Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEFARMASIAN

Dra Yani Kusumaningdjati MSI APT

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


LATAR BELAKANG :
Adanya ledakan obat antara tahun 1960-1990. Pada tahun 1961 ada 656
jenis obat dan pada tahun 1999 ada 8000 jenis obat.
Pada tahun 1971 sekitar 140.000 kematian dan 1 juta dirawat dengan
20% perawatan disebabkan karena kecelakaan obat dan 45-65% pasien
memakai obat tidak sesuai anjuran.
Peran Apoteker :
 Bentuk optimalisasi dari peran seorang apoteker dalam pengobatan
yang berinteraksi langsung dengan pasien guna meningkatkan
pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
 Apoteker mempunyai peranan penting dalam memberikan konsultasi,
informasi, dan edukasi (KIE) terkait dengan pengobatan yang sedang
dijalani dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan pasien serta
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien
 Perluasan orientasi dari drug oriented ke patient oriented menuntut
para apoteker untuk aktif dalam interaksi langsung dengan pasien.
What is Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian)

 Pharmaceutical Care meliputi semua aktifitas apoteker yang


diperlukan untuk menyelesaikan masalah penderita terkait obat.
 Pharmaceutical Care merupakan komponen praktek kefarmasian
yang memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien
yang bertujuan meningkatkan kualitas hidupnya.
 Pharmaceutical Care merupakan ekspansi kebutuhan yang
meningkat dan tuntutan pelayanan farmasi yang lebih baik demi
kepentingan dan kesejahteraan penderita. Pola pelayanan ini
bertujuan mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional
(efektif, aman, bermutu dan terjangkau)
 Pharmaceutical Care adalah pelayanan terapi obat yang dapat
dipertanggung-jawabkan guna mencapai manfaat pasti bagi
peningkatan kualitas hidup pasien
Manfaat pasti:
 Sembuh dari sakit
 Menghilangkan atau mengurangi gejala sakit
 Menghentikan atau memperlambat proses sakit
 Mencegah sakit atau gejala sakit

Kualitas hidup:
 Mobilitas fisik
 Bebas dari kesakitan
 Mampu memelihara diri sendiri
 Mampu ikut serta dalam interaksi sosial yang normal (Richard,
2006)

### Peran Apoteker telah berubah dari membuat obat menjadi


membuat obat bekerja lebih baik (Chung, CS., 2004)
DEFINISI :
 Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah :
 tanggung jawab langsung farmasis pada pelayanan yang
berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan
mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas
hidup pasien.
 Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga
keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk
keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan
pemilihan obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan
terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien
(American Society of Hospital Pharmacists, 1993).
 Cipolle et al (1970) mendefinisikan asuhan kefarmasian sebagai
suatu praktik pelayanan kefarmasian di mana farmasis
bertanggung jawab terhadap terapi obat yang digunakan pasien &
mempunyai komitmen dan integritas terhadap praktik tersebut.
PERUBAHAN ORIENTASI PELAYANAN

Produk Pasien

APA YANG DILAKUKAN DALAM PROSES PELAYANAN :


 Komunikasi dan konseling,
 Optimasi proses terapi,
 Mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan,
 Interaksi dengan dokter penulis resep terkait kemungkinan terapi alternatif
yang lebih ekonomis dan lebih baik
Traditional Pharmacy
Perencanaan

Pengendalian Pengadaan

ORIENTASI PRODUK
Dimensi :
Jenis
Jumlah
Harga
Penerimaan
Distribusi

PRODUK
Penyimpanan
Langkah Asuhan Kefarmasian (Rover, JP., et al., 2003)

Kumpulkan
Info

Menetapkan Orientasi Pasien Evaluasi Info


Hubungan Dimensi : Rencanakan Aksi
Profesional Sesuai indikasi
Efektif/hasil terapi
optimal Aman
Produk

Out
come Review
Pastikan
Monitor
Terlaksana
Modifikasi
Perbedaan Traditional Pharmacy & Pharmaceutical Care

Traditional Pharmacy Pharmaceutical Care

Orientasi Produk Pasien

Pelaksanaan Atas permintaan Berkelanjutan

Strategi Patuh Antisipasi/Perbaikan

Fokus utama Ethical/OTC Manfaat pasti


Tujuan Pharmaceutical Care
 Mencegah terjadinya problem terapi terkait obat (Drug Therapy
Problems)
 Mengatasi bila telah terjadi problem terapi terkait obat (DTP)
(Cipole, RJ., Strand, LM., Morley, PC., 1998)
Problem terapi terkait obat, bukan problem medis
 problem medis adalah kondisi sakit, terkait dengan gangguan
fisiologis yg diindikasikan melalui bukti klinis dari adanya cidera
akibat suatu penyakit.
 problem terapi terkait obat adalah masalah pasien yg diakibatkan
oleh obat ataupun oleh segala sesuatu yg terkait dengan
pemberian obat

Problem terapi terkait obat, merupakan tindak lanjut dari problem


medis
 hipertensi adalah problem medis,
 pemenuhan pasien atas kebutuhan obat hipertensi adalah problem
terapi terkait obat
Rover, JP., et al., 2003.
PHARMACEUTICAL CARE PROCESS

DATA

ASSESSMENT

Pharmaceutical DRP
Care PROCESS

KONSELING
DOKTER
pasien
DATA
Data yang penting mengenai pasien dapat digolongkan dalam tiga
kategori :
a. Karakter klinis dari penyakit atau kondisi pasien, meliputi : umur,
seks, etnis, ras, sejarah sosial, status kehamilan, status
kekebalan, fungsi ginjal, hati dan jantung, status nutrisi, serta
harapan pasien.
b. Obat lain yang dikonsumsi pasien, berkaitan dengan terapi obat
pada saat ini dan masa lalu, alergi obat, profil toksisitas, adverse
drug reaction, rute dan cara pemberian obat, dan persepsi
mengenai pengobatannya.
c. Penyakit, keluhan, gejala pasien meliputi masalah sakitnya
pasien, keseriusan, prognosa, kerusakan, cacat, persepsi pasien
mengenai proses penyakitnya.
Data dapat diperoleh dari beberapa sumber :
 pasien sendiri,
 orang yang merawat pasien,
 keluarga pasien,
 medical record,
 profil pasien dari farmasis,
 data laboratorium,
 dokter, perawat & profesi kesehatan lainnya (Cipolle et al., 1998).

Secara umum perhatian farmasis terhadap Drug Related Problems


sebaiknya diprioritaskan pada :
 pasien geriatri,
 pasien pediatri,
 ibu hamil dan menyusui, serta
 pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit
DRUG RELATED PROBLEM
 merupakan suatu masalah yang timbul dalam penggunaan obat atau
terapi obat yang secara potensial maupun aktual dapat mempengaruhi
outcome terapi pasien, meningkatkan biaya perawatan serta dapat
menghambat tercapainya tujuan terapi
(Van Mill et al., 2004)
Fungsi Asuhan Kefarmasian:
1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan aktual.
2. Memecahkan DRP yang aktual.
3. Mencegah DRP yang potensial.

DRPs aktual  problem yang sedang terjadi berkaitan dengan


terapi obat yang sedang diberikan pada pasien.

DRPs potensial  problem yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan


dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh pasien
KOMPONEN DRPs

Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi dua


komponen berikut :
1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
 Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala,
diagnosis penyakit, ketidakmampuan (disability) atau
sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi
psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.

2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat


 Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari
terapi obat maupun kejadian yang memerlukan terapi
obat sebagai solusi maupun preventif.
Kategori DRPs

Kategori umum Drug Related Problems (DRPs) ada 8 yaitu :


a. Membutuhkan obat tambahan.
 Penyebabnya  pasien membutuhkan obat tambahan
misalnya untuk profilaksis atau pramedikasi, memiliki
penyakit kronik yang memerlukan pengobatan kontinu,
memerlukan terapi kombinasi untuk menghasilkan efek
sinergis atau potensiasi dan atau ada kondisi kesehatan baru
yang memerlukan terapi obat.
 Keadaan yang ditemukan pada DRP adalah suatu keadaan
ketika pasien menderita penyakit sekunder yang
mengakibatkan keadaan yang lebih buruk daripada
sebelumnya, sehingga memerlukan terapi tambahan.
b. Menerima obat tanpa indikasi yg sesuai/tidak perlu obat
 Hal ini dapat terjadi sebagai berikut : menggunakan obat tanpa
indikasi yang tepat, dapat membaik kondisinya dengan terapi non
obat, minum beberapa obat padahal hanya satu terapi obat yang
diindikasikan atau minum obat untuk mengobati efek samping.

c. Menerima obat yang salah.


 Kasus yang mungkin terjadi adalah : obat tidak efektif,
ketidaktepatan pemilihan obat, alergi, adanya resiko
kontraindikasi, resisten terhadap obat yang diberikan, kombinasi
obat yang tidak perlu dan atau obat bukan yang paling aman.
 Dalam hal pemilihan obat  keputusan untuk melakukan upaya
terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Obat
yang dipilih untuk mengobati setiap kondisi harus yang paling
tepat dari yang tersedia.
d. Dosis terlalu besar
 Beberapa penyebabnya adalah dosis salah, frekuensi tidak tepat,
dan jangka waktu tidak tepat
 Pasien menerima obat dalam dosis terlalu tinggi. Pasien
menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan
dosis terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi
peningkatan risiko efek toksik dan bisa jadi membahayakan
 Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah
dosis terlalu tinggi antara lain ialah :
 kesalahan dosis pada peresepan obat,
 frekuensi dan durasi minum obat yang tidak tepat.
 Misalnya, penggunaan fenitoin dengan kloramfenikol secara
bersamaan, menyebabkan interaksi farmakokinetik yaitu inhibisi
metabolisme fenitoin oleh kloramfenikol sehingga kadar fenitoin
dalam darah meningkat.
e. Dosis terlalu kecil.
 Penyebabnya al : dosis terlalu kecil untuk menghasilkan respon yang
diinginkan, jangka waktu terlalu pendek, pemilihan obat, dosis, rute
pemberian, dan sediaan yang tidak tepat
 Pasien menerima obat yang benar tetapi dosisnya terlalu rendah. Pasien
menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis terapinya.
 Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya
terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat memperburuk
kondisi kesehatannya.
 Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah yang
terlalu sedikit antara lain :
 kesalahan dosis pada peresepan obat,
 frekuensi dan durasi obat yang tidak tepat dapat menyebabkan
jumlah obat yang diterima lebih sedikit dari yang seharusnya,
 penyimpanan juga berpengaruh terhadap bbrp jenis sediaan obat,
 cara pemberian yang tidak benar juga dapat mengurangi jumlah
obat yang masuk ke dalam tubuh pasien.
f. Pasien mengalami adverse drug reactions :
 Penyebab umum untuk kategori ini : pasien menerima obat yang
tidak aman, pemakaian obat tidak tepat, interaksi dengan obat
lain, dosis dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat sehingga
menyebabkan adverse drug reaction dan atau pasien mengalami
efek yang tak dikehendaki yang tidak diprediksi.
 Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR yang dapat
disebabkan karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara
pemberian obat yang tidak benar baik dari frekuensi pemberian
maupun durasi terapi, adanya interaksi obat, dan perubahan dosis
yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat tertentu.
 ADR merupakan respons terhadap suatu obat yang berbahaya
dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai
oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.
ADR dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Reaksi tipe A
 Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau sekunder
yang berlebihan atau perluasan yang tidak diharapkan dari kerja
obat seperti diuretik mengimbas hipokalemia atau propanolol
mengimbas pemblok jantung.
b. Reaksi tipe B
 Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi
imunologi. Reaksi alergi mencakup tipe berikut.
1. Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik)
atau segera (hipersensitivitas).
2. Tipe II, sitotoksik.
3. Tipe III, serum.
4. Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan Steven
Johnson syndrome.
c. Reaksi Tipe C (berkelanjutan)
 Reaksi tipe C disebabkan penggunaan obat yang lama
misalnya analgesik, nefropati.

d. Reaksi Tipe D
 Reaksi tipe D adalah reaksi tertunda, misalnya teratogenesis
dan karsinogenesis.

e. Reaksi Tipe E
 Reaksi tipe E, penghentian penggunaan misalnya timbul
kembali karena ketidakcukupan adrenokortikal.
Frekuensi pemberian
 Banyak obat harus diberikan pada jangka waktu yang sering
untuk memelihara konsentrasi darah dan jaringan. Namun,
beberapa obat yang dikonsumsi 3 atau 4 kali sehari biasanya
benar-benar manjur apabila dikonsumsi sekali dalam sehari.

Durasi obat
 Penggunaan antibiotik harus diminum sampai habis selama
satu kurun pengobatan, meskipun gejala klinik sudah
mereda atau menghilang sama sekali.
 Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali
sehari berarti tiap enam jam, untuk antibiotik hal ini sangat
penting agar kadar obat dalam darah berada di atas kadar
minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.
g. Pasien mengalami kondisi keadaan yang tidak diinginkan
akibat tidak minum obat secara benar (non compliance) :
 Beberapa penyebabnya adalah : obat yang dibutuhkan tidak ada,
pasien tidak mampu membeli, pasien tidak memahami instruksi,
pasien memilih untuk tidak mau minum obat karena alasan
pribadi dan atau pasien lupa minum obat
 Kepatuhan minum obat  tingkat ketepatan perilaku seorang
individu dengan nasihat medis atau kesehatan untuk minum obat.

h. Interaksi Obat
 Interaksi obat adalah peristiwa di mana kerja obat dipengaruhi
oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan.
Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena interaksi
ini akibat yang dikehendaki dari interaksi ini ada dua
kemungkinan yakni meningkatkan efek toksik atau efek samping
atau berkurangnya efek klinik yang diharapkan.
Hubungan kerja antara dokter & apoteker

 Bila fokus pelayanan Dokter adalah pada diagnosa penyakit,


 Maka fokus pelayanan Apoteker adalah pada problem terapi
terkait obat

Basis ilmu pengetahuan dan keahlian :


 Bila ilmu pengetahuan dan keahlian dokter berbasis pada
patofisiologi,
 Maka ilmu pengetahuan dan keahlian Apoteker berbasis
pada farmakoterapi
(Strand, LM., 1998)
Hubungan kerja antara dokter & apoteker dalam terapi medis

Tujuan terapi medis :


 adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Optimalisasi
terapi medis  aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak dan cost-
effective, adil dalam memperoleh pelayanan kesehatan secara akurat,
adanya kesepakatan antara pasien dan pemberi pelayanan berdasarkan
informasi terkini
Dokter dan apoteker :
 harus saling mengisi dan saling mendukung memenuhi tanggungjawab
dalam mencapai tujuan penyediaan pelayanan medis secara optimal 
membutuhkan komunikasi, saling menghormati, saling percaya, dan
saling mengakui kompetensi profesional masing-masing.
Konseling pasien :
 Dokter fokus pada tujuan terapi terkait dengan resiko, manfaat dan efek
samping.
 Apoteker fokus pada bagaimana menggunakan obat secara benar,
kepatuhan pasien, dosis, informasi tentang cara penyimpanan dan
peringatan-peringatan terkait obat
(Word Medical Association Statement, October 1999)
18 Buku Saku Asuhan Kefarmasian Penyakit Umum yang Wajib
Diketahui Apoteker
• Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis
Rematik
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
• Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner
: Fokus Sindrom Koroner Akut
• Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home
Pharmacy Care)
• Pedoman Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (K3 – Ifrs)
• Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien
(Patient Safety )
• Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus
• Pharmaceutical Care Untuk Pasien Flu Burung
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan
• Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis
• Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat)
Untuk Pasien Geriatri
• Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui
• Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana
Kesehatan
• Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas.
• Pelayanan Kefarmasian Untuk Penyakit Malaria

Anda mungkin juga menyukai