Anda di halaman 1dari 27

BAB I

URAIAN KEGIATAN

1.1. Pelayanan Obat Tanpa Resep (Swamedikasi)

Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) mendefinisikan swamedikasi pada

No.919/MENKES/PER/X/1993 sebagai upaya pengobatan yang dilakukan secara

mandiri untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan

dokter terlebih dahulu. Makna dari peraturan tersebut Pengobatan yang dimaksud

dalam permenkes tersebut adalah upaya pasien untuk mencari tahu mengenai

informasi obat yang sesuai dengan keluhan penyakitnya dengan bertanya pada

apoteker. Pemberian informasi kepada pasien merupakan salah satu tugas dan

peran penting apoteker dalam memberikan informasi obat yang objektif dan

rasional pada pengobatan pasien.

Swamedikasi dapat dilakukan untuk keluhan dan kondisi penyakit yang

ringan dan umum yang sering dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing,

batuk, influenza, sakit maag, diare, serta keluhan pada penyakit kulit. Pelaksanaan

swamedikasi harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional, antara lain

ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak

adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi.

Dalam praktiknya kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih

banyak terjadi, terutama karena ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila

kesalahan tersebut terjadi terus-menerus dalam waktu yang lama akan

dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan.


Berdasarkan pedoman penggunaan obat bebas dan terbatas Departemen

Kesehatan tahun 2007 tentang pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti

aturan penggunaan obat yang baik dan rasional. Adapun pelayanan sediaan

farmasi non resep meliputi:

 Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)

 Pelayanan OTC (Over The Counter)

 Pelayanan Alat Kesehatan.

 Pelayanan Swamedikasi.

 Pelayanan Informasi Obat (PIO).

1.1.1 Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)

Obat Wajib Apotek (OWA)yaitu obat keras yang dapat diserahkan

tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Walauoun apoteker dapat

memberikan OWA, namun dalam penyerahannya terdapat persyaratan yang

perlu dilakukan antara lain memenuhi ketentuan dana batasan setiap jenis

obat per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib Apotek yang

bersangkitan, membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan, dan

memberikan informasi mengenai dosis dan aturan pakai, kontraindikasi, efek

samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien (Depkes RI,

1990).

Menurut Meneteri Kesehatan melalui Surat Keputusan No:

347/MenKes/SK/VII/1990, obat wajib apotek merupakan obat keras yang

keberadaannya bisa diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa harus

menggunakan resep dari dokter. Obat yang dikategorikan sebagai obat wajib

apotek ditetapkan secara langsung oleh Menteri Kesehatan. OWA yang


dimaksud keberadaannya dapat ditinjau kembali dan disempurnakan sewaktu-

waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

924/MenKes/Per/X/1993 dasar pertimbangan dikeluarkannya OWA adalah

sebagai berikut :

 Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam upaya menolong

dirinya sendiri guna mengatasi permasalahan kesehatan dengan cara

meningkatkan pengobatan sendiri (swamedikasi) secara tepat, aman,

dan rasional.

 Meningkatkan peran apotker di apotke dalam konteks komunikasi,

informasi, edukasi, serta pelayanan obat bagi masyarakat.

 Meningkatkan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan

sendiri.

Meskipun dapat menyerahkan obat keras dalam jenis obat wajib apotek

(OWA) tanpa harus menggunakan resep dari dokter, apoteker harus

memenuhi beberapa persyaratan sebelum menyerahkan kepada pasien

(Zeenot, 2013). Pelayanan obat yang dilakukan di Apotek Arjasa adalah

sebagai berikut :

1. Pasien datang kemudian petugas apotek menanyakan obat apa yang

dibutuhkan.

2. Menanyakan kepada pasien keluhan dan gejala apa yang dialami serta

sudah berapa lama keluahan tersebut dirasakan.

3. Menanyakan kepada pasien siapa yang konsumsi obat tersebut misalnya

untuk ana-anak atau dewasa.


4. Menanyakan kepada pasien sebelumnya sudah konsumsi obat apa saja dan

menanyakan apakah setelah konsumsi obat tersebut keluhan mulai

menurun atau tidak.

5. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya membaik selanjutnya

menanyakan berapa jumlah obat yang dibutuhkan.

6. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya tetapi hasil kurang memuaskan

maka dapat merekomendasikan pilihan obat lain yang sesuai dengan

keluhan pasien. jika pasien tidka menyetuji maka tetap pada pilihan awal

pasien.

7. Setelah pasien setuju dengan obat yang ditawarkan selanjutnya diberikan

informasi mengenai informasi harga obat dan menghitung total harga obat

serta persetujuan terhadap minimal jumlah obat.

1.1.2 Pelayanan OTC (Over The Counter)

Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong,

toko obat dan apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi

penyakit ringan sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis

selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan, hal ini

dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang

ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi

penting untuk swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau

brosur informasi di dalamnya, pembelian obat sangat disarankan dengan

kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda berupa lingkaran hijau

dengan garis tepi berwarna hitam (Depkes, 2006).


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas

adalah lihat tanggal kadaluwarsa obat, baca dengan baik keterangan tentang

obat pada brosur, perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk

kegunaan obat untuk penyakit, perhatikan dengan baik dosis yang digunakan,

untuk dewasa atau anak-anak, perhatikan dengan baik komposisi zat

berkhasiat dalam kemasan obat, perhatikan peringatan-peringatan khusus

dalam pemakaian obat, perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping

obat, yang termasuk obat golongan ini contohnya adalah analgesik antipiretik

(parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004).

Pelayanan OTC yang dilakukan di Apotek Arjasa adalah sebagai berikut :

1. Pasien datang kemudian petugas apotek menanyakan obat apa yang

dibutuhkan.

2. Menanyakan kepada pasien keluhan dan gejala apa yang dialami serta

sudah berapa lama keluahan tersebut dirasakan.

3. Menanyakan kepada pasien siapa yang konsumsi obat tersebut misalnya

untuk ana-anak atau dewasa.

4. Menanyakan kepada pasien sebelumnya sudah konsumsi obat apa saja dan

menanyakan apakah setelah konsumsi obat tersebut keluhan mulai

menurun atau tidak.

5. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya membaik selanjutnya

menanyakan berapa jumlah obat yang dibutuhkan.

6. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya tetapi hasil kurang memuaskan

maka dapat merekomendasikan pilihan obat lain yang sesuai dengan


keluhan pasien. jika pasien tidka menyetuji maka tetap pada pilihan awal

pasien.

7. Setelah pasien setuju dengan obat yang ditawarkan selanjutnya diberikan

informasi mengenai informasi harga obat dan menghitung total harga obat

serta persetujuan terhadap minimal jumlah obat.

1.1.3 Pelayanan Obat Bebas Terbatas

Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschhuwing) yang

artinya waspada. Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah

dan kadar dari zat aktifnya, seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah

didapatkan karena dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Meskipun

begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin yang

dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan

bungkus/kemasan aslinya. Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih

termasuk dalam obat keras, artinya obat bebas terbatas aman hanya jika

digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas terbatas dijual

dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat

luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna

hitam yang mengelilingi (Depkes, 2006).

Pelayanan obat bebas terbatas di Apotek Arjasa sebagai berikut :

1. Pasien datang kemudian petugas apotek menanyakan obat apa yang

dibutuhkan.

2. Menanyakan kepada pasien keluhan dan gejala apa yang dialami serta

sudah berapa lama keluahan tersebut dirasakan.


3. Menanyakan kepada pasien siapa yang konsumsi obat tersebut misalnya

untuk ana-anak atau dewasa.

4. Menanyakan kepada pasien sebelumnya sudah konsumsi obat apa saja dan

menanyakan apakah setelah konsumsi obat tersebut keluhan mulai

menurun atau tidak.

5. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya membaik selanjutnya

menanyakan berapa jumlah obat yang dibutuhkan.

6. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya tetapi hasil kurang memuaskan

maka dapat merekomendasikan pilihan obat lain yang sesuai dengan

keluhan pasien. jika pasien tidak menyetuji maka tetap pada pilihan awal

pasien.

7. Setelah pasien setuju dengan obat yang ditawarkan selanjutnya diberikan

informasi mengenai informasi harga obat dan menghitung total harga obat

serta persetujuan terhadap minimal jumlah obat.

1.1.4 Pelayanan Obat Herbal

Pelayanan obat herbal merupakan pelayanan obat yang berasal dari

tanaman obat yang memiliki khasiat. Pelayanan obat di Apotek Arjasa adalah

sebagai berikut :

1. Pasien datang kemudian petugas apotek menanyakan obat apa yang

dibutuhkan.

2. Menanyakan kepada pasien keluhan dan gejala apa yang dialami serta

sudah berapa lama keluahan tersebut dirasakan.

3. Menanyakan kepada pasien siapa yang konsumsi obat tersebut misalnya

untuk anak-anak atau dewasa.


4. Menanyakan kepada pasien sebelumnya sudah konsumsi obat apa saja dan

menanyakan apakah setelah konsumsi obat tersebut keluhan mulai

menurun atau tidak.

5. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya membaik selanjutnya

menanyakan berapa jumlah obat yang dibutuhkan.

6. Apabila pasien konsumsi obat sebelumnya tetapi hasil kurang memuaskan

maka dapat merekomendasikan pilihan obat lain yang sesuai dengan

keluhan pasien. jika pasien tidak menyetuji maka tetap pada pilihan awal

pasien.

7. Setelah pasien setuju dengan obat yang ditawarkan selanjutnya diberikan

informasi mengenai informasi harga obat dan menghitung total harga obat

serta persetujuan terhadap minimal jumlah obat.

1.1.5 Pelayanan Swamedikasi

Self medication atau swamedikasi merupakan upaya masyarakat untuk

mengobati dirinya sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2006). WHO

mendefinisikan swamedikasi sebagai pemilihan dan penggunaan obat

modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk

mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998).

Apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada

pelaksanaan swamedikasi sebagai sumber informasi bagi masyarakat.

Apoteker diharapkan memberikan pelayanan swamedikasi yang sesuai untuk

menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat bebas serta mencegah

kesalahan pengobatan pada pelaksanaan swamedikasi. Pemerintah telah

memberlakukan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek sebagai


pedoman apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat

dari pelayanan yang tidak professional dan untuk melindungi apoteker dalam

menjalankan praktik kefarmasian (Hartini, 2008).

Pelayanan swamedikasi yang dilakukan di Apotek Arjasa adalah

sebagai berikut :

1. Pasien datang dengan keluhan gejala sakit kemudian apoteker datang dan

merespon keluhan pada pasien.

2. Apoteker membantu memilihkan obat yang sesuai dengan kebutuhan

pasien. apabila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut maka disarankan untuk

memeriksa lebih lanjut pada dokter.

3. Memberikan obat yang direkomendasikan untuk mengurangi gejala

pasien.

4. Memberikan informasi mengenai penggunaan obat tersebut dan informasi

pengobatan pasien mengenai keluhannya.

Pelayanan swamedikasi di Apotek Arjasa didokumentasikan menggunakan

buku khusus swamedikasi dimana setiap penyerahan obat pasien akan

dimintai data mengenai nama, umur, nomor telepon, alamat, keluhan yang

dialami, atutan minum obat dan paraf pasien.


Gambar 1.1 Buku Swamedikasi

1.1.6 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh Apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa

dan terkini kepada Dokter, Apoteker, Perawat, Profesi Kesehatan dan Pasien

agar dapat menggunakan obat dengan baik dan mencegah terjadinya efek

samping dari obat.

Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilakukan kepada pasien yaitu

tujuan pengobatan, waktu penggunaan obat (pagi/siang/malam), waktu

penggunaan (sebelum/sesaat/setelah makan), frekuensi penggunaan obat,

jumlah obat yang diminum, nama obat yang diberikan, indikasi dari obat

yang diberikan, interaksi antara obat yang diberikan, pencegahan interaksi

obat yang diberikan, efek samping dari obat yang diberikan, dan cara

penggunaan obat.

Kegiatan PIO di Apotek Arjasa adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep atau kondisi

kesehatan kepada pasien baik secara lisan ataupun tertulis.

2. Melakukan penelusuran apabila diperlukan untuk memberikan informasi.

3. Menjawab pertanyaan pasien secara jelas dan mudah dimengerti, tidak

bias, etis, serta bijaksana baik secara lisan maupun tertulis.

4. Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien.

5. Menjelaskan jumlah, jenis, dan kegunaan masing-masing obat.

6. Menejlaskan tentang aturan pakai obat secara lengkap.

7. Penggunaan indikasi pada masing-masing obat.


8. Peringatan efek samping obat yang mungkin terjadi pada

pasien.memberitahukan pada pasien tentang cara penyimpanan obat seperti

suhu ruang maupun sejuk.

9. Meyakinkan kepada pasien akan pentingnya kepatuhan penggunaan obat.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Obat Tanpa Resep

Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin

melakukan pengobatan sendiri atau biasa disebut dengan swamedikasi. Menurut

WHO (1998), swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat termasuk

herbal maupun obat tradisional oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau

gejala yang dikenali sendiri. Sedangkan menurut The International

Pharmaceutical Federation (1999), swamedikasi merupakan penggunaan obat

non resep oleh seseorang atas inisiatif sendiri.

Obat yang diperbolehkan untuk swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas

terbatas, dan obat wajib apotek (Depkes RI, 2006). Terdapat beberapa factor yang

mempengaruhi dilakukannya swamedikasi yakni :

1. Kondisi perekonmian dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan oleh rumah

sakit, klinik, dokter dan dokter gigi.

2. Berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan yang

dipengaruhi oleh system informasi, teknologi, dan pendidikan.

3. Gencarnya promosi atau iklan obat bebas dan obat bebas terbatas.

4. Berkembangnya ilmu kefarmasian sehingga semakin banyak pilihan

masyarakat terhadap obat.

5. Peningkatan peran apoteker dalam mebantu pasien yang melakukan upaya

pengobatan sendiri.
Dalam pemilihan obat apoteker harus selalu memperhatikan aspek

farmakoekonmi dan hak pasien. disamping konseling dan farmakoterapi, apoteker

juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Di Apotek

Arjasa peran apoteker dalam swamedikasi sudah bertanggungjawab untuk

memberikan nasehat dan informasi yang benar dan objektif tentang swamedikasi.

Umumnya pembelian obat tanpa resep dari dokter ditujukan untuk mengobatan

sendiri pada penyakit ringan tertentu misalnya batuk, pilek, panas, gangguan

pencernaan, dan diare. Pelayanan obat tanpa resep adalah pelayanan obat yang

dapat dilayani dan diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa resep. Pelayanan

swamedikasi menggunakan empat macam obat yaitu:

a. Obat bebas, yaitu obat yang boleh dibeli tanpa resep dan ditandai dengan label

lingkaran warna hijau dalam kemasannya

b. Obat bebas terbatas yaitu obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dengan

disertai peringatan dan ditandai dengan label lingkaran warna biru pada

kemasannya

c. Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep

oleh apoteker di apotek dengan batasan jumlah

d. Obat Herbal Terstandart (OHT) yaitu obat herbal yang apat dibeli bebas tanpa

resep dan ditandai dengan label smbol lingkaran tiga bintang warna hijau

2.1.1 Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)

OWA (Obat Wajib Apoteker) merupakan obat keras yang keberadaannya

bisa diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa harus menggunakan resep dari

dokter. Walaupun apoteker dapat memberikan OWA, namum dalam penyerahan

OWA terdapat persyaratan yang harus dilakukan yakni memenuhin ketentuan dan
batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang

bersangkutan, membuatn catatan pasien serta obat yang diserahkan dan

memberikan informasi mengenai dosis dan aturan pakai, kontraindikasi, efek

smaping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien (Depkes RI, 1990).

Terdapat tiga terdapat tiga daftar obat yang di perbolehkan diserahkan tanpa

resep dokter. Peraturan mengenai daftar obat wajib Apotek tercantum dalam:

1. Daftar obat wajib Apoteker DOWA No.1 (Menkes.1990)

- Metoklopramid Maks. Pemberian 20 Tablet

- Mebendazol Maks. Pemberian 6 Tablet

Maks. Pemberian 1 botol syrup

- Salbutamol Maks. Pemberian 20 Tablet

Maks. Pemberian 1 Botol Syrup

Inhaler

- Mebhidrolin Maks. Pemberian 20 Tablet

- Asam Mefenamat Maks. Pemberian 1 botol Syrup

2. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) No.2 (Menkes. 1993)

- Omeprazole Maks. Pemberian 7 Tablet

- Albendazole Maks. Pemberian 6 Tablet 200 mg

Maks. Pemberian 3 Tablet 400 mg

- Flumetason Maks. Pemberian 1 Tube

- Hidrokortison Maks. Pemberian 1 Tube

- Prednison Maks. Pemberian 1 Tube

3. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) No.3 (Menkes. 1993)

- Famotidine Maks. Pemberian 10 Tablet 20 atau 40 mg


- Allupurinol Maks. Pemberian 10 Tablet 100 mg

- Cetirizine Maks Pemberian 10 Tablet

- Piroksikam Maks. Pemberian 10 Tablet 10 mg

- Orsiprenalin Maks. 1 Tabung

Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi apoteker dalam memberikan obat

wajib apotek kepada pasien adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1990) :

1. Apoteker berkewajiban melakukan pencatatan yang benar mengenai data

pasien mencangkup nama, alamat, umur dan penyakit yang sedang dideritanya.

2. Apoteker berkewajiban untuk memenuhi ketentuan jenis sekaligus jumlah yang

bisa diserahkan kepada pasien, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang

diatur oleh Keputusan Pemerintah Kesehatan tentang daftar obat wajib apotek

(DOWA).

3. Apoteker berkewajiban memberikan informasi yang benar tentang obat yang

diserahkan, mencangkup indikasi, kontraindikasi, cara pemakaian, cara

penyimpanan, dan efek samping yang tidak diinginkan yang paling mungkin

akan timbul sekaligus Tindakan yang disarankan apabila hal tersebut benar-

benar terjadi.

2.1.2 Pelayanan OTC (Over The Counter)

Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas baik ditoko obat ataupun

apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan

sehingga tidak memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai

petunjuk yang tertera pada kemasan, halini dikarenakan jenis zat aktif pada obat

bebas relatif aman. Efek samping yang ditimbulkan pun minimum dan tidak

berbahaya. Karena semua informasi penting untuk swamedikasi dengan obat


bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi didalamnya,pembelian obat

sangat disarankan dengan kemasannya sekaligus. Logo khas obat bebas adalah

tanda berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk

obat golongan ini contohnya analgetik antipiretik, vitamin dan mineral.

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas

Pelayanan OTC di Apotek Arjasa sudah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Konsumen dapat memilih dan juga meminta bantuan petugas penjualan

obat bebas apabila menemukan produk yang diperlukan. Pelayanan obat bebas di

Apotek Arjasa adalah sebagai berikut :

1. Pasien mengajukan barang yang akan dibeli tanpa resep dokter.

2. Petugas melayani permintaan barang dari pasien dan langsung

menginformasikan harga kemudian dilanjutkan pembayaran di kasir.

3. Kasar menerima pembayaran dan menginput pesanan.

4. Bukti penjualan obat bebas dikumpulkan dan diinput kekomputer.

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi

masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda

peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah

lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Golongan obat ini disebut juga

obat W (Waarschuwing) yang artinya waspada. Diberi nama obat bebas terbatas

karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya. Seperti Obat bebas, Obat
bebas terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dandapat dibeli tanpa resep

dokter.

Gambar Logo Obat Bebas Terbatas

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa

empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter,

lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai

berikut :

Gambar Peringatan Obat Bebas Terbatas

Pengobatan sendiri yang menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas

secara umum untuk penyakit ringan seperti batuk, flu (influenza), demam, nyeri,

sakit maag, kecacingan, diare, biang keringat, jerawat, kadas/kurap, ketombe,

kudis, kutil, luka bakar, luka iris dan luka serut.

Adapun dibawah ini contoh-contoh obat bebas terbatas:

1. P.No.1 Awas! Obat Keras, Baca Aturan Pakai

a. Antimo tablet

b. Procold tablet
c. Panadol hijau

2. P.No.2 Awas! Obat Keras, Hanya Untuk Kumur

a. Betadine Kumur

b. Minosep

c. Tantum Verde

3. P. No. 3 Awas! Obat Keras, Hanya untuk bagian luar

a. Fungiderm krim

b. Daktarin krim

c. Insto

4. P. No. 4 Awas! Obat Keras, Hanya untuk dibakar

5. P. No. 5 Awas! Obat Keras, Tidak boleh ditelan

a. Albotil

6. P. No. 6 Awas! Obat Keras, Obat Wasir Jangan Ditelan

a. Annusol Suppositoria

2.1.3 Pelayanan Alat Kesehatan

Pelayanan produk alat kesehatan yang berear harus memenuhi standar

persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Apotek Arjasa juga menyediakan

beberapa macam alat kesehatan seperti kreg, kursi roda, digital thermomether alat

nebulizer, alat pengukur tekanan darah, alat tes gula darah/kolesterol/asam urat,

face shield, dll. Selain itu Apotek Arjasa juga menyediakan berbagai macam

Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) seperti masker, spuit, pipet tetes, kassa,

leukoplast, jarum insulin, dll.

2.1.4 Pelayanan Swamedikasi


Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri

(swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu

penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab

membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan

kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi

penyakit dan kondisi pasien (Depkes RI, 2007).

Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker

mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan

petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat

melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan

kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun

penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya

dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak

semestinya (Depkes RI, 2007)

Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua

peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti

keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan

atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan

secara aman, tepat dan rasional.

Obat keras dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa menggunakan

resep untuk pengobatan sendiri atau disebut juga swamedikasi oleh seorang

apoteker di apotek, saat ini sudah ada daftar obat yang diperbolehkan tanpa resep

dokter peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:


1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/ 1990 tentang

Obat Wajib Apotek, berisi daftar obat wajib apotek No. 1

2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X /1993 tentang

Daftar Obat Wajib Apotek No. 2

3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/ 1999 tentang

Daftar Obat Wajib Apotek No. 3

Apoteker di Apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat yang

dimaksud wajib:

1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan

dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan.

2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,

efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri

(swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu

penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab

membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan

kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi

penyakit dan kondisi pasien.

Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker

mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan

petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat

melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan

kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun
penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya

dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak

semestinya.

Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki

dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah

terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang

dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat

digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling dilakukan terutama dalam

mempertimbangkan:

1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit

2. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta

3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.

Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah

meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan

produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu

Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana

memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau

kapan harus berkonsultasi kepada dokter.

Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat

konseling untuk swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi

farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien.

Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam

penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:


1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang

bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang

dialami pasien.

2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari

obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi

dimaksud.

3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi

informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus

dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.

4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada

pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan,

dimasukkan melalui anus, atau cara lain.

5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan

dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk

pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai

dengan pengetahuan yang dimilikinya.

6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas

kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.

7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada

pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena

penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.

8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya

pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu

bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat

10. Cara penyimpanan obat yang baik

11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa

12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak

Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang

obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta

keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik.

2.1.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasu obat diberikan daan dilakukan oleh apoteker kepada

pasien yang membeli obat dengan atau tanpa resep. Hal ini dilakukan untuk

memastikan bahwa pasien telah menerima obat yang rasional, aman, dan efektif

serta pasien dapat menggunakan obat tersebut secara benar.

Pelayanan informasi obat di Apotek Arjasa dilakukan terhadap pasien.

Informasi yang diberikan kepada pasien atau pelanggan pada saat KIE meliputi

penjelasan mengenai macam nama obat, indikasi obat, cara penggunaan obat, efek

samping obat, kemungkinan adanya interaksi obat, efek samping obat beserta hal-

hal yang harus dilakukan, cara penyimpanan terutama untuk obat-obat yang

memerlukan penyimpanan pada kondisi khusus, serta pola hidup yang perlu

dilakukan atau dihindari selama pengobatan yang dapat mendukung keberhasilan

terapi. Sedangkan untuk konseling diberikan kepada pasien dengan kriteria:

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

Hipertensi dan AIDS).


3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off).

4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit.

5. Pasien dengan polifarmasi; menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit

yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat

untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

Pelayanan Informasi Obat di Apotek Arjasa juga didokumentasikan pada

lembar Pelayanan Informasi Obat yang mengacu pada Lampiran Formulir 6

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Dokumentasi ini dilakukan pada pasien kronis dari faskes

pertama yang mengambil obat di Apotek Arjasa.

Gambar Formulir Pelayanan Informasi Obat


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan praktik kerja profesi Apoteker yang telah di lakukan di

Apotek Arjasa, dapat disimpulkan bahwa pelayanan kefarmasian tanpa resep di

Apotek Arjasa sesuai dengan peraturan menteri kesehatan republik Indonesia

nomor 73 tahun 2016, dan sesuai dengan petunjuk teknis pelayanan kefarmasian

di Apotek.

3.2 Saran

Perlu menyiapkan brosur ketika melakukan konseling obat kepada pasien

guna mempermudah pemahaman pasien mengenai aturan pakai obat dan

penambahan komputer untuk kasir obat guna mempermudah pengecekan stok dan

harga obat.
DAFTAR PUSTAKA

Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan.
Worku, S., dan Abebe, G., 2003. Practice of self-medication in Jimma Ton,
Ethiop. J. Health Dev, 17, 111-116
Kristina, SA., Prabandari, YS dan Sudjaswadi, R. 2008. Perilaku Pengobatan
sendiri yang rasional pada masyarakat kecamatan depok dan
cangkringan kabupaten sleman Yogyakarta: UGM Press
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat

Wajib Apotek. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 924/MENKES/PER/X/1993 tentang Obat

Wajib Apotek Nomor 2. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 924/MENKES/PER/X/1993 tentang Obat Wajib

Apotek Nomor 3. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Supardi, S., dan Notosiswoyo, M., 2005, Pengobatan sendiri sakit kepala, demam,

batuk dan pilek pada masyarakat desa Ciwalen, Kecamatan

Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, majalah ilmu

kefarmasian vol 2, 134-144

WHO. 2010.
WHO. 2000. Guidelines for Regulatory Assessment of Medical Product for Use in

Self-Medication. Geneva

WHO. 1985. The Rational Use of Drugs. Report of the Conference of Expert.

Nairobi.

Anda mungkin juga menyukai