MATERI 7
Penggolongan Obat
Terdapat tiga jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan obat
keras.
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa re-
sep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau den-
gan garis tepi berwarna hitam.
Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa den-
gan resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat ini
adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru,
diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan takaran dan
kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendiri. Tanda
peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang ter-
diri dari 6 macam, yaitu:
Obat Keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-
cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam, dengan
huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat ini hanya boleh dijual di apotik dan
harus dengan resep dokter pada saat membelinya.
Obat Wajib Apotek adalah beberapa obat keras yang dapat diserahkan tanpa re-
sep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker di apotek. Pemilihan dan penggunaan
obat DOWA harus dengan bimbingan apoteker. Daftar obat wajib apotek yang dikelu-
arkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar
obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling diperlukan untuk pelayanan ke-
sehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diu-
payakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Na-
sional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit dan Informatorium Obat Na-
sional Indonesia. Keempat komponen ini merupakan komponen yang saling terkait un-
tuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan
obat.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang
paling dibutuhkan dan yang diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya.
Dari sisi medis, obat esensial sedikit banyak dapat dikaitkan dengan obat pili-
han (drug of choice). Dalam hal ini hanya obat yang terbukti memberikan manfaat
klinik paling besar, paling aman, paling ekonomis, dan paling sesuai dengan sistem
pelayanan kesehatan yang ada yang dimasukkan sebagai obat esensial.
Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailability)
Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga, sarana
dan fasilitas kesehatan
Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung
Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa,maka pili-
han diberikan kepada obat yang:
o Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
o Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
o Stabilitas yang paling baik
o Paling mudah diperoleh
o Obat yang telah dikenal
Obat jadi kombinasi tetap, dengan kriteria sebagai berikut:
o Obat bermanfaat bagi pasien hanya bila dalam bentuk kombinasi tetap
o Kombinasi tetap terbukti memberikan khasiat dan keamanan lebih baik
dibanding masing-masing komponennya
o Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang
tepat untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut.
o Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat dan keamanan
o Kombinasi antibakteri harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya re-
sistensi atau efek merugikan lain.
Obat Generik
Obat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang di-
pakai oleh masing-masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan
promosi untuk masing-masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang
umumnya lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk men-
gendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.
Agar para dokter dan masyarakat dapat menerima dan menggunakan obat
generik, diperlukan langkah-langkah pengendalian mutu secara ketat. Di Indonesia, ke-
wajiban menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan pemerin-
tah.
Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang di-
inginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut:
Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produksi di-
lakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan ke-
butuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai den-
gan Cara Distribusi Obat yang Baik
Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang.
Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-unit
pelayanan kesehatan.
Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas se-
cara berkesinambungan.
Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.
Mutu obat generik tidak perlu diragukan mengingat setiap obat generik juga
mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat,
keamanan dan mutu obat. Namun, sekarang ini terdapat kecenderungan bahwa penggu-
naan obat generik mulai menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi
mengenai obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan
maupun ke masyarakat luas.
Bagi suatu rumah sakit, tidak mungkin untuk menyediakan semua jenis obat
yang ada di pasaran untuk pelayanan rumah sakit. Untuk itu dikembangkan kebijakan
formularium rumah sakit, yang pada dasarnya adalah merupakan upaya pemilihan obat
di rumah sakit. Setiap rumah sakit di negara maju dan juga dibanyak negara berkem-
bang umumnya telah menerapkan formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit
(FRS) pada hakekatnya merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk di-
pakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai in-
dikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap produk. FRS yang telah dis-
epakati di satu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment)
dari pihak-pihak yang terkait, meliputi:
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempur-
nakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan un-
tuk pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga
mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku.
Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak
ekonomis atau yang lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat ini telah menjadi
masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan, baik di negara maju maupun negara
berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan, misalnya di rumah
sakit, puskesmas, praktek pribadi, maupun di masyarakat luas.
Penggunaan obat yang tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi tidak im-
bang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu obat. Dengan
kata lain, penggunaan obat dapat dinilai tidak rasional jika:
1. Memberikan obat yang salah yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak dire-
sepkan untuk pasien tersebut.
2. Kelebihan jumlah sediaan yang diberikan, yaitu apabila sediaan yang diberikan
lebih besar dari total jumlah sediaan pada saat diminta oleh dokter. Contoh: apabila
dokter meminta obat untuk diberikan hanya pada pagi hari namun pasien juga
menerima obat untuk digunakan pada sore hari.
3. Kesalahan dosis atau kesalahan kekuatan obat yaitu apabila pada sediaan yang
diberikan terdapat kesalahan jumlah dosis
4. Kesalahan rute pemberian yaitu apabila obat diberikan melalui rute yang berbeda
dengan yang seharusnya, termasuk juga sediaan yang diberikan pada tempat yang
salah. Contoh: obat seharusnya diteteskan pada telinga sebelah kanan tetapi
diteteskan pada telinga sebelah kiri.
5. Kesalahan waktu pemberian yaitu apabila waktu pemberian obat berbeda dari se-
harusnya tanpa ada alasan yang kuat dan memberikan perbedaan efek yang cukup
signifikan.
6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu apabila bentuk sediaan yang diberikan berbeda
dengan yang diminta oleh dokter Contoh: memberikan tablet padahal yang diminta
adalah suspensi
Simbol
/ Memisahkan dua 1 (angka 1); con- Tuliskan ‘per’ jan-
dosis atau untuk toh lain misalnya gan menuliskan simbol-
mengindikasikan 25unit/10 unit nya
per dibaca sebagai
110 unit
+ Tanda tambah Salah dibaca se- Tuliskan ‘dan’
bagai angka 4
Nilai desimal
Nol sete- 1 mg Sala Pencantuman
lah nilai desimal h dibaca se- angka “Nol” setelah
(contoh 1.0 mg) bagai 10 mg koma berbahaya
karena dapat disalah
artikan, karena itu
jangan digunakan
Singkatan istilah. Pada umumnya, istilah-istilah dari obat dan sediaan se-
baiknya ditulis secara lengkap. Misalnya penulisan sediaan injeksi antibiotik dengan
kekuatan 1 gram seringkali ditulis “1 g”. Hal ini sebaiknya ditulis secara lengkap yaitu
“1 gram”.
Kekuatan dan kuantitas. Kekuatan atau kuantitas dari sediaan kapsul, tablet
hisap, tablet, dan lain-lain harus ditetapkan oleh dokter penulis resep.
Jika apoteker menerima resep yang tidak lengkap untuk suatu sediaan yang di-
gunakan secara sistemik dan berpendapat bahwa pasien tidak perlu kembali ke dokter,
prosedur seperti berikut ini dapat diterapkan:
Eksipien/Bahan Tambahan
Bahan resmi, yang dibedakan dari sediaan resmi, tidak boleh mengandung ba-
han yang ditambahkan, kecuali secara khusus diperkenankan dalam monografi. Apabila
diperkenankan, pada penandaan harus tertera nama dan jumlah bahan tambahan terse-
but. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau dalam ketentuan umum Farmakope
Indonesia, bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna,
penyedap, pengawet, pemantap dan pembawa dapat ditambahkan ke dalam sediaan
resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat atau penampilan maupun untuk memu-
dahkan pembuatan. Bahan tambahan tersebut dianggap tidak sesuai dan dilarang digu-
nakan, kecuali (a) bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan,
(b) tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang di-
harapkan, (c) tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau keamanan dari se-
diaan resmi, (d) tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
Udara dalam wadah sediaan resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan kar-
bondioksida, helium, nitrogen atau gas lain yang sesuai. Gas tersebut harus dinyatakan
pada etiket, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
Suatu produk sebaiknya hanya dibuat baru apabila tidak ada produk tersebut
yang beredar di pasaran.
British Pharmacopoeia (BP) mengatur bahwa sediaan yang harus dibuat segar
berarti bahwa sediaan tersebut harus dibuat tidak lebih dari 24 jam sebelum sediaan
tersebut digunakan. Tujuan pengaturan agar suatu sediaan sebaiknya dibuat baru me-
nunjukkan bahwa perubahan/peruraian cenderung terjadi apabila sediaan tersebut dis-
impan selama lebih dari 4 minggu pada temperatur 15-250C.
Kata air tanpa keterangan lain berarti merupakan air yang direbus dan air puri-
fikasi yang didinginkan.
Keamanan di rumah
Pasien harus diingatkan untuk menyimpan semua obat jauh dari jangkauan
anak-anak. Semua sediaan padat, cair oral dan eksternal harus diserahkan dalam wadah
yang dapat ditutup yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak kecuali jika:
Produk Komplemen
Dewasa ini, informasi mengenai obat herbal atau produk komplemen telah se-
makin banyak ditemui. Namun, IONI hanya menyajikan informasi mengenai produk
yang dikategorikan sebagai obat. Referensi mengenai obat herbal atau produk komple-
men beserta interaksi obat herbal dengan obat dari bahan kimia antara lain dapat dilihat
pada Buku Informatorium Suplemen Makanan–Badan POM.
Obat dan Pengaruhnya Terhadap Kewaspadaan Saat Menjalankan Mesin
Tenaga kesehatan harus memberi informasi kepada pasien jika terapi yang diberikan da-
pat mempengaruhi kemampuan dalam mengendarai kendaraan bermotor. Pasien harus
diberi informasi bahwa selama minum obat seperti golongan sedatif, jangan men-
jalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor. Efek obat golongan sedatif dapat
meningkat dengan adanya alkohol, karena itu hindari minum obat ini bersama-sama
dengan alkohol.
Nama Obat
Nama obat harus muncul pada etiket kecuali dokter menginstruksikan hal lain.
Dalam menangani zat kimia atau biologi yang memerlukan perhatian, agar di-
waspadai adanya kemungkinan reaksi alergi, memicu api atau ledakan, menimbulkan
radiasi atau keracunan. Senyawa-senyawa, seperti kortikosteroid, beberapa antimikroba,
fenotiazin, dan sitotoksik bersifat iritan (menimbulkan iritasi) dan sangat poten se-
hingga harus ditangani dengan hati-hati. Hindari paparan pada kulit atau terhisap ser-
buknya.
Penggunaan Obat Rasional
Proses farmakoterapi
Pada waktu pasien berhadapan dengan dokter, seharusnya dilakukan proses konsultasi
secara lengkap untuk menentukan atau memperkirakan diagnosis dan memberikan tin-
dakan terapi setepat mungkin. Kerangka konsep proses konsultasi medis secara lengkap
mencakup proses berikut ini:
Karena proses konsultasi medis antara dokter dan pasien ini telah menjadi
proses yang rutin, seringkali hal ini justru kurang banyak diperhatikan dalam kenyataan
praktek klinis. Para dokter perlu diingatkan kembali akan pentingnya proses-proses ini
sebelum memutuskan untuk memberikan obat.
Indikasi tepat.
Penilaian kondisi pasien tepat.
Pemilihan obat tepat, yakni obat yang efektif, aman, ekonomis, dan
sesuai dengan kondisi pasien.
Dosis dan cara pemberian obat secara tepat.
Informasi untuk pasien secara tepat.
Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat.