RANCANGAN TEORI
KOLABORASI INTERPROFESI TERINTEGRASI PADA LAYANAN PERKESMAS
Wiwin Wiarsih
NPM 1806261553
Progam Studi Ilmu Keperawatan
Program Doktor
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Depok, Mei 2019
1
Bab 1
Pendahuluan
Gambaran capaian indikator PIS ditampilkan melalui beberapa hasil kajian. Dirjen
Kesmas (2018) mengevaluasi pelaksanaan PIS tahun 2017 yang mengindikasikan tiga
indikator PIS perlu mendapat perhatian, yaitu penderita hipertensi berobat teratur
(25,07%), penderita TB paru berobat sesuai standar (30,94%), dan keluarga yang
anggotanya tidak merokok (40,66%). Hasil penelitian kualitatif Risnah, Hadju, Maria,
dan Nontji (2018) pada praktek kolaborasi interprofesi dalam kegiatan Posyandu di
Sulawesi Selatan mengidentifikasi pelaksanaan kolaborasi interprofesi belum optimal.
Penelitian Tafwidhah, Nurachmah, dan Hariyati (2012) mengidentifikasi hubungan
kompetensi Perkesmas dengan kualitas pelaksanaan Perkesmas, ditunjukan dengan
kegiatan perkesmas sekitar 55.9% kurang optimal. Diperkuat oleh hasil penelitian
Amperaningsih dan Agustanti (2013) yang menunjukan distribusi pelaksanaan perkesmas
80% tidak berjalan. Capaian indicator layanan kesehatan di Puskesmas dapat disebabkan
beban ganda akibat penyakit infeksi dan tidak menular yang berkontribusi pada beban
tenaga kesehatan.
Penelitian tentang kepuasan terhadap layanan primer telah dilakukan di beberapa kota di
Indonesia. Penelitian Handiyani (2016) di Wonogiri menggambarkan tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan dalam aspek berwujud 72,76 %, keandalan 72,09 %,
empati 72,89 %, ketanggapan 72,88%, dan jaminan 72,22 %. Tingkat kepuasan secara
keseluruhan 72,58 % dikategorikan puas. Penelitian di kota Bandung mengidentifikasi
tingkat kepuasan pengunjung Puskesmas terhadap aspek bukti langsung sekitar 88.33%,
kehandalan 85.54%, ketanggapan 88.04%, jaminan 88.22%, dan emphatic 86.59%.
Tingkat kepuasan secara keseluruhan 87.27% dikategorikan tidak puas (Manurung,
Haroen, Setiawan, 2012). Proporsi tingkat kepuasan pada pengunjung Puskesmas di
Wonogri berbanding terbalik dengan pengunjung Puskesmas. Penelitian lain
menunjukkan bahwa kepuasan berperan dalam peningkatan penggunaan layanan
kesehatan dan status kesehatan individu (Janet & Bronya, 2018; Suhonen et al., 2011).
3
Kebijakan layanan primer Indonesia telah mendesain Perkesmas sebagai pendekatan
pelayanan program puskesmas sejak terbitnya PMK Nomor 279 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas,
diperkuat dengan ditetapkanya PMK Nomor 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia
Sehat yang menekankan bahwa pendekatan keluarga merupakan perluasan dari program
perkesmas. Kebijakan Perkesmas sebagai pendekatan layanan program Puskesmas harus
disikapi dengan penguatan dan penataan sistem layanan kesehatan primer melalui
kolaborasi interprofesi. Perawat memiliki potensi mengembangkan kemampuan
kolaborasi interprofesi karena memiliki sikap positif terhadap kolaborasi dan memiliki
nilai tambah mampu mengatasi kekurangan tenaga medis. Penelitian menunjukkan
perawat memiliki kemampuan melakukan peran dokter dengan hasil yang sama
kualitasnya dengan pekerjaan yang dihasilkan dokter (Dubois & Singh, 2009).
Kolaborasi antarprofesi adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan hasil dan
pelayanan kesehatan bagi populasi yang dilayani (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez,
& Beaulieu, 2009). Pelayanan kesehatan yang menggunakan kolaborasi antarprofesi
dapat meningkatkan banyak hal seperti efisiensi, layanan yang holistik, kemampuan
gabungan, responsifitas, inovasi dan kreatifitas, serta pelayanan yang terpusatkan pada
klien (Littlechild & Smith, 2013). World Health Organization (WHO) juga telah
membuktikan adanya keterkaitan antara kolaborasi antarprofesi dengan hasil yang lebih
baik pada kesehatan keluarga.
1.2. Tujuan
5
Penulisan makalah ini menggambarkan proses pengembangan teori Kolaborasi
Interprofesi Terintegrasi dan analisis teori tersebut menggunakan pendekatan Walker dan
Avant (2011).
Konsep Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan saling menguntungkan yang terjadi antara 2 atau lebih
pihak untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan kolaborasi membutuhkan komitmen
dalam mencapai tujuan yang sama, struktur organisasi bersama yang disepakati,
berbagi tanggung jawab, otoritas yang setara dan akuntabilitas untuk mencapai
kesuksesan, serta berbagi sumber daya dan hasil (Green & Johnson, 2015). Pada
konteks pelayanan kesehatan, tujuan utama adalah menyediakan pelayanan bebasis
patient-centered care (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
Terdapat beberapa kunci utama dalam kolaborasi yaitu:
1. Sharing
Dalam melakukan kolaborasi, pihak- pihak yang terlibat akan berbagi banyak hal
diantaranya tanggung jawab, pengambilan keputusan, filosofi perawatan, rencana dan
intervensi, sudut pandang dari perspektif profesional (D'Amour, Ferrada-Videla,
Rodriguez, & Beaulieu, 2005) serta sumber daya dan hasil (Green & Johnson, 2015).
2. Partnership
Kemitraan berarti dalam kolaborasi terdapat 2 atau lebih pihak yang berperan.
Hubungan kemitraan ini bersifat otentik dan konstruktif, membutuhkan komunikasi
yang jujur dan terbuka, serta kepercayaan dan rasa hormat antar satu sama lain. Setiap
pihak yang tergabung harus menyadari dan menghargai kontribusi serta perspektif
dari profesi yang terlibat. Hubungan kemitraan ini berorientasi untuk mencapai tujuan
bersama (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
3. Interdependency
Konsep ini menyatakan bahwa pihak yang tergabung dalam tim kolaborasi saling
membutuhkan satu sama lain. Sifat saling membutuhkan ini harus dilandasi oleh
kebutuhan untuk memberikan kebutuhan klien. Masalah kesehatan yang kompleks
membutuhkan kontribusi keahlian masing – masing profesi. Apabila setiap anggota
tim menyadari hubungan saling membutuhkan ini, tim akan dapat bersinergi dan
konstribusi anggota tim dapat menjadi makksimal. Hasil dari tim akan menjadi
semakin besar dibandingkan kontribusi dari masing – masing anggota (D'Amour,
Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
6
4. Power
Konsep ini menjelaskan bahwa kuasa yang ada di hubungan kolaborasi harus dibagi
dalam anggota tim. Hubungan kolaborasi ini harus saling mendukung setiap anggota
tim dengan mengakui kuasa satu sama lain dalam tim. Kuasa anggota dalam tim harus
diakui berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, bukan hanya sekedear dari judul
peran atau gelar (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
7
Bab 2
Proses Analisis Teori
Walker dan Avant (2011) menggambarkan analisis teori….. Tahapan analisis teori terdiri
atas: 1) Mengidentifikasi originalitas teori, 2) Mennguji kemaknaan teori, 3) Menganalisis
keadekuatan logika teori, 4) Menentukan kegunaan teori, 5) Mendefiniskan kemampuan
generalisasi dan parsimoni teori, 6) Menentukan kemampuan uji teori. Tujuan analisis teori
adalah….
Penulis memilih statemen berdasarkan rasa ingin tahu menguji konten kebijakan layanan
primer di Indonesia.
Kepuasan Klien
_
_ Puskesmas
8
2.2 Menguji Kemaknaan Teori
Walker dan Avant (2011) menjelaskan makna suatu teori berkaitan dengan konsep teori
dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Pada dasarnya, makna tercermin dalam
bahasa teori dan pengujian bahasa spesifik yang digunakan oleh teori. Makna dalam
analisis teori merujuk pada semantic teori dimana penelaah harus menguji bahasa yang
digunakan dalam teori dengan melihat konsep dan statement dalam teori, melalui tahapan
analisis statement, terdiri atas: mengidentifikasi konsep, menguji definisi dan penggunaan
konsep, mengidentifikasi statement, dan menguji hubungan diantara konsep dalam
statement.
Identifikasi konsep dimulai dengan menyatakan dan mendefinisikan semua istilah
relevan yang merefleksikan konsep; menentukan jenis setiap konsep, terdiri atas konsep
primitive (makna konsep diperoleh dari pengalaman umum dalam disiplin dan hanya
dapat didefinisikan mengggunakan contoh); konsep konkret (makna konsep harus dapat
diukur secara langsung dan dibatasi oleh waktu dan ruang; dan konsep abstrak (makna
konsep tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan mungkin tidak dapat diukur secara
langsung).
Proses menguji definisi dan penggunaan konsep. Dilakukan melalui empat pilihan,
meliputi: teoritikal, operasional, deskriptif, dan tanpa definisi. Definisi teoritis
menggunakan istilah teori lain untuk mendefiniskan konsep dan menempatkan konsep
dalam konteks teori tetapi aturan operasional untuk mengklasifikasikan atau
mengukurnya tidak spesifik. Definisi operasional berguna dalam penelitian tetapi secara
artifisial seringkali membatasi konsep; berguna untuk analist jika kedua tipe definisi
diformulasikan untuk konsep teoritis mayor; juga sangat penting untuk meyakinkan
bahwa definisi operasional secara akurat merefleksikan definisi teoritis. Definisi
deskriptif, menggambarkan atribut konsep, tidak menjelaskan konteks dalam konsep yang
digunakan, ukuran operasional tidak spesifik. Perhatian utama dalam mempertimbangkan
cara dimana konsep digunakan adalah dengan konsistensi penggunaan, artinya apakah
ahli teori menggunakan konsep secara konsisten seperti definisinya.
Identifikasi statement. Hubungan statement mengidentifikasi cara konsep berhubungan
dengan konsep lain. Pada laporan penelitian, hubungan statemen eksplisit dapat dilihat di
sesi hasil, hipotesis, data analisis, model grafik. Pada laporan bukan hasil penelitian,
hubungan statemen seringkali digambarkan pada beberapa paragraph akhir atau resume.
Menguji hubungan. Menentukan apakah tipe hubungan spesifik, ada batasan,
penggunaan statemen konsisten; didukung dengan hasil empiris. Menentukan tipe
9
hubungan merujuk pada pertanyaan: causal (satu konsep selalu terjadi sebagai hasil
langsung dari konsep lain) , asosiasi (arah hubungan positif, negative, atau tidak memiliki
arah), dan linearity (perubahan satu konsep menghasilkan perubahan pada konsep lain,
juga dari hasil uji statistic). Menentukan batas dengan konten actual teori. Teori praktik
memiliki focus dan batasan yang sangat sempit atau terbatas. Teori mide memiliki
batasan yang lebih luas dan lebih abstrak. Teori dengan batasan luas adalah abstraksi
lebih tinggi, mengkover area konten yang besar, dan mampu diterapkan pada ksus yang
besar. Menentukan statemen yang digunakan konsisten mempertimbangkan hubungan,
juga eksistensi dan definisi. Dukungan empiris statement ditelaah untuk menentukan
validitas dengan mengevaluasi kekuatan evidens menggunakan kriteria untuk
mengevaluasi evidence base practice research.
10
Tabel 1 Gambaran Penyederhaan dan Hubungan Statement Kolaborasi Interprofesi
Terintegrasi Mempengaruhi Kinerja Perawat dan Kepuasan Klien di Puskesmas
Konsep Hubungan Konsep
Kolaborasi Interprofesi R Kinerja Perawat
terintegrasi
Kolaborasi Interprofesi R Kepuasan Klien
terintegrasi
Kolaborasi Interprofesi NR Puskesmas
terintegrasi
Kinerja Perawat R Kepuasan Klien
11
premis. Dalam penelitian induktif, originalitas. Originalitas teori induktif menguji
penelitian yang mendukung simpulan untuk validitas dan menentukan jika simpulan
membuat masuk akal, memberikan pernyataan premis dan eviden riset. Jika simpulan
membuat masuk akal dan jika riset valid dan memenuhi kriteria riset yang baik,
dijustifikasi dalam asumsi bahwa simpulan benar.
Menurut Walker dan Avant (2011), ada tiga klasifikasi statement, terdiri atas: existence
statement, definition statement, dan relational statement. Existence statement bukan
definisi dan tidak menggambarkan karakteristik konsep, dapat akurat atau tidak akurat.
Definition statement memiliki tiga sub kategori, terdiri atas: deskriptif, stipulative, dan
operasional (Hempel, 1966 dalam Walker & Avant, 2011). Definisi deskriptif
menjelaskan pengertian yang mampu dipahami pembaca karena istilah umum telah
digunakan dan bersifat akurat. Definisi stipulative menjelaskan istilah yang digunakan
khusus oleh author dan dapat menyimpang dari penggunaan yang diterima secara luas,
dapat akurat atau tidak akurat. Definisi operasional mencakup pengertian spesifik untuk
mengukur atau menguji setiap istilah ilmiah. Rational statement menspesifikan hubungan
diantara konsep: mungkin didukung secara empiris dan logika, berfungsi sebagai hukum
atau kebenaran dalam teori; mungkin kurang didukung data atau logika dan
menyampaikan proposisi atau generalisasi empiris; mungkin menjadi hipotesis yang
belum didukung data bahkan jika statement beralasan dan logis.
12
terintergasi dan penanggungjawab program Penyakit
Tidak Menular (PTM) dalam pengelolaan
kasus hipertensi melalui pendekatan
perkesmas terintegrasi PISPK, bisa akurat
atau tidak akurat
2 Kinerja Definisi Stipulative Kinerja perawat akan digunakan penulis
perawat untuk menguji kinerja perawat dalam
melakukan asuhan dan pelayanan individu
dan keluarga dengan hipertensi
menggunakan pendekatan perkesmas
terintegrasi PISPK, bisa akurat atau tidak
akurat
3 Kepuasan Definisi Stipulative Konsep kepuasan klien akan digunakan
klien untuk mengukur kepuasan individu dan
keluarga dengan hipertensi setelah
mendapatkan asuhan dan pelayanan
keperawatan, bisa akurat atau tidak akurat
4 Puskesmas Definisi Deskriptif Istilah umum yang dipahami masyarakat
Indonesia, akurat
Tiga kegiatan dalam menguji konsep menurut Walker dan Avan (2011) meliputi: 1)
menentukan definisi istilah yang merefleksikan konsep (atribut definisi konsep). Jika
konsep tidak adekuat didefinisikan, pengertian konsep ditentukan dari formulasi teori. 2)
Menentukan jika konsep yang didefinisikan secara teori valid. Analis menentukan apakah
konsep yang didefinisikan secara akurat merefleksikan penggunaan semantic umum
konsep, dilakukan dengan telaah garis besar literature yang relevan terkait konsep; 3)
Menentukan jika konsep yang didefinisikan digunakan secara konsisten melalui diskusi
yang berhubungan dengan pembentukan statement. Berikut akan menampilkan atribut
dari konsep kolaborasi interprofesi, kinerja perawat, dan kepuasan klien.
13
Atribut definisi kolaborasi interprofesi terdiri atas kerjasama multidisiplin (Clark, 2018;
Kaini, 2017; WHO, 2010) atau dua/lebih professional kesehatan (Wen & Schulman,
2014; Green & Johnson, 2015) pada individu, keluarga, dan komunitas (Clark, 2018;
Kaini, 2017; WHO, 2010; Wen & Schulman, 2014) untuk tujuan yang sama (Green &
Johnson, 2015) atau mencapai tujuan bersama (Wen & Schulman, 2014) guna
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Clark, 2018; Kaini, 2017; WHO,
2010) atau perawatan berkualitas tinggi (Wen & Schulman, 2014). Atribut definisi
konsep kolaborasi interprofesi merujuk pada konsep Interprofessional Education
Collabotarive Practice (World Health Organization, 2010), digunakan oleh banyak
penelitian bidang kesehatan yaitu kerjasama antara/diantara minimal dua profesi/disiplin
untuk tujuan hasil layanan yang berkualitas.
Artinya definisi konsep kolaborasi interprofesi, kinerja, dan kepuasan valid digunakan
sesuai makna umum setiap konsep. Setiap atribut definisi digunakan minimal oleh dua
artikel, artinya definisi konsep tersebut digunakan secara konsisten melalui diskusi yang
berhubungan dengan pembentukan statemen. World Health Organization (2010)
14
melaporkan penelitian tentang dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam bidang
kesehatan di 42 Negara; kolaborasi interprofesi meningkatkan keterjangkauan dan
koordinasi layanan kesehatan; penggunaan sumber daya klinis spesifik; hasil kesehatan
bagi penyakit kronis, pelayanan, dan keselamatan pasien.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas). Secara internasional, Puskesmas termasuk
pada kategori primary care, dalam konteks nasional, penggunaan istilah Puskesmas
konsisten digunakan oleh masyarakat.
Mengkaji suatu hubungan statement untuk tipe, tanda dan kesimetrisan adalah untuk
menentukan fungsinya dalam teori (Walker & Avant, 2011). Tipe hubungan statemen
terdiri atas: causal, probabilitistck, concurrent, conditional, dan time ordered. Statemen
causal, konsep pertama menjadi penyebab konsep lainnya. Statement dikatakan
probablistic jika kejadian terjadi beberapa kali atau pada hampir semua waktu tetapi tidak
pada semua waktu. Ketika suatu statement menyatakan bahwa jika A terjadi, kejadian B
juga terjadi adalah concurrent. Hubungan dua konsep akan terjadi jika ada konsep ketika,
disebut conditional statement. Time ordered statement menunjukan bahwa jumlah waktu
mengintervensi diantara konsep pertama dan kedua. Tanda secara umum terdiri dari tiga
kategori: positif, negative, dan tidak diketahui. Jika konsep menunjukan arah yang sama
(negative atau positif), dikategorikan hubungan positif; jika satu konsep meningkat
sementara konsep lainnya menurun, maka hubugan negative. Asymetic statement adalah
hubungan dari hanya satu konsep pada konsep berikutnya tetapi tidak pernah resiprokal,
sementara symmetric statement menunjukan adanya reciprocal hubungan antara dua
konsep. Dalam menggambarkan spesifikasi hubungan, selanjutnya akan menggunakan
15
singkatan KolIpTer sebagai konsep kolaborasi interprofesi terintegrasi, KiPer sebagai
konsep kinerja perawat, dan KeLi sebagai konsep kepuasan klien.
+
If KolIpTer then, always KiPer
16
terintegrasi dengan kepuasan klien adalah tipe probability, arah positif, dan aSimetris
(satu arah). Spesifikasi hubungan disajikan sebagai berikut:
+
If KolIpTer, then probably KeLi
+
If KiPer then always KeLi
+
If KolIpTer, then KeLi, but in presence KiPer
17
Walker dan Avant (2011) menyatakan kemampuan uji harus dilakukan dengan apakah
teori dapat didukung oleh data empiris. Teori menjadi valid harus mampu diuji paling
tidak dalam prinsip, yang menunjukan hipotesis dapat dihasilkan dari teori, hasil riset dan
teri didukung oleh evidens atau dimodifikasi karena evidens. Teori yang memiliki evidens
empiris yang kuat menunjukan teori yang baik.
18
Spesifikasi hubungan konsep kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kepuasan
klien diperkuat dengan penelitian kuantitatif tipe probability, arah positif, dan aSimetris
(hubungan satu arah). Systematic review oleh Matthys, Remmen, dan Van Bogaert,
(2017) mendukung kolaborasi antara dokter dan perawat memiliki dampak positif
terhadap patient outcome tekanan darah, kepuasan pasien, rawat inap dan berbagai
patologi. Memperhatikan spesifikasi hubungan dan perbandingan dengan hasil systematic
review, dapat disimpulkan bahwa keaslian, kelayakan dan keadekuatan logika hubungan
statemen cukup kuat.
Tipe causal, arah positif, dan aSimetris (satu arah) ditunjukan sebagai hasil uji spesifikasi
hubungan konsep kinerja perawat mempengaruhi kepuasan klien. Systematic review oleh
Dubois, D'Armour, Porney, Girard, Brault, (2013) mendukung hubungan konsep kinerja
perawat dan kepuasan klien bahwa Nursing Care Performance Framework (NCPF)
mengkonseptualisasi performa pelayanan keperawatan dengan 3 fungsi utama: 1)
mencari, mendapatkan, dan mempertahankan sumber daya keperawatan, 2)
mentransformasi sumber daya keperawatan menjadi pelayanan keperawatan, dan 3)
memberikan perubahan terhadap kondisi pasien. Systematic review oleh Batbaatar,
Luvsannyam, Savino, Amenta, (2017) menunjukan determinan kepuasan pasien
bersumber dari pemberi layanan kesehatan dan karakteristik pasien. Memperhatikan
spesifikasi hubungan dan perbandingan dengan hasil systematic review, dapat
disimpulkan bahwa keaslian, kelayakan dan keadekuatan logika statemen cukup kuat.
+
KolIpTer KiPer
+ KeLi +
Menentukan apakah ada atau tidak pengukuran operasional yang dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang akan mendukung atau menolak statemen yang dianalisis (Walker
& Avan, 2011). Pada dasarnya, statemen dapat diuji secara empiris jika instrumen
20
tersedia untuk mengukur konsep. Statemen berguna di dalam bangunan teori jika secara
empiris mampu diuji. Kriteria kemampuan uji ditemukan jika statemen secara prinsip
mampu diuji atau secara actual mampu diuji. Tabel 3 menguraikan hasil identifikasi
intrumen yang relevan mengukur konsep kolaborasi interprofesi, kinerja perawat, dan
kepuasan klien.
Tabel 3 Ketersediaan Instrument Relevan Mengukur Konsep Kolaborasi
Interpersonal, Kinerja Perawat, dan Kepuasan Klien
KoLipTer KiPer KeLi
Assessment of European Union (2018). Tools Questionnaire of Patient
Interprofessional Team and Methodologies for Satisfaction (QPS)
Collaboration Scale (AITCS): Assessing the Performance of dikembangkan oleh Institute of
mengukur bagaimana IPC Primary Care Public Health Republik
bekerja dalam dimensi Serbia; mengkaji elemen
partnership/share decision tingkat kepuasan pada
making, cooperation, dan pelayanan kesehatan primer
coordination (cronbach alpha yang terdiri dari komponen
0.98 oleh Orchard, King, demografi dan pertanyaan
Khalili, & Bezzina, 2012) terkait kepuasan pasien
(Vukovic, Gvozdenovic,
Gajic, Gajic, Jakovljevic,
McCormick, 2012).
21
Bab 3
Simpulan
Hasil literature review menunjukan kolaborasi interprofesi terhadap kinerja perawat dan
kepuasan klien, perlu diperkuat dengan integrasi kolaborasi bukan hanya perpindahan
tugas. Spesifikasi hubungan konsep dalam statemen tipe causal dan probability, menjadi
conditional ketika ketiga konsep tersebut dihubungkan, dimana kinerja perawat menjadi
predictor kepuasan klien. Arah hubungan positif dan aSimetris pada semua statement.
Kekuatan logika hubungan cukup kuat pada semua statement. Statemen kolaborasi
interprofesi dan kepuasan klien diasumsikan dipengaruhi oleh kualitas kinerja perawat.
Diperlukan desain konsep kolaborasi interprofesional terintegrasi yang mampu aplikasi
dalam konteks layanan perkesmas terintegrasi PISPK. Ketersediaan instrumen
pengukuran konsep kolaborasi, kinerja perawat, dan kepuasan klien perlu dimodifikasi
sesuai konteks layanan perkesmas terintegrasi program Puskesmas.
22
Daftar Pustaka
Akpablo, I.I., John, M.E., Akpan, M.I., Akpablo, F.F., Uyanah, D.A. (2016). Work-related
conflict and nurses’ role performance in a tertiary hospital in South-south Nigeria.
Journal of Nursing Education and Practice, 6(2): 106-114.
http://dx.doi.org/10.5430/jnep.v6n2p106
Alasad, J., Tabar, N.A., AbuRuz, M.E. (2015). Patient satisfaction with nursing care:
Measuring outcomes in an international setting. the Journal of Nursing Administration,
45(11): 563-568. DOI: 10.1097/NNA.0000000000000264
Allender, Judith A., Rector, Cherie., Warner, Kristine D. (2014). Community Health Nursing:
Promoting & Protecting the Public’s Health. 8th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins
Amperaningsih & Agustanti. (2013). Kinerja Perawat dalam Pelaksanaan Perkesmas. Jurnal
Kesehatan 4(1): 204-213
Atkinson, C.F. (2018). An Analysis of Interprofessional Rounds Effect on Readmission Rates
and Patient Satisfaction. Doctorate of Nursing Practice, James Madison University.
(Dissertasion). Diakses melalui: https://remote-lib.ui.ac.id:2155/ad0a6fdc-915e-49d2-
bfba-9677b550e51a
Batbaatar, E., Luvsannyam, A., Savino, M.M., Amenta, P. (2017). Determinants of patient
satisfaction: a systematic review. Perspectives in Public Health, 137(2): 89-101. DOI:
10.1177/1757913916634136
Bintabara, D., Ntwenya, J., Maro, I. I., Kibusi, S., Gunda, D. W., & Mpondo, B. C. T. (2018).
Client satisfaction with family planning services in the area of high unmet need:
evidence from Tanzania Service Provision Assessment Survey, 2014-
2015. Reproductive Health, 15(1), N.PAG. https://doi.org/10.1186/s12978-018-0566-8
Chaves, C., Santos, M. (2016). Patient satisfaction in relation to nursing care at home.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 217: 1124-1132. doi:
10.1016/j.sbspro.2016.02.127
Clark, K.M. (2018). Interprofessional education and collaborative practice: Are we there yet?.
J Lung Health Dis, 2(4):1-5 Diakses melalui:
http://www.lungdiseasesjournal.com/articles/interprofessional-education-and-collaborative-
practice-are-we-there-yet.html
Dirjen Kesmas. (2017). Pendekatan Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2018. Diakses
melalui http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_60248a365b4ce1e/files/
PERENC-KESMAS-2018-FINAL-Dirjen-Kesmas_906.pdf
Dubois, C.A. & Singh, D. (2009). From staff- mix to skill-mix and beyond: towards a
systemic approach to health workforce management. Journal of Human Resources for
Health, 7 (87), 1-19. Diakses melalui: https://human-resources-
health.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/1478-4491-7-87
Dubois, C-A., D'Armour, D., Porney, M-P., Girard, F., Brault, I. (2013). Conceptualizing
performance of nursing care as a prerequisite for better measurement: a systematic and
interpretive review. BMC Nursing, 12(7):1-20. Diakses melalui:
http://www.biomedcentral.com/1472-6955/12/7
Freshman, B., Rubino, L., & Chassiakos, Y.R. (2010). Collaboration across the diciplines in
health care. USA: Jones and Bartlett Publisher
Fisher, M., Weyant, D., Sterrett, S., Ambrose, H., Apfel, A. (2017). Perceptions of
interprofessional collaborative practice and patient/family satisfaction. Journal of
Interprofessional Education & Practice 8: 95-102.
http://dx.doi.org/10.1016/j.xjep.2017.07.004
23
Green, B.N., Johnson, C.D. (2015). Interprofessional collaboration in research, education,
and clinical practice: Working together for a better future. J Chiropr Educ, 29 (1): 1-14
DOI 10.7899/JCE-14-36
Hafid, M.A. (2014). Hubungan kinerja perawat terhadap tingkat kepuasan pasien pengguna
yankestis dalam pelayanan keperawatan di RSUD Syech Yusuf Kab.Gowa. Jurnal
Kesehatan, 7(2): 368-375. diakses melalui:
https://media.neliti.com/media/publications/137588-ID-hubungan-kinerja-perawat-
terhadap-tingka.pdf
Handayani, S. (2016). The level of patien satisfaction with health services in Baturetno
health center. Sri Handayani. Profesi, 14 (September), 42—48.
Janet, H.Y.Ng & Bronya, H.K.Luk (2018). Patien satisfaction: Consep analysis in health care
context. Patient Education and Conseling. https://remote-lib.ui.ac.id: PEC
6127/ScientDirect…
Kaini, B.K. (2017). Interprofessional team collaboration in health care. Global Journal of
Medical Research: K Interdisciplinary, 17(2): 1-8. Greenwich: Global Journal, Inc
Kemenkes. (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/resources/download/lain/Buku%20Program%20Indonesia
%20Sehat%20dengan%20Pendekatan%20Keluarga.pdf
KMK R.I. No. HK.02.02/MENKES/52/2015.
http://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/09/KMK-279-2006-
PERKESMAS.pdf
Khamida & Mastiah. (2015). Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Berpengaruh Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2):
154-161. Diakses melalui: http://repository.unusa.ac.id/2237/4/KINERJA
%20PERAWAT%20DALAM%20MEMBERIKAN%20ASUHAN
%20KEPERAWATAN%20BERPENGARUH%20TERHADAP%20KEPUASAN
%20PASIEN%20RAWAT%20INAP.pdf
Maimun, N., Yelina, A. (2016). Kinerja keperawtaan di Rumah Sakit Bhayangkara
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(2): 65-68
Manurung, E.I, Haroen, H,, Setiawan (2012). Gambaran kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan di puskesmas Pasundan Kota Bandung. Student e-Journal, v.1, n.1, p.37.
Diakses dari <http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/861/907>. Tanggal Akses:
24 mar. 2019
Martin-Rodriguez, L.S., D'Amour, D., Leduc, N. (2008). Outcomes of interprofessional
collaboration for hospitalized cancer patients. Cancer Nursing, 31(2): 18-28. Diakses
melalui: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?
doi=10.1.1.514.6710&rep=rep1&type=pdf
Matthys, E., Remmen, R. & Van Bogaert, P. (2017). An Overview of systematic reviews on
the collaboration between physicians dan nurses and the impact on patien outcomes:
What can we learn in primary care? BMC Family Practice, 18, 110. DOI
10.1186/s12875-017-0698-x
Petri, L. (2010). Concept analysis of interdisciplinary collaboration. Nursing Forum, 45(2).
Diakses melalui: https://remote-lib.ui.ac.id:2155/2c90d075-6393-4518-90d1-
d19c565bd005
Piers, R.D., Versluys, K., Devoghel, J., Vyt, A., Noortgate, N.V.D. (2018). Interprofessional
teamwork, quality of care and turnover intention in geriatric care: A cross-sectional
study in 55 acute geriatric units. International Journal of Nursing Studies 91:94–100.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2018.11.011
Prayogi, A.S. (2018). Hubungan Kinerja Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit TK. III 04.06.03 DR. Soetarto Yogyakarta.Jurnal Ilmiah
24
Keperawatan Indonesia, 1(2): 9-28. Diakses melalui:
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/view/79/485
Risnah, Hadju, V., Maria, I.L., Nontji, W. (2018). Interprofessional collaboration practices:
Case study of the handling of malnutrition in three public health centers in South
Sulawesi. Pakistan Journal of Nutrition, 17 (8), pp. 379-385. DOI:
10.3923/pjn.2018.379.385
Rudianti, Y., Handiyani, H., Sabri, L. (2013). Peningkatan kinerja perawat pelaksana melalui
komunikasi organisasi di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia,
16(1): 25-32 eISSN: 2354-9203
Sea, B.J., et al (2007). Developmental of AMSTAR: A measurement tool to assess the
methodological quality of systematic review. BMC Medical Resources Methodology, 7:
10
Shinde, M., Kapurkar, K. (2014). Patient's satisfaction with nursing care provided in selected
areas of tertiary care hospital 1. International Journal of Science and Research,3(2):
150-161. ISSN (Online): 2319‐7064 Diakses melalui:
https://www.researchgate.net/publication/266020683
Spesialized nursing practice for chronic disease management in the primary care setting: an
evidence based analysis. Ont Health Technol Assess Ser. 2013; 13 (10); 1--66
S. P., U. R., Kundapur, R., Rashmi, A., & Acharya, H. (2017). Client Satisfaction among the
clients attending tertiary care centers in Mangalore, South India. Nitte University
Journal of Health Science, 7(3), 3–6. Retrieved from
http://search.ebscohost.com/login.aspx?
direct=true&db=a9h&AN=126447008&site=ehost-live
Tafwidhah, Nurachmah, & Hariyati .(2012). Kompetensi Perawat Puskesmas dan Tingkat
Keterlaksanaan Kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat (PERKESMAS). Jurnal
Keperawatan Indonesia 15(1): 21-28
Vegesna, A., Coschignano, C., Hegarty, S. E., Karagiannis, T., Polenzani, L., Messina, E.,
Maio, V. (2016). Attitudes towards physician-nurse collaboration in a primary care
team-based setting: Survey-based research conducted in the chronic care units of the
Tuscany region of Italy. Journal Of Interprofessional Care, 30(1), 65–70. https://remote
lib.ui.ac.id:2067/10.3109/13561820.2015.1081878
Vukovic, M., Gvozdenovic, B.S., Gajic, T., Gajic, B.S., Jakovljevic, M., McCormick, B.P.
(2012). Validation of a patient satisfaction questionnaire in primary health care. Public
Health, 126: 710-718 doi:10.1016/j.puhe.2012.03.008
Walker, L.O. & Avant, K.C. (2011). Strategies for theory construction in nursing. Fith.ed.
USA; Pearson Education
World Health Organization (2010). Framework for action on interprofessional education and
collaborative practice. Diakses melalui:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/70185/1/WHO_HRH_HPN_10.3_eng.pdf
Worku, M. & Loha, E. (2017). Assessment of client satisfaction on emergency department
services in Hawassa University Referral Hospital, Hawassa, Southern Ethiopia. BMC
Emergency Medicine (2017) 17:21 DOI 10.1186/s12873-017-0132-7. http://remote-
lib.ui.ac.id:2273/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=29&sid=d6a0d660-f29b-4aa8-80a7-
cb10fb14fc78%40sessionmgr101.diakses tanggal 16 Februari 2019
Yuliana, D., Suryani. (2017). Hubungan Kinerja Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping. Diakses melalui:
http://digilib.unisayogya.ac.id/2520/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20DEWI.pdf
Zhang, L., Huang, L., Liu, M., Yan, H., Li, X.(2016). Nurse–physician collaboration impacts
job satisfaction and turnover among nurses: A hospital-based cross-sectional study in
Beijing. International Journal of Nursing Practice, 22: 284–290 doi:10.1111/ijn.12424
25
Zhang, L., Huang, L., Liu, M., Yan, H., & Li, X. (2016). Nurse-physician collaboration
impacts job satisfaction and turnover among nurses: A hospital-based cross-sectional
study in Beijing. International Journal of Nursing Practice, 22(3), 284–290.
https://remote-lib.ui.ac.id:2067/10.1111/ijn.12424
Zheng, R.M., Sim, Y.F. & Koh, G.C.H. (2016). Attitudes towards interprofessional
collaboration among primary care physicians and nurses in Singapore. Journal Of
Interprofessional Care, 30(4), 505–511. https://remote-
lib.ui.ac.id:2067/10.3109/13561820.2016.1160039
26