Anda di halaman 1dari 19

Makalah Komprehensif

DAFTAR OBAT ESENSIAL NASIONAL (DOEN), FORMULARIUM


NASIONAL (FORNAS), DAN PENGANTAR FARMAKOLOGI

Oleh
Kelompok 5 :

Asmira Dayanti 1906428644


Brian Agung Darmawan 2006528521
Hanifditya Naufal Hidayat 2006594933
Riza Aulia 2006539191

Program Studi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium Nasional (FORNAS)
dan Pengantar Farmakologi

1.1 Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

Definisi
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang paling
dibutuhkan dan yang harus tersedia di Unit Pelayanan Kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,
mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Tujuan

Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan


penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya
yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, pemerataan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten
dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan.

Konsep
Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan dikeluarkannya Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama pada tahun 1980, dan dengan terbitnya Kebijakan
Obat Nasional pada tahun 1983. Pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia - World Health
Organization (WHO) telah melaksanakan program Good Governance on Medicines (GGM) tahap
pertama di Indonesia dengan melakukan survey tentang proses transparansi 5 (lima) fungsi
kefarmasian. Salah satunya adalah proses seleksi DOEN, yang dari segi proses transparansi dinilai
kurang memadai. Dari pertemuan peringatan 30th Essential Medicine List WHO di Sri Lanka
(2007), diberikan tekanan kembali pentingnya transparansi proses seleksi baik dari tim ahli yang
melakukan revisi, proses revisi, dan metoda revisi yang harus semakin mengandalkan Evidence
Based Medicine (EBM), dan pentingnya pernyataan bebas conflict of interest dari para anggota tim
ahli.

Pemilihan Obat Esensial


A. Kriteria Pemilihan Obat Esensial, Pemilihan obat esensial didasarkan atas kriteria berikut:
1) Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan
dengan tenaga, sarana, dan fasilitas kesehatan.
5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
penderita.
6) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7) Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi
yang serupa, pilihan dijatuhkan pada:
- Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah;
- Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan;
- Obat yang stabilitasnya lebih baik;
- Mudah diperoleh;
- Obat yang telah dikenal.

8) Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut:


- Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap;
- Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi
daripada masing-masing komponen;
- Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat
untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi tersebut
- Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio);
- Untuk antibiotik kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
resistensi dan efek merugikan lainnya.
B. Kriteria Penambahan dan Pengurangan

1) Dalam hal penambahan obat baru perlu dipertimbangkan untuk menghapus obat dengan
indikasi yang sama yang tidak lagi merupakan pilihan, kecuali ada alasan kuat untuk
mempertahankannya.
2) Obat program diusulkan oleh pengelola program dan akan dinilai sesuai kriteria
pemilihan obat esensial.
3) Dalam pelaksanaan revisi seluruh obat yang ada dalam DOEN edisi sebelumnya dikaji
oleh Komite Nasional (Komnas) Penyusunan DOEN, hal ini memungkinkan untuk
mengeluarkan obat-obat yang dianggap sudah tidak efektif lagi atau sudah ada
pengganti yang lebih baik.
4) Untuk obat yang sulit diperoleh di pasaran, tetapi esensial, maka akan tetap dicantumkan
dalam DOEN. Selanjutnya diupayakan Pemerintah untuk menjamin ketersediaannya.
5) Obat yang baru diusulkan harus memiliki bukti ilmiah terkini (evidence based
medicine), telah jelas efikasi dan keamanan, serta keterjangkauan harganya. Dalam hal
ini obat yang telah tersedia dalam nama generik menjadi prioritas pemilihan.

Pedoman pengobatan

Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu dokter dalam


menegakkan diagnosis dan pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit tertentu. Pedoman
Pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti Pedoman Pengobatan
Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman Pengobatan
memuat informasi penyakit, terutama penyakit yang umum terjadi dan keluhan- keluhannya serta
informasi tentang obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan.

Formularium Rumah Sakit

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta informasinya
yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan
Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan Terapi (KFT) rumah sakit berdasarkan DOEN dan
disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk
pelayanan di rumah sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada
pedoman pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau.
Hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.

Formularium Spesialistik

Formularium Spesialistik merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-obat
yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untuk pengelolaan pasien dengan
indikasi penyakit tertentu. Formularium Spesialistik disusun untuk meningkatkan ketaatan para
dokter spesialis rumah sakit terhadap Formularium Rumah Sakit yang selama ini masih sangat
rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa saja mempunyai banyak subspesialisasi, misalnya bidang
spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, merupakan bidang spesialisasi yang
mempunyai banyak subspesialisasi, sehingga dapat disusun daftar obat esensial khusus untuk Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Penyusunan Formularium Spesialistik melibatkan baik
asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun masing-masing sub spesialisasinya. Dengan
keikutsertaan serta peran aktif para spesialis diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki
sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik.

Informatorium Obat Nasional Indonesia

Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan disajikan
secara ringkas dan sangat relevan dengan kebutuhan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan
lainnya. Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan untuk menjamin objektivitas, kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang
disajikan meliputi indikasi, efek samping, dosis, cara penggunaan dan informasi lain yang penting
bagi penderita. Pengembangan Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan
bukti yang didukung secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaatan dan penggunaan obat.

Pengelolaan dan Penggunaan Obat

Untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, penggunaan obat esensial pada
fasilitas pelayanan kesehatan selain harus disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah
ditetapkan, juga sangat berkaitan dengan pengelolaan obat.Pengelolaan obat yang efektif
diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi
standar mutu. Aspek yang penting dalam pengelolaan obat meliputi antara lain:

- Pembatasan jumlah dan jenis obat berdasarkan Daftar Obat Esensial menggunakan nama
generik, dengan perencanaan yang tepat.
- Pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing).
- Pembelian yang transparan dan kompetitif.
- Sistem audit dan pelaporan dari kinerja pengelolaan.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan di provinsi, kabupaten
maupun kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat, masing-masing daerah
Kabupaten/Kota mempunyai struktur organisasi dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat.
Dimana hal ini membuka berbagai peluang terjadi perbedaan yang sangat mendasar di masing-
masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.

Siklus distribusi obat dimulai pada saat produk obat keluar dari pabrik atau distributor, dan
berakhir pada saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit pengadaan. Distribusi obat yang
efektif harus memiliki desain sistem dan manajemen yang baik dengan cara antara lain: menjaga
suplai obat tetap konstan, mempertahankan mutu obat yang baik selama proses distribusi,
meminimalkan obat yang tidak terpakai karena rusak atau kadaluarsa dengan perencanaan yang
tepat sesuai kebutuhan masing-masing daerah, memiliki catatan penyimpanan yang akurat,
rasionalisasi depo obat dan pemberian informasi untuk memperkirakan kebutuhan obat.

Dengan adanya desentralisasi diharapkan Kabupaten/Kota maupun Provinsi dapat


mencukupi kebutuhan obatnya masing-masing. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian
Kesehatan hanya memback-up manakala Kabupaten/Kota maupun Provinsi tidak dapat memenuhi
kebutuhannya. DOEN merupakan dasar untuk perencanaan dan pengadaan obat baik di tingkat
daerah (Kabupaten/Kota/Provinsi) maupun di tingkat pusat. Untuk pengelolaan dan penggunaan
obat khusus (spesialistik) dalam mengatasi keadaan tertentu, pemerintah c.q. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan dapat memasukkannya melalui
jalur khusus (Special Access Scheme) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1379.A/Menkes/SK/XI/ 2002 atau perubahannya.

Tata Nama

- Nama obat dituliskan sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi terakhir. Jika tidak ada
dalam Farmakope Indonesia maka digunakan International Nonproprietary Names (INN)
(nama generik) yang diterbitkan WHO.
- Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama INN (generik) ditulis
dengan nama lazim, misalnya : garam oralit.
- Obat kombinasi yang tidak mempunyai nama INN (generik) diberi nama yang disepakati
sebagai nama generik untuk kombinasi dan dituliskan masing-masing komponen zat
berkhasiatnya disertai kekuatan masing-masing komponen.
Untuk beberapa hal yang dianggap perlu nama sinonim, dituliskan di antara tanda
kurung.

Daftar Obat Esensial Nasional

1. Rumah Sakit
1.2 Formularium Nasional (FORNAS)

Definisi

Formularium nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun oleh komite nasional yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, berdasarkan pada bukti ilmiah mutakhir, berkhasiat, aman,
dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat
dalam jaminan kesehatan nasional .

Tujuan

Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengobatan sehingga tercapai penggunaan
obat rasional. Bagi tenaga kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai "acuan" bagi penulis resep,
mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, memudahkan perencanaan, dan penyediaan obat di
fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas maka pas1en akan mendapatkan obat terpilih
yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu obat yang tercantum dalam Fornas harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya

Manfaat

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Fornas dimaksudkan agar dapat memberikan


manfaat baik bagi Pemerintah maupun Fasilitas Kesehatan dalam:

a. Menetapkan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau, dan berbasis
bukti ilmiah dalam JKN
b. Meningkatkan penggunaan obat rasional.
c. Mengendalikan biaya dan mutu pengobatan.
d. Mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada pasien.
e. Menjamin ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan.
Regulasi fornas

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328/ Menkes/Sk/ Ix/2013


Tentang Formularium Nasional
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159/ Menkes/Sk/ V/2014
Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328/
Menkes/Sk/ Ix/2013 Tentang Formularium Nasional
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/523/2015
Tentang Formularium Nasional
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/523/2015
Tentang Formularium Nasional
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/137/2016 Tentang Perubahan
Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk. 02.02/Menkes/523/2015 Tentang
Formularium Nasional
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/636/2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Hk.02.02/Menkes/523/2015 Tentang Formularium Nasional
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/659/2017
Tentang Formularium Nasional
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/813/2019
tentang Formularium Nasional
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/350/2020
Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Hk.01.07/Menkes/813/2019 Tentang Formularium Nasional

Penyusunan Fornas

Fornas ditetapkan oleh menteri kesehatan republik indonesia dengan membentuk komite
nasional yang terdiri atas unsur Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan, organisasi profesi, perguruan tinggi, dan tenaga ahli. yang terdiri dari :

a. Tim ahli
b. Tim evaluasi
c. Tim pelaksana
d. Tim reviu

Tahapan penyusunan fornas

Gambar Alur Proses Penyusunan Formularium Nasional

Penyusunan Formularium Nasional dilakukan dengan tahapan:

a. Pengusulan; usulan berasal dari pihak yang terkait dalam penyusunan fornas yang dapat
dilakukan secara tertulis atau secara daring menggunakan sistem aplikasi E-Fornas
b. Seleksi administratif; merupakan proses seleksi oleh tim pelaksana terhadap usulan yang
memenuhi persyaratan
c. Kompilasi usulan; merupakan proses kompilasi yang dilakukan oleh tim pelaksana
terhadap usulan yang telah lulus seleksi administratif.
d. Pembahasan teknis; merupakan pembahasan terhadap kompilasi usulan dan/atau
rekomendasi dari komite penilaian teknologi kesehatan atau dewan pertimbangan klinis
kepada Menteri dan dapat melibatkan komite penilaian teknologi kesehatan dan/atau
dewan pertimbangan klinis sesuai dengan kebutuhan
e. Rapat pleno; merupakan pembahasan yang dilakukan oleh komite nasional dengan
melibatkan pengusul komite penilaian teknologi kesehatan dan/atau dewan pertimbangan
klinis sesuai dengan kebutuhan dan hasil rapat pleno berupa rekomendasi daftar obat yang
akan dimuat dalam Formularium Nasional
f. Finalisasi ; merupakan penyempurnaan redaksional Formularium Nasional hasil rapat
pleno serta memberikan rekomendasi daftar obat yang tercantum Formularium Nasional
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
g. Penetapan; merupakan penetapan Formularium Nasional oleh Menteri

Kriteria pemilihan Obat dalam Fornas

a. Memiliki khasiat dan keamanan yang baik berdasarkan bukti ilmiah terkini dan sahih.
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien.
c. Memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh BPOM.
d. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi.
e. Obat tradisional dan suplemen makanan tidak dimasukkan dalam Fornas.
f. Apabila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan
dijatuhkan pada obat yang memiliki kriteria berikut:
- Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti ilmiah;
- Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang diketahui paling menguntungkan;
- Stabilitasnya lebih baik;
- Mudah diperoleh.
g. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
- Obat hanya bermanfaat bagi penderita jika diberikan dalam bentuk kombinasi tetap;
- Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi daripada
masing-masing komponen;
- Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat
untuk sebagian besar pasien yang memerlukan kombinasi tersebut;
- Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit cost ratio)
- Untuk antibiotik, kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
resistensi atau efek merugikan lainnya.

Ketentuan Umum Penulisan Fornas

a. Sistematika penggolongan nama obat didasarkan pada 29 kelas terapi, 96 subkelas terapi,
36 sub sub kelas terapi, 16 sub sub sub kelas terapi, nama generik obat, sediaan/kekuatan,
restriksi, dan tingkat fasilitas kesehatan.
b. Penulisan nama obat disusun berdasarkan abjad nama obat dan dituliskan sesuai
Farmakope Indonesia edisi terakhir. Jika tidak ada dalam Farmakope Indonesia, maka
digunakan International Nonproprietary Names (INN)/nama generik yang diterbitkan
WHO. Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama INN (generik) ditulis
dengan nama lazim. Obat kombinasi yang tidak mempunyai 1 nama INN (generik) diberi
nama yang disepakati sebagai nama generik untuk kombinasi dan dituliskan masing-
masing komponen zat berkhasiatnya disertai kekuatan masing- masing komponen. Untuk
beberapa hal yang dianggap perlu nama sinonim, dituliskan di antara tanda kurung.
c. Satu jenis obat dapat tercantum dalam beberapa kelas terapi, subkelas atau sub-sub kelas
terapi sesuai indikasi medis. Satu jenis obat dapat dipergunakan dalam beberapa bentuk
sediaan dan satu bentuk sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis kekuatan.
d. Obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat 1 adalah obat yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan primer.
e. Obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat 2 adalah obat yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan sekunder.
f. Obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat 3 adalah obat yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan tersier.
g. Penulisan Obat Rujuk Balik dengan memberikan tanda "bintang"(*) setelah nama obat.

1.3 Takaran (Dosis) dan Waktu Penggunaan Obat


Dosis adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat
dan aman bila dikonsumsi oleh pasien. Adapun jenis-jenis dosis, antara lain dosis lazim, dosis
terapi, dosis minimum, dosis maksimum, dosis toksik, dan dosis letal (letal50 dan dosis letal100)
1) Dosis Lazim : Dosis yang diberikan berdasarkan petunjuk umum pengobatan yang
biasa digunakan, referensinya bisa berbeda-beda, dan sifatnya tidak mengikat,
selagi ukuran dosisnya diantara dosis maksimum dan dosis minimum obat.
2) Dosis Terapi : Dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan
pasien.
3) Dosis Minimum : Takaran dosis terendah yang masih dapat memberikan efek
farmakologis (khasiat) kepada pasien apabila dikonsumsi.
4) Dosis Maksimum : Takaran dosis tertinggi yang masih boleh diberikan kepada
pasien dan tidak menimbulkan keracunan.
5) Dosis Toksik : Takaran dosis yang apabila diberikan dalam keadaan biasa dapat
menimbulkan keracunan pada pasien (takaran melebihi dosis maksimum).
6) Dosis Letal (Lethal dose) : Takaran obat yang apabila diberikan dalam keadaan
biasa dapat menimbulkan kematian pada pasien, dosis letal dibagi menjadi 2 :
- Dosis letal50 : Takaran dosis yang bisa menyebabkan kematian 50% hewan
percobaan
- Dosis : Takaran dosis yang bisa menyebabkan kematian 100% hewan
percobaan.
7) Initial Dose : Merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan
konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
8) Loading Dose : Dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai
konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh menghasilkan efek klinis
9) Maintenance Dose : Dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan
regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang
dieliminasi dari dosis sebelumnya. Perhitungan dosis pemeliharaan yang tepat
dapat mempertahankan suatu keadaan stabil konsentrasi obat di dalam tubuh.
Dosis obat haruslah tepat dengan tingkat keparahan serta kondisi pasien, jika dosis
berlebihan efek yang ditimbulkan obat akan berubah menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis
terlalu kecil, obat tidak akan efektif. Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan
pertimbangan usia, berat badan, dan lain-lain. Berikut ini adalah pengelompokan perhitungan
dosis obat berdasarkan usia.
Dosis untuk anak diperhitungkan dari dosis orang dewasa (DD) dengan menggunakan
rumus-rumus sebagai berikut.
Perhitungan dosis untuk lansia. Pasien lansia atau lanjut usia adalah pasien dengan usia
di atas 65 tahun. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika memperhitungkan dosis
obat untuk lansia antara lain adalah:
1) Tingkat sensitifitas tubuh dan organ pada lansia lebih meningkat daripada pasien
usia dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan menurunnya kualitas dan fungsi sirkulasi
darah pada pasien dengan usia lanjut.
2) Menurunnya jumlah albumin dalam darah.
3) Menurunnya fungsi hati dan ginjal sehingga sisa obat yang bersifat toksis tidak bisa
disaring dengan baik oleh ginjal dan hati.
4) Kecepatan eliminasi obat menurun, sehingga memungkinkan residu obat terendap
di tubuh.
5) Penggunaan banyak obat dapat menyebabkan interaksi obat.
6) Pada umumnya lansia memiliki berbagai penyakit.
Contoh kasus adalah jika seorang lansia diberikan obat yang mengandung
antikoagulan dan obat encok yang mengandung fenilbutazon, orang tersebut dapat mengalami
keracunan karena albumin pada darah lansia jumlahnya sedikit. Sedikitnya albumin
menyebabkan sulitnya protein mengikat obat sehingga obat bebas tersebar dalam darah. Hati
dan ginjal pada lansia mengalami penurunan fungsi sehingga tidak dapat memfilter darah
dengan baik. Pada akhirnya obat terendap menyebabkan keracunan. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa dosis untuk orang dengan usia lanjut (lansia) akan lebih kecil jika
dibandingkan orang dengan usia dewasa biasa.
1) Orang dengan usia 65-74 tahun akan mendapatkan dosis 90% dosis biasa.
2) Orang dengan usia 75-84 tahun akan mendapatkan dosis 80% dosis biasa.
3) Orang dengan usia 85 tahun keatas akan mendapatkan dosis obat 70% dari dosis
biasanya.
Selain penurunan dosis obat dapat juga dilakukan pemberian obat yang hanya betul-
betul diperlukan. Dapat juga digunakan efek plasebo, sehingga zat kimia berbahaya yang
masuk ke dalam tubuh lansia dapat diminimalisir.
Waktu Penggunaan Obat
Obat harus diminum sesuai dengan waktu terapi terbaik, yaitu :
1. Pagi hari, contoh: vitamin, diuretik.
2. Malam hari, contoh: antikolesterol (simvastatin), anticemas (alprazolam).
3. Sebelum makan, contoh: obat maag (antasida) dan obat anti mual diminum ½ - 1
jam sebelum makan.
4. Bersama dengan makanan, contoh: obat diabetes (glimepiride).
5. Sesudah makan, contoh: obat penghilang rasa sakit (asam mefenamat) bisa segera
setelah makan sampai dengan ½ - 1 jam sesudah makan.

1.4 Pengertian dan Beberapa Istilah Dasar Farmakologi


Definisi
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada
sistem biologis. Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap bahan-bahan yang
berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan
molekul-molekul regulator yang mengaktifkan/menghambat proses-proses tubuh yang normal
(Betran G. Katzung).

Ruang Lingkup dan Beberapa Istilah Dasar Farmakologi


Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu yang terkait yaitu: Farmakognosi, Farmasi,
Farmakope, Farmakodinamika, Farmakokinetika, Farmakoterapi, Toksikologi, dan Farmasetika.
1. Farmakognosi
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari bagian tumbuhan atau hewan yang dapat
digunakan sebagai obat herbal dan telah lulus berbagai jenis uji seperti uji farmakodinamik,
toksikologi, dan biofarmasi.
Alam menyediakan kita dengan bahan-bahan alami berupa tumbuhan, hewan dan mineral
dari darat dan laut. Jika bahan-bahan alami ini diidentifikasi secara sistematis maka akan
menghasilkan bahan-bahan alami dengan sifat obat. Dan jika bahan alam yang memiliki khasiat
ini dikumpulkan, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan menghasilkan bahan yang
siap pakai yang disebut dengan simplisia.
Beberapa istilah dalam studi kefarmasian adalah seperti berikut. Simplisia adalah bahan
alam yang digunakan sebagai obat dan belum diolah dalam bentuk apapun kecuali dinyatakan lain,
berbentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia nabati yaitu simplisia berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman merupakan bahan seluler yang secara
alami keluar dari tanaman, atau bahan seluler yang entah bagaimana telah dikeluarkan dari sel,
atau zat nabati lain yang entah bagaimana telah dipisahkan dari tanaman dan belum dalam bentuk
kimia murni. Simplisia hewani adalah sebutan untuk Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan, atau bahan turunan hewan yang belum berbentuk kimia murni.
Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum diolah atau
diolah secara sederhana dan belum berbentuk zat kimia murni. Lalu ada Alkaloida, Alkaloida
adalah suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N) dimana pada umumnya berasal
dari tumbuhan, yang memiliki efek fisiologis yang kuat pada manusia. Glikosida adalah zat yang
dipecah menjadi gula dan satu atau lebih zat non-gula oleh enzim tertentu. Misalnya, amigdalin
dipecah menjadi glukosa, benzaldehida, dan asam sianik oleh enzim pengemulsi.
Ada juga enzim yang merupakan biokatalis berupa senyawa atau zat yang membantu
memperlancar reaksi biokimia atau metabolisme di dalam tubuh suatu organisme. Vitamin
merupakan zat yang dalam jumlah sedikit sekali diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk
metabolisme tubuh. Lalu ada hormon, hormon adalah suatu zat yang disekresikan oleh kelenjar
endokrin yang mempengaruhi fisiologi, tubuh, dan bentuk tubuh.
Selain itu terdapat istilah Pemerian, yaitu gambaran bentuk, bau, rasa, dan warna simplisia,
informasi yang diperoleh saat mengamati simplisia nabati berupa bagian-bagian tumbuhan seperti
kulit, daun, akar, dan sebagainya. Istilah farmasi adalah ilmu tentang pembuatan obat, peracikan
obat, dan formulasi obat.
2. Farmakope
Farmakope adalah istilah untuk buku panduan yang memuat persyaratan kemurnian sifat
fisika, kimia, cara pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yang berhubungan dengan obat-
obatan. Farmakope berasal dari kata "pharmacon" yang artinya racun atau obat, dan "pole" yang
artinya membuat.
3. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah cabang farmakologi yang mempelajari efek biokimia dan
fisiologis obat dan mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah untuk
mempelajari kerja utama obat, menentukan interaksi obat dalam sel, dan menentukan urutan
kejadian serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Farmakodinamik berfokus pada pembahasan
dan studi tentang efek obat itu sendiri dalam tubuh, baik dalam kaitannya dengan fisiologi dan
biokimia berbagai organ tubuh maupun mekanisme kerja obat dalam tubuh manusia.
Farmakodinamik juga sering disebut sebagai aksi atau efek obat.
4. Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang penyerapan obat (absorbsi),
penyebaran obat (distribusi), mekanisme kerja obat (metabolisme), dan pengeluaran obat
(ekskresi). Dengan kata lain, farmakokinetik adalah studi tentang efek tubuh terhadap obat.
5. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk menyembuhkan
penyakit. Farmakoterapi berkaitan dengan penggunaan dan kedudukan obat dalam pengobatan
penyakit. Pada studi ini, kita akan belajar bagaimana memilih obat berdasarkan jenis dan gejala
penyakit yang ada.
Selain mempelajari obat dari bentuk sediaan hingga farmakokinetik dan
farmakodinamiknya, Farmakoterapi juga mempelajari berbagai penyakit, termasuk definisi
penyakit, prevalensi, patofisiologi, etiologi, diagnosis, tanda dan gejala, faktor risiko, perawatan
nonfarmakologis dan farmakologis, dan interaksi obat. Setelah menguasai farmakoterapi, tujuan
utama yang harus dicapai seorang apoteker adalah kemampuan untuk berkontribusi secara optimal
dalam pengobatan pasien, terutama mengenai pemilihan obat yang paling tepat dan ekonomis.
Farmakoterapi adalah cabang dari keluarga ilmu farmakologi yang dapat digambarkan sebagai
terapan atau sebagai ujung tombak dari semua rumpun ilmu farmakologi.
6. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari keracunan-keracunan yang ditimbulkan oleh
bahan-bahan kimia terutama yang disebabkan karena pemberian obat. Dalam ilmu Toksikologi
dipelajari penyebab-penyebab keracunan, cara pengobatannya, serta tindakan-tindakan yang
diambil untuk mencegah keracunan. Dalam kehidupan modern sekarang, banyak dipakai
insektisida, pestisida, zat pengawet makanan yang mungkin dapat menyebabkan keracunan,
sehingga peranan Toksikologi sangat penting.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keracunan oleh bahan kimia,
khususnya pemberian obat. Pada ilmu Toksikologi akan dipelajari penyebab keracunan,
perawatannya, dan tindakan yang diambil untuk mencegah keracunan. Dalam kehidupan modern,
peran toksikologi sangat penting karena maraknya penggunaan insektisida, pestisida dan pengawet
makanan yang dapat menyebabkan keracunan.
7. Farmasetika
Farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat meliputi
pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan; seni peracikan obat;
pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat; serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang
dapat digunakan dan diberikan kepada pasien.
Daftar Pustaka

Budiasa K., Arjana A A G. 2016. Menentukan Dosis Obat dan Cara Pemberiannya. Bali :
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Noviani, N., Nurilawati, V. 2017. Farmakologi : Bahan Ajar Keperawatan Gigi. Kemenkes
RI : Jakarta. Tersedia pada : http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/Farmakologi_bab_1-3.pdf (Diakses 12 September 2022)

Nuryati. 2017. Farmakologi : Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Kemenkes
RI : Jakarta. Tersedia pada : http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/FARMAKOLOGI-RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.pdf
(Diakses 12 September 2022)

Kementerian Kesehatan RI. (2013). No Title. Direktorat Jenderal Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan. https://farmalkes.kemkes.go.id/2013/06/formularium-nasional-kendalikan-
mutu-dan-biaya-pengobatan/

Winda, S. W. (2018). Formularium Nasional (FORNAS) dan e-Catalogue Obat Sebagai


Upaya Pencegahan Korupsi dalam Tata Kelola Obat Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Integritas, 4(2), 30. https://doi.org/10.32697/integritas.v4i2.328

Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Nomor 1346 Tahun 2014
Tentang Pedoman Penerapan Formularium Nasional

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 350 Tahun 2020 Tentang
Formularium Nasional

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013 Tentang


Daftar Obat Esensial Nasional

Anda mungkin juga menyukai