusnya
aturan ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku yang melakukan pembelian
obat bekas di tempat pembuangan sampah, baik itu laporan dari masyarakat maupun
temuan oleh penyidik itu sendiri, mengenai pembelian obat bekas dan/atau
kedaluwarsa yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut
merupakan delik biasa (Gewone Delicten) tidak delik aduan (klacht delicten), yang
59
mana delik biasa (Gewone Delicten) merupakan tindak pidana yang dapat dituntut
tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan, akan tetapi jika perbuatan tersebut tidak
memenuhi unsur-unsur tindak pidana maka pelaku tersebut dapat lepas dari segala
tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) adapun unsur-unsur tindak pidana
tersebut adalah:
a. Adanya subjek.
Sedangkan delik aduan (klacht delicten), merupakan tindak pidana yang hanya
dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan seperti pencemaran
nama baik.53 Namun dari hasil penelitian yang penulis lakukan dilapangan, diketahui
bahwa transaksi jual beli obat-obatan bekas dan/atau kedaluwarsa sangat marak terjadi
penulis lakukan terhadap oknum pembeli obat bekas yang sering disapa sebagai Obet
tersebut yang menyatakan bahwa obat-obatan yang dibeli dari para pemulung yang
didapat dari tumpukan sampah tersebut akan di jual kembali ke penampung besar
yang berada di Jakarta dan juga akan disalurkan ke berbagai klinik dan apotek yang
telah melakukan kerja sama dengan oknum tersebut,55 dari sumber Republika.co.id,
53
Hasil waancara dengan bapak Dr. Rudi Pardede, S.H.,M.H. di Polresta kota pekanbaru, 15 Maret
2021, pukul 17.30 Wib.
54
Hasil wawancara dengan ibu ayu selaku penjual obat bekas di tempat pembuangan samah, 5 April
2021, pukul 09.30 Wib.
55
Hasil wawancara dengan bapak Obet selaku pembeli obat bekas di tempat pembuangan sampah, 21
februari 2021, pukul 14.10 Wib.
60
dikumpulkan dari para pemulung kemudian diedarkan di pasar Pramuka Jakarta
Timur, jual beli obat-obatan bekas dan/atau kedaluwarsa tersebut terjadi pada Tahun
2011 sampai pada Tahun 2021 oleh oknum yang berbeda-beda,56 akan tetapi saat ini
pembeli obat bekas yang masih aktif dibidang tersebut melakukan transaksi jual beli
Sekaki Kota Pekanbaru yang telah berlangsung selama 3 (tiga) bulan. 57 Terhitung
sejak bulan September sampai bulan November Tahun 2020 dan kemudian di bulan
Januari Tahun 2021 sampai saat ini pembeli obat bekas tersebut datang ke rumah-
Dari hasil penelitian penulis dengan 3 (tiga) orang responden selaku penjual
obat bekas menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dari penjualan obat bekas
tersebut dapat membantu secara financial.59 dapat dipahami peran serta masyarakat
jual beli obat-obatan bekas yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
tersebut bermula dari kebiasaan masyarakat yang tidak memperhatikan tata cara
pembuangan obat bekas yang tidak lagi dikonsumsi yang seharusnya obat-obatan
tersebut tidak dibuang secara utuh akan tetapi obat bekas tersebut dibuang dengan
cara merobek kemasan secara keseluruhan sehingga tidak ada oknum yang mengambil
Dari hasil wawancara penulis dengan ibu yenita selaku PFM Pelaksana
56
Hasil wawancara dengan bapak simon, selaku penjual obat bekas di tempat pembuangn sampah, 5
April. 2021, pukul 10.49 Wib.
57
Hasil wawancara dengan ibu joi di tempat pembuangan sampah selaku penjual obat bekas, 5 April
2021, pukul 10.35 Wib.
58
Hasil wawancara dengan bapak Iwan selaku penjual obat bekas di tempat pembuangan sampah, 5
April 2021, pukul 11.30 Wib.
59
Hasil wawancara dengan penjual obat bekas di tempat pembuangan sampah, 5 April 2021, pukul
12.00 Wib.
61
dikirim melalui aplikasi Whatsapp kepada penulis yang menyatakan dalam postingan
tersebut “waspada bahaya obat kedaluwarsa dan rusak di sekitaran kita”, sehingga
kegiatan “Ayo Buang Sampah Obat” adapun isi postingan tersebut sebagai berikut:
obat kedaluwarsa dan rusak ternyata dapat menimbulkan masalah serius bagi
kesehatan masyarakat apabila tidak dibuang dengan benar, waspada obat illegal
sebagai upaya untuk mengurangi peredaran obat illegal dan penyalahgunaan, yang
disampaikan oleh Wakil Gubernur Riau Bapak Edy Natar Nasution pada saat
membuka acara tersebut secara resmi di area CFD Pekanbaru. Wakil Gubernur Riau
juga menyerukan kepada masyarakat agar tidak sembarangan membuang obat yang
sudah kedaluwarsa dan rusak karena kemungkinan indikasi tindak kejahatan oleh
yang memuat norma dan sanksi untuk mengatur tingah laku manusia dengan tujuan
untuk memberikan keadilan dan ketertiban agar tidak terjadi kekacauan, yang mana
hukum bersifat mengatur, memaksa, dan melindungi, sehingga terdapat dua teori
tentang tujuan hukum yaitu teori etis dan teori utilities, teori etis bertujuan untuk
mencapai keadilan sedangkan teori utilities bertujuan untuk memberikan manfaat bagi
banyak orang sehingga terdapat 5 (lima) Hambatan dari penegakan hukum itu sendiri
62
diantaranya ialah:
a. faktor hukum
e. faktor budaya
ubi societas ibi ius dimana ada masyarakat disitu ada hukum, maka eksistensi hukum
sangat di perlukan dalam mengatur kehidupan manusia, Menurut ibu yenita selaku
Pekanbaru sampai saat ini belum pernah menjumpai kasus jual beli obat-obatan bekas
berlaku.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan bapak DR. Rudi
kepihak berwajib sehingga kasus tersebut dapat diproses sesuai dengan ketentuan
tidak adanya masyarakat yang melapor perbuatan tersebut kepihak berwajib sehingga
pihak Kepolisian tidak pernah menangani kasus tersebut di Polresta Pekanbaru, akan
tetapi jika ditemukan kasus tersebut maka akan di proses sesuai dengan ketentuan
Menurut bapak Risky, selaku mantan oknum pembeli obat-obatan bekas dan
atau kedaluwarsa yang pernah menggeluti pekerjaan tersebut selama 2 (dua) Tahun
63
lamanya, menyebutkan bahwa masyarakat setempat pernah melaporkan perbuatannya
kepihak Kepolisian pada Tahun 2016, akan tetapi perbuatan tersebut diselesaikan
melalui jalur perdamaian, dan hanya mendapatkan nasihat dari pihak kepolisian untuk
tidak mengulangi kesalahan tersebut dan berjanji untuk tidak melakukan pembelian
obat bekas dikemudian hari, sehingga ia lepas dari segala tuntutan hukum,60 dan
berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Hutasoit yang
mengatakan bahwa, oknum pembeli obat bekas tersebut pernah di tangkap oleh pihak
transaksi jual beli obat-obatan bekas dengan para pemulung karena adanya laporan
dari masyarakat setempat terhitung sejak Tahun 2011 sampai pada Tahun 2016, 61
berdasarkan hal tersebut menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat dalam
Sekaki Kota Pekanbaru ialah penegak hukum itu sendiri yakni Kepolisian dan
BBPOM di Pekanbaru, yang tidak adanya memberikan upaya represif yang dilakukan
oleh pihak Kepolisian dan BBPOM kepada oknum pembeli obat bekas tersebut yang
dapat memberikan efek jera, yang mana pihak Kepolisian yang merupakan bagian dari
sistem Pemerintahan yang seharusnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman
menjadi penghambat dalam penegakan hukum itu sendiri yang mengakibatkan krisis
bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
60
Hasil wawancara dengan bapak risky selaku mantan pembeli obat bekas di tempat pembuangan
sampah, 13 Maret 2021, pukul 10.00 Wib.
61
Hasil wawancara dengan bapak hutasoit selaku pemulung di kecamatan payung sekaki, 5 April
2021, pukul 11.00 Wib.
64
perundang-undangan pidana yang telah ada (nullum delictum nulla poena sinepraevia
lege poenali), hal ini disepakati oleh bapak Dr. Rudi Pardede, S.H., M.H. selaku
anggota Reserse dan Pengacara di Polresta Pekanbaru bahwa suatu perbuatan tidak
yang telah ada, hal ini tidak memenuhi unsur yang terkandung di dalam pasal 197
yang dapat menjerat perbuatan pembeli obat bekas tersebut. Pasal 197 yang
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah). Pasal 198 setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
pasal 108 dipidana dengan pidana paling banyak Rp. 100.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 108 ayat 1 praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan
obat, bahan obat, dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
Undangan.
Menurut pandangan penulis bahwa pembeli obat bekas yang disebut sebagai
Obet dapat dijerat jika dihubungkan dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan yang
berbunyi “barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat palsu,
lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya membeir hutang
65
maupun menghapuskan hutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun, karena praktik jual beli obat-obatan bekas yang
dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut memenuhi unsur-unsur
1. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum.
2. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu,
Selain Pasal penipuan, pembeli obat bekas yang disapa sebagai obet tersebut juga
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud. ayat 3 Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Menurut penulis dengan adanya pasal ini telah memenuhi unsur untuk menjerat
pembeli obat bekas tersebut, dari Link Instagram yang dikirim pihak Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) kepada penulis mengenai anjuran membuang
sampah obat dengan benar menimbulkan berbagai pertanyaan dari penulis dan juga
kekeliruan yang tidak rasional, yang mana pada umumnya tiap segala sesuatunya
memiliki asal mulanya yang artinya pihak BBPOM pernah menggelar aksi membuang
sampah obat dengan benar untuk menghindari penyalahgunaan obat oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab, akan tetapi sampai saat ini pihak Balai Besar Pengawas
66
Obat dan Makanan (BBPOM) mengatakan belum pernah menjumpai dan menangani
kasus tersebut, dalam hal ini dapat dilihat bahwa sistem pengawasan yang dilakukan
oleh Balai Besar Pengaas Obat dan Makanan di Pekanbaru (BBPOM) belum berjalan
teknis oprasional dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
Kewenangan Untuk Melakukan Praktik Jual Beli Obat-Obatan Bekas Dan Atu
ditetapkan oleh pejabat berwenang harus adanya kesadaran dari setiap individu
tersebut untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum, terutama bagi para
penegak hukum yang merupakan ujung tombak dari keberhasilan suatu peraturan
yang dibuat untuk setiap orang. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan yang mengatur mengenai larangan kepada setiap orang yang tidak memiliki
oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut, dengan cara memberikan upaya
karena jika tidak adanya upaya represif yang dilakukan oleh penegak hukum maka
siklus jual beli obat-obatan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
tersebut tidak akan berhenti dan semakin marak terjadi ditengah-tengah masyarakat
67
luas.
Tahun 2016 di Pasar Pramuka Jakarta Timur pernah dilakukan pemeriksaan oleh
pihak Penyidik yakni Kepolisian, terkait peredaran obat bekas dan kedaluwarsa yang
dikumpulkan oleh sejumlah pelaku dari para pemulung yang kemudian dilakukan
pembubaran pasar oleh pihak Kepolisian guna mengatasi peredaran obat bekas, dari
penjual obat di Jakarta menjual obat bekas yang mana obat-obatan tersebut di
kumpulkan dari berbagai daerah yang salah satunya dari Pekanbaru oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab,62 dan dari sumber Metro News.com penulis menemukan
informasi bahwa pembeli obat bekas tersebut berasal dari padang dan jawa, 63
kemudian pada Tahun 2018 oknum penjual obat bekas dan kedaluwarsa kembali
ditemukan oleh pihak Kepolisian di Jakarta Barat sedang melakukan penjualan obat di
toko oknum tersebut, yang kemudian pihak Kepolisian Jakarta Barat melakukan
upaya represif sehingga di jatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat
selama 2 (dua) Tahun 8 (delapan) bulan kurungan penjara, akan tetapi khususnya di
Kota Pekanbaru terdapat beberapa apotek yang ditutup oleh Balai Besar Obat Dan
Makanan (BBPOM) karena telah melakukan pelanggaran berat, yaitu menjual obat
kedaluwarsa dan obat ilegal tanpa izin edar namun hanya dilakukan sanksi
oleh pihak Kepolisian dan BBPOM terutama di kota Pekanbaru karena jika tidak
adanya ketegasan oleh penegak hukum maka masyarakat yang menjumpai kasus
62
Trans Tv Official.com, hati-hati! Obat bekas yang berbahaya ternyata dijual ditoko,, (online)
https://youtu.be/O4a0MMovCYI, diakses pada hari minggu tanggal 9 Mei 2021 pukul 14.03. Wib.
63
Metro news com, pengakuan pemulung obat bekas,, (online) https://m.medcom.id/video/nsi/Rb
17GEzK-pengakuan-pemulung-obat-bekas, diakses pada hari minggu 9 Mei 2021 Pukul 14.10
68
tersebut tidak akan melakukan pelaporan kembali, dan upaya yang harus dilakukan
pengawasan langsung oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di
Pekanbaru mengingat BBPOM merupakan unit pelaksana teknis dari BPOM itu
sendiri, yang mana pengawasan seharusnya tidak hanya di lakukan pada saat sebelum
produk tersebut beredar (Pre-Market) dan pada saat produk tersebut telah beredar
pembuangan sampah yang menjadi siklus peredaran jual beli obat-obatan oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab, selain dari penegasan yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian, dan peningkatan pengawasan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM), juga harus melakuan revisi terhadap peraturan mengenai pelaku
pembeli obat bekas yang dikenal dengan Obet, permasalahan yang ada pada saat ini
penjualan obat hanya dapat di lakukan oleh mereka yang memiliki keahlian dan izin
dari Pemerintah, penjelasan tersebut tidak merumuskan mengenai penjual obat yang
dilakukan oleh Obet selaku pembeli obat bekas, sehingga tidak memenuhi unsur-
unsur dalam menjerat pelaku penjual obat bekas, dengan adanya perubahan terhadap
peraturan tersebut dengan merumuskan penjualan obat bekas oleh Obet maka pelaku
Di sisi lain, pembeli obat bekas tidak akan berjalan apabila tidak ada pihak
yang mendukung, seperti masyarakat yang menjual sisa obat bekas terhadap pembeli
obat bekas, masyarakat masih berpikir dengan menjual sisa obat tersebut dapat
keuntungan. Prinsip ini harus diubah karena juga dapat merugikan konsumen yang
membeli obat bekas dan tentunya akan memiliki dampak yang buruk terhadap tubuh
69
konsumen yang mengkomsumsi obat bekas, menciptakan kesadaran dari diri sendiri
merupakan langkah awal yang besar untuk melakukan perubahan dan menciptakan
70
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab
sehingga pelaksanaan ini telah memuat berbagai tata cara penanganan dan
kerja sama yang baik untuk memberantas oknum yang tidak bertanggung
sampah, baik itu kerjasama yang dibangun antara pihak Balai Besar
71
suatu perbuatan tidak dapat di pidana, kecuali berdasarkan kekuatan
terhadap oknum yang tidak bertanggung jawab, tidak dapat di pidana, serta
tidak adanya upaya represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
mengingat kasus tersebut telah berlangsung sejak tahun 2011 sampai saat
ini, dan dari beberapa media yang penulis dapatkan bahwa khususnya
akibat peredaran obat palsu yang berasal dari pembelian obat bekas yang
juga pengawasan yang dilakukan oleh pihak BBPOM tidak ada maknanya
B. SARAN
berikut:
72
1. Disarankann kepada pihak Pemerintah untuk melakukan revisi atau
menggunakan obat tersebut, dan juga kepada aparat penegak hukum yakni
memperhatikan media online terkait tata cara pengenalan obat yang rasional
yang aman untuk dikonsumsi agar tidak tertipu dengan produk-produk yang
dapat merugikan kesehatan serta untuk tidak membuang sisa obat secara
3. Adapun saran penulis kepada pembeli dan penjual obat bekas ialah untuk
73