(KONAS)
Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya menjaga kesehatan. Diawali
dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi hal pokok
yang wajib tersedia pada saat dibutuhkan
Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena terdapat
ketidakseimbangan atau asimetri informasi di antara pihak – pihak yang terkait
mengenai kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, nilai rupiah dan ketepatan
penggunaan yang spesifik.
Disamping itu, selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi
sosial
Perdagangan obat dan makanan tidak sama. Dalam hal produk konsumsi, seperti
makanan, konsumen dapat memilih dan memutuskan mana yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan selera. Semakin banyak produk konsumsi makanan
ditawarkan, artinya persaingan harga akan berlangsung.
Namun, dalam hal obat, terutama obat etikal, konsumen sama sekali tidak tahu
mana yang harus ia beli, mana yang paling cocok dengan jenis penyakit yang
menyerangnya serta obat mana yang mutunya lebih baik. Yang menentukan
adalah dokter, dan konsumen terpaksa harus membeli, berapapun harganya.
APA YANG TERJADI???
Maka persaingan hanya terjadi dengan cara membujuk dokter untuk meresepkan
produk tertentu.
Betapapun banyaknya produk obat berkhasiat sejenis, tidak mempengaruhi harga
secara langsung ke konsumen.
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL
APAKAH PERLU???
KEBIJAKAN
FARMASI
Bertahap
Simultan
PENGANTAR
Situasi ekonomi dunia, persaingan industri farmasi.
Komersialisasi pelayanan kesehatan, bergesernya paradigma
pelayanan sosial ke komersial.
Biaya pengobatan meningkat drastis, beban berat bagi penduduk
negara berkembangdi mana asuransi atau kebijakan pembiayaan
kesehatan belum tertata.
Masalah penyakit baru, penyakit yang muncul kembali, penyakit
tak terkendali karena berkembangnya resistensi antimikroba.
Masalah distribusi obat (yang secara tradisi dianggap domain
farmasi), mutu obat pada ‘end-user’ dipertanyakan.
PERMASALAHAN OBAT
1/3 penduduk dunia tak punya akses ke obat esensial
50% obat yang diresepkan kurang tepat
>50% pasien tidak menggunakan obat secara benar
Masalah ketidaktaatan minum obat yang menyebabkan penyakit
memburuk dan berkepanjangan
Berkembangnya resistensi secara luar biasa karena penggunaan
antimikroba (lama dan baru) secara tak terkendali
Oleh profesi kesehatan
Sebagai efek samping kebijakan
Swa-medikasi dengan antimikroba
Penggunaan pada tanaman dan hewan penghasil bahan makanan
Penerimaan
Penggunaa penyimpana
n n
Distribusi
TERNYATA...???
Penentu
Kebijakan Obat
(Binfar dan
BPOM)
Dll Pemerintah
Pusat
Lembaga
Non-
Pemerinta
Pemerintah Kebijakan h Daerah
Obat
Nasional
Institusi Asosiasi
Pendidika profesi
n kesehatan
Industri Masyarakat
Farmasi
Use of a limited number of carefully selected drugs based on agreed clinical guidelines
leads to a better supply of drugs, to more rational prescribing and to lower costs
Obat yang terbukti memberikan manfaat klinik paling besar, paling aman, paling
ekonomis dan paling sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan
Obat esensial adalah obat yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak.
Kebijakan obat esensial merupakan Drug of
penerapan konsep pemeliharaan obat
choice
KRITERIA WHO UNTUK OBAT ESENSIAL
1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita.
2. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailabilitas).
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana dan fasilitas kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung.
Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada :
a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan.
c. Obat yang stabilitasnya lebih baik.
d. Mudah diperoleh.
e. Obat yang telah dikenal.
Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap.
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi dari pada masing-
masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan
yang tepat untuk sebagian besar penderita
Yang memerlukan kombinasi tersebut, yakni:
a. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat biaya (benefit-cost ratio).
b. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan efek
merugikan lainnya.
KRITERIA OBAT ESENSIAL DI INDONESIA YAITU :
1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) paling menguntungkan
2. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersedian hayati (bio availabilitas)
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
6. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit cost ratio) yang tertinggi biaya langsung
atau tidak langsung.
PEDOMAN SELEKSI OBAT
1. Obat yang dipilih harus bermutu
2. Jenis obat sesedikit mungkin. Hindari duplikasi dan kesamaan jenis serta bentuk sedian
obat
3. Obat baru hanya dipakai bila lebih besar keuntungannya dibandingkan obat yang sudah
ada.
4. Kombinasi obat dipakai bila menguntungkan dibandingkan obat tunggal
5. Pilih obatyang mungkin drug of choice penyakit yang ada
6. Kontraindikasi, efek samping harus diamati agar diperoleh gamabaran rasio resiko dan
keuntungan produk
7. Upayakan jenis obat termasuk sediaan obat generick
8. Penggunaan obat tradisional sangat dimungkinkan apabila ada permintaan khusus
PRINSIP UMUM SELEKSI OBAT
1. Pilih jenis obat seminimum mungkin, tergantung dari jenis penyakit dan sesuai
data epidemiologi
2. Utamakan obat generik daripada obat paten
3. Pilih satu sediaan obat untuk setiap jenis obat
4. Gunakan daftar obat sesuai dengan tingkat penggunaan (level of use)
5. Gunakan standar normal pengobatan yang umum
JENIS OBAT ESENSIAL YANG ADA DI INDONESIA
1. Analgesik (jenis obat penahan sakit)
2. Antipiretik (obat untuk menurunkan suhu tubuh saat demam)
3. Anestetika (obat untuk menghilangkan rasa sakit saat pembedahan)
4. Antidotum ( obat penawar racun)
5. Antihistamin (obat untuk mengobati reaksi alergi)
6. Antimiggrain (obat untuk mengurangiefek saki kepala sebelah)
7. Diuretik (obat untuk meningkatkan jumlah urin)
8. Antiseptik (obat untuk mencegah infeksi)
9. Anti inflamasi, Antikonvulusi, Anti epileptika, Antineoplastik Psikofarma
ANALGESIK
Merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok obat penahan rasa sakit. Obat
analgesik termasuk obat anti radang non-steroid (NSAID) bukan saja meredakan
rasa sakit juga dapat meredakan demam.
Analgesik yang bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem
saraf utama dan merubah persepsi terhadap kesakitan (noesipsi). Obat jenis ini
lebih bisa mengurangi rasa sakit bila dibandingkan dengan NSAID.
nalgesik sendiri dibagi menjadi dua, yakni:
a. Analgesik Opioid (Analgesik Narkotika)
b. Analgesik lainnya.
ANTIPIRETIK
Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh dalam keadaan
demam. Namun, tidak mempengaruhi suhu tubuh normal jika tidak dalam
keadaan demam. Antipiretik bertindak pada hipotalamus untuk mengurangi
kenaikan suhu yng diprakarsai oleh interleukin. Setelah itu, suhu akan berfungsi
pada suhu yang lebih rendah sehingga terjadi pengurangan demam. Antipirentik
yang sering digunakan adalah aspirin, asetaminofen dan lainnya.
ANASTETIKA
Anestesi dibedakan menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi
umum adalah hilangnya rasa sakit disertai dengan hilangnya kesadaran.
Sedangkan, anestesi lokal adalah hilangya rasa sakit tanpa hilangnya kesadaran.
ANTIDOTUM
Merupakan obat penawar racun. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis
atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan
keracunan bila melebihi kondisi amannya. Selain itu, metabolisme tubuh setiap
orang terhadap dosis obat jug mempengaruhi.
Pada keracunan yag dibutuhkan antidotum yang memnag terbukti menolong efek
keracunan obat tertentu, misalnya asam folinat untuk keracunan metotrexat.
ANTIHISTAMIN
Antihistamin atau atagonis hitamin adalah zat yang mampu mencegah penglupasan
atau kerja histamin. Istilah anti histamin dapat digunakan untuk menjelaskan
antagonis histamin yang manapun.
ANTIMIGGRAIN
Adalah obat yang dimaksudkan untuk mengurangi efek atau intensitas migrain (sakit
kepala sebelah), contohnya:
a. Triptans
b. Zolmitriptan
ANTI FLAMASI
Berdasarkan cara kerja diatas ada dua jenis anti inflamasi yang sering digunakan
dalam klinik, yaitu golongan kortikosteroid dan nonstroid
DIURETIK
Adalah suatu obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah urine (duiresis)
dengan jalan menghambat reasorbsi air dan natrium serta mineral lain pada
tubulus ginjal
ANTIKONVULSI
Antikonvuksi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati
bangkitaneppilepsi (epilepticseizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan
antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejalan konvulusi penyakit
lain
ANTI EPILEPTIKA
Adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berat khasiat anti
konvulasinya, yakni meredahkan konvulasi (kejang klonus hebat)
ANTIEOPLASTIK
Obat-obatan ini mencapai hasil terapeuti dengan berbagai macam cara, memiliki
lebih banyak spesifikasi obat. Manfaat efektifnya terhadap leukimia limfatik,
penyakit tumor wilms dan kanker payudara.
PSIKOFARMA
Obat-obatan ini adalah yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental.
Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuropletika
(bekerja pada sistem saraf).
ANTISEPTIK
Antiseptik dan desinfektan digunakan untuk mencegah infeksi. Keduanya berbeda
dengan antimikroba karena selain bentuk umumya larutan, pemakainnya selalu
diaplikasikan di tempat yang kemungkinan terdapat mikroba(kontak langsung)
dan bekerja tdak selektif. Efeknya karena menyebabkan denaturasi protein,
menginaktifasi enzim dan merusak membran sel pada kosentrasi tetentu.
INDIKATOR BERKAITAN DENGAN OBAT
ESSENSIAL
Indikator yang menyngkut obat antara lain:
• 100% pengadaan obat esensial dan obat generik
• 90% penulisan obat generik di pelayanan kesehatan dasar
AFFORDABILITY
Government commitment to ensuring access through increased affordability;
For all drugs: reduction of drug taxes, tariffs and distribution margins; pricing
policy;
For multi-source products: promotion of competition through generic policies,
generic substitution and good procurement practices;
For single-source products: price negotiations, competition through price
information and therapeutic substitution, and TRIPS-compliant measures such as
compulsory licensing, “early workings” of patented drugs for generic
manufacturers and parallel imports.
Affordability adalah apakah mereka
(pasien) mampu berobat?
DRUG FINANCING
Commitment to measures to improve efficiency and reduce waste;
Increased government funding for priority diseases, and the poor and
disadvantaged;
Promotion of drug reimbursement as part of public and private health insurance
schemes;
Use and scope of user charges as a (temporary) drug financing option;
Use of and limits of development loans for drug financing;
Guidelines for drug donations.
SUPPLY SYSTEMS
Public–private mix in drug supply and distribution systems;
Commitment to good pharmaceutical procurement practices in the public sector;
Publication of price information on raw materials and finished products;
Drug supply systems in acute emergencies;
Inventory control, and prevention of theft and waste;
Disposal of unwanted or expired drugs
Government commitment to drug regulation, including the need to ensure a sound
legal basis and adequate human and financial resources;
Independence and transparency of the drug regulatory agency; relations between the
drug regulatory agency (BPOM) and the ministry of health (MoH);
Stepwise approach to drug evaluation and registration; definition of current and
medium-term registration procedures;
Commitment to good manufacturing practices (GMP), inspection and law enforcement;
Access to drug control facilities;
Commitment to regulation of drug promotion;
Regulation of traditional and herbal medicines;
Need and potential for systems of adverse drug reaction monitoring (MESO);
International exchange of information.
Penerapan konsep obat esensial yaitu obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan, memiliki rasio manfaat – risiko paling menguntungkan,
memiliki rasio biaya konsumen melaui Komunikasi Informasi Edukasi (KIE).
Akses terhadap obat terutama obat essensial merupakan salah satu hak azasi
manusia
SELEKSI OBAT ESENSIAL DAN REGISTRASI OBAT
Memiliki daftar obat esensial atau formularium untuk obat generik maupun non
generik yang menjadi acuan penggunaan obat di seluruh pelayanan kesehatan.
Ada Komite Obat yang bertugas menentukan obat obatan esensial
Daftar obat esensial diperbaharui dalamlimatahun terakhir
Sumbangan obat obatan di pelayanan umum harus sesuai daftar obat esensial.
Ada peraturan khusus tentang cara pendaftaran obat.
Ada komite obat yang menentukan layak tidaknya obat itu beredar di Indonesia.
Setidaknya setiap lima tahun obat harus di daftar ulang.
Fenomena di negara berkembang yang situasi obat dan praktek pengobatannya
sangat boros, karena menggunakan terlalu banyak obat-obat yang tidak esensial
dan malahan tidak efektif.
Hal ini terjadi karena banyak obat baru dipasarkan dalam jumlah besar, sehingga
dokter sulit menilai mana yang benar-benar baik dan mana yang kurang/tidak
efektif.
Dengan menerapkan kembali penggunaan obat esensial serta penilaian kembali
semua obat dan melarang peredaran obat-obat yang tidak berguna, maka
diharapkan pengobatan yang efisien menurut standar profesi bisa ditegakkan
kembali. Keuntungan lain yang akan diperoleh ialah bahwa dengan sendirinya
biaya pengobatan akan menurun secara menyolok (sekalipun dengan harga
satuan obat yang tinggi).
Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi masalah besar di seluruh dunia. WHO
memperkirakan bahwa lebih dari setengah dari semua obat yang diresepkan,
dibagikan atau dijual secara tidak tepat, dan bahwa setengah dari seluruh pasien
tidak mengonsumsi obat dengan benar.
Contoh penggunaan obat secara tidak rasional mencakup: penggunaan terlalu banyak
obat per pasien (poli farmasi), penggunaan antimikroba yang tidak tepat dengan
dosis yang tidak cukup, pengobatan sendiri yang tidak tepat karena membeli obat
yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter; serta tidak patuh pada batasan
dosis.
OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan pelayanan kesehatan merupakan salah satu urusan yang
telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Implikasinya dari semua itu,
daerah berkewajiban menyediakan dana pembangunan kesehatan dari Dana
Alokasi Umum (DAU) masing-masing daerah.
Untuk itu, pemerintah daerah setempat telah diadvokasi agar mempunyai
pemahaman mengenai pengelolaan obat secara terpadu.
Dalam pelaksanaannya tidak seluruh pemda menyediakan alokasi anggaran yang
memadai bagi sektor kesehatan.
Alokasi dana anggaran untuk obat sangat beragam tergantung visi dan misi
pemerintah daerah tentang kesehatan.
Hal ini berdampak terhadap penyediaan obat di pelayanan kesehatan dasar,
sehingga kerap terjadi kekurangan obat kesehatan dasar baik provinsi maupun
di kabupaten/kota tanpa terkecuali daerah pemekaran maupun induk.
Kurangnya dana alokasi untuk penyediaan obat. Setiap daerah memiliki jumlah DAU
untuk kesehatan yang berbeda-beda bergantung kebijakan politis masing-masing
daerah. Sehingga dikhawatirkan, terutama daerah yang tidak memiliki visi
terhadap kesehatan, akan terjadi kurang alokasi dana untuk penyediaan obat.
Terjadi penggunaan obat yang tidak rasional. Pemberian obat yang tidak sesuai
peruntukkan.
Tidak tersedianya dana operasional instalasi farmasi. Berakibat mandegnya
pengembangan kesehatan di daerah.
Penyimpanan obat tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan. Penyimpangan tidak
berdasarkan skala prioritas yang dibutuhkan.
Tidak ada dana distribusi obat di propinsi maupun kabupaten/kota. Distribusi obat
menjadi tidak merata.
PENYEBAB???
HARGA OBAT
Banyaknya jenis obat yang beredar saat ini membuat persaingan tidak sehat dan
berdampak pada kekacauan dalam menentukan terapi yang efektif dan efisien.
Secara ekonomis, harga obat di Indonesia dinilai mahal dengan struktur harga obat
yang tidak transparan.
Faktanya, pengobatan yang rasional di pelayanan publik masih diragukan,
apakah pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dengan dosis
yang tepat, untuk jangka waktu pengobatan yang sesuai, dan biaya yang
terjangkau.
Lebih penting lagi, sebagian besar masyarakat bahkan profesi kesehatanpun masih
banyak yang tidak percaya khasiat obat Generik.
KEBIJAKAN HARGA OBAT
PEMBANGUNAN KESEHATAN?
Pelayanan Kefarmasian belum optimal, karena yang terjadi saat ini adalah pihak
pemerintah lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur yang bersifat nyata,
daripada pembangunan kesehatan masyarakat khususnya pengadaan obat-
obatan publik. Kondisi ini mungkin akibat kurang maksimalnya stakeholder
kesehatan dalam beradvokasi dengan pemerintah. Setelah masyarakat
menerima pelayanan kesehatan beserta obat, seharusnya mendapat informasi
tentang penggunaan obat agar dapat digunakan dengan benar, tepat dan aman.