Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

MATA KULIAH
REGULASI DAN ETIKA FARMASI

Disusun Oleh:
Endang Mariyanti
5418220016

UNIVERSITAS PANCASILA
MAGISTER FARMASI ANGKATAN 32

JAKARTA
2019
REGULASI DAN ETIKA FARMASI
KULIAH REGULASI DAN ETIKA FARMASI,
TUGAS (14 September 2019)

Produk sediaan farmasi yang mencangkup obat, obat tradisional, bahan


baku obat dan kosmetika dikenal sebagai “highly regulated products” karena
memiliki peran multi sektor dari aspek social, ekonomi dan teknologi. Regulasi
yang menjadi acuan, terkait dengan standart dan persyaratan mutu, keamanan dan
khasiat.
Artikel “Drug Regulation: Hystory, Present and Future” yang ditulis oleh Dr
Lembit Rago dan DR Budiono Santoso membahas evolusi regulasi obat dan
mengenai pokok-pokok pentingnya meregulasi obat.
Berdasarkan artikel tersebut, agar saudara melakukan kajian tentang
regulasi obat di Indonesia khususnya yang terkait dengan registrasi obat. Kajian
tersebut harus komprehensif.
Apakah menurut saudara bagaimana regulasi yang sebaiknya ke depan? Dalam
melakukan kajian agar dipergunakan referensi yang dilakukan di negara maju,
misalnya yang dilakukan oleh US FDA.

PENDAHULUAN

Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya menjaga kesehatan.
Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi hal
pokok yang wajib tersedia pada saat dibutuhkan. Bayangkan bila seorang pasien
yang jatuh sakit, namun tidak tersedia jenis obat yang dibutuhkan.
Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena terdapat
ketidakseimbangan atau asimetri informasi di antara pihak – pihak yang terkait
mengenai kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, nilai rupiah dan ketepatan
penggunaan yang spesifik. Disamping itu, selain merupakan komoditas
perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial.
Sejak tahun 1970-an WHO dihadapkan pada fenomena di negara
berkembang yang situasi obat dan praktek pengobatannya sangat boros, karena
menggunakan terlalu banyak obat-obat yang tidak esensial dan malahan tidak
efektif. Hal ini terjadi karena banyak obat baru dipasarkan dalam jumlah besar,
sehingga dokter sulit menilai mana yang benar-benar baik dan mana yang
kurang/tidak efektif.
Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi masalah besar di seluruh
dunia. WHO memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang
diresepkan, dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan bahwa setengah dari
seluruh pasien tidak mengonsumsi obat dengan benar. Contoh penggunaan obat
secara tidak rasional mencakup: penggunaan terlalu banyak obat per pasien (poli
farmasi), penggunaan antimikroba yang tidak tepat dengan dosis yang tidak
cukup, pengobatan sendiri yang tidak tepat karena membeli obat yang hanya dapat
dibeli dengan resep dokter; serta tidak patuh pada batasan dosis.
Banyaknya jenis obat yang beredar saat ini membuat persaingan tidak
sehat dan berdampak pada kekacauan dalam menentukan terapi yang efektif dan
efisien. Secara ekonomis, harga obat di Indonesia dinilai mahal dengan struktur
harga obat yang tidak transparan. Faktanya, pengobatan yang rasional di
pelayanan publik masih diragukan, apakah  pasien menerima obat sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dengan dosis yang tepat, untuk jangka waktu pengobatan
yang sesuai, dan biaya yang terjangkau. Lebih penting lagi, sebagian besar
masyarakat bahkan profesi kesehatanpun masih banyak yang tidak percaya khasiat
obat Generik.
Penelitian WHO yang membandingkan harga obat nama dagang dan obat
generik  menunjukkan bahwa obat generik bukan yang termurah, meski  secara
umum obat generik lebih murah dari obat dengan nama dagang.
Di pasar ASEAN, Indonesia merupakan pasar terbesar, semua negara-
negara seperti Cina, India, Korea dan yang lainnya, mengincar pasar domestik.
Kalau kita sudah membuka pintu, maka secara menyeluruh harus sudah benar-
benar siap dengan segala aspek yang terkait di dalamnya. Kita harus melihat
kemampuan secara ekonomi, seperti efesiensi, penguasaan teknologi, kemampuan
bersaing, kompetensi sdm, infrastruktur dan sebagainya. Indonesia adalah salah
satu negara berkembang yang terbesar di dunia bukan tanpa suatu alasan:
Indonesia memiliki populasi muda produktif dengan usia rata-rata 28 tahun; daya
beli penduduk semakin meningkat; produk e-commerce dan teknologi keuangan
(fintech) memiliki potensi besar di Indonesia karena banyaknya pengguna Internet
aktif.
Kebijakan Obat di Indonesia selalu menarik perhatian kalangan
Internasional, karena peraturannya sudah lengkap, tetapi penerapannya di pasaran
berbeda. Selain itu, anggaran untuk pelayanan kesehatan publiknya termasuk
rendah dibandingkan negara-nagara Asia lain yang kondisinya lebih buruk.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk obat-obatan cenderung
terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola
konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai
untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di
lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk
mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Meskipun
petunjuk penggunaan obat mudah di akses, masyarakat tetap miskin informasi.
Ketakutan bertanya terhadap dokter atau apoteker masih sulit diberantas.
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan
signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat
kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini
mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk
dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang
makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam
waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan
distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya
hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi
yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub
standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi
akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.
Pertumbuhan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional,
dalam catatan Kementerian Perindustrian, sebesar 4,46 persen, pada 2018. Dan
kontribusi industri mencapai 2,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
industri pengolahan nonmigas. Sebagai industri andalan masa depan, industri
farmasi dan bahan farmasi terus dikembangkan melalui berbagai insentif. Salah
satunya dengan pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung
pemerintah serta bentuk insentif lainnya.
Saat ini industri farmasi di dalam negeri sebanyak 206 perusahaan. Jumlah
tersebut didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan
multinasional dan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu, ada 11 ribu
jenis obat, dengan 498-503 jenis obat di antaranya merupakan program
pemerintah.

JUMLAH PRODUK TERDAFTAR DI INDONESIA

Pertumbuhan pasar industri farmasi di Indonesia rata-rata naik 13 persen.


Dan dari tahun ke tahun, kenaikan pertumbuhan industri itu selalu konsisten. Bisa
dirincikan market share industri farmasi di Indonesia, yaitu dokter sebanyak 58
persen, dan pasar bebas sebanyak 42 persen.
Indonesia untuk itu harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan
dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah
dibentuk BPOM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta
kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.

PEMBAHASAN

BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang


pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Obat dan Makanan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik, dan pangan olahan. Oleh karenanya, maka pemerintah melakukan
adanya regulasi terhadap Obat dan Makanan yang beredar di Indonesia agar
penggunaanya dapat menjamin kesehatan masyarakat yang tertuang dalam
Undang- Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang didalamnya
memuat berbagai aturan-aturan tentang hak dan kewajiban konsumen serta pelaku
usaha dan tujuan perlindungan konsumen.
Regulasi adalah suatu peraturan yang dibuat untuk membantu
mengendalikan suatu kelompok, lembaga/ organisasi, dan masyarakat demi
mencapai tujuan tertentu dalam kehidupan bersama, bermasyarakat, dan
bersosialisasi.
Tujuan dibuatnya regulasi atau aturan adalah untuk mengendalikan
manusia atau masyarakat dengan batasan-batasan tertentu. Regulasi diberlakukan
pada berbagai lembaga masyarakat, baik untuk keperluan masyarakat umum
maupun untuk bisnis.
Pengawasan obat dan makanan merupakan sistem komprehensif yang
meliputi seluruh siklus proses suatu produk, baik sebelum diedarkan maupun
selama beredar di tengah masyarakat. Badan ini harus mengoordinasikan
penyelenggaraan pengawasan obat dan makanan dengan instansi pemerintah
terkait baik pusat maupun daerah.
Masalah percepatan perizinan adalah peningkatan kualitas pelayanan yang
terus digenjot oleh lembaga yang berdiri sejak tahun 2001 ini. Meski telah
mengoptimalkan pelayanannya, keluhan masih kerap terjadi. Padahal inovasi
sudah dilakukan Badan POK berdasar kebutuhan dan keluhan pelanggan. Selama
ini Badan POM menyerap masukan pelanggan melalui berbagai forum seperti
stakeholder gathering.
Sebagai contoh, Direktorat Registrasi Pangan Olahan Badan POM yang
melakukan pelayanan publik pendaftaran pangan olahan rutin mengadakan
pertemuan dengan asosiasi setiap 3 bulan. Pada forum tersebut dilakukan dialog
komunikasi dua arah, dimana pelanggan menyampaikan aspirasinya dan Badan
POM menyampaikan apa yang sudah dilakukan dan perbaikan ke depan.
Tujuannya agar terjadi kesepahaman frekuensi bahwa Badan POM sudah
berupaya memenuhi harapan pelanggan, tidak hanya diam dan pasrah.
Dewasa ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) akan segera
menuntaskan peraturan tentang peredaran obat dan makanan secara daring.
Peraturan mewajibkan obat dan makanan yang diedarkan secara daring memiliki
izin edar dan diedarkan sesuai aturan perundangan. Karena peredaran obat dan
makanan secara daring akan merugikan konsumen yang membeli dan
memakainya.
Pembelian obat secara daring banyak ditemukan di situs jual-beli daring
seperti market place. Padahal, peredaran obat secara daring berisiko tinggi karena
rentan disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai ketentuan. perlu adanya
ketentuan yang mengaturnya. Serta pembelian obat juga tidak bisa dilakukan
secara bebas dan harus melibatkan profesi tertentu seperti apoteker. Selain obat,
pangan, herbal, dan kosmetik juga marak dijual secara daring. Hal itu menjadi
perhatian Badan POM untuk mengawasinya secara ketat sehingga BPOM dapat
menargetkan aturan peredaran obat dan makanan secara daring yang akan segera
diterbitkan.
Dengan adanya regulasi atas peredaran obat dan makanan secara daring,
pemilik situs jual beli secara daring (market place) harus menyeleksi produk yang
akan dijual dalam kanal mereka. Dalam rancangan aturan Badan POM tentang
Peredaran Obat dan Makanan secara Daring juga disebutkan bahwa peredaran
obat secara daring hanya dapat dilaksanakan oleh industri farmasi, pedagang besar
farmasi, dan apotek. Hal itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Jika penjualan obat secara daring yang tidak sesuai ketentuan, berarti
melanggar Undang-Undang (UU) Kesehatan. Dalam draf peraturan Badan POM
yang akan diterbitkan itu, jenis produk yang diatur peredarannya secara daring,
antara lain obat, obat tradisional, obat kuarsi, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan.
Kehadiran RUU Pengawasan Obat dan Makanan yang akan
bertransformasi menjadi UU dalam waktu dekat akan sangat membantu Badan
POM dalam melakukan pengawasan secara komprehensif. Apalagi di sisi post
market control Badan POM diperkuat dengan adanya fungsi penegakan hukum
terhadap kejahatan di bidang obat dan makanan. Penguatan kewenangan
penindakan di jalur ilegal, serta pemberian kewenangan untuk langsung
memberikan sanksi administratif. Penguatan kewenangan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) Badan POM pun ditambah, meliputi pemeriksaan,
penggeledahan, penyitaan, pengujian, penangkapan, dan penahanan.
Keberadaan UU Pengawasan Obat dan Makanan kedepannya ditujukan
untuk menjamin standar dan persyaratan obat dan makanan yang beredar,
sehingga dapat melindungi masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang
tidak memenuhi standar dan persyaratan. Harapannya ialah tidak ada lagi
penyalahgunaan obat dan makanan serta memberikan kepastian hukum.
RUU Pengawasan Obat dan Makanan tersebut, otoritas Badan POM perlu
diperluas melalui penguatan kelembagaan dan penguatan kewenangan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Selain itu, PPNS Badan POM juga harus diberi
kewenangan untuk meminta informasi dalam sistem elektronik atau yang
dihasilkan oleh sistem elektronik kepada orang atau penyelenggara yang terkait
tindak pidana dalam transaksi elektronik obat dan makanan.
SARAN DAN HARAPAN

Kebijakan obat nasional, idealnya tidak melepaskan unsur pendidikan bagi


masyarakat. Peran serta masyarakat harus dipacu dan diapresiasi sehingga mereka
mampu menjaga kesehatannya sendiri dan mendorong kehidupan yang produktif.
Antara lain dengan mendayagunakan peranan Posyandu dan Dasa Wisma
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Lembaga Swadaya Masyarakat
yang concern terhadap kesehatan dan paguyuban– paguyuban setempat.
Dunia usaha perlu didorong dan diberi insentif untuk ikut serta dalam
upaya penyehatan masyarakat melalui kegiatan–kegiatan yang bersifat preventif
dan promotif. Pelayanan farmasi, khusunya produk obat harus berdasarkan ilmu
pengetahuan, integritas profesi dan moral.
Pasien pemakai obat harus dapat dijamin untuk memperoleh penggunaan
farmakoterapi yang terbaik (aman, efektif, dengan efek samping yang minimal)
dalam segala dimensinya antara lain mutu produk, harga, ketersediaannya dan
keberlanjutannya. Adanya konsep untuk menghadapi tantangan globalisasi di
bidang kesehatan yang antisipatif dan berorientasi kepada kepentingan rakyat
banyak. Sinergi lintas sektor untuk meningkatkan derajat kesehatan rakyat, seperti
pendidikan, pengadaan sarana air bersih, ketersediaan makanan bergizi dan sehat
serta perumahan dan lingkungan sehat.
Konsumen berharap bahwa obat yang diterimanya aman, efektif,dan
bermutu. Memahami bagaimana cara menggunakan obat yang baik, dan dari segi
ekonomi dapat dipertanggung-jawabkan. Distribusi obat yang sudah efisien
sehingga obat esensial tersedia setiap waktu diseluruh pelosok. Pemberian  obat
yang rasional oleh tenaga profesi kesehatan dalam jenis, sediaan, dosis & jumlah
yang tepat dan disertai informasi yang lengkap, benar, dan tidak menyesatkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.cekindo.com/id/blog/pendalaman-sistem-pendaftaran-dan-regulasi-
produk-indonesia
2. https://mediaindonesia.com/read/detail/253632-reformasi-badan-pom-dari-
tugas-teknis-menuju-tugas-kemanusiaan
3. https://mediaindonesia.com/read/detail/241255-peredaran-obat-secara-daring-
segera-diatur
4. https://ylki.or.id/2012/01/menelaah-kebijakan-obat-nasional/
5. http://www.jamsosindonesia.com/regulasi
6. https://jpp.go.id/humaniora/kesehatan/337074-regulasi-untuk-lindungi-
masyarakat-dan-ciptakan-industri-obat-makanan-yang-digdaya
7. https://www.pom.go.id/new/view/direct/strategic
8. http://indonesia-pharmacommunity.blogspot.com/2010/02/pentingnya-
kepastian-regulasi-pada.html
9. http://semestahukum.blogspot.com/2016/01/pengawasan-pemerintah-
terhadap_22.html
10. https://fhukum.unpatti.ac.id/umum/85-peraturan-perundang-undangan-bidang-
kesehatan
11. https://www.pom.go.id/new/view/direct/background
12. https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Obat_dan_Makanan

Anda mungkin juga menyukai