Anda di halaman 1dari 14

6.

MATERI 7

Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan


pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat
atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertim-
bangan-pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak
kalah penting, obat harus selalu digunakan secara benar agar memberikan manfaat
klinik yang optimal. Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia ternyata juga dapat
memberikan masalah tersendiri dalam praktek, terutama menyangkut bagaimana
memilih dan menggunakan obat secara benar dan aman. Para pemberi pelayanan
(provider) atau khususnya para dokter (prescriber) harus selalu mengetahui secara rinci,
obat yang dipakai dalam pelayanan. Di banyak sistem pelayanan kesehatan, terutama di
negara-negara berkembang, informasi mengenai obat maupun pengobatan yang sampai
ke para dokter seringkali lebih banyak berasal dari produsen obat. Informasi ini ser-
ingkali cenderung mendorong penggunaan obat yang diproduksi oleh masing-masing
produsennya dan kurang obyektif.

Dalam sistem pelayanan kesehatan nasional, mutlak diperlukan sumber infor-


masi obat yang netral, agar para dokter dapat memperoleh informasi yang obyektif se-
tiap saat memerlukannya. Salah satu bentuk informasi obat yang komprehensif adalah
buku informatorium nasional. Pada dasarnya, pengertian formatorium obat adalah
kumpulan informasi dari produk-produk obat yang telah diijinkan untuk digunakan
dalam suatu sistem pelayanan kesehatan.

Informatorium Obat Nasional Indonesia atau disingkat IONI, memuat infor-


masi mengenai produk-produk obat yang disetujui beredar di Indonesia. Sesuai keten-
tuan yang berlaku, sebelum disetujui beredar di Indonesia, obat harus melalui penilaian
khasiat, keamanan dan mutu, sehingga obat yang beredar telah memenuhi 3 kriteria
tersebut. Informasi tersebut mencakup informasi mengenai farmakodinamik dan far-
makokinetik obat, indikasi dan cara penggunaannya, keamanannya dan informasi lain-
nya. Pengembangan IONI tidak terlepas dari prinsip kedokteran berdasarkan bukti (evi-
dence-based medicine), dengan informasi yang dicantumkan adalah yang paling banyak
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan keamanan
penggunaan obat. Informasi yang dimuat dalam suatu informatorium merupakan infor-
masi yang telah ditelaah secara cermat berdasarkan data penelitian.

Kepentingan dan manfaat informatorium dapat dijelaskan secara ringkas seba-


gai berikut:

 Mencakup produk-produk obat yang telah mendapat izin edar (legal)


 Memuat informasi obat, terutama mengenai indikasi, penggunaan dan cara peng-
gunaan, serta informasi keamanan obat yang resmi disetujui (approved).
 Menghindari pemberian infomasi obat yang salah (tidak berimbang, bias, tidak
lengkap).
 Mendorong penggunaan obat yang efektif, aman dan rasional.

Penggolongan Obat

Terdapat tiga jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan obat
keras.

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa re-
sep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau den-
gan garis tepi berwarna hitam.

Lingkaran Hijau → tanda khusus obat bebas

Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa den-
gan resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat ini
adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam.

Lingkaran Biru → obat bebas terbatas

Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru,
diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran dan
kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda
peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang ter-
diri dari 6 macam, yaitu:
Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-
cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam, dengan
huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di apotik dan
harus dengan resep dokter pada saat membelinya.

Lingkaran merah,dengan huruf K di tengah → obat


keras

Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)


Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan yang ringan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang
dapat meningkatkan pengobatan sendirisecara tepat, aman dan rasional. Melakukan
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui bimbingan
apoteker yang disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan
yang tepat dari obat tersebut.

Peran apoteker di apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan


Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka pen-
ingkatan pengobatan sendiri.

Obat Wajib Apotek adalah beberapa obat keras yang dapat diserahkan tanpa re-
sep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker di apotek. Pemilihan dan penggunaan
obat DOWA harus dengan bimbingan apoteker. Daftar obat wajib apotek yang dikelu-
arkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar
obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.

Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:

1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/ MenKes/SK/VII/1990 ten-


tang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/ Menkes / Per / X / 1993 ten-
tang DaftarObat Wajib Apotek No.2
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 ten-
tang Daftar Obat Wajib Apotek No.3
Obat Esensial

Obat esensial adalah obat terpilih yang paling diperlukan untuk pelayanan ke-
sehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diu-
payakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Na-
sional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit dan Informatorium Obat Na-
sional Indonesia. Keempat komponen ini merupakan komponen yang saling terkait un-
tuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan
obat.

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan yang diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya.

Dari sisi medis, obat esensial sedikit banyak dapat dikaitkan dengan obat pili-
han (drug of choice). Dalam hal ini hanya obat yang terbukti memberikan manfaat
klinik paling besar, paling aman, paling ekonomis, dan paling sesuai dengan sistem
pelayanan kesehatan yang ada yang dimasukkan sebagai obat esensial.

Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk meningkatkan ketepatan, kea-


manan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan
daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memper-
luas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Kriteria obat esensial yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan juga
telah diadopsi di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
 Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailability)
 Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
 Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana
dan fasilitas kesehatan
 Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
 Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung
 Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,maka pili-
han diberikan kepada obat yang:
o Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
o Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
o Stabilitas yang paling baik
o Paling mudah diperoleh
o Obat yang telah dikenal
 Obat jadi kombinasi tetap, dengan kriteria sebagai berikut:
o Obat bermanfaat bagi pasien hanya bila dalam bentuk kombinasi tetap
o Kombinasi tetap terbukti memberikan khasiat dan keamanan lebih baik
dibanding masing-masing komponennya
o Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang
tepat untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut.
o Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat dan keamanan
o Kombinasi antibakteri harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya re-
sistensi atau efek merugikan lain.

Di Indonesia, penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus


menerus di semua unit pelayanan kesehatan.

Obat Generik

Obat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang di-
pakai oleh masing-masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan
promosi untuk masing-masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang
umumnya lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk men-
gendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.

Agar para dokter dan masyarakat dapat menerima dan menggunakan obat
generik, diperlukan langkah-langkah pengendalian mutu secara ketat. Di Indonesia, ke-
wajiban menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan pemerin-
tah.

Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang di-
inginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut:

 Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produksi di-
lakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan ke-
butuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
 Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
 Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai den-
gan Cara Distribusi Obat yang Baik
 Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang.
 Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-unit
pelayanan kesehatan.
 Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas se-
cara berkesinambungan.
 Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.
Mutu obat generik tidak perlu diragukan mengingat setiap obat generik juga
mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat,
keamanan dan mutu obat. Namun, sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa penggu-
naan obat generik mulai menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi
mengenai obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan
maupun ke masyarakat luas.

Formularium Rumah Sakit

Bagi suatu rumah sakit, tidak mungkin untuk menyediakan semua jenis obat
yang ada di pasaran untuk pelayanan rumah sakit. Untuk itu dikembangkan kebijakan
formularium rumah sakit, yang pada dasarnya adalah merupakan upaya pemilihan obat
di rumah sakit. Setiap rumah sakit di negara maju dan juga dibanyak negara berkem-
bang umumnya telah menerapkan formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit
(FRS) pada hakekatnya merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk di-
pakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai in-
dikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap produk. FRS yang telah dis-
epakati di satu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment)
dari pihak-pihak yang terkait, meliputi:

 Pengelola obat menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan FRS


 Dokter menggunakan obat-obat yang ada di FRS.

Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempur-
nakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan un-
tuk pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga
mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku.

Mengingat pengembangan dan penerapan FRS adalah untuk meningkatkan


mutu pelayanan melalui penggunaan obat yang aman, efektif, rasional dan juga dalam
rangka efisiensi biaya pengobatan, maka pengembangan FRS perlu melibatkan berbagai
pihak yang terkait di rumah sakit, yakni pihak pengelola obat, manajemen rumah sakit,
dan keahlian- keahlian klinik yang ada. Keputusan untuk memasukkan suatu obat dalam
FRS harus didasarkan atas kesepakatan akan kriteria tertentu yang mencakup bukti,
manfaat klinis obat, keamanan obat, kesesuaian obat dengan pelayanan yang ada di
rumah sakit dan biaya. Faktor-faktor ini harus dikaji secara ilmiah dari sumber-sumber
informasi ilmiah yang layak dipercaya. Kajian tidak cukup hanya berdasarkan informasi
yang diberikan oleh produsen obat.

FRS yang telah dikembangkan harus disosialisasikan di kalangan dokter, dan


dalam penerapannya harus dilakukan pemantauan secara berkesinambungan. Hasil pe-
mantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkemban-
gan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
Pedoman Pengobatan

Di banyak sistem pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara


berkembang, saat ini banyak dikembangkan dan dilaksanakan pedoman pelayanan ter-
masuk pedoman pengobatan dalam berbagai tingkat pelayanan. Unit-unit pelayanan ke-
sehatan, baik di tingkat primer, sekunder maupun tersier, membutuhkan suatu pedoman
pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, keamanan maupun cost-ef-
fectiveness tindakan farmakoterapi yang diberikan.

Kebutuhan pedoman pengobatan dilator-belakangi oleh banyaknya alternatif


pengobatan yang ada untuk setiap jenis penyakit dan juga adanya kebiasaan pengobatan
yang sangat beragam di antara para dokter berdasarkan pengalamannya masing-masing.
Prinsip kedokteran berdasarkan bukti (evidence based medicine) menuntut bahwa alter-
natif terapi yang terbukti secara ilmiah paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai
dan paling ekonomis untuk pasien yang harus dipilih dan diberikan kepada pasien.

Agar pedoman pengobatan dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuan-


nya, maka beberapa hal berikut perlu mendapatkan perhatian:

 Pedoman pengobatan dikembangkan berdasarkan informasi ilmiah yang


layak dan handal.
 Pedoman pengobatan dikembangkan dengan melibatkan berbagai faktor
dalam sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
 Pedoman pengobatan perlu disosialisasikan kepada para dokter.
 Perlu pemantauan ketaatan terhadap pedoman pengobatan melalui audit
atau studi penggunaan obat di unit-unit pelayanan kesehatan.
 Pedoman pengobatan memuat penyakit yang umum dijumpai di unit
pelayanan kesehatan.
 Pedoman pengobatan harus disesuaikan dengan sarana pelayanan dan
pelaku pelayanan yang ada.

Mengembangkan pedoman pengobatan dan menyebarluaskannya ke unit-unit


pelayanan kesehatan saja tidak akan memberikan banyak dampak perubahan terhadap
kebiasaan penggunaan obat. Pedoman pengobatan perlu dipakai dan ditaati oleh para
dokter dalam pelaksanaan pelayanan dan secara berkala dilakukan pemeriksaan (audit)
dan pemantauan (monitoring) kebiasaan penggunaan obat. Hasil pemeriksaan dan pe-
mantauan ini perlu diumpanbalikkan kepada para dokter sebagai masukan yang dihara-
pkan akan meningkatkan mutu penggunaan obatnya.

Masalah Dalam Penggunaan Obat

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak
ekonomis atau yang lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi
masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara
berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah
sakit, puskesmas, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas.

Penggunaan obat yang tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak im-
bang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Dengan
kata lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika:

 Indikasi penggunaan tidak jelas atau keliru


 Pemilihan obat tidak tepat, artinya obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling
bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis
 Cara penggunaan obat tidak tepat, mencakup besarnya dosis, cara pemberian,
frekuensi pemberian dan lama pemberian
 Kondisi dan riwayat pasien tidak dinilai secara cermat, apakah ada keadaan-keadaan
yang tidak memungkinkan penggunaan suatu obat, atau mengharuskan penyesuaian
dosis (misalnya penggunaan aminoglikosida pada gangguan ginjal) atau keadaan
yang akan meningkatkan risiko efek samping obat
 Pemberian obat tidak disertai dengan penjelasan yang sesuai kepada pasien atau kelu-
arganya
 Pengaruh pemberian obat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak dilakukan pemantauan secara langsung atau
tidak langsung.

Latar belakang penyebab terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kom-


pleks karena berbagai faktor ikut berperan. Ini mencakup faktor yang berasal dari dok-
ter, pasien, sistem dan sarana pelayanan yang tidak memadai, dan dari kelemahan-
kelemahan regulasi yang ada. Tidak kalah pentingnya adalah faktor yang berasal dari
promosi obat yang berlebihan dan adanya informasi yang tidak benar mengenai manfaat
dan keamanan suatu obat. Masalah penggunaan obat tidak semata- mata berkaitan den-
gan kekurangan informasi dan pengetahuan dari profesional kesehatan (dokter, apoteker
atau tenaga kesehatan lainnya) maupun pasien atau masyarakat, tetapi juga berkaitan
dengan kebiasaan yang sudah mendalam, dan perilaku pihak-pihak yang terlibat di-
dalamnya.

Untuk menjamin penggunaan obat yang tepat, semua profesional kesehatan


harus mewaspadai lima hal yang harus tepat dalam pemberian obat yaitu: “Tepat pasien,
tepat obat, tepat dosis, tepat rute pemberian dan tepat waktu pemberian”. Dalam mana-
jemen risiko, semua hal yang harus tepat ini diubah/ dibalik menjadi kategori medica-
tion error. Beberapa masalah dalam pemberian obat yang dikategorikan sebagai medi-
cation error, adalah sebagai berikut:

1. Memberikan obat yang salah yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak dire-
sepkan untuk pasien tersebut.
2. Kelebihan jumlah sediaan yang diberikan, yaitu apabila sediaan yang diberikan
lebih besar dari total jumlah sediaan pada saat diminta oleh dokter. Contoh: apabila
dokter meminta obat untuk diberikan hanya pada pagi hari namun pasien juga
menerima obat untuk digunakan pada sore hari.
3. Kesalahan dosis atau kesalahan kekuatan obat yaitu apabila pada sediaan yang
diberikan terdapat kesalahan jumlah dosis
4. Kesalahan rute pemberian yaitu apabila obat diberikan melalui rute yang berbeda
dengan yang seharusnya, termasuk juga sediaan yang diberikan pada tempat yang
salah. Contoh: obat seharusnya diteteskan pada telinga sebelah kanan tetapi
diteteskan pada telinga sebelah kiri.
5. Kesalahan waktu pemberian yaitu apabila waktu pemberian obat berbeda dari se-
harusnya tanpa ada alasan yang kuat dan memberikan perbedaan efek yang cukup
signifikan.
6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu apabila bentuk sediaan yang diberikan berbeda
dengan yang diminta oleh dokter Contoh: memberikan tablet padahal yang diminta
adalah suspensi

Contoh medication error yang berhubungan dengan singkatan dan simbol

Singkata Mak- Er- Rekomen-


n sud sebenarnya ror dasi
Nama      Jangan
Obat menyingkat nama
Singkatan: obat
MTX Metotreksat Mitosantron
MS Morfin Sulfat Magnesium Sul-
fat (MgSO4)
Stemmed names:    
Nitro drip  Nitroprusid  Nitrogliserin

 
Simbol      
/ Memisahkan dua 1 (angka 1); con- Tuliskan ‘per’ jan-
dosis atau untuk toh lain misalnya gan menuliskan simbol-
mengindikasikan 25unit/10 unit nya
per dibaca sebagai
110 unit
+ Tanda tambah Salah dibaca se- Tuliskan ‘dan’
bagai angka 4
 
Nilai desimal      
Nol sete- 1 mg Sala Pencantuman
lah nilai desimal h dibaca se- angka “Nol” setelah
(contoh 1.0 mg) bagai 10 mg koma berbahaya
karena dapat disalah
artikan, karena itu
jangan digunakan

Singkatan istilah. Pada umumnya, istilah-istilah dari obat dan sediaan se-
baiknya ditulis secara lengkap. Misalnya penulisan sediaan injeksi antibiotik dengan
kekuatan 1 gram seringkali ditulis “1 g”. Hal ini sebaiknya ditulis secara lengkap yaitu
“1 gram”.

Kekuatan dan kuantitas. Kekuatan atau kuantitas dari sediaan kapsul, tablet
hisap, tablet, dan lain-lain harus ditetapkan oleh dokter penulis resep.

Jika apoteker menerima resep yang tidak lengkap untuk suatu sediaan yang di-
gunakan secara sistemik dan berpendapat bahwa pasien tidak perlu kembali ke dokter,
prosedur seperti berikut ini dapat diterapkan:

a. Harus dilakukan usaha untuk menghubungi dokter penulis resep untuk


memastikan maksudnya.
b. Jika usaha yang dilakukan untuk menghubungi dokter penulis resep
berhasil, sesudah itu jika memungkinkan apoteker harus mengusahakan
supaya kuantitas, kekuatan yang dapat digunakan, dan dosis dapat disisip-
kan/disusulkan oleh penulis resep pada resep yang tidak lengkap tersebut.
c. Selanjutnya, meskipun dokter penulis resep telah berhasil dihubungi, perlu
didokumentasikan secara tertulis pada resep bahwa dokter sudah di-
hubungi dan tambahkan informasi mengenai kuantitas dan kekuatan yang
dapat digunakan dari sediaan yang tersedia, dan dosis sesuai indikasi.
Catatan tersebut sebaiknya diberi nama dan tanggal oleh apoteker.
d. Apabila dokter penulis resep tidak dapat dihubungi dan atau apoteker ragu-
ragu dalam mengambil keputusan, resep yang tidak lengkap tersebut se-
baiknya dikirimkan kembali kepada dokter penulis resep. 

Eksipien/Bahan Tambahan

Bahan resmi, yang dibedakan dari sediaan resmi, tidak boleh mengandung ba-
han yang ditambahkan, kecuali secara khusus diperkenankan dalam monografi. Apabila
diperkenankan, pada penandaan harus tertera nama dan jumlah bahan tambahan terse-
but. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau dalam ketentuan umum Farmakope
Indonesia, bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna,
penyedap, pengawet, pemantap dan pembawa dapat ditambahkan ke dalam sediaan
resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat atau penampilan maupun untuk memu-
dahkan pembuatan. Bahan tambahan tersebut dianggap tidak sesuai dan dilarang digu-
nakan, kecuali (a) bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan,
(b) tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang di-
harapkan, (c) tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau keamanan dari se-
diaan resmi, (d) tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.

Udara dalam wadah sediaan resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan kar-
bondioksida, helium, nitrogen atau gas lain yang sesuai. Gas tersebut harus dinyatakan
pada etiket, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.

Sediaan yang dibuat baru

Suatu produk sebaiknya hanya dibuat baru apabila tidak ada produk tersebut
yang beredar di pasaran.

British Pharmacopoeia (BP) mengatur bahwa sediaan yang harus dibuat segar
berarti bahwa sediaan tersebut harus dibuat tidak lebih dari 24 jam sebelum sediaan
tersebut digunakan. Tujuan pengaturan agar suatu sediaan sebaiknya dibuat baru me-
nunjukkan bahwa perubahan/peruraian cenderung terjadi apabila sediaan tersebut dis-
impan selama lebih dari 4 minggu pada temperatur 15-250C.

Kata air tanpa keterangan lain berarti merupakan air yang direbus dan air puri-
fikasi yang didinginkan.

Keamanan di rumah

Pasien harus diingatkan untuk menyimpan semua obat jauh dari jangkauan
anak-anak. Semua sediaan padat, cair oral dan eksternal harus diserahkan dalam wadah
yang dapat ditutup yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak kecuali jika:

 Kemasan asli obat tidak memungkinkan hal ini


 Pasien akan mengalami kesulitan dalam membuka kemasan yang tidak da-
pat dibuka oleh anak-anak
 Adanya permintaan khusus supaya sediaan tersebut tidak diserahkan dalam
kemasan yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak
 Tidak tersedia kemasan yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak khususnya
untuk sediaan cair
 Semua pasien sebaiknya disarankan untuk membuang obat yang sudah
tidak terpakai.

Produk Komplemen

Dewasa ini, informasi mengenai obat herbal atau produk komplemen telah se-
makin banyak ditemui. Namun, IONI hanya menyajikan informasi mengenai produk
yang dikategorikan sebagai obat. Referensi mengenai obat herbal atau produk komple-
men beserta interaksi obat herbal dengan obat dari bahan kimia antara lain dapat dilihat
pada Buku Informatorium Suplemen Makanan–Badan POM.
Obat dan Pengaruhnya Terhadap Kewaspadaan Saat Menjalankan Mesin
Tenaga kesehatan harus memberi informasi kepada pasien jika terapi yang diberikan da-
pat mempengaruhi kemampuan dalam mengendarai kendaraan bermotor. Pasien harus
diberi informasi bahwa selama minum obat seperti golongan sedatif, jangan men-
jalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor. Efek obat golongan sedatif dapat
meningkat dengan adanya alkohol, karena itu hindari minum obat ini bersama-sama
dengan alkohol.

Nama Obat

Nama obat harus muncul pada etiket kecuali dokter menginstruksikan hal lain.

a. Kekuatan obat harus dinyatakan dalam kemasan/etiket, jika sediaan (bentuk


tablet, kapsul atau bentuk sediaan lain) memiliki berbagai kekuatan yang
berbeda.
b. Jika dokter menginginkan ada keterangan seperti misalnya “tablet sedatif”
pada etiket obat, dokter harus menuliskannya pada resep
c. Nama obat dapat tidak ditulis jika terdapat beberapa kandungan obat (meru-
pakan kombinasi)
d. Nama obat yang ditulis pada etiket harus sama dengan nama obat yang ter-
tulis pada resep

Menjaga Keamanan dan Keabsahan Resep

Untuk menjamin validitas resep dan tidak disalahgunakan, disarankan agar:

 tidak meninggalkan blanko resep di meja praktek tanpa pengawasan


 tidak meninggalkan blanko resep di dalam mobil dan tampak dari luar
 jika tidak digunakan, sebaiknya blanko resep disimpan dalam tempat
yang terkunci.

Jika terdapat keraguan terhadap keabsahan suatu resep, apoteker harus


menghubungi dokter penulis resep.

Keamanan dan Kesehatan

Dalam menangani zat kimia atau biologi yang memerlukan perhatian, agar di-
waspadai adanya kemungkinan reaksi alergi, memicu api atau ledakan, menimbulkan
radiasi atau keracunan. Senyawa-senyawa, seperti kortikosteroid, beberapa antimikroba,
fenotiazin, dan sitotoksik bersifat iritan (menimbulkan iritasi) dan sangat poten se-
hingga harus ditangani dengan hati-hati. Hindari paparan pada kulit atau terhisap ser-
buknya.
Penggunaan Obat Rasional 

Proses farmakoterapi

Pada waktu pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses konsultasi
secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis dan memberikan tin-
dakan terapi setepat mungkin. Kerangka konsep proses konsultasi medis secara lengkap
mencakup proses berikut ini:

 Penggalian riwayat penyakit atau anamnesis. Kegiatan ini bertujuan untuk


mencari informasi mengenai gejala dan riwayat penyakit.
 Pemeriksaan pasien. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskul-
tasi, dan perkusi. Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan
tambahan, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan
sebagainya, untuk mendukung penegakan diagnosis penyakit.
 Penegakan diagnosis. Berdasarkan gejala dan tanda-tanda serta hasil pe-
meriksaan, diagnosis penyakit ditegakkan. Diagnosis pasti tidak selalu dapat
ditegakkan secara langsung, sehingga diperlukan perawatan atau pengobatan
yang bersifat sementara sebelum diagnosis pasti ditegakkan.
 Pemberian terapi. Terapi dapat dilakukan dengan obat (farmakoterapi),
bukan obat, atau kombinasi keduanya. Tergantung pada penyakit atau
masalah yang diderita oleh pasien, terapi yang diperlukan mungkin istirahat
total, fisioterapi, terapi bedah, pemberian nutrisi, dan sebagainya. Jika diper-
lukan terapi obat, maka dipilih obat yang secara ilmiah telah terbukti paling
bermanfaat untuk kondisi penyakitnya, paling aman dan paling ekonomis
serta paling sesuai untuk pasien.
 Pemberian informasi. Pasien atau keluarganya perlu diberi penjelasan men-
genai penyakit yang dideritanya serta terapi yang diperlukan. Penjelasan ini
akan meningkatkan kepercayaan dan ketaatan pasien dalam menjalani pen-
gobatan.

Karena proses konsultasi medis antara dokter dan pasien ini telah menjadi
proses yang rutin, seringkali hal ini justru kurang banyak diperhatikan dalam kenyataan
praktek klinis. Para dokter perlu diingatkan kembali akan pentingnya proses-proses ini
sebelum memutuskan untuk memberikan obat.

Prinsip farmakoterapi rasional


Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman, dan ekonomis, maka pemberian
obat harus memenuhi prinsip-prinsip farmakoterapi sebagai berikut:

 Indikasi tepat.
 Penilaian kondisi pasien tepat.
 Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis, dan
sesuai dengan kondisi pasien.
 Dosis dan cara pemberian obat secara tepat.
 Informasi untuk pasien secara tepat.
 Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.

Anda mungkin juga menyukai