Anda di halaman 1dari 22

PERSEPSI DAN PENERIMAAN INTERPROFESIONAL

COLLABORATIVE PRACTICE BIDANG MATERNITAS PADA


TENAGA KESEHATAN

PROGRAM MAGISTER ILMU KEBIDANAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021
ANGGOTA KELOMPOK II

ANA DWI PRIHATININGSIH MACHFUDHOH REZKA ZAHRA HUMAIRA ISTIQOMAH HIKMAHTUL KHORIYAH
2110102020 2110102021 2110102024 21101020238 2110102041
DOA SEBELUM BELAJAR

“Kami ridho Allah SWT sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan
berikanlah aku kefahaman”
JUDUL

ABSTRAK

POKOK BAHASAN YANG


DIKERJAKAN DAN PENDAHULUAN
BATASAN-BATASAN

ISI PERMASALAHAN

DAFTAR PUSTAKA
PERSEPSI DAN PENERIMAAN INTERPROFESIONAL COLLABORATIVE PRACTICE
BIDANG MATERNITAS PADA TENAGA KESEHATAN
ABSTRAK

Latar belakang : Sistem kesehatan dunia saat ini dalam kondisi krisis, sehingga menyebabkan kebutuhan kesehatan
masyarakat tidak terpenuhi. Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
pelayanan maternitas belum optimal. Salah satu solusi yang ditawarkan saat ini adalah penerapan interprofessional
collaborative practice. Saat ini, sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum menerapkan kesetaraan dalam kolaborasi tim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative practice
bidang maternitas pada tenaga kesehatan

Metode: Jenis penelitian adalah kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Subyek penelitian adalah perawat, bidan, dokter
obsgyn, ahli farmasi, dan ahli gizi yang mempunyai pengalaman berkolaborasi di instalasi obsgyn RSUP Dr. Sardjito
sejumlah 10 responden. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dan pengumpulan data melalui focus group
discussion dan wawancara mendalam. Kredibilitas dan kehandalan data didapatkan dengan triangulasi, debriefing, member
checking dan rich data. Etika penelitian meliputi informed consent dan perijinan dari komite etik FK UGM. Penelitian ini
dilakukan pada Februari-Juli 2014.
Hasil : Analisa data menghasilkan enam kategori yaitu persepsi tenaga kesehatan tentang kolaborasi interprofesi,
pelaksanaan kolaborasi interprofesi di rumah sakit, penerapan elemen kolaborasi dalam pelaksanaan kolaborasi interprofesi,
harapan tenaga kesehatan agar pelaksanaan kolaborasi berjalan baik, motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan
kolaborasi interprofesi, dan variasi penerimaan tenaga kesehatan terhadap penerapan kolaborasi interprofesi. Sebagian besar
responden memiliki persepsi yang salah tentang definisi kolaborasi interprofesi. Semua responden menerima jika kolaborasi
interprofesi dilaksanakan secara baik dan benar.

Kesimpulan : Sebagian besar tenaga kesehatan belum memiliki persepsi yang benar tentang definisi kolaborasi interprofesi.
Semua responden menerima jika kolaborasi interprofesi diterapkan di bidang maternitas RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Kata kunci : persepsi, penerimaan, interprofessional collaborative practice, tenaga kesehatan


PENDAHULUAN

Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kondisi krisis, yaitu kekurangan tenaga kesehatan,
distribusi serta perpaduan tenaga kesehatan yang belum merata sehingga menyebabkan pelayanan kesehatan
terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Jika permasalahanpermasalahan tersebut tidak
segera diatasi, dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dunia, salah satunya adalah kesehatan ibu dan anak.
Salah satusolusi yang paling menjanjikan adalah interprofessional collaborative practice.

Praktek kolaborasi dapat menurunkan angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, konflik diantara tim kesehatan,
dan tingkat kematian. Sedangkan dibidang kesehatan mental, praktek kolaboratif dapat meningkatkan kepuasan pasien
dan tim kesehatan, mengurangi durasi pengobatan, mengurangi biaya perawatan, mengurangi insiden bunuh diri, dan
mengurangi kunjungan rawat jalan.
LANJUTAN …

RSUP Dr. Sardjito sebagai rumah sakit pendidikan terbesar di Yogyakarta merupakan rumah sakit yang tepat untuk
dijadikan model pelaksanaan praktik kolaborasi interprofesi. Tenaga kesehatan seharusnya tidak melaksanakan
pelayanan kesehatan secara sendiri-sendiri namun harus saling bersinergi dan berkolaborasi dalam sebuah tim. Namun
pada kenyataannya, di beberapa rumah sakit-rumah sakit besar di wilayah Indonesia belum terlihat adanya kolaborasi
tim yang setara dan kemitraan masih sekedar wacana. Perbedaan status antar profesi,stereotyping, adanyaperasaan
superiordan inferior, serta banyaknya tindakan yang bersifat instruksi dari profesi lain masih mendominasi praktik
kolaborasi, sehingga perlunya kesepakatan antar tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi interprofesi yang baik
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan.

Menggali informasi secara mendalam tentang persepsi dan penerimaan terhadap interprofessional collaborative
practice bidang maternitas dapat memberikan gambaran sejauh mana tenaga kesehatan memahami dan menerima
praktik kolaborasi interprofesi. Hasil analisis data yang ditemukan akan menjadi dasar bagi pihak manajemen rumah
sakit dalam membuat kebijakan selanjutnya, juga sebagai pertimbangan dalam mengembangkan metode sosialisasi
mengenai interprofessional collaborative practice.
1. Perbedaan mengenai kolaborasi interprofesi dan
multiprofesi
2. Manfaat bagi pasien dan tenaga kesehatan
3. Mengapa kolaborasi interprofesi sulit dijalankan di
Indonesia
4. Faktor apa saja yang menyebabkan tidak berjalannya
kolaborasi interprofesi di Indonesia
ISI PERMASALAHAN 5. Dapat diterapkan dimana saja kolaborasi interprofesi
tersebut
6. Mengapa beberapa profesi masih sangat minim dalam
mengikuti interprofesi Profesi
7. Apakah terdapat stereotyp inferior dan superior dalam
kolaborasi interprofesi
8. Mengapa tenaga kesehatan lebih banyak menggunakan
kolaborasi tradisional daripada kolaborasi interprofesi
Kolaborasi Interprofesi Multiprofesi
Kolaborasi Interprofesi adalah asuhan yang komprehensif yang diberikan kepada pasien oleh multiprofesi dalam
pemberian asuhan yang berkolaborasi dalam tim untuk memberikan suatu pelayanan yang berkualitas sesuai dengan
kebutuhan pasien saat itu (Novi Zain Alfajri, 2017).

Kolaborasi Multiprofesi adalah dua profesi atau lebih yang bekerjasama secara berdampingan dengan area kerja
masing-masing untuk satu tujuan (Barbara et al, 2014).
Manafaat kolaborasi profesi untuk tenaga kesehatan dan pasien

Collaborative Practice dapat meningkatkan : Nenny Triana (2018) Selain itu Collaborative Practice dapat :
a. Akses serta kondisi layanan kesehatan a. Menurunkan Total komplikasi yang dialami pasien
b. Penggunaan sumber daya klinis spesifik
yang sesuai b. Menurunkan Jangka waktu rawat inap yang pendek
c. Outcome kesehatan bagi pasien penyakit c. Menururnkan ketegangan dan konflik diantara pemberi layanan
kronis Pelayanan serta keselamatan
pasien d. Menurunkan Staff Turnover
e. Menurunkan biaya rumah sakit
f. Menurunkan rata-rata Clinical error
g. Menurunkan rata-rata jumlah kematian pasien
Mengapa kolaborasi interprofesi sulit dijalankan di Indonesia

Perspektif yang berbeda pada setiap profesi, Sosialisasi Interprofessional collaboration practice
yang kurang, SDM yang tidak merata dan Kurikulum yang belum terintegrasi membuat kolaborasi
interprofesi sulit dijalankan di Indonesia. Hambatan kolaborasi perawat dengan dokter sering
dijumpai pada tingkat professional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian professional dalam aplikasi kolaborasi.
Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibandingkan
perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih mendukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya
dari komplik perawat dengan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap
pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya. (ACFSAQIHC, 2015).
Keberhasilan kolaborasi yaitu adanya saling percaya dan menghormati, saling
memahami dan menerima keilmuan masing-masing, memiliki citra diri positif,
memiliki kematangan profesional yang setara, mepercayaan atau saling percaya,
mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, keinginan untuk interaksi atau
koordinasi. Berdasarkan TICRCA (2013), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya
dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan
oleh Piterman L. (2010), menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses
berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu
masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan.
Faktor penghambat kolaborasi interprofesi di Indonesia

1. Perbedaan cara pandang terhadap kolaborasi antar profesi

2. Adanya perasaan inferior dari profesi satu terhadap profesi yang


lain

3. Tenaga kesehatan belum memiliki persepsi yang benar


mengenai interprofessional collaborative practice
STEREOTIPE

Superior Penghambat Kolaborasi


Interprofesional

Inferior
(Kurniasih, 2019)

Anggapan bahwa dokter merasa pengetahuan dan perannya lebih


tinggi di bandingkan dengan perawat sehingga kolaborasi dan
kerjasama yang dilakukan menjadi kurang baik

Latar belakang tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang


dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin


besar keinginannya dalam memanfaatkan ketrampilan dan
pengetahuannya
(Setiadi et al., 2017)
Terdapat hierarki kekuasaan dimana dokter sebagai penyedia layanan utama. Hal ini terjadi
karena kurangnya pemahaman terhadap peran tersebut.

Dokter mungkin tidak memahami peran yang sebenarnya dari tenaga kesehatan lain
khususnya perawat dalam memberikan perawatan kepada pasien

Hal ini menimbulkan adanya hierarki bahwa peran dokter mendominasi dalam praktik
kolaborasi interprofesional
(Fatalina et al., 2015)

• 7 dari 10 responden masih memiliki persepsi yang salah


tentang definisi kolaborasi interprofesional

Mengapa tenaga kesehatan lebih banyak


• Hal itu disebabkan karena kurangnya paparan informasi
menggunakan kolaborasi tradisional dari pada
mengenai kolaborasi interprofesi yang bersumber dari kegiatan
kolaborasi Interprofesional ? formal maupun informal

• Kolaborasi interprofesi merupakan konsep baru dan


pelaksanaannya belum banyak diterapkan di Rumah Sakit
yang ada di Indonesia
(Kusuma et al., 2021)

Praktik kolaborasi Interprofesional belum secara optimal dilakukan karena terbentur berbagai
kendala dalam pelaksanaannya

Kendala tersebut dipengaruhi oleh ketidakseimbangan otoritas, keterbatasan pemahaman tentang


peran masing-masing profesi dalam suatu tim, tanggung jawab dan gesekan batas antarprofesi
ketika memberikan perawatan kepada pasien

Anggapan bahwa dokter merupakan pemimpin sekaligus pemberi keputusan, sedangkan tenaga
medis lain hanyalah pelaksana membuat pelaksanaan praktik kolaborasi interprofesional masih
terbatas

Keraguan tenaga medis salah satu profesi terhadap kompetensi profesi lainnya dalam memberikan
perawatan pasien

Persepsi tersebut secara tidak langsung semakin membatasi komunikasi antar profesi dan
menghambat praktik kolaborasi Interprofesional tersebut
(Setiadi et al., 2017)

Komunikasi merupakan aspek penting dari


kerjasama antar profesional

Tanpa komunikasi yang baik maka perawatan pasien


akan menjadi kurang baik dan hanya didasarkan
pada persepsi
Komunikasi dalam pelaksanaan IPC merupakan
faktor penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit dan keselamatan pasien

Anda mungkin juga menyukai