Anda di halaman 1dari 71

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL

(KONAS)
Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya menjaga kesehatan. Diawali
dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi hal pokok
yang wajib tersedia pada saat dibutuhkan
Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena terdapat
ketidakseimbangan atau asimetri informasi di antara pihak – pihak yang terkait
mengenai kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, nilai rupiah dan ketepatan
penggunaan yang spesifik.
Disamping itu, selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi
sosial
Perdagangan obat dan makanan tidak sama. Dalam hal produk konsumsi, seperti
makanan, konsumen dapat memilih dan memutuskan mana yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan selera. Semakin banyak produk konsumsi makanan
ditawarkan, artinya persaingan harga akan berlangsung.
Namun, dalam hal obat, terutama obat etikal, konsumen sama sekali tidak tahu
mana yang harus ia beli, mana yang paling cocok dengan jenis penyakit yang
menyerangnya serta obat mana yang mutunya lebih baik. Yang menentukan
adalah dokter, dan konsumen terpaksa harus membeli, berapapun harganya.
APA YANG TERJADI???
Maka persaingan hanya terjadi dengan cara membujuk dokter untuk meresepkan
produk tertentu.
Betapapun banyaknya produk obat berkhasiat sejenis, tidak mempengaruhi harga
secara langsung ke konsumen.
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL

APAKAH PERLU???
KEBIJAKAN
FARMASI

Bertahap

Periklanan bidang Manufaktur dan


Penjualan obat
farmasi akses obat.

Simultan

PENGANTAR
 Situasi ekonomi dunia, persaingan industri farmasi.
 Komersialisasi pelayanan kesehatan, bergesernya paradigma
pelayanan sosial ke komersial.
 Biaya pengobatan meningkat drastis, beban berat bagi penduduk
negara berkembangdi mana asuransi atau kebijakan pembiayaan
kesehatan belum tertata.
 Masalah penyakit baru, penyakit yang muncul kembali, penyakit
tak terkendali karena berkembangnya resistensi antimikroba.
 Masalah distribusi obat (yang secara tradisi dianggap domain
farmasi), mutu obat pada ‘end-user’ dipertanyakan.

PERMASALAHAN OBAT
 1/3 penduduk dunia tak punya akses ke obat esensial
 50% obat yang diresepkan kurang tepat
 >50% pasien tidak menggunakan obat secara benar
 Masalah ketidaktaatan minum obat yang menyebabkan penyakit
memburuk dan berkepanjangan
 Berkembangnya resistensi secara luar biasa karena penggunaan
antimikroba (lama dan baru) secara tak terkendali
Oleh profesi kesehatan
Sebagai efek samping kebijakan
Swa-medikasi dengan antimikroba
Penggunaan pada tanaman dan hewan penghasil bahan makanan

MASALAH PENGGUNAAN OBAT


Seleksi dan
kuantifikasi Pengadaan

Penerimaan
Penggunaa penyimpana
n n

Distribusi

SUPLAI OBAT DALAM SISTEM PELAYANAN KESEHATAN


Penggunaan obat bukan domain yang sederhana
Penyelenggaraan suplai harus didukung sistem pelayanan
kefarmasian yang baik:
 Pemilihan obat di sistem pelayanan atau institusi
 Pembiayaan, pengadaan, dan penyediaan obat yang sesuai dengan
standard pengobatan
 Penyimpanan dan distribusi yang menjamin mutu obat
 Standard pengobatan yang berdasar bukti (EB)
 Pemantauan dan umpan balik penggunaan obat PERAN
 Koordinasi dan sistem informasi yang baik FARMASIS???

TERNYATA...???
Penentu
Kebijakan Obat
(Binfar dan
BPOM)
Dll Pemerintah
Pusat

Lembaga
Non-
Pemerinta
Pemerintah Kebijakan h Daerah
Obat
Nasional

Institusi Asosiasi
Pendidika profesi
n kesehatan

Industri Masyarakat
Farmasi

SUPLAI OBAT MEMERLUKAN KERJASAMA STAKEHOLDER


Mengacu pada pedoman WHO
Konas 1983
Konas 2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL


1. Selection of essential drugs/ Seleksi obat esensial
2. Affordability/ Keterjangkauan
3. Drug financing/ Pembiayaan obat
4. Supply systems/Sistem Pengadaan
5. Drug regulation/Regulasi obat
6. Rational use of drugs/ Pengobatan rasional
7. Research/Penelitian
8. Human resources development/SDM
9. Monitoring and evaluation/Monev

KOMPONEN UTAMA KONAS


 national drug policy is a commitment to a goal
and a guide for action.
It expresses and prioritizes the medium- to
long-term goals set by the government for the
pharmaceutical sector, and identifies the main
strategies for attaining them
Kebijakan obat nasional harus memastikan bahwa obat
yang efektif dan aman berkualitas baik dapat diakses
dan terjangkau untuk seluruh penduduk dan bahwa
digunakan secara rasional.

 Access: equitable availability and affordability of


essential drugs
 Quality: the quality, safety and efficacy of all medicines
 Rational use: the promotion of therapeutically sound
and cost-effective use of drugs by health professionals
and consumers
THE ESSENTIAL DRUGS CONCEPT
Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk meningkatkan ketepatan,
keamanan, kerasionalan penggunaan, dan pengelolaan obat yang sekaligus
meningkatkan daya guna biaya yang tersedia.

 Use of a limited number of carefully selected drugs based on agreed clinical guidelines
leads to a better supply of drugs, to more rational prescribing and to lower costs
 Obat yang terbukti memberikan manfaat klinik paling besar, paling aman, paling
ekonomis dan paling sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan
Obat esensial adalah obat yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak.
Kebijakan obat esensial merupakan Drug of
penerapan konsep pemeliharaan obat
choice
KRITERIA WHO UNTUK OBAT ESENSIAL
1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita.
2. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailabilitas).
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana dan fasilitas kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung.
Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada :
a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan.
c. Obat yang stabilitasnya lebih baik.
d. Mudah diperoleh.
e. Obat yang telah dikenal.
Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap.
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi dari pada masing-
masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan
yang tepat untuk sebagian besar penderita
Yang memerlukan kombinasi tersebut, yakni:
a. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat biaya (benefit-cost ratio).
b. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek
merugikan lainnya.
KRITERIA OBAT ESENSIAL DI INDONESIA YAITU :
1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) paling menguntungkan
2. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersedian hayati (bio availabilitas)
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
6. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit cost ratio) yang tertinggi biaya langsung
atau tidak langsung.
PEDOMAN SELEKSI OBAT
1. Obat yang dipilih harus bermutu
2. Jenis obat sesedikit mungkin. Hindari duplikasi dan kesamaan jenis serta bentuk sedian
obat
3. Obat baru hanya dipakai bila lebih besar keuntungannya dibandingkan obat yang sudah
ada.
4. Kombinasi obat dipakai bila menguntungkan dibandingkan obat tunggal
5. Pilih obatyang mungkin drug of choice penyakit yang ada
6. Kontraindikasi, efek samping harus diamati agar diperoleh gamabaran rasio resiko dan
keuntungan produk
7. Upayakan jenis obat termasuk sediaan obat generick
8. Penggunaan obat tradisional sangat dimungkinkan apabila ada permintaan khusus
PRINSIP UMUM SELEKSI OBAT
1. Pilih jenis obat seminimum mungkin, tergantung dari jenis penyakit dan sesuai
data epidemiologi
2. Utamakan obat generik daripada obat paten
3. Pilih satu sediaan obat untuk setiap jenis obat
4. Gunakan daftar obat sesuai dengan tingkat penggunaan (level of use)
5. Gunakan standar normal pengobatan yang umum
JENIS OBAT ESENSIAL YANG ADA DI INDONESIA
1. Analgesik (jenis obat penahan sakit)
2. Antipiretik (obat untuk menurunkan suhu tubuh saat demam)
3. Anestetika (obat untuk menghilangkan rasa sakit saat pembedahan)
4. Antidotum ( obat penawar racun)
5. Antihistamin (obat untuk mengobati reaksi alergi)
6. Antimiggrain (obat untuk mengurangiefek saki kepala sebelah)
7. Diuretik (obat untuk meningkatkan jumlah urin)
8. Antiseptik (obat untuk mencegah infeksi)
9. Anti inflamasi, Antikonvulusi, Anti epileptika, Antineoplastik Psikofarma
ANALGESIK
Merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok obat penahan rasa sakit. Obat
analgesik termasuk obat anti radang non-steroid (NSAID) bukan saja meredakan
rasa sakit juga dapat meredakan demam.
Analgesik yang bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem
saraf utama dan merubah persepsi terhadap kesakitan (noesipsi). Obat jenis ini
lebih bisa mengurangi rasa sakit bila dibandingkan dengan NSAID.
nalgesik sendiri dibagi menjadi dua, yakni:
a. Analgesik Opioid (Analgesik Narkotika)
b. Analgesik lainnya.
ANTIPIRETIK
Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh dalam keadaan
demam. Namun, tidak mempengaruhi suhu tubuh normal jika tidak dalam
keadaan demam. Antipiretik bertindak pada hipotalamus untuk mengurangi
kenaikan suhu yng diprakarsai oleh interleukin. Setelah itu, suhu akan berfungsi
pada suhu yang lebih rendah sehingga terjadi pengurangan demam. Antipirentik
yang sering digunakan adalah aspirin, asetaminofen dan lainnya.
ANASTETIKA
Anestesi dibedakan menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi
umum adalah hilangnya rasa sakit disertai dengan hilangnya kesadaran.
Sedangkan, anestesi lokal adalah hilangya rasa sakit tanpa hilangnya kesadaran.
ANTIDOTUM
Merupakan obat penawar racun. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis
atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan
keracunan bila melebihi kondisi amannya. Selain itu, metabolisme tubuh setiap
orang terhadap dosis obat jug mempengaruhi.
Pada keracunan yag dibutuhkan antidotum yang memnag terbukti menolong efek
keracunan obat tertentu, misalnya asam folinat untuk keracunan metotrexat.
ANTIHISTAMIN
Antihistamin atau atagonis hitamin adalah zat yang mampu mencegah penglupasan
atau kerja histamin. Istilah anti histamin dapat digunakan untuk menjelaskan
antagonis histamin yang manapun.
ANTIMIGGRAIN
Adalah obat yang dimaksudkan untuk mengurangi efek atau intensitas migrain (sakit
kepala sebelah), contohnya:
a. Triptans
b. Zolmitriptan
ANTI FLAMASI
Berdasarkan cara kerja diatas ada dua jenis anti inflamasi yang sering digunakan
dalam klinik, yaitu golongan kortikosteroid dan nonstroid
DIURETIK
Adalah suatu obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah urine (duiresis)
dengan jalan menghambat reasorbsi air dan natrium serta mineral lain pada
tubulus ginjal
ANTIKONVULSI
Antikonvuksi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati
bangkitaneppilepsi (epilepticseizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan
antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejalan konvulusi penyakit
lain
ANTI EPILEPTIKA
Adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berat khasiat anti
konvulasinya, yakni meredahkan konvulasi (kejang klonus hebat)
ANTIEOPLASTIK
Obat-obatan ini mencapai hasil terapeuti dengan berbagai macam cara, memiliki
lebih banyak spesifikasi obat. Manfaat efektifnya terhadap leukimia limfatik,
penyakit tumor wilms dan kanker payudara.
PSIKOFARMA
Obat-obatan ini adalah yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental.
Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuropletika
(bekerja pada sistem saraf).
ANTISEPTIK
Antiseptik dan desinfektan digunakan untuk mencegah infeksi. Keduanya berbeda
dengan antimikroba karena selain bentuk umumya larutan, pemakainnya selalu
diaplikasikan di tempat yang kemungkinan terdapat mikroba(kontak langsung)
dan bekerja tdak selektif. Efeknya karena menyebabkan denaturasi protein,
menginaktifasi enzim dan merusak membran sel pada kosentrasi tetentu.
INDIKATOR BERKAITAN DENGAN OBAT
ESSENSIAL
Indikator yang menyngkut obat antara lain:
• 100% pengadaan obat esensial dan obat generik
• 90% penulisan obat generik di pelayanan kesehatan dasar
AFFORDABILITY
 Government commitment to ensuring access through increased affordability;
 For all drugs: reduction of drug taxes, tariffs and distribution margins; pricing
policy;
 For multi-source products: promotion of competition through generic policies,
generic substitution and good procurement practices;
 For single-source products: price negotiations, competition through price
information and therapeutic substitution, and TRIPS-compliant measures such as
compulsory licensing, “early workings” of patented drugs for generic
manufacturers and parallel imports.
Affordability adalah apakah mereka
(pasien) mampu berobat?
DRUG FINANCING
 Commitment to measures to improve efficiency and reduce waste;
 Increased government funding for priority diseases, and the poor and
disadvantaged;
 Promotion of drug reimbursement as part of public and private health insurance
schemes;
 Use and scope of user charges as a (temporary) drug financing option;
 Use of and limits of development loans for drug financing;
 Guidelines for drug donations.
SUPPLY SYSTEMS
 Public–private mix in drug supply and distribution systems;
 Commitment to good pharmaceutical procurement practices in the public sector;
 Publication of price information on raw materials and finished products;
 Drug supply systems in acute emergencies;
 Inventory control, and prevention of theft and waste;
 Disposal of unwanted or expired drugs
 Government commitment to drug regulation, including the need to ensure a sound
legal basis and adequate human and financial resources;
 Independence and transparency of the drug regulatory agency; relations between the
drug regulatory agency (BPOM) and the ministry of health (MoH);
 Stepwise approach to drug evaluation and registration; definition of current and
medium-term registration procedures;
 Commitment to good manufacturing practices (GMP), inspection and law enforcement;
 Access to drug control facilities;
 Commitment to regulation of drug promotion;
 Regulation of traditional and herbal medicines;
 Need and potential for systems of adverse drug reaction monitoring (MESO);
 International exchange of information.

REGULATION AND QUALITY ASSURANCE


RATIONAL USE
Development of evidence-based clinical guidelines, as the basis for training, prescribing, drug
utilization review, drug supply and drug reimbursement;
Establishment and support of drugs and therapeutics committees;
Promotion of the concepts of essential drugs, rational drug use and generic prescribing in basic
and in-service training of health professionals;
The need and potential for training informal drug sellers;
Continuing education of health care providers and independent, unbiased drug information;
Consumer education, and ways to deliver it;
Financial incentives to promote rational drug use;
Regulatory and managerial strategies to promote rational drug use
RESEARCH
The need for operational research in drug access, quality and rational use;
The need and potential for involvement in clinical drug research and development.
HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT
Government responsibility for planning and overseeing the development and training
of the human resources needed for the pharmaceutical sector;
Definition of minimum education and training requirements for each category of staff;
Career planning and team building in government service;
The need for external assistance (national and international).
MONITORING AND EVALUATION
Explicit government commitment to the principles of monitoring and evaluation;
Monitoring of the pharmaceutical sector through regular indicator-based surveys;
Independent external evaluation of the impact of the national drug policy on all
sectors of the community and the economy.
OBAT ESENSIAL
“Obat Esensial adalah obat terpilih yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang diupayakan
tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya”
(KEPMENKES RI Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 dan KEPMENKES RI
Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013)
PEMILIHAN OBAT ESENSIAL
 Pemilihan obat esensial harus terkait dengan pedoman terapi atau standar
pengobatan yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaik.
 Pelaksanaan seleksi obat esensial dilakukan melalui penelaahan ilmiah yang
mendalam dan pengambilan keputusan yang transparan dengan melibatkan
apoteker, farmakolog, klinisi dan ahli kesehatan masyarakat dari berbagai strata
sarana pelayanan kesehatan dan lembaga pendidikan tenaga kesehatan.
 Pelaksanaan revisi DOEN dilakukan secara periodik paling tidak setiap 3-4 tahun
dengan melalui proses pengambilan keputusan yang sama.
 Penyebarluasan DOEN kepada sarana pelayanan kesehatan sampai daerah
terpencil, lembaga pendidikan tenaga kesehatan, baik dalam bentuk media cetak
maupun elektronik.
Daftar Obat Esensial (DOEN) merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.
Adapun fungsi dari DOEN yaitu untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan
pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu
langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Manfaat penggunaan DOEN :
 Memberi keleluasaan bagi dokter untuk memilih obat yang tepat bagi pasien
 Rasionalisasi dalam peresepan
 Menjamin ketersediaan obat bagi masyarakat
 Memudahkan dokter memilih obat
 Menyediakan obat dengan harga yang ekonomis dan
terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat
 Menghindari tindakan pemberian obat paten tertentu
secara terus menerus kepada pasien
 Memberikan gambaran anggaran pengeluaran obat
bagi instansi – instansi seperti RS, Puskesmas, dll.

FUNGSI DAFTAR OBAT ESENSIAL


DOEN
DOEN 2017
RESEARCH
Perlunya penelitian operasional dalam akses obat, kualitas dan penggunaan rasional;
Kebutuhan dan potensi untuk terlibat dalam penelitian dan pengembangan obat
klinis.
PENGGUNAAN RASIONAL
 Pengembangan pedoman klinis berbasis EB, sebagai dasar untuk pelatihan, peresepan, tinjauan
penggunaan obat, suplai obat dan penggantian obat;
 Pembentukan dan dukungan komite obat dan terapi;
 Promosi konsep obat esensial, penggunaan obat rasional dan generik resep dalam pelatihan dasar dan
dalam-layanan profesional kesehatan;
 Kebutuhan dan potensi untuk melatih penjual obat-obatan informal;
 Pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan dan obat independen, tidak memihak informasi;
 Pendidikan konsumen, dan cara untuk menyampaikannya;
 Insentif keuangan untuk mempromosikan penggunaan narkoba yang rasional;
 Strategi pengaturan dan manajerial untuk mempromosikan penggunaan narkoba yang rasional
Kebijakan Obat Nasional telah diperbaharui dalam 10 tahun terakhir.
UU Obat belum ada, yang ada UU Farmasi dan belum diperbaiki selama 10 tahun.
PP tentang Obat telah ada
Memiliki Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) milik pemerintah yang bertugas
memberikan registrasi dan pengawasan saat obat beredar.
Memilki PP tentang tata cara distribusi obat
Memiliki PP tentang apoteker diizinkan mengganti obat bermerek dengan obat generik
Memiliki sanksi hukum pidana untuk pelanggaran distribusi obat.
Produsen Farmasi harus memenuhi ketentuan ketentuan yang diatur dalam Cara
Pembuatan Obat Yang benar.
Pengendalian mutu obat mengacu kepada Peraturan Internasional.
Promosi obat harus harus disetujui oleh Badan Pengawasa Obat dan Makanan.
Ekspor dan impor obat mengacu kepada tata cara perdagangan Internasional.
MELALUI KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS)
PEMERINTAH MENJAMIN ADA :

Penerapan konsep obat esensial yaitu obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan, memiliki rasio manfaat – risiko paling menguntungkan,
memiliki rasio biaya konsumen melaui Komunikasi Informasi Edukasi (KIE).
Akses terhadap obat terutama obat essensial merupakan salah satu hak azasi
manusia
SELEKSI OBAT ESENSIAL DAN REGISTRASI OBAT
Memiliki daftar obat esensial atau formularium untuk obat generik maupun non
generik yang menjadi acuan penggunaan obat di seluruh pelayanan kesehatan.
Ada Komite Obat yang bertugas menentukan obat obatan esensial
Daftar obat esensial diperbaharui dalamlimatahun terakhir
Sumbangan obat obatan di pelayanan umum harus sesuai daftar obat esensial.
Ada peraturan khusus tentang cara pendaftaran obat.
Ada komite obat yang menentukan layak tidaknya obat itu beredar di Indonesia.
Setidaknya setiap lima tahun obat harus di daftar ulang.
Fenomena di negara berkembang yang situasi obat dan praktek pengobatannya
sangat boros, karena menggunakan terlalu banyak obat-obat yang tidak esensial
dan malahan tidak efektif.
Hal ini terjadi karena banyak obat baru dipasarkan dalam jumlah besar, sehingga
dokter sulit menilai mana yang benar-benar baik dan mana yang kurang/tidak
efektif.
Dengan menerapkan kembali penggunaan obat esensial serta penilaian kembali
semua obat dan melarang peredaran obat-obat yang tidak berguna, maka
diharapkan pengobatan yang efisien menurut standar profesi bisa ditegakkan
kembali. Keuntungan lain yang akan diperoleh ialah bahwa dengan sendirinya
biaya pengobatan akan menurun secara menyolok (sekalipun dengan harga
satuan obat yang tinggi).
Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi masalah besar di seluruh dunia. WHO
memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang diresepkan,
dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan bahwa setengah dari seluruh pasien
tidak mengonsumsi obat dengan benar.
Contoh penggunaan obat secara tidak rasional mencakup: penggunaan terlalu banyak
obat per pasien (poli farmasi), penggunaan antimikroba yang tidak tepat dengan
dosis yang tidak cukup, pengobatan sendiri yang tidak tepat karena membeli obat
yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter; serta tidak patuh pada batasan
dosis.
OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu urusan yang
telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Implikasinya dari semua itu,
daerah berkewajiban menyediakan dana pembangunan kesehatan dari Dana
Alokasi Umum (DAU) masing-masing daerah.
Untuk itu, pemerintah daerah setempat telah diadvokasi agar mempunyai
pemahaman mengenai pengelolaan obat secara terpadu.
Dalam pelaksanaannya tidak seluruh pemda menyediakan alokasi anggaran yang
memadai bagi sektor kesehatan.
Alokasi dana anggaran untuk obat sangat beragam tergantung visi dan misi
pemerintah daerah tentang kesehatan.
Hal ini berdampak terhadap penyediaan obat di pelayanan kesehatan dasar,
sehingga kerap terjadi kekurangan obat kesehatan dasar baik provinsi maupun
di kabupaten/kota tanpa terkecuali daerah pemekaran maupun induk.
Kurangnya dana alokasi untuk penyediaan obat. Setiap daerah memiliki jumlah DAU
untuk kesehatan yang berbeda-beda bergantung kebijakan politis masing-masing
daerah. Sehingga dikhawatirkan, terutama daerah yang tidak memiliki visi
terhadap kesehatan, akan terjadi kurang alokasi dana untuk penyediaan obat.
Terjadi penggunaan obat yang tidak rasional. Pemberian obat yang tidak sesuai
peruntukkan.
Tidak tersedianya dana operasional instalasi farmasi. Berakibat mandegnya
pengembangan kesehatan di daerah.
Penyimpanan obat tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan. Penyimpangan tidak
berdasarkan skala prioritas yang dibutuhkan.
Tidak ada dana distribusi obat di propinsi maupun kabupaten/kota. Distribusi obat
menjadi tidak merata.

PENYEBAB???
HARGA OBAT
Banyaknya jenis obat yang beredar saat ini membuat persaingan tidak sehat dan
berdampak pada kekacauan dalam menentukan terapi yang efektif dan efisien.
Secara ekonomis, harga obat di Indonesia dinilai mahal dengan struktur harga obat
yang tidak transparan.
Faktanya, pengobatan yang rasional di pelayanan publik masih diragukan,
apakah pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dengan dosis
yang tepat, untuk jangka waktu pengobatan yang sesuai, dan biaya yang
terjangkau.
Lebih penting lagi, sebagian besar masyarakat bahkan profesi kesehatanpun masih
banyak yang tidak percaya khasiat obat Generik.
KEBIJAKAN HARGA OBAT
PEMBANGUNAN KESEHATAN?
Pelayanan Kefarmasian belum optimal, karena yang terjadi saat ini adalah pihak
pemerintah lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur yang bersifat nyata,
daripada pembangunan kesehatan masyarakat khususnya pengadaan obat-
obatan publik. Kondisi ini mungkin akibat kurang maksimalnya stakeholder
kesehatan dalam beradvokasi dengan pemerintah. Setelah masyarakat
menerima pelayanan kesehatan beserta obat, seharusnya mendapat informasi
tentang penggunaan obat agar dapat digunakan dengan benar, tepat dan aman.

Anda mungkin juga menyukai