Anda di halaman 1dari 13

Penjualan Obat Ilegal Melalui Media Online

Dalam hal penjualan obat-obatan melalui media online, terdapat salah satu kasus yang
dimana obat-obatkan yang mereka jual disita oleh pihak kepolisian dikarenakan obat-obatan
tersebut berstatus illegal.

Pada tanggal 20 Februari 2017, Aparat Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus
(Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah mengamankan ribuan botol obat kuat pria dan perangsang
seks dengan berbagai merek. Obat-obatan seperti Viagra, Vimax, dan Exitoc Green yang dijual
secara online di situs hammer-ofthor.com itu disita polisi di Jl. Raya Pemuda, Demak. Jateng.
Obat-obatan illegal itu rencananya akan diedarkan di berbagai daerah di Indonesia termasuk di
Jawa Tengah.

Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol. Indrajit, mengungkapkan selain menyita ribuan
botol obat kuat pria, aparat juga menangkap salah seorang tersangka yang diduga sebagai
pemilik obat-obatan itu. Tersangka yang diamankan itu berinisial SF, 30 tahun , warga Wedung,
Demak. Obat-obatan tersebut menurut tersangka diedarkan dengan menggunakan minitruk
berlogo Pos Indonesia.

Selain mengamankan ribuan botol berisikan pil obat kuat berbagai merek, polisi juga
berhasil menyita minitruk berlogo PT Pos Indonesia. Mobil berpelat nomor H 1860 ZR yang
disita itu sengaja dibuat menyerupai kendaraan milik PT Pos Indonesia guna mengelabuhi razia
polisi. Obat-obatan kuat yang disita polisi itu tergolong illegal karena tidak memiliki izin edar
meskipun dijual secara online. “Untuk Viagra [obat kuat pria] yang legal hanya diperoleh dengan
resep dokter dan dijual di apotek dan toko farmasi milik rumah sakit.

Atas dasar tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 sesuai UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda
Rp.1,5 milliar. Tersangka juga dikenai Pasal 62 ayat (1) UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp. 2 milliar.

IV
PEMBAHASAN

• Jenis dan Persyaratan Obat

Obat-obat yang beredar di pasaran Indonesia, digolongkan oleh Direktorat Jendral


Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM)dalam empat penggolongan umum, yaitu :
1. Obat narkotika
2. Obat keras
3. Obat bebas terbatas
4. Obat bebas.
Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan
pemakaian obat-obat tersebut. Setiapgolongan obat diberi tanda pada kemasannya pada bagian
kemasan yang segera terlihat.

• Obat Narkotika
Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang
(+) berwarna merah. Obat narkotika bersifatadiksi dan penggunaannya diawasi dengan ketat,
sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang asli (tidak
dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca,
ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran, obat-obat
narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetika/obat Output as PDF file has
been powered by [ Universal Post Manager ] plugin
penghilang rasa sakit.

• Obat Keras
Kemasan obat keras ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K
berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran
yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep
dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golonggan ini antara lain obat jantung, obat
darah tinggi/antihipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika,
dan beberapa obat ulkus lambung.
• Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran
berwana hitam. Obat-obat yang umumnya masukke dalam golongan ini antara lain obat batuk,
obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas pada saat demam
(analgetik-antipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat
tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini masih termasuk obat keras tapi dapat dibeli
tanpa resep dokter, sehingga penyerahannya pada pasien hanya boleh dilakukan oleh Asisten
Apoteker Penanggung jawab.

• Obat Bebas
Obat bebas ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna
hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen
vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida.
Selain istilah diatas dikenal juga istilah: obat paten, obat generic, merk dagang, dan OTC (over
the counter).

Sebagaimana telah didefinisikan, obat adalah sediaan farmasi yang mengandung senyawa
kimia tertentu yang berfungsi untukmencegah (preventif), meningkatkan kesehatan/kebugaran
(promotif) dan menyembuhkan penyakit (kuratif).Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi oleh
suatu obat, yaitu:

• Obat harus berkhasiat atau mempunyai efek, efek yang dimaksud adalah ketiga fungsi
obat di atas yang bertindak untuktujuan preventif, promotif dan kuratif. Efek yang
dimaksud di atas adalah efek utama. Karena selain efek utama obta jugamempunyai
khasiat lain yang muncul bersamaan atau menyertai efek utamnya (dalam pemberian
dosis normal/efektif).
• Obat harus mempunyai mutu atau karakter. Sediaan Farmasi berupa obat haruslah
diketahui senyawa kimianya (zataktifnya) dengan suatu metode identifikasi dan
karakterisasi.Obat harus aman ketika digunakan. Keamanan dsuatui obat biasanya
dinyatakan dengan suatu bilangan yang disebut Indeks Terapiyaitu perbandingan antara
Dosis Letal (DL50) dan Dosis Efektif 50 (DE50) .Dosis Efektif 50 (DE50) adalah dosis
yang menghasilkan efek pada 50% hewan percobaan . Semakin besar nilai indeks terapi
maka semakin aman obat itu digunakan.

• Perizinan Tambahan Jualan Online

MenurutKementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menerbitkan aturan


mengenai pembatasan tanggung jawab antara penyedia platform digital dengan pengguna yang
biasa memanfaatkan digital sebagai ladang berjualan.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan
Pedagang (Merchant) Perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) yang berbentuk User
Generated Content atau biasa disebut safe harbor policy.
"Adanya policy ini diharapkan mampu membuat rasa nyaman bagi pemilik platform
berbasis uses generated content, sehingga ini menumbuhkan ekosistem perdagangan elektronik
yang maju," kata Menteri Kominfo Rudiantara dalam acara Sosialisasi Kebijakan Safe Harbor
Policy di Auditorium Anantakuta Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (27/2/2017).
Surat Edaran ini, kata Rudiantara, dilakukan untuk mengatur produk obat-obatan dan
makanan dengan melibatkan BPOM. Yang mana, setiap produk tersebut sebelum di-publish atau
dijual pada platform digital harus mendapatkan izin atau sertifikasinya terlebih
dahulu.Rudiantara menyebutkan, sebelum adanya Surat Edaran Nomor 5/2016, para pemilik
platform digital, harus menerima risiko pertanggungjawaban ketika ditemukan ada produk-
produk yang terbukti belum memiliki izin nomor peredaran atau sertifikasi, khususnya obat-
obatan dari BPOM.
"Dinamika yang luar biasa tumbuh dari digital ekonomi, yang kita layani ini masyarakat,
masyarakat masih banyak yang belum memahami, kembali safe harbor dibuat kita dalam
transaksi sekarang harus jelas tanggung jawabnya apa yang boleh dan tidak boleh dijual,"
tambahnya.Lanjut Rudiantara, SE Nomor 5/2016 ini juga akan disosialisasikan terlebih dahulu
sebelum ditingkatkan menjadi peraturan menteri (Permen). Adapun, dalam aturan safe harbor
policy ini tanggung jawab akan dititik beratkan kepada uses generated content (UGC) alias para
perdagangan individu (merchant).
"Misalnya seperti di Tokopedia dia jualan obat dan makanan, makanan yang belum disertifikasi
oleh BPOM dan ternyata mengandung bahan kimia, jadi jangan disalahin Tokopedianya karena
dia tidak bisa menjangkau sampai sana, aturan ini yang membatasi tanggung jawab sampai di
mana. Kalau tidak dibuat nanti orang suka-suka," jelasnya.
Mengenai sanksi, kata Rudiantara, penerapannya tentu berbeda antara sanksi SE Nomor
5/2016 dengan sanksi ketika aturannya sudah berbentuk Permen. Untuk yang SE, dia
menuturkan menjadi kewenangan BPOM. Meski berbeda, dia masih enggan menyebutkan sanksi
apa yang akan diterima oleh pedagang yang kedapatan menjual produk makanan dan obat yang
dilarang oleh BPOM.
"Sanksinya SE tentu berbeda dengan sanksi Permen, kalau yang sekarang kepada BPOM untuk
peredaran obat dan makanan, peredaran safe harbor,"jelasnya.

• Penjualan obat Ilegal secara Online di Indonesia

Obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.

Penjualan obat-obatan saat ini perlu sedikit diperhatikan, karena obat-obatan yang secara
bebas diperdagangkan di masyarakat sudah dapat diakses atau dibeli melalui media online, tidak
hanya melalui apotek dengan menggunakan resep dokter. Penjualan secara online ini dilakukan
para pelaku usaha sebagai akses untuk menjual obat-obatan kepada masyarakat tanpa harus
bertemu atau berintekraksi secara langsung kepada pembelinya. Obat-obatan yang dijual secara
online melalui beberapa situs penjualan online ini berbagai macam jenisnya, mulai dari obat-
obatan yang mempunyai fungsi untuk menyembuhkan penyakit umum , penyakit keras, obat
kuat, obat diet, maupun obat yang jenisnya suplemen kesehatan bagi tubuh.

Kegiatan jual beli secara online atau yang biasa disebut dengan e-commerce saat ini telah
banyak dilakukan oleh pelaku usaha. Sebagai suatu perdagangan yang berbasis teknologi
canggih, e- commerce telah mereformasi perdagangan konvensional di mana interaksi antara
konsumen dan perusahaan yang sebelumnya dilakukan secara langsung menjadi interaksi yang
tidak langsung.

Menurut Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM tentang kriteria tatalaksana registrasi obat
adalah :

• Obat yang akan diedarkan di Indonesia wajib memiliki izin edar.


• Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus dilakukan
registrasi.

• Registrasi obat diajukan kepada Kepala Badan oleh pendaftar.Menurut pasal 3 Peraturan
Kepala BPOM tentang criteria tatalaksana registrasi obat tahun 2011, obat yang memiliki
izin edarharus memenuhi kriteria sebagai berikut adalah :

• Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadaidibuktikan melalui uji non-
klinik dan uji klinik atau bukti-buktilain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yangbersangkutan.

• Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksisesuai Cara pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) spesifikasi danmetode analisis terhadap semua bahan yang
digunakan sertaproduk jadi dengan bukti yang sahih.

• Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap,obyektif, dan tidak


menyesatkan yang dapat menjaminpenggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.

• Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulandibandingkan dengan


obat yang telah disetujui beredar diIndonesia dan untuk kontrasepsi atau obat lain
yang digunakandalam program nasional dapat dipersyaratkan. Sebagaimanadijelaskan
pada pasal 4, kontrasepsi untuk program nasionalberdasarkan penetapan oleh instansi
pemerintah yangmenyelenggarakan urusan keluarga berencana. Sedangkan
obatprogram nasional lainnya berdasarkan oleh penetapan instansipemerintah yang
menyelenggarakan urusan kesehatan.

Jenis obat yang akan menjadi dasar penelitian penulis yaitu obat kuat pria. Obat kuat pria
bermacam-macam jenis dan mereknya, dan sangat beragam di Indonesia salah satu yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat adalah obat Viagra. Obat ini merupakan obat yang mempunyai
beberapa khasiat bagi tubuh manusia, salah satunya adalah untuk obat kuat yang biasa
dikonsumsi oleh kaum pria. Izin edar yang terdapat pada obat-obatan, makanan atau kosmetik
dapat dilihat pada website Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Setelah penulis
melakukan pencarian dari daftar registrasi yang terdapat dalam website BPOM, obat acai berry
bermerek Viagra Bean ini tidak terdaftar di dalam BPOM, sehingga obat diet ini dapat
digolongkan dalam kategori obat ilegal karena tidak memiliki izin edar dan tidak teregistrasi
dalam BPOM. Ilegal menurut kamus hukum politik & hukum adalah Ilegal atau tidak legal
(berlawanan dengan undang-undang); tidak menurut hukum; tidak sah, adalah pengertian ilegal
menurut kamus umum politik dan hukum.

Lemahnya kedudukan konsumen dibandingkan dengan pelaku usaha, maka sangat


diperlukan perlindungan hukum yang ditujukan bagi konsumen khususnya dalam penjualan obat-
obatan ilegal yang dijual secara online. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang
Kesehatan.

• Menurut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik


Di Indonesia sendiri telah dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai informasi dan transaksi elektronik dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 4843. Dalam undang-undang
ini dijelaskan mengenai pegertian transaksi elektornik, yang dijelaskan dalam pasal 1 angka 2
bahwa Transaksi Elektornik adalah "Perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya". Penyebaran informasi yang
dilakukan pelaku usaha dalam menjualakan barangnya khususnya obat-obatan dilakukan melalui
beberapa situs online dan juga beberapa media sosial, contohnya seperti facebook, instagram dan
juga media sosial lainnya yang diakses melalui komputer.
Pasal 9 UU ITE menjelaskan mengenai informasi dari pelaku usaha mengenai barang
yang dijual bahwa, Pelaku usaha menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan
produk yang ditawarkan. Kelengkapan informasi yang diberikan kepada konsumen harus sesuai
dengan yang seharusnya, baik mengenai kandugan yang terdapat pada obat-obatan tersebut. Izin
edar dari obat tersebut, bentuk dari obat-obatan, hingga khasiat dan efek samping bagi pengguna
apabila mengkonsumsi obat viagra ini, dan kelengkapan informasi ini merupakan suatu hal
terpenting dalam kegiatan jual beli. Namun, kenyataannya masih banyak beberapa pelaku usaha
yang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan yang seharusnya mengenai obat kuat,
contohnya seperti izin edar obat tersebut, atau pelaku usaha tidak menjelasakan mengenai efek
samping dari penggunaan obat ini.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik yang
dibentuk pemerintah untuk memberi ketentuan-ketentuan dalam kegiatan e-commerce, dijelaskan
dalam bab V mengenai transaksi elektronik yang menjelaskan mengenai ketentuan-ketentuan
dalam transaksi elektronik. Selain UU ITE, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dimana dalam peraturan ini
terdapat penjelasan tambahan mengenai transaksi elektornik yang lebih jelas dan lengkap dalam
pasal 49. Dan dalam peraturan ini juga terdapat penjelasan mengenai layanan pengaduan yang
dijelaskan dalam pasal 51 ayat 1
Asas-asas yang terdapat pada penjelasan pasal 3 UU ITE, yaitu :
1) Asas Kepastian Hukum
2) Asas manfaat,
3) Asas Kehati-hatian,
4) Asas Itikad baik,
5) Asas Kebebasan memilih teknologi atau netral teknoogi.
Namun demikian, penerapan asas-asas yang terdapat dalam UU ITE ini belum
sepenuhnya diterapkan oleh pelaku usaha khususnya dalam penjualan obat diet Green Coffee
Bean. Pihak yang bertanggung jawab atas permasalahan tersebut yaitu para pihak yang
melakukan transaksi seperti yang dijelaskan dalam pasal 21 ayat a bahwa "Jika dilakukan
sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab
para pihak yang bertransaksi". Dari penjelasan tersebut bisa terlihat bahwa kedudukan konsumen
sangat lemah dalam permasalahan penjualan obat kuat ini dimana konsumen tidak mengetahui
kebenaran akan obat kuat tersebut, baik kandungan, komposisi atau izin edar sehingga konsumen
tidak dapat menuntut pelaku usaha yang menjual obat-obatan tersebut.
Dalam undang-undang ITE belum dijelaskan secara jelas mengenai hak-hak konsumen
dalam kegiatan transaksi elektronik seperti penjelasan mengenai hak-hak konsumen yang ada
dalam UUPK, sehingga dalam penjualan obat-obatan ilegal khususnya obat kuat viagra masih
harus disesuaikan dengan UU ITE baik mengenai hak konsumen maupun ketentuan dalam
kegiatan transaksi elektronik.
• Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Manusia berhak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan, baik pula dalam hal obat-
obata yang mereka konsumsi.Oleh karena itu pemerintah harus lebih bisa untuk mengawasi
pergerakan peredaran obat-obatan di Indonesia karena itu berhubungan dengan kesehatan
masyarakat, agar dapat tercipta kesejahteraan dalam lingkungan masyarakat indonesia. Penjualan
obat kuat pria yang dijual secara online di situs hammer-ofthor.com yang sebenarnya tidak layak
edar di pasaran maupun diedarkan secara online atau bahkan hanya dapat di konsumi
menggunakan resep dokter.

Dan juga banyaknya peredaran obat-obatan palsu yang juga sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia, yang harusnya tidak diperbolehkan beredar di Indonesia baik secara online
atau offline.Dijelaskan juga dalam pasal 106 ayat (1) Undang-undang Kesehatan bahwa "Sediaan
farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar" maka dapat
diartikan bahwa obat-obat yang beredar di hammer-ofthor.com yang menjual produk obat kuat
pria ini melawan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Bagi pelaku yang memasarkan obat-obatan tersebut dapat di kenakan sanksi hukum yang
telah diatur di Indonesia, karena telah membahyakan kesehatan masyarakat dan telah
memasarkan obat-obatan ilegal.

Menurut UUPK pelaku yang memasarkan obat-obatan harus jujur dalam mencantumkan
segala informasi yang ada dalam obat yang dipasarkannya.Di jelskan dalam pasal 3, khususnya
dalam hal keterbukaan informasi yang diberikan pelaku usaha kepada konsumen dan juga sikap
yang jujur dan bertangguungjawab. Hak-hak konsumen yang perlu diperhatikan dalam transaksi
e-commerce, yaitu, hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa; Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;

Penjelasan di atas juga dapat berhubungan dengan pasal 8 ayat (3) yang mengatur
mengenai penjualan dan peredaran sediaan farmasi harus memberikan informasi secara lengkap
dan benar, tetapi dalam peraturan ini tidak dijelaskan mengenai perdagangan yang dilakukan
dengan menggunakan E-commerce.
Konsumen membutuhkan perlindungan atas barang dan jasa yang mereka pakai/gunakan,
khususnya obat-obatan karena dapat merusak kesehatan konsumen.Dalam UUPK sendiri belum
ada pengaturan mengenai kegiatan jual beli atau e-commerce.Dalam UUPK penjelasan jual beli
bukan mengenai jual beli online melainkan hanya jual beli offline. Sedangkan jual beli online
dan jual beli offline memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Maka dari itu pemerintah harus dapat bertindak lebih cepat dalam menangani hal ini,
karena penjualan obat-obatan yang tidak layak sebar karena belum mengantungi izin seperti
contohnya obat kuat pria tersebut semakin banyak tersebar secara online.

• Menurut Undang-Undang Kesehatan

Kesehatan merupakan hak bagi setiap manusia.Sebagai salah satu aset terpenting dalam
hidup manusia, maka pengawasan dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan dunia
kesehatan merupakan hal penting bagi pemerintah untuk memajukan kesejahteraan
masyarakat.Penjualan obat-obatan ilegal ini tentu telah melanggar ketentuan yang telah diatur
dalam undang-undang kesehatan, karena Obat tidak terdaftar dalam daftar registrasi yang
terdapat dalam website BPOM. Dijelaskan dalam pasal 106 ayat (1) Undang-undang Kesehatan
bahwa "Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar",
artinya banyak obat yang tidak memiliki izin edardan tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, dan juga obat-obatan yang dijual baik secara online maupun yang beredar luas di
pasaran harus memenuhi syarat farmakope Indonesia dan juga syarat-syarat lainnya sesuai pasal
105 Undang-Undang Kesehatan yang berbunyi "Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan
baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya".

Dalam UU Kesehatan Perlindungan hukum yang dijelaskana adalah dalam bentuk upaya
kesahatan. Upaya kesehatan sendiri dijelaskaan dalam pasal 1 angka 11 bahwa Setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat. Artinya dalam memebentuk masyarakat yang sehat dan
sejahtera maka perlulah peran pemerintah dalam mencegah, meningkatkan kesehatan dan
perlindungan kesehatan.
Pasal 98 ayat (2) yang berbunyi Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan
obat dan bahan yang berkhasiat obat, dalam praktenya pelaku usaha yang menjual obat ilegal
tidak memiliki kewenangan untuk menjual obat tersebut, karena obat yang dijual tidak
mempunyai izin edar dari BPOM. Dalam UU Kesehatan yang dijelaskan dalam pasal 106 ayat
(2) yang berbunyi, Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari
peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat
disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 106 ayat
(2) tersebut tidak menjelasakan mengenai sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar,
peraturan yang dijelaskan hanya mengenai sediaan farmasi yang memiliki izin edar untuk dapat
ditarik dari peredaran apabila tidak memenuhi persyaratan.

ANALISA
Dari permasalah yang terjadi sekarang ini, yang dimana penjualan obat-obatan illegal di
media online semakin banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal
tersebut disebabkan karena minimnya pengawasan dari pemerintah khususnya dari BPOM
terhadap izin edar dari obat-obatan tersebut. Maka dari itu masyarakat maupun para pelaku usaha
dengan leluasanya melakukan transaksi di media online.

Dalam Pasal 9 UU ITE, Pelaku usaha menawarkan produk melalui Sistem Elektronik
harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen
dan produk yang ditawarkan. Kelengkapan informasi yang diberikan kepada konsumen harus
sesuai dengan yang seharusnya, baik mengenai kandungan yang terdapat pada obat-obatan
tersebut. Izin edar dari obat tersebut, bentuk dari obat-obatan, hingga khasiat dan efek samping
bagi pengguna apabila mengkonsumsi obat viagra ini, dan kelengkapan informasi ini merupakan
suatu hal terpenting dalam kegiatan jual beli. Namun, pada kenyataannya masih banyak beberapa
pelaku usaha yang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan yang seharusnya mengenai
obat kuat, contohnya seperti izin edar obat tersebut, atau pelaku usaha tidak menjelasakan
mengenai efek samping dari penggunaan obat ini.

Dalam Pasal 3 UUPK, menjelaskan khususnya dalam hal keterbukaan informasi yang
diberikan pelaku usaha kepada konsumen dan juga sikap yang jujur dan bertangguungjawab.
Hak-hak konsumen yang perlu diperhatikan dalam transaksi e-commerce, yaitu, hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Dalam Pasal 98 ayat (2) UU Kesehatan, menjelaskan bahwa Setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat, dalam praktenya
pelaku usaha yang menjual obat ilegal tidak memiliki kewenangan untuk menjual obat tersebut,
karena obat yang dijual tidak mempunyai izin edar dari BPOM. Dalam UU Kesehatan yang
dijelaskan dalam Pasal 106 ayat (2), menjelaskan bahwa Pemerintah berwenang mencabut izin
edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

VI

PENUTUP
Kesimpulan

Obat-obatan seperti Viagra, Vimax, dan Exitoc Green yang dijual secara online ini tidak
terdafartar dalam Badan Pengawas Obat dan Makanan, hal tersebut telah melanggar beberapa
ketentuan baik yang ada dalam UUPK mengenai hak-hak konsumen yang harus dipenuhi dalam
pasal 4, dan juga perbuatan yang dilanggar pelaku usaha mengenai sediaan farmasi pada pasal 8
ayat 3. Dalam UU ITE penjualan obat-obatan kuat ini melanggar ketentuan dalam pasal 9
mengenai kelengkapan informasi mengenai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
Penjualan obat-obatan ini juga melanggar peraturan mengenai izin edar sediaan farmasi dalam
UU Kesehatan pasal 106 ayat 1.

Berdasarkan Pasal 9 UU ITE menjelaskan Pelaku usaha yang menawarkan produk


melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan
dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Kelengkapan informasi yang
diberikan kepada konsumen harus sesuai dengan yang seharusnya, khususnya mengenai
kandugan yang terdapat pada obat-obatan tersebut. Serta izin edar dari obat tersebut, bentuk dari
obat-obatan, hingga khasiat dan efek samping bagi pengguna apabila mengkonsumsi obat-obatan
ini.

Berdasarkan UUPK, pelaku yang memasarkan obat-obatan harus jujur dalam


mencantumkan segala informasi yang ada dalam obat yang dipasarkannya. Di jelskan dalam
pasal 3, khususnya dalam hal keterbukaan informasi yang diberikan pelaku usaha kepada
konsumen dan juga sikap yang jujur dan bertangguungjawab.
Berdasarkan Pasal 98 ayat (2) yang berbunyi Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat, dalam praktenya pelaku usaha yang menjual
obat ilegal tidak memiliki kewenangan untuk menjual obat tersebut, karena obat yang dijual
tidak mempunyai izin edar dari BPOM.

Saran

Dalam hal ini pemerintah yang pertama harus meningkatkan pengawasan terhadap izin
edar penjualan obat-obatan tersebut khususnya melalui media online. Setelah itu pemerintah
harus mendengarkan aspirasi atau keberatan yang disampaikan oleh masyarakat atas penjualan
obat ilegal secara online sehingga dapat terbentuk peraturan mengenai permasalahan tersebut
sesuai dengan hak-hak yang dimiliki masyarakat sebagai konsumen. Jika peraturan tersebut tidak
diterapkan, baik oleh masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku usaha, maka perlindungan
langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah mengenai permasalahan ini yaitu
dilakukannya penegakan hukum melalui peradilan umum di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai