Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan untuk


mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat
dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter.Obat-obatan yang digunakan untuk
pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep, obat
bebas, obat OTC (over the counter).Biasanya obat-obat bebas tersebut dapat
diperoleh di toko obat, apotik, supermarket hingga di warung-warung dekat
rumah.Sedangkan obat-obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter biasa
disebut dengan obat resep.

Swamedikasi dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993,


secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit
atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.Namun bukan berarti
asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan
penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini.Apoteker bisa memberikan
informasi obat yang objektif dan rasional.Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi
penyakit yang ringan, umum dan tidak akut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan swamedikasi?
2. Bagaimana kriteria obat yang boleh dipilih untuk swamedikasi?
3. Sebutkan hal yang harus diperhatikan saat melakukan swamedikasi?
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan swamedikasi?
5. Jelaskan arti logo dan warna lingakaran pada obat?
6. Apa manfaat dari swamedikasi?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk dapat memahami pengertian dari swamedikasi.
2. Untuk dapat mengetahui kriteria obat yang boleh dipilih untuk
swamedikasi.
3. Untuk dapat menyebutkan hal yang harus diperhatikan saat melakukan
swamedikasi.
4. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan swamedikasi.
5. Untuk dapat menjelaskan arti logo dan warna lingkaran pada obat.
6. Untuk mengetahui manfaat dari swamedikasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Swamedikasi

Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit


ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan.Lebih dari
60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya
mengandalkan obat modern.

Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-
obat yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter.

Dewasa ini masyarakat sudah menjadi lebih insyaf akan tanggung jawabnya
atas kesehatan diri dan keluarga. Dimana-mana dirasakan kebutuhan akan
penyuluhan yang jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dari obat obatan
yang dapat dibeli bebas di apotik guna swamedikasi.

Salah satu keuntungan swamedikasi yang dapat disebut adalah, bahwa


seringkali obat-obat untuk itu memang sudah tersedia di lemari obat dari banyak
rumah tangga.Lagipula bagi orang yang tinggal di desa terpencil, dimana belum ada

3
praktek dokter, swamedikasi akan menghemat banyak waktu yang diperlukan untuk
pergi ke kota mengunjungi seorang dokter1.

Sebetulnya, selain menggunakan obat-obat dari golongan “obat bebas” dan


gologan “obat bebas terbatas” yang dijual bebas, dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat melakukan pengobatan sendiri, menteri kesehatan telah
menetapkan beberapa obat dari golongan “obat keras” yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter langsung dari apoteker di apotik.

Kebijaksanaan menteri kesehatan tersebut tertuang dalam surat Keputusan


Menteri Kesehatan No.347/Menkes/Sk/VII/1990 tanggal 16 juli 1990. Surat
keputusan tersebut dilampiri dengan Daftar Obat Wajib Apotik No.12.

Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobati


penyakit ringan dan mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah melalui
pemantauan dokter.Fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus pada penangan
terhadap gejala secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya oleh konsultan
medis kecuali apoteker, sehingga dapat mengurangi beban kerja pada kondisi
terbatasnya sumber daya dan tenaga (WHO, 1998).

Swamedikasi dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit ringan


yang dapat dikenali sendiri.Menurut Winfield dan Richards (1998) kriteria penyakit
ringan yang dimaksud adalah penyakit yang jangka waktunya tidak lama dan
dipercaya tidak mengancam jiwa pasien seperti sakit kepala, demam, batuk, pilek,
mual, sakit gigi dan sebagainya.

B. Kriteria obat yang digunakan dalam swamedikasi

1
Drs.H.T.Tan dan Drs.Kirana Rahardja, 1993, Swamedikasi, Jakarta, Hal.1
2
Sartono, 2000, Obat Wajib Apotek, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hal.3

4
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat
dibeli tanpa resep dokter adalah :

 Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
 Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
 Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
 Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.

C. Jenis obat yang digunakan dalam swamedikasi

Obat-obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi meliputi obat-obat yang


dapat diserahkan tanpa resep, obat tersebut meliputi obat bebas (OB), obat bebas
terbatas (OBT) dan obat wajib apotek (OWA) (Depkes RI, 2008).

 Obat bebas adalah obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Menteri
Kesehatan RI, 2007).
 Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai
dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna merah.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,
berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm,
lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih.

5
 Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obat keras (tanda lingkaran hitam,
dasar merah dengan huruf K besar) yang dapat dibeli di apotek tanpa
resep dari dokter, tetapi harus diserahkan langsung oleh seorang apoteker
kepada pasien disertai dengan informasi lengkap tentang penggunaan
obat.
 Suplemen makanan (vitamin, kalsium, dll).

4 obat wajib apotek menjadi obat bebas terbatas yaitu :

 Aminofilin dalam bentuk supositoria.


 Bromheksin.
 Heksetidin sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan dengan
kadar sama atau kurang dari 0,1%.
 Mebendazol.

1 obat wajib apotek menjadi obat bebas yaitu :

 Tolnaftat sebagai obat luar untuk infeksi jamur local dengan kadar
sama atau kurang dari 1%.

D. Syarat suatu obat swamedikasi


 Obat harus aman,kualitas dan efektif.
 Obat yang digunakan harus punya indikasi, dosis, bentuk sediaan yang
tepat.
 Obat yang diserahkan harus disertai informasi yang jelas dan lengkap.

E. Hal yang harus diperhatikan saat melakukan swamedikasi

6
Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan swamedikasi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan supaya pengobatan tersebut dilakukan dengan
tepat dan bertanggung jawab :

 Pada swamedikasi, pasien memegang tanggung jawab utama terhadap


obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label dan brosur
obat dengan seksama dan teliti. Kemudian perhatian khusus perlu
diberikan bagi penggunaan obat untuk kelompok tertentu, seperti pada
anak-anak, lanjut usia, pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal,
maupun wanita hamil dan menyusui.
 Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri,
maka ia harus dapat mengenali gejala yang dirasakan, menentukan
kondisi mereka sesuai untuk pengobatan sendiri atau tidak, memilih
produk obat yang sesuai dengan kondisinya, mengetahui ada atau
tidaknya riwayat alergi terhadap obat yang digunakan, mengikuti intruksi
yang tertera pada label obat yang dikonsumsi.

Setiap orang yang melakukan swamedikasi juga harus menyadari kelebihan


ataupun kekurangan dari pengobatan yang dilakukan.Dengan mengetahui manfaat
dan resikonya, maka pasien dapat melakukan penilaian apakah pengobatan tersebut
perlu dilakukan atau tidak.

Bila gejala tidak membaik atau sembuh dalam waktu tiga hari, segera
kunjungi dokter untuk mendapat penanganan yang lebih baik.

Bila muncul gejala seperti sesak napas, kulit kemerahan, gatal, bengkak di
bagian tertentu, mual, dan muntah, maka kemunngkinan telah terjadi gejala efek

7
samping obat atau reaksi alergi terhadap obat yang diminum.Segera hentikan
pengobatan dan kunjungi dokter untuk mendapatkan penanganan medis3.

Adapun tips untuk melakukan swamedikasi terhadap diri sendiri maupun


orang-orang sakit diantara kita :

 Kita sebagai pasien harus dapat membaca dan mencermati secara teliti
informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang disiapkan di dalam
kemasan seperti komposisis zat aktif, indikasi (kegunaan), kontra indikasi
(larangan terhadap), efek samping, interaksi obat, dosis dan cara
penggunaan.
 Memilih obat dengan kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya jika
gejala penyakitnya adalah demam, maka pilih obat yang bersifat
antipiretik (penurun panas) seperti parasetamol (panadol, dumin, tempra)
atau ibuprofen.
 Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk penggunaan jangka pendek
saja (3 hari, atau boleh dilanjutkan sampai seminggu jika tidak mengalami
efek samping obat), karena jika gejala menetap atau bahkan makin
memburuk maka pasien harus segera ke dokter.
 Perhatikan aturan pemakaian obat, yang lain seperti frekuensi pemakaian,
obat digunakan sebelum atau sesudah makan dan sebagainya.
 Penting juga untuk memperhatikan masalah makanan, minuman atau obat
lain yang harus dihindari ketika mengkonsumsi obat tersebut, dan
perhatikan juga bagaimana penyimpanannya.

F. Kelebihan dan kekurangan swamedikasi

Menurut Anief (1997) kelebihan dari tindakan swamedikasi adalah lebih


mudah, cepat, tidak membebani pelayanan kesehatan dan dapat dilakukan oleh diri

3
https://swamedikasi.wordpress.com/category/pengertian-swamedikasi/

8
sendiri.Selain itu dapat menghemat biaya ke dokter, menghemat waktu dan segera
dapat beraktivitas kembali. Kelebihan lainnya menurut Supardi dkk (2005) meliputi
aman apabila digunakan sesuai dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan),
efektif untuk menghilangkan keluhan karena 80% sakit yang bersifat selflimiting,
sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih
murah daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu
menggunakan fasilitas atau profesi kesehatan, kepuasan karena ikut berperan serta
dalam sistem pelayanan kesehatan, menghindari rasa malu atau stres apabila harus
menampakkan bagian tubuh tertentu di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu
pemerintah untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat.

Kekurangan dalam swamedikasi antaralain, obat dapat membahayakan


kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan
waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat
yang tidak diinginkan, misalnya sensitifitas, efek samping atau resistensi,
penggunaan obat yang salah akibat salah diagnosis dan pemilihan obat dipengaruhi
oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi
dkk, 2005). Selain itu dampak negatif swamedikasi adalah masyarakat keyakinan
pengobatan swamedikasi dapat dilakukan untuk setiap penyakit. Menurut Ruiz (2010)
terdapat potensi resiko dalam swamedikasi antara lain kesalahan dalam diagnosis diri
(self-diagnosis), penundaan dalam mencari nasihat medis ketika kondisi diri telah
berada pada status parah dan merugikan, interaksi obat yang berbahaya, salah cara
penggunaan obat, kesalahan dosis obat, pemilihan obat yang tidak tepat, adanya
penyakit berat yang tertutupi (masking of a severe disease), resiko ketergantungan
dan penyalahgunaan obat.

Tidak mengenali keseriusan gangguan.Akan tetapi swamedikasi juga


mengenal beberapa resiko.Pertama-tama keseriusannya keluhan-keluhan dapat dinilai
secara salah atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan
terlalu lama. Gangguan yang bersangkutan dapat memperhebat, sehingga kemudian

9
dokter mungkin perlu menggunakan obat-obat yg lebih keras atau bahkan datang
terlambat.

Penggunaan kurang tepat. Resiko lainadalah bahwa obat-obat bisa digunakan


secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang terlalu besar.Contoh terkenal
adalah tetes hidung dan obat sembelit (laksansia), yang bila digunakan terlampau
lama, malah dapat memperburuk keluhan.Begitupula apa yang dinamakan obat
alamiah, yang mencakup ramuan jamu dan tumbuhan yang dikeringkan, seringkali
dianggap lebih baik dan lebih aman. Ini adalah suatu kesalahpahaman, karena juga
jamu adakalanya dapat mengandung zat aktif dengan khasiat keras yang dapat
menimbulkan efek samping berbahaya.

Guna mengatasi resiko tersebut, maka perlu sekali untuk dapat mengenali
gangguan tersebut. Selain itu dengan sendirinya aturan pakai atau peringatan yang
selalu diikutsertakan, hendaknya dibaca secara seksama dan ditaati dengan baik.

G. Penggolongan obat

Maksud dan tujuan penggolongan obat ini adalah untuk meningkatkan


keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi obat, seperti
misalnya toko obat hanya boleh mendistribusikan obat bebas dan bebas terbatas saja4.
Beberapa penggolongan obat antara lain :

 Obat bebas

Obat ini dapat digunakan secara bebas tanpa perlu resep dokter.Identitas obat
yang termasuk dalam golongan obat bebas adalah ada tanda “lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Salah satu contoh obat ini

4
Gede Agus Beni Widana, 2014, Analisis Obat Kosmetik Dan Makanan, Graha Ilmu,
Yogyakarta, Hal.1

10
adalah tablet parasetamol (sebagai antiperik atau penurun panas serta
analgesik atau pereda nyeri).

 Obat bebas terbatas

Golongan obat ini adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu,
penggunaanya aman, tetapi apabila terlalu banyak akan menimbulkan efek
berbahaya. Pemakaian tidak perlu dibawah pengawasan dokter.Dikatakan
terbatas karena pemberiannya dalam jumlah atau dosis dibatasi.

Identitas obat yang termasuk dalam golongan obat bebas terbatas adalah tanda
“lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam”.Salah satu contoh

11
obat yang termasuk golongan obat bebas terbatas adalah dekstrometorfan
(obat batu kering atau antitusif) dan bromheksin (obat batuk berdahak
atauekspektoran).

 Obat keras dan psikotropika

Golongan obat ini adalah segolongan obat yang berbahaya, dimana


pemakainya harus dibawah pengawasan dokter.Hanya dapat diperoleh di
apotek, puskesmas, balai pengobatan/poliklinik.Identitas obat keras maupun
psikotropika atau yang dikenal sebagai obat keras tertentu adalah tanda
“lingkaran berwarna merah dengan huruf K yang berwarna hitam”.Contoh
sediaan obat yang termasuk sebagai obat keras adalah golongan antibiotik.

12
 Narkotika

Disebut sebagai obat daftar O atau opiat.Zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.Contoh : morfin, petidin.

H. Manfaat swamedikasi

13
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya
jika dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup
tentang obat yang digunakan dan kemampuan mengenali penyakit atau gejala yang
timbul.Swamedikasi secara serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun
juga berbahaya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Swamedikasi atau pengobatan diri sendiri adalah melakukan pengobatan


sendiri untuk penyakit yang ringan, atau minimal melakukan pertolongan pertama
bagi dirinya sebelum petugas kesehatan menanganinya.

Sebelum melakukan swamedikasi pasien harus mengetahui hal-hal yang harus


diperhatikan sebelum dan saat melakukan swamedikasi.Dan mengetahui kekurangan
dan kelebihan swamedikasi, apabila terjadi alergi atau gejala yang kurang baik maka
perlu berkonsultasi ke dokter.

Saat melakukan swamedikasi kita harus mengetahui kriteria dan jenis obat
yang digunakan.Seperti obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan
narkotika.Dan harus memperhatikan aturan pemakaiannya.

Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka


informasi mengenai obat yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka juga
semakin diperlukan.Dalam hal itulah seorang apoteker mempunyai peranan penting
untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.

15
DAFTAR PUSTAKA

Widana Beni Agus Gede, 2014, Analisis Obat Kosmetik Dan Makanan, Graha
Ilmu, Yogyakarta.

Drs.H.T.Tan dan Drs.Rahardja Kirana, 1993, Swamedikasi, Jakarta.

Sartono, 2000, Obat Wajib Apotek, PT Graha Pustaka Utami, Jakarta.

https://swamedikasi.wordpress.com/category/pengertian-swamedikasi/

www.forumsains.com/artikel/logo.biru-hijau-dan-K-dalam-lingkaran-merah-
pada-obat

16

Anda mungkin juga menyukai