PENDAHULUAN
Kesehatan, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
manusia.
Obat memang dapat mengobati penyakit, tetapi masih banyak juga orang
yang menderita sakit akibat konsumsi obat-obatan. Oleh karena itu, dapat
dikonsumsi oleh orang yang tidak tepat sesuai indikasi, tidak tepat penyakit,
tidak tepat takaran atau dosis, dan tidak tepat waktu pemberiannya. Untuk
dapat diserahkan tanpa resep dokter dan obat yang hanya dapat diserahkan
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter yaitu golongan obat bebas
dan golongan obat bebas terbatas. Selain di apotek, kedua golongan obat ini
dapat diperoleh secara bebas di outlet-outlet dan toko obat. Obat yang hanya
1
Dirjend.Pengawasan Obat dan Makanan, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat
Bebas Terbatas. Jakarta: Dirjend.Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI.
1
dapat diserahkan dengan resep dokter yaitu golongan obat keras atau daftar G,
psikotropika, dan narkotika. Ketiga golongan obat ini hanya dapat diperoleh di
Obat keras disebut juga obat daftar "G",yang diambil dari bahasa belanda
obat dalam golongan ini berbahaya jika pemakainya tidak berdasarkan resep
dokter. Obat-obat yang dapat digolongkan dalam golongan obat keras adalah
semua obat yang pada bungkusan luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Semua obat yang
dibungkus sedemikan rupa yang jelas untuk digunakan secara parenteral, baik
dengan cara suntikan maupun cara pemakaian lain dengan cara merobek
rangkaian asli dari jaringan tubuh. Semua obat baru, kecuali jika telah
daftar obat keras, baik dalam bentuk tunggal maupun semua sediaan yang
disebutkan nama lain atau jika ada pengecualian bahwa obat tersebut masuk ke
Saat ini obat keras dapat dibeli dengan mudah di apotek walau tanpa
resep dokter, salah satu alasannya adalah untuk menghasilkan uang yang
obat keras dapat dibeli bebas adalah kurangnya kesadaran pasien akan bahaya
2
Tjay, T.H. dan K. Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo.
3
Ibid, Tjay, T.H. dan K. Rahardja, hlm 8.
2
dari obat keras tersebut. Acap kali pasien hanya datang sekali ke dokter untuk
suatu penyakit, dan bila penyakitnya kambuh maka tanpa ragu pasien datang
membeli obat keras yang diresepkan dahulu. Pasien bukan pihak yang semata-
mata disalahkan. Adanya peluang yang diberikan oleh apotek yang menjual
obat keras secara bebas dan lemahnya peraturan serta sanksi yang ada
bermata dua. Di satu sisi akan mengurangi beban pelayanan di puskesmas atau
rumah sakit. Di sisi lain bila obat yang digunakan tidak diimbangi dengan
diinginkan. Namun adapula masyarakat yang membeli dan menjual obat keras
Obat-obat yang termasuk dalam obat keras, seperti: anti biotika, anti
diberikan tanpa resep dokter. Namun, penggunaan obat keras, seperti anti
biotik tanpa resep dokter sudah merupakan hal yang umum dijumpai dalam
masalah, misalnya: penggunaan anti biotik yang tidak terkendali. Oleh sebab
itu, penggunaan obat keras tanpa resep dokter kini sedang menjadi topik hangat
di masyarakat. Hal ini disebabkan karena di sejumlah toko obat memang ada
kecenderungan menjual obat keras tanpa resep dokter. Tidak hanya anti biotik,
4
Rai Gunawan, 2011, Tingkat Kehadiran Apoteker Serta Pembelian Obat Keras Tanpa Resep
Di Apotek, www.farmasi.unud. ac.id, diakses Tanggal 11 Mei 2016.
3
obat keras lainnya pun dapat dibeli tanpa resep dokter di hampir semua toko
obat. 5
mengatur mengenai beberapa obat keras tertentu yang dapat diberikan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan saat itu adalah untuk swamedikasi, pasien dapat
mengobati dirinya sendiri secara rasional dan ditunjang dengan adanya Obat
Wajib Apotek tersebut. Jadi, meskipun secara umum apoteker tidak dapat
menjual obat keras tanpa resep dokter, namun ada obat keras tertentu yang
terlebih lagi apabila sistem distribusi obat yang baik tidak berlangsung
melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
5
Hartono, 2007, Budaya Hukum dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Terhadap
Persyararatan Pengelolaan Apotek, Semarang : Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas
Diponogoro.
6
Rai Gunawan, Op.,Cit., hlm 7.
4
bermaksud menjamin keabsahan dari mutu obat agar obat yang sampai ke
konsumen adalah obat yang aman, efektif dan dapat digunakan sesuai
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan pun mengatur hal tersebut. Dalam
peraturan tersebut telah diatur bagaimana seharusnya obat itu beredar sampai
jawab dalam pelaksanaan alur distribusi obat ini sehingga obat yang
seharusnya tidak bisa dijual tanpa resep dokter dapat beredar bebas.7
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat, dan ayat (3) Ketentuan
farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi
sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau
dimaksud dalam Pasal 98 ayat 2 dan 3 dipidana dengan pidana penjara paling
miliar rupiah).
7
Rai Gunawan, Op.,Cit., hlm 9.
5
Penulis dalam penelitian ini mengambil kasus yang pernah terjadi
adalah kasus yang sudah sampai kepada tahap Pengadilan Negeri yaitu Putusan
dan menyalahgunakan obat keras ilegal tersebut. Pelaku usaha tersebut terbukti
atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan
Dari uraian tersebut diatas, ternyata, meskipun telah ada peraturan yang
mengatur mengenai penjualan obat keras tanpa resep dokter, namun kenyataan
Nomor: 204/Pid.Sus/2012/PN.Kdi)”
6
B. Perumusan Masalah
berikut:
C. Tujuan Penelitian
mengatasinya
keras illegal
7
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis :
2. Kegunaan Praktis :
E. Keaslian Penelitian
Perguruan tinggi negeri maupun swasta di kota Semarang belum pernah ada
Tahun 2009 tentang Kesehatan khususnya Pasal 98 ayat 2 dan 3, serta Pasal
196, sehingga penelitian ini asli dan sesuai asas keilmuan sehingga dapat
8
dikatakan bahwa penelitian ini asli dan keasliannya secara akademis keilmuan
penelitian yang sejenis yang dapat dijadikan pembanding, dapat dilihat dalam
tabel berikut :
9
Tabel 1.
Penelitian Pembanding
Penelitian Sebelumnya Penelitian Sekarang
N Nama Peneliti, Judul Kajian Kebaruan
o. Tahun
1. Widiarto Kebijakan hukum Membahas sanksi pidana Penelitian ini membahas
Purwoto,2012 pidana terhadap yang dapat dijatuhkan pada tentang penanggulangan
,Tesis perilaku pengusaha pengusaha dalam produksi, terhadap penjualan obat
Universitas dalam produksi, penyimpanan, penjualan keras illegal, serta faktor
Diponegoro. penyimpanan, obat-obatan tanpa keahlian yang menjadi kendala
penjualan obat- dan kewenangan dilihat dalam penanggulangan
obatan tanpa dari UU No.36 Tahun terhadap pelaku penjualan
keahlian dan 2009 tentang Kesehatan obat keras illegal.
kewenangan. serta kaitannya dengan UU
No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. M Beni, 2015, Pengaturan Tindak Pada penelitian peneliti lebih
Tesis Pidana Peredaran membahas tentang
Universitas 17 Obat Keras Illegal perserorangan yang
Agustus Sebagai Obat mengedarkan obat aborsi
Semarang. Abortus Provokatus dilihat dari perspektif
Kriminalis Undang-Undang Nomor
Berdasarkan 23 Tahun 1992 tentang
Undang-Undang Kesehatan dan Undang-
Nomor 23 Tahun Undang Nomor 36 Tahun
1992 tentang 2009 tentang Kesehatan.
Kesehatan dan
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun
2009 tentang
Kesehatan.
peneliti yang lain terdapat perbedaan fokus kajian dan permasalahan yang diteliti.
Pada penelitian Widarto Purwoto permasalahan yang diteliti adalah sanksi pidana
10
melakukan penjualan obat keras ilegal serta faktor yang menjadi kendala dalam
penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena pada penelitian yang dilakukan
oleh peneliti tidak hanya membahas tentang perseorangan yang mengedarkan obat
oleh pengusaha dan perseorangan yang menjual obat keras serta untuk mengetahui
11
F. Kerangka Pemikiran
engenai
asi dan atau
obatalat
trihexyphenidyl
kesehatan yang
yang
tidak
disalahgunakan
memenuhi standar
sebagai
danobat
ataumabuk,
persyaratan
obat ini
keamanan,
termasukkhasiat
ke dalamatau
obat
kemanfaatan,
keras, obat dan
yangmutu
tidaksebagaimana
dijual bebas dimaksud
dan harus
KESENJANGAN
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya dari obat keras
Untuk meningkatkan penghasilan/omset
Lemahnya peraturan serta sanksi yang ada sehinggua menyebabkan terjadinya peningkatan penjualan obat keras illegal;
Adannya peluang yang diberikan oleh apoteker yang menjual obat keras ilegal
.
PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana penanggulangan tindak pidana penjualan obat keras illegal?
Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam penanggulangan tindak pidana penjualan obat keras illegal dan upaya mengatasinya?
Bagaimana faktor-faktor penyebab penjualan obat keras illegal?
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penanggulangan Kejahatan
dan refresif.8
sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia yang tercantum jelas dalam
pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu dalam upaya mencapai tujuan tersebut
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka: Jakarta, hlm : 780.
9
Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya
Bakti: Bandung, hlm : 23-24.
13
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah model ideal dalam pencapaian
diperlukan usaha yang keras dari pemerintah dan semua rakyat Indonesia.
dibutuhkan suatu perlindungan baik itu perlindungan di dalam negeri dan luar
dan luar negeri adalah tenteng kejahatan internasional. Dan dalam hal ini
maka alam pencapaian sosial degence maka perlu adanya kebijakan hukum
pidana, dilihat dalam arti luas, kebijakan hukum pidana mencakup ruang
Fungsi hukum pidana dapat dibedakan menjadi dua yaitu fungsi umum
dan fungsi khusus. Fungsi khusus yaitu melindungi hukum terhadap kehendak
10
Moh. Mahfud M.D, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, 1999, Gama Media:
Yogyakarta, hlm : 9.
11
Abdul Latif dan Hasbih Ali, 2011, Politik Hukum, PT. Sinar Grafika: Jakarta, hlm : 22-23.
12
Ibid hlm : 24.
14
yang memperkosanya dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya lebih kejam
terlindungi, dan bagi para pelaku kejahatan maka akan terasa jera dan akan
pernyataan ini sesuai dengan tujuan pidana yaitu teori relatif. Dengan
masyarakat yang lebih baik. “Social welfare is a field of activities and policies
benefits and services which assure of strengthen provisions for meeting social
13
mam Syaukani dan A. Ahsin Thoari, 2010, Dasar-Dasar Politik Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta, hlm : 26-27.
14
Ibid, hlm : 31.
15
yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam
masyarakat.15
kita harus berbicara mengenai kesejahteraan sosial itu sendiri. Di bawah ini
memuaskan".
dalam masyarakat”.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet II, Alumni:
16
16
sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun
spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir
baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-
Dari penegertian diatas dapat dilihat fungsi umum dan khusus itu
17
Teguh Prasetyo, 2011, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Nusa Media: Jakarta, hlm : 27-
28.
Syaiful Bakhri, 2009, Perkembangan Stelsel Pidana di Indonesia, Total Media: Yogyakarta,
18
hlm:155.
17
by the state to the best possible standards”. Di Indonesia dalam mewujudkan
welfere state ini misalnya program dari pemerintah yatu Bada Penyelenggara
inipun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan
18
memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dan kebijakan sosial
Kebijakan hukum pidana ini pun dinilai tidak mampu dalam mengatasi
kebijakan kriminal, dengan hal ini ada yang namanya kebijakan non penal,
kebijakan non penal ini pencegahan tindak kejahatan dengan seperti kita
masyarakat secara nasional (national mental health), social worker and child
dan hukum administrasi (administrative and civil law). Oleh karena itu, perlu
21
Barda Nawawi Arif, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Media Group: Jakarta,, hlm : 78-79.
22
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip: Semarang, hlm : 40.
19
langkah-langkah penanggulangan yang didasarkan pada penguatan sumber
sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
Aditama.
20
tindakannya dan oleh undang-undang hukum pidana telah dinyatakan
peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu
sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael
21
bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau
tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh
ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.25
25
Adami Chazawi,2002, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Jakarta: Grafindo.
26
Ibid,Adami Chazawi, hlm 69.
22
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat
KUHP.
KUHP.
23
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
sifat tercelanya itu suatu perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya
tercelanya wetsdelicten adalah undang-undang.
jenis pelanggaran itu lebih ringan daripada kejahatan. Hal ini dapat
28
P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. hlm 193.
24
sedangkan kejahatan lebih didominasi dengana ancaman pidana
penjara.
timbulnya akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan
c. Delik dolus dan delik culpa.
25
Sedangkan tindak pidana kelalaian (culpa) adalah tindak pidana
418, 480). Dilihat dari unsur kesalahannya ada dua tindak pidana, yaitu
yang satu adalah tindak pidana sengaja dan yang lain adalah tindak pidana
culpa, yang ancamannya sama atau kedua tindak pidana ini dinilai sama
beratnya.
yang berbuat.
Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif ada
tadi.
26
Tindak pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana pasif murni
dan tindak pidana pasif tidak murni disebut dengan delicta commissionis
per omissionem. Tindak pidana pasif murni adalah adalah tindak pidana
yang secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata
304, 522. Tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang
pada dasarnya adalah tindak pidana positif tetapi dilakukan dengan cara
tidak berbuat aktif, misalnya pada pembunuhan 338 tetapi jika akibat
kewajibannya.
terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja
disebut juga aflopende delicten Misalnya: jika perbuatan itu selesai tindak
pidana itu menjadi selesai secara sempurna. Sebaliknya tindak pidana yang
berlangsung lama, yakni setelah perbuatan itu dilakukan, tindak pidana itu
Misalnya pada Pasal 329,330, 331, 333, dan 334. Seperti Pasal 333,
27
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat
dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (buku II dan III
KUHP). Sementara tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang
menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2, 3 KUHP),
pencurian pada waktu malam hari. (Pasal 363). Ada delik yang ancaman
28
Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya
wakilnya dalam perkara perdata (Pasal 72) atau keluarga tertentu dalam
hal tertentu (Pasal 73). Atau orang yang diberi kuasa khusus untuk
sebagainya.
kemungkinan kerugian.
29
natuurlijk persoon). VOS memberikan tiga alasan mengapa hanya
adalah manusia.
b. Jenis pidana pokok hanya dapat dijalankan tidak lain daripada oleh
manusia.
1. Pengertian Penjualan
30
Bambang Poernomo, 1992, asas-asas hukum pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia, Hlm. 93-
94.
30
kebutuhan serta keinginan pembeli/konsumen, guna untuk mendapatkan
Obat keras adalah obat yang berkhasiat keras, yang memakai tanda
M Habibie, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Departemen
31
33
Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran.
31
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
orang yang menderita sakit akibat konsumsi obat-obatan. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat bilamana obat
tersebut dikonsumsi oleh orang yang tepat sesuai indikasi, tepat penyakit,
a. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter yaitu golongan obat
toko obat.
b. Obat yang hanya dapat diserahkan dengan resep dokter yaitu golongan
32
obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Tujuan pengelolaan
a. Perencanaan.
obat dan menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat untuk
b. Pengadaan.
tersedianya obat dengan jumlah yang tepat, harga yang layak dan
obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan bermutu tinggi pada
35
Afiyah Syarif, 2009, Pengelolaan obat & peraturan perundangan di bidang farmasi,
Jogjakarta: CV Seto Mulyo, hlm 19-25.
33
1) Memilih metode pengadaan.
5) Melakukan pembayaran.
c. Distribusi.
dan pengiriman obat yang bermutu dari gudang secara merata dan
34
d. Penyimpanan.
First In First Out, obat yang pertama atau lebih dulu masuk
b) Jenis obat yang disimpan (narkotik, obat luar, obat yang harus
obat.
35
e. Penggunaan dan Pelaporan.
baik dan benar. Harus ada data mengenai obat yang masuk dan keluar
obat sesuai yang ditulis dalam resep kepada pasien. Yang perlu
mengkonsumsi obat.
dan penyaluran obat dan atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman
36
terhadap ketentuan Pedoman Teknis CDOB dapat dikenai sanksi
danRumah Sakit.
berskala nasional.
37
b) Belum ada sistem informasi yang dapat memperlihatkan data
c) Data yang diterima dan ditampilkan pada sistem saat ini tidak
detail.
bulan sekali.
38
e) Tidak ada batasan jumlah order yang dapat dilakukan oleh
Apotek).
trihexyphenidyl yang termasuk obat keras ini dapat beredar bebas, hal
ini dapat terjadi karena ada yang tidak beres baik dari produsen,
sengaja mengirim pesanan yang salah berupa jumlah obat yang lebih
banyak dari yang dipesan apotik, atau obat yang tidak dipesan oleh
39
apotik. Serta obat-obat yang dikembalikan apotik, biasanya dibayar
secara tunai oleh salesman lalu dijual oleh salesman ke tempat lain
Golongan obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek
dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter
hormone, antihistamin untuk pemakaian dalam, dan semua obat suntik. Hal
Obat keras ilegal adalah obat keras yang peredarannya diluar jalur resmi
Indonesia. Hal ini dapat terjadi di berbagai tingkat penyaluran obat keras,
ataupun toko obat dimana untuk mendapatkannya tidak perlu melalui resep
36
Howard C. Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (edisi terjemahan oleh Farida
Ibrahim). Jakarta : UI Press.
40
menurut ketentuan pada Pasal 7 ayat 5”. Dengan demikian, sudah jelas bahwa
penyerahan obat keras daftar G tanpa adanya resep dokter adalah dilarang. Di
dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
a. Pengertian illegal
dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar. Izin Edar menurut pasal 1
37
Bahder Nasution, 2005, Sistem Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta. hlm 1.
38
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1010 tahun 2008.
41
c. Mekanisme Peredaran Obat Legal Menurut BPOM.
Keterangan Gambar :
1) Pabrik Obat.
sertifikat CPOB/CPOTB.39
2) Izin Produksi.
Diana Syahbani, 2012, Tinjauan Yuridis Tentang Perbuatan Peredaran Obat-obatan Ilegal
39
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Surabaya: UPN “Veteran” Jawa Timur.
42
Setelah mendirikan pabrik obat yang telah mendapatkan izin
usaha, Izin Produksi juga harus dimiliki oleh pabrik. Izin Produksi
produksi.40
3) Obat.
penggunaannya.
4) Sertifikat CPOB/CPOTB.
43
dan Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi.
dan Makanan.41
5) Registrasi.
berwenang.42
bersangkutan.
41
Ibid, Diana Syahbani, hlm 24.
42
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481
Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
44
b) Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi
6) Izin Edar.
45
Keamanan dan Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan
yang memiliki izin edar sesuai dengan peraturan Kepala BPOM. Maka
dan Makanan, maka obat itu telah sah memiliki izin edar.44
1) Obat illegal.
registrasi obat tahun 2011, obat yang memiliki izin edar harus
bersangkutan.
44
Ibid, Diana Syahbani, hlm 26.
46
ii. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi
seharusnya.
47
Obat yang izin edarnya dibekukan tetapi masih tetap
beredar.
fitoformatea :
pada ayat.
45
Ibid, Diana Syahbani, hlm 27.
48
1) menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku.
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi
labelnya.
terbatas;
iii. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara
49
iv. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu
BPOM.46
Obat keras illegal bukan termasuk obat palsu, karena obat keras
nomor registrasi, isi kandungannya pun sesuai dengan tulisan yang tercantum
bahwa obat keras illegal adalah obat keras yang sesuai standar hanya saja cara
50
Untuk penyerahan obat keras yang merupakan obat atas resep
dokter harus dilakukan oleh seorang apoteker. Hal ini diatur dalam Peraturan
2009 Pasal 21 ayat (2) “Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep
Wajib Apotek (OWA). Hal ini diatur dalam Peraturan Mentri Kesehatan
Izin Apotik Pasal 18 ayat (1). Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa
diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat
Wajib Apotik tanpa resep”. Tujuan dari OWA ini adalah untuk meningkatkan
masalah kesehatan.48
Apotek menjadi tidak berlaku. Hal ini ditinjau dari kedudukan hukum dari
mengatur satu hal yang sama, maka harus dilihat kedudukan hukumnya di
dalam tata urutan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem atau tata
48
Peraturan Mentri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik Pasal 18 ayat (1).
51
keras illegal dari para pengedar, yang sebetulnya tidak jelas latar belakang
tersebut melalui apotek tanpa adanya resep dokter. Jika dilihat dari realita
BAB III
METODE PENELITIAN
menggunakan :
A. Metode Pendekatan
52
yuridis normatif sehingga dalam mengkaji permasalahan yang timbul lebih
ini.49,50
penjualan obat keras illegal serta mengkaji dan menelaah juga kendala-kendala
yang dihadapi dalam penanggulangan tindak pidana penjualan obat keras illegal
B. Spesifikasi Penelitian
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai Pasal 98 ayat 2 dan 3, dan
Indonesia.
49
Amirudin dan H Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm 19
50
Ali Zainudin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 22
53
C. Sumber Data
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penulisan hukum ini terdiri dari
Republik Indonesia.
Kefarmasian.
Apotik.
54
l. Kepmenkes No. 924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib
Apotik No. 2.
Apotek No. 3.
55
2. Bahan Hukum Sekunder
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia.
yang berupa wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang dan
penelitian ini adalah studi dokumen atau studi kepustakaan dan wawancara.23
penting dari media internet yang erat kaitannya dengan permasalahan yang di
teliti.
telah melalui proses editing, yaitu proses memeriksa dan meneliti kembali
56
data yang diperoleh untuk mengetahui kebenaran dan dapat
diteliti. Penerapan analisis dalam pengertian ini adalah dengan cara mencari
57