Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANGAN TEORI
KOLABORASI INTERPROFESI TERINTEGRASI PADA LAYANAN PERKESMAS

Diajukan sebagai tugas mata kuliah


Pengembangan Teori Keperawatan
Pengampu: Prof. Achir Yani S. Hamid, D.N.Sc

Wiwin Wiarsih
NPM 1806261553
Progam Studi Ilmu Keperawatan
Program Doktor
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Depok, Mei 2019

1
Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Layanan primer menjadi pusat perhatian pemerintah dalam pembangunan kesehatan,
tercermin dari arah kebijakan Kementrian Kesehatan yang mendukung tujuan tiga
Sustainable Developmental Goals (SDGs) (Kemenkes, 2015). Renstra Kemenkes tahun
2015-2019 menetapkan Program Indonesia Sehat (PIS), dimana pendekatan keluarga
merupakan perluasan program perawatan kesehatan masyarakat (perkemas) (Kemenkes,
2016). Perluasan program perkesmas memiliki makna jangkauan sasaran dan akses
layanan keluarga menjadi tanggungjawab seluruh elemen Puskesmas sehingga capaian
indikator PIS akan dipengaruhi oleh kualitas kolaborasi tenaga kesehatan di Puskesmas.

Gambaran capaian indikator PIS ditampilkan melalui beberapa hasil kajian. Dirjen
Kesmas (2018) mengevaluasi pelaksanaan PIS tahun 2017 yang mengindikasikan tiga
indikator PIS perlu mendapat perhatian, yaitu penderita hipertensi berobat teratur
(25,07%), penderita TB paru berobat sesuai standar (30,94%), dan keluarga yang
anggotanya tidak merokok (40,66%). Hasil penelitian kualitatif Risnah, Hadju, Maria,
dan Nontji (2018) pada praktek kolaborasi interprofesi dalam kegiatan Posyandu di
Sulawesi Selatan mengidentifikasi pelaksanaan kolaborasi interprofesi belum optimal.
Penelitian Tafwidhah, Nurachmah, dan Hariyati (2012) mengidentifikasi hubungan
kompetensi Perkesmas dengan kualitas pelaksanaan Perkesmas, ditunjukan dengan
kegiatan perkesmas sekitar 55.9% kurang optimal. Diperkuat oleh hasil penelitian
Amperaningsih dan Agustanti (2013) yang menunjukan distribusi pelaksanaan perkesmas
80% tidak berjalan. Capaian indicator layanan kesehatan di Puskesmas dapat disebabkan
beban ganda akibat penyakit infeksi dan tidak menular yang berkontribusi pada beban
tenaga kesehatan.

Perawat disiapkan dapat memenuhi kekurangan dokter sehingga peran dan


tanggungjawab perawat menjadi bertambah (Shea, et al, 2007). Layanan dikoordinasi
perawat dan protocol dikelola perawat mempunyai efek positif pada tekanan darah dan
penurunan level kolesterol LDL, penelitian ini menyimpulkan perawat memiliki nilai
tambah (Matthys, Remmen, & Van Bogaert, 2017). Perawat di layanan primer Italia dan
Singapura memiliki sikap lebih positif terhadap kolaborasi daripada dokter (Vegesna,
2
Coschignano, Hegarty, Karagiannis, Polenzani, Messina, & Maio, 2016; Zheng, Sim, &
Koh, 2016). Berdasarkan potensi tersebut, Perawat dalam posisi ideal berkolaborasi
dengan profesi kesehatan lain dalam memberikan layanan kesehatan.

Kolaborasi interprofesi diasumsikan sebagai strategi untuk mencapai kualitas sistem


pelayanan terintegrasi. Kolaborasi interprofesi penting ketika layanan kesehatan primer
menjadi lebih kompleks dan satu profesi kesehatan tidak mampu memenuhi kebutuhan
klien (Ontario Health Technology Assessment Series, 2013). Tetapi, kolaborasi
membutuhkan klarifikasi peran setiap anggota tim sebagai alasan utama memahami
praktik masing-masing (Allender, Rector, & Warner, 2014). Kolaborasi interprofesi
memberikan dampak pada kualitas kesehatan pasien dan kinerja profesi. Hasil systematic
review Matthys, Remmen, dan Van Bogaert (2017) mengidentifikasi tekanan darah,
kepuasan pasien, dan hospitalisasi lebih baik ketika ada kolaborasi antara dokter dan
perawat; penelitian juga menyimpulkan kolaborasi antara dokter dan perawat sebagai
strategi efektif dan efisien untuk mencapai kualitas hasil dalam sistem kesehatan yang
terintegrasi; variasi hasil akibat kolaborasi antara dokter dan perawat, terdiri atas: lebih
baik, sama, dan mix (lebih baik/sama/lebih buruk). Penelitian Zhang, Huang, Liu, Yan,
dan Li (2016) menunjukan kolaborasi antara perawat dan dokter berkorelasi positif
dengan kepuasan kerja dan berkorelasi negatif dengan intensitas pergantian perawat.

Penelitian tentang kepuasan terhadap layanan primer telah dilakukan di beberapa kota di
Indonesia. Penelitian Handiyani (2016) di Wonogiri menggambarkan tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan dalam aspek berwujud 72,76 %, keandalan 72,09 %,
empati 72,89 %, ketanggapan 72,88%, dan jaminan 72,22 %. Tingkat kepuasan secara
keseluruhan 72,58 % dikategorikan puas. Penelitian di kota Bandung mengidentifikasi
tingkat kepuasan pengunjung Puskesmas terhadap aspek bukti langsung sekitar 88.33%,
kehandalan 85.54%, ketanggapan 88.04%, jaminan 88.22%, dan emphatic 86.59%.
Tingkat kepuasan secara keseluruhan 87.27% dikategorikan tidak puas (Manurung,
Haroen, Setiawan, 2012). Proporsi tingkat kepuasan pada pengunjung Puskesmas di
Wonogri berbanding terbalik dengan pengunjung Puskesmas. Penelitian lain
menunjukkan bahwa kepuasan berperan dalam peningkatan penggunaan layanan
kesehatan dan status kesehatan individu (Janet & Bronya, 2018; Suhonen et al., 2011).

3
Kebijakan layanan primer Indonesia telah mendesain Perkesmas sebagai pendekatan
pelayanan program puskesmas sejak terbitnya PMK Nomor 279 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas,
diperkuat dengan ditetapkanya PMK Nomor 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia
Sehat yang menekankan bahwa pendekatan keluarga merupakan perluasan dari program
perkesmas. Kebijakan Perkesmas sebagai pendekatan layanan program Puskesmas harus
disikapi dengan penguatan dan penataan sistem layanan kesehatan primer melalui
kolaborasi interprofesi. Perawat memiliki potensi mengembangkan kemampuan
kolaborasi interprofesi karena memiliki sikap positif terhadap kolaborasi dan memiliki
nilai tambah mampu mengatasi kekurangan tenaga medis. Penelitian menunjukkan
perawat memiliki kemampuan melakukan peran dokter dengan hasil yang sama
kualitasnya dengan pekerjaan yang dihasilkan dokter (Dubois & Singh, 2009).

Kolaborasi antarprofesi adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan hasil dan
pelayanan kesehatan bagi populasi yang dilayani (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez,
& Beaulieu, 2009). Pelayanan kesehatan yang menggunakan kolaborasi antarprofesi
dapat meningkatkan banyak hal seperti efisiensi, layanan yang holistik, kemampuan
gabungan, responsifitas, inovasi dan kreatifitas, serta pelayanan yang terpusatkan pada
klien (Littlechild & Smith, 2013). World Health Organization (WHO) juga telah
membuktikan adanya keterkaitan antara kolaborasi antarprofesi dengan hasil yang lebih
baik pada kesehatan keluarga.

Telah banyak penelitian yang mencoba mendalami manfaat pratik kolaborasi


antarprofesi dengan hasil penyediaan layanan kesehatan dan pelaksanaan program yang
lebih baik. Seperti pada salah satu penelitian yang dilakukan dengan memberikan
pelatihan kolaborasi antarprofesi pada suatu tim tenaga kesehatan untuk melakukan
penanganan resiko jatuh pada pasien lansia. Penelitian tersebut membuktikan bahwa
pelatihan inteprofesional yang dilakukan dapat mengarah pada proses dan hasil
perawatan yang lebih baik (McKenzie, Lasater, Delander, & Neal, 2017 dalam
Widyastuti, 2018). Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia juga mencoba
menguhubungkan praktik kolaborasi antarprofesi dengan program rujuk balik BPJS.
Pada artikel penelitian tersebut, disebutkan bahwa program rujuk balik terhitung masih
rendah dan faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah beban kerja berlebih, waktu
bagi tenaga kesehatan yang tidak mencukupi, persepsi yang kurang baik mengenai
4
kompetensi dan kualitas antar tenaga kesehatan yang berkolaborasi, serta kurangnya
komunikasi dan koordinasi (Wulandari, Subroto, & Hendratini, 2013 dalam Sutriso,
Setiawati, & Hilfi, 2017). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa rendahnya rujuk balik dipengaruhi oleh pratik kolaborasi antar profesi yang
belum maksimal sehingga menyebabkan kurangnya kepercayaan dan kepuasan pasien
pada pelayanan kesehatan (Sutriso, Setiawati, & Hilfi, 2017)

Walaupun kolaborasi antar profesi terbukti memberikan manfaat dalm menyediakan


pelayanan kesehatan yang lebih baik, pengembangan dain implementasinya terutama di
Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan. Berdasarkan Quality and Safety
Education for Nurses (QSEN), bekerjasama dan berkolaborasi adalah salah satu
kompetensi yang harus dimiliki perawat. Perawat dituntut untuk bisa bekerja dengan
efektif dalam tim yang terdiri dari perawat maupun tim antarprofesi kesehatan. Perawat
harus mampu memfasilitasi komunikasi terbuka dalam tim, menghormati profesi lain,
serta mengambil keputusan bersama dalam tim dengan orientasi perawatan yang baik
bagi pasien (QSEN Institute, 2019). Kompetensi perawat memiliki peranan penting
dalam kolaborasi antarprofesi sebab perawat harus dapat menjelaskan pengetahuan,
keterampilan, serta peran perawat pada profesi kesehatan lain (Widyastuti, 2018). Peran
perawat sebagai peneliti, manajer, pendidik, maupun pemberi asuhan ditantang untuk
dapat mengembangkan dan mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi dalam
menyediakan pelayanan kesehatan.

Tantangan dalam layanan primer, membutuhkan kolaborasi interprofesi yang lebih


terintegrasi dari pada perpindahan tugas antara dokter dan perawat. Kolaborasi
interprofesi terintegrasi dalam keperawatan dan layanan kesehatan akan memperhatikan
prinsip share vision, trust and respect, understanding each other perspectives, conflict
resolution, effective communication and interpersonal skill (Freshman, Rubino,
Chassiakos, 2010). Kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat
dan kepuasan klien di Puskesmas sebagai statemen untuk dianalisis. Skema 1
menyajikan kerangka teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi.

1.2. Tujuan

5
Penulisan makalah ini menggambarkan proses pengembangan teori Kolaborasi
Interprofesi Terintegrasi dan analisis teori tersebut menggunakan pendekatan Walker dan
Avant (2011).

Konsep Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan saling menguntungkan yang terjadi antara 2 atau lebih
pihak untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan kolaborasi membutuhkan komitmen
dalam mencapai tujuan yang sama, struktur organisasi bersama yang disepakati,
berbagi tanggung jawab, otoritas yang setara dan akuntabilitas untuk mencapai
kesuksesan, serta berbagi sumber daya dan hasil (Green & Johnson, 2015). Pada
konteks pelayanan kesehatan, tujuan utama adalah menyediakan pelayanan bebasis
patient-centered care (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
Terdapat beberapa kunci utama dalam kolaborasi yaitu:
1. Sharing
Dalam melakukan kolaborasi, pihak- pihak yang terlibat akan berbagi banyak hal
diantaranya tanggung jawab, pengambilan keputusan, filosofi perawatan, rencana dan
intervensi, sudut pandang dari perspektif profesional (D'Amour, Ferrada-Videla,
Rodriguez, & Beaulieu, 2005) serta sumber daya dan hasil (Green & Johnson, 2015).
2. Partnership
Kemitraan berarti dalam kolaborasi terdapat 2 atau lebih pihak yang berperan.
Hubungan kemitraan ini bersifat otentik dan konstruktif, membutuhkan komunikasi
yang jujur dan terbuka, serta kepercayaan dan rasa hormat antar satu sama lain. Setiap
pihak yang tergabung harus menyadari dan menghargai kontribusi serta perspektif
dari profesi yang terlibat. Hubungan kemitraan ini berorientasi untuk mencapai tujuan
bersama (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
3. Interdependency
Konsep ini menyatakan bahwa pihak yang tergabung dalam tim kolaborasi saling
membutuhkan satu sama lain. Sifat saling membutuhkan ini harus dilandasi oleh
kebutuhan untuk memberikan kebutuhan klien. Masalah kesehatan yang kompleks
membutuhkan kontribusi keahlian masing – masing profesi. Apabila setiap anggota
tim menyadari hubungan saling membutuhkan ini, tim akan dapat bersinergi dan
konstribusi anggota tim dapat menjadi makksimal. Hasil dari tim akan menjadi
semakin besar dibandingkan kontribusi dari masing – masing anggota (D'Amour,
Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).
6
4. Power
Konsep ini menjelaskan bahwa kuasa yang ada di hubungan kolaborasi harus dibagi
dalam anggota tim. Hubungan kolaborasi ini harus saling mendukung setiap anggota
tim dengan mengakui kuasa satu sama lain dalam tim. Kuasa anggota dalam tim harus
diakui berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, bukan hanya sekedear dari judul
peran atau gelar (D'Amour, Ferrada-Videla, Rodriguez, & Beaulieu, 2005).

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kolaborasi Antarprofesi


Implementasi kolaborasi antarprofesi dapat dipengaruhi faktor yang berbeda – beda
untuk dapat menentukan tingkat kesuksesannya. Praktik kolaborasi antarprofesi juga
berbeda – beda implementasinya di negara yang berbeda, sehingga terdapat faktor –
faktor spesifik yang mempengaruhi praktik kolaborasi antarprofesi di setiap negara
(Setiadi, et al., 2017).

Figur 2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kolaborasi

(Setiadi, et al., 2017)


Faktor yang mempengaruhi kolaborasi antarprofesi di Indonesia terbagi ke dalam 3 level
yaitu level personil: interaksi antarprofesi, level organisasi: lingkungan fasilitas kesehatan,
dan level sistem. Ketiga level ini bersifat kompleks dan saling berhubungan (Setiadi, et al.,
2017). Hubungan ketiga level ini digambarkan pada figur

7
Bab 2
Proses Analisis Teori

Walker dan Avant (2011) menggambarkan analisis teori….. Tahapan analisis teori terdiri
atas: 1) Mengidentifikasi originalitas teori, 2) Mennguji kemaknaan teori, 3) Menganalisis
keadekuatan logika teori, 4) Menentukan kegunaan teori, 5) Mendefiniskan kemampuan
generalisasi dan parsimoni teori, 6) Menentukan kemampuan uji teori. Tujuan analisis teori
adalah….

2.1. Identifikasi Originalitas Teori


Walker dan Avant (2011) menggambarkan originalitas teori merujuk pada
pengembangan awal teori melalui penelusuran yang mendorong pengembangan teori,
bentuk teori deduktif atau induktif, dan bukti yang mendukung atau menolak teori.
Proses mengidentitifikasi originalitas teori dimulai dengan membaca teori secara teliti,
mengidentifikasi konsep mayor, mengisolasi hubungan statement, menemukan
pengembangan teori secara deduktif atau induktif, dan mengidentifikasi asumsi yang
mendasari pengembangan teori untuk mnginterpretasi dan ketika mempertimbangkan
kegunaan teori.

Penulis memilih statemen berdasarkan rasa ingin tahu menguji konten kebijakan layanan
primer di Indonesia.

Kolaborasi Interprofesi terintegrasi Kinerja Perawat

Kepuasan Klien
_

_ Puskesmas

Skema 1. Gambaran umum hubungan konsep kolaborasi interprofesi terintegrasi--kinerja


perawat-- kepuasan klien--Puskesmas

8
2.2 Menguji Kemaknaan Teori
Walker dan Avant (2011) menjelaskan makna suatu teori berkaitan dengan konsep teori
dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Pada dasarnya, makna tercermin dalam
bahasa teori dan pengujian bahasa spesifik yang digunakan oleh teori. Makna dalam
analisis teori merujuk pada semantic teori dimana penelaah harus menguji bahasa yang
digunakan dalam teori dengan melihat konsep dan statement dalam teori, melalui tahapan
analisis statement, terdiri atas: mengidentifikasi konsep, menguji definisi dan penggunaan
konsep, mengidentifikasi statement, dan menguji hubungan diantara konsep dalam
statement.
Identifikasi konsep dimulai dengan menyatakan dan mendefinisikan semua istilah
relevan yang merefleksikan konsep; menentukan jenis setiap konsep, terdiri atas konsep
primitive (makna konsep diperoleh dari pengalaman umum dalam disiplin dan hanya
dapat didefinisikan mengggunakan contoh); konsep konkret (makna konsep harus dapat
diukur secara langsung dan dibatasi oleh waktu dan ruang; dan konsep abstrak (makna
konsep tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan mungkin tidak dapat diukur secara
langsung).
Proses menguji definisi dan penggunaan konsep. Dilakukan melalui empat pilihan,
meliputi: teoritikal, operasional, deskriptif, dan tanpa definisi. Definisi teoritis
menggunakan istilah teori lain untuk mendefiniskan konsep dan menempatkan konsep
dalam konteks teori tetapi aturan operasional untuk mengklasifikasikan atau
mengukurnya tidak spesifik. Definisi operasional berguna dalam penelitian tetapi secara
artifisial seringkali membatasi konsep; berguna untuk analist jika kedua tipe definisi
diformulasikan untuk konsep teoritis mayor; juga sangat penting untuk meyakinkan
bahwa definisi operasional secara akurat merefleksikan definisi teoritis. Definisi
deskriptif, menggambarkan atribut konsep, tidak menjelaskan konteks dalam konsep yang
digunakan, ukuran operasional tidak spesifik. Perhatian utama dalam mempertimbangkan
cara dimana konsep digunakan adalah dengan konsistensi penggunaan, artinya apakah
ahli teori menggunakan konsep secara konsisten seperti definisinya.
Identifikasi statement. Hubungan statement mengidentifikasi cara konsep berhubungan
dengan konsep lain. Pada laporan penelitian, hubungan statemen eksplisit dapat dilihat di
sesi hasil, hipotesis, data analisis, model grafik. Pada laporan bukan hasil penelitian,
hubungan statemen seringkali digambarkan pada beberapa paragraph akhir atau resume.
Menguji hubungan. Menentukan apakah tipe hubungan spesifik, ada batasan,
penggunaan statemen konsisten; didukung dengan hasil empiris. Menentukan tipe
9
hubungan merujuk pada pertanyaan: causal (satu konsep selalu terjadi sebagai hasil
langsung dari konsep lain) , asosiasi (arah hubungan positif, negative, atau tidak memiliki
arah), dan linearity (perubahan satu konsep menghasilkan perubahan pada konsep lain,
juga dari hasil uji statistic). Menentukan batas dengan konten actual teori. Teori praktik
memiliki focus dan batasan yang sangat sempit atau terbatas. Teori mide memiliki
batasan yang lebih luas dan lebih abstrak. Teori dengan batasan luas adalah abstraksi
lebih tinggi, mengkover area konten yang besar, dan mampu diterapkan pada ksus yang
besar. Menentukan statemen yang digunakan konsisten mempertimbangkan hubungan,
juga eksistensi dan definisi. Dukungan empiris statement ditelaah untuk menentukan
validitas dengan mengevaluasi kekuatan evidens menggunakan kriteria untuk
mengevaluasi evidence base practice research.

Penyederhanaan statement diperlukan jika 1) model rumit sehingga harus direduksi


menjadi pernyataan yang dapat dikelola atau 2) masalah kompleks karena satu konsep
dapat dihubungkan ke beberapa konsep lainnya secara bersamaan (Walker & Avant,
2011). Hubungan konsep dalam statement kolaborasi interprofesi terintegrasi
mempengaruhi kinerja perawat dan kepuasan klien di Puskesmas perlu disederhanakan
karena satu konsep dapat dihubungankan ke beberapa konsep lainnya. Hasil
penyederhanaan statemen disajikan pada tabel 1

10
Tabel 1 Gambaran Penyederhaan dan Hubungan Statement Kolaborasi Interprofesi
Terintegrasi Mempengaruhi Kinerja Perawat dan Kepuasan Klien di Puskesmas
Konsep Hubungan Konsep
Kolaborasi Interprofesi R Kinerja Perawat
terintegrasi
Kolaborasi Interprofesi R Kepuasan Klien
terintegrasi
Kolaborasi Interprofesi NR Puskesmas
terintegrasi
Kinerja Perawat R Kepuasan Klien

Kinerja Perawat NR Puskesmas

Kepuasan Klien NR Puskesmas

2.3 Menganalisis Keadekuatan Logika Teori


Walker dan Avant (2011) menunjukan keadekuatan logika teori pada struktur logika dari
konsep dan statemen mandiri dari maknanya dengan cara mencari kekeliruan logika
dalam struktur teori dan menguji akurasi dengan prediksi yang dibuat dari teori.
Pengujian keadekuatan logika dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: Apakah ada
sistem di mana prediksi dapat dibuat dari teori yang independen dari isinya? Bisakah para
ilmuwan dalam disiplin di mana teori ini dikembangkan menyetujui prediksi itu? Apakah
konten yang sebenarnya masuk akal? Apakah ada kesalahan logika yang jelas?

Prediksi kemandirian konten dapat ditunjukan dengan memperhatikan symbol arah


(tanda panah) dan arah hubungan (positif atau negative) diantara konsep sehingga
diagram tersebut dapat menunjukan prediksi kemandirian. Konten juga dianalisis
menggunakan cara ini, pendiagraman ini jug mengupayakan untuk menunjukan
ketidakjelasan hubungan diantara konsep yang berguna untuk pengembangan dan riset
lebih lanjut. Persetujuan ilmuwan. Sebuah teori harus cukup tepat dalam bentuk
representasi dari para ilmuwan untuk menyetujui prediksi yang dapat dibuat darinya.
Masuk akal. Agar suatu teori masuk akal, harus memberikan wawasan atau pemahaman
tentang suatu fenomena. Ahli teori perlu meluangkan waktu tambahan untuk
menyederhanakan atau lebih jelas mendefinisikan apa yang ingin didemonstrasikan oleh
teori untuk memenuhi kriteria yang masuk akal. Kekeliruan logika, adalah originalitas
deduktif dan induktif teori menjadi penting. Dalam teori deduktif, originalitas ditentukan
oleh kebenaran premis teori. Kebenaran datang dari validitas riset pada originalitas

11
premis. Dalam penelitian induktif, originalitas. Originalitas teori induktif menguji
penelitian yang mendukung simpulan untuk validitas dan menentukan jika simpulan
membuat masuk akal, memberikan pernyataan premis dan eviden riset. Jika simpulan
membuat masuk akal dan jika riset valid dan memenuhi kriteria riset yang baik,
dijustifikasi dalam asumsi bahwa simpulan benar.

Menurut Walker dan Avant (2011), ada tiga klasifikasi statement, terdiri atas: existence
statement, definition statement, dan relational statement. Existence statement bukan
definisi dan tidak menggambarkan karakteristik konsep, dapat akurat atau tidak akurat.
Definition statement memiliki tiga sub kategori, terdiri atas: deskriptif, stipulative, dan
operasional (Hempel, 1966 dalam Walker & Avant, 2011). Definisi deskriptif
menjelaskan pengertian yang mampu dipahami pembaca karena istilah umum telah
digunakan dan bersifat akurat. Definisi stipulative menjelaskan istilah yang digunakan
khusus oleh author dan dapat menyimpang dari penggunaan yang diterima secara luas,
dapat akurat atau tidak akurat. Definisi operasional mencakup pengertian spesifik untuk
mengukur atau menguji setiap istilah ilmiah. Rational statement menspesifikan hubungan
diantara konsep: mungkin didukung secara empiris dan logika, berfungsi sebagai hukum
atau kebenaran dalam teori; mungkin kurang didukung data atau logika dan
menyampaikan proposisi atau generalisasi empiris; mungkin menjadi hipotesis yang
belum didukung data bahkan jika statement beralasan dan logis.

Memperhatikan jenis klasifikasi statement dingambaran Tabel 1 dapat diidentifikasi


statemen yang termasuk kategori relational statement adalah: kolaborasi interprofesi
terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat, kolaborasi interprofesi terintegrasi
mempengaruhi kepuasan klien, dan kinerja perawat meempengaruhi kepuasan klien.
Sementara termasuk kategori non relational pada statement: kolaborasi interprofesi
terintegrasi dan puskesmas, kinerja perawat dan puskesmas, dan kepuasan klien dan
puskesmas. Setiap konsep yang termasuk non relational, dapat ditentukan klasifikasi
sebagai berikut pada tabel 2
Tabel 2 Klasifikasi Konsep
No. Konsep Klasifikasi Sub Justifikasi
Bentuk
1 Kolaborasi Definisi Stipulative Konsep akan digunakan penulis untuk
interprofesi menguji kolaborasi antara perawat, dokter,

12
terintergasi dan penanggungjawab program Penyakit
Tidak Menular (PTM) dalam pengelolaan
kasus hipertensi melalui pendekatan
perkesmas terintegrasi PISPK, bisa akurat
atau tidak akurat
2 Kinerja Definisi Stipulative Kinerja perawat akan digunakan penulis
perawat untuk menguji kinerja perawat dalam
melakukan asuhan dan pelayanan individu
dan keluarga dengan hipertensi
menggunakan pendekatan perkesmas
terintegrasi PISPK, bisa akurat atau tidak
akurat
3 Kepuasan Definisi Stipulative Konsep kepuasan klien akan digunakan
klien untuk mengukur kepuasan individu dan
keluarga dengan hipertensi setelah
mendapatkan asuhan dan pelayanan
keperawatan, bisa akurat atau tidak akurat
4 Puskesmas Definisi Deskriptif Istilah umum yang dipahami masyarakat
Indonesia, akurat

2.4 Menentukan Kegunaan Teori


Walker dan Avant (2011) menegaskan kegunaan teori memperhatikan bagaimana praktik
dan teori membantu disiplin dalam memberikan pemahaman dan hasil yang mampu
diprediksi. Teori dikatakan berguna jika mampu memberikan wawasan baru dalam
fenomena dimana menolong ilmuwan menjelaskan fenomena lebih baik atau berbeda
yang akan memberikan nilai penting pada batang tubuh pengetahuan. Cara menguji
kegunaan teori meliputi: 1) Berapa banyak penelitian yang dihasilkan teori? 2) Untuk
masalah klinis apa teori itu relevan? Apakah teori berpotensi memengaruhi praktik
keperawatan, pendidikan, administrasi, atau penelitian?

Tiga kegiatan dalam menguji konsep menurut Walker dan Avan (2011) meliputi: 1)
menentukan definisi istilah yang merefleksikan konsep (atribut definisi konsep). Jika
konsep tidak adekuat didefinisikan, pengertian konsep ditentukan dari formulasi teori. 2)
Menentukan jika konsep yang didefinisikan secara teori valid. Analis menentukan apakah
konsep yang didefinisikan secara akurat merefleksikan penggunaan semantic umum
konsep, dilakukan dengan telaah garis besar literature yang relevan terkait konsep; 3)
Menentukan jika konsep yang didefinisikan digunakan secara konsisten melalui diskusi
yang berhubungan dengan pembentukan statement. Berikut akan menampilkan atribut
dari konsep kolaborasi interprofesi, kinerja perawat, dan kepuasan klien.

13
Atribut definisi kolaborasi interprofesi terdiri atas kerjasama multidisiplin (Clark, 2018;
Kaini, 2017; WHO, 2010) atau dua/lebih professional kesehatan (Wen & Schulman,
2014; Green & Johnson, 2015) pada individu, keluarga, dan komunitas (Clark, 2018;
Kaini, 2017; WHO, 2010; Wen & Schulman, 2014) untuk tujuan yang sama (Green &
Johnson, 2015) atau mencapai tujuan bersama (Wen & Schulman, 2014) guna
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Clark, 2018; Kaini, 2017; WHO,
2010) atau perawatan berkualitas tinggi (Wen & Schulman, 2014). Atribut definisi
konsep kolaborasi interprofesi merujuk pada konsep Interprofessional Education
Collabotarive Practice (World Health Organization, 2010), digunakan oleh banyak
penelitian bidang kesehatan yaitu kerjasama antara/diantara minimal dua profesi/disiplin
untuk tujuan hasil layanan yang berkualitas.

Atribut kinerja perawat ditunjukan dengan: hasil kegiatan individu/personel atau


kelompok dalam suatu organisasi (Rudianti, Handiyani, & Sabri, 2013; Ilyas, 2002 dalam
Maimun & Yelina, 2016). Sementara Gibson et al, (2009) mendefinisikan kinerja sebagai
penilaian dari perilaku yang bisa terukur yang berkontribusi untuk pencapaian tujuan
organisasi. Konsep kinerja didasarkan pada behavioral manajemen theory yang
merespons kebutuhan perilaku dan motivasi pekerja sebagai asset untuk mencapai tujuan
organisasi.

Kepuasan klien memiliki definisi atribut pengalaman dan pendapat/persepsi klien


(Bintabara, Ntwenya, Maro, Kubisi, Gunda, & Mpondo, 2018; Ho Siew, Gurbinder, Syed,
Syed-Zulkifli, & Omar dalam Alasad, Tabar, & Abu Ruz., 2015) yang merupakan
evaluasi/penilaian/hasil dari kualitas (Endang, 2010; Donabedian dalam Enkhajgal et al,
2015) layanan yang diterima sesuai harapan (Bintabara, Ntwenya, Maro, Kubisi, Gunda,
& Mpondo, 2018; S. P., U. R., Kundapur, Rashmi, & Acharya, 2017; Endang, 2010;
Worku & Loha, 2017; Ho Siew, Gurbinder, Syed, Syed-Zulkifli, & Omar dalam Alasad,
Tabar, & Abu Ruz., 2015). Learning theory dan Human needs mendasari konsep
kepuasan.

Artinya definisi konsep kolaborasi interprofesi, kinerja, dan kepuasan valid digunakan
sesuai makna umum setiap konsep. Setiap atribut definisi digunakan minimal oleh dua
artikel, artinya definisi konsep tersebut digunakan secara konsisten melalui diskusi yang
berhubungan dengan pembentukan statemen. World Health Organization (2010)
14
melaporkan penelitian tentang dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam bidang
kesehatan di 42 Negara; kolaborasi interprofesi meningkatkan keterjangkauan dan
koordinasi layanan kesehatan; penggunaan sumber daya klinis spesifik; hasil kesehatan
bagi penyakit kronis, pelayanan, dan keselamatan pasien.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas). Secara internasional, Puskesmas termasuk
pada kategori primary care, dalam konteks nasional, penggunaan istilah Puskesmas
konsisten digunakan oleh masyarakat.

2.5 Mendefiniskan Kemampuan Generalisasi dan Parsimoni Teori


Walker dan Avant (2011) menjelaskan kemampuan generalisasi atau kemampuan transfer
menjelaskan tingkat generalisasi dapat dibuat dari teori. Makin lebar teori dapat
diaplikasikan, makin mampu generalisasi. Parsimoni merujuk pada bagaimana sederhana
dan singkatnya teori dapat dinyataan sementara akan menjadi lengkap dalam menjelaskan
fenomena dalam pertanyaan.

Mengkaji suatu hubungan statement untuk tipe, tanda dan kesimetrisan adalah untuk
menentukan fungsinya dalam teori (Walker & Avant, 2011). Tipe hubungan statemen
terdiri atas: causal, probabilitistck, concurrent, conditional, dan time ordered. Statemen
causal, konsep pertama menjadi penyebab konsep lainnya. Statement dikatakan
probablistic jika kejadian terjadi beberapa kali atau pada hampir semua waktu tetapi tidak
pada semua waktu. Ketika suatu statement menyatakan bahwa jika A terjadi, kejadian B
juga terjadi adalah concurrent. Hubungan dua konsep akan terjadi jika ada konsep ketika,
disebut conditional statement. Time ordered statement menunjukan bahwa jumlah waktu
mengintervensi diantara konsep pertama dan kedua. Tanda secara umum terdiri dari tiga
kategori: positif, negative, dan tidak diketahui. Jika konsep menunjukan arah yang sama
(negative atau positif), dikategorikan hubungan positif; jika satu konsep meningkat
sementara konsep lainnya menurun, maka hubugan negative. Asymetic statement adalah
hubungan dari hanya satu konsep pada konsep berikutnya tetapi tidak pernah resiprokal,
sementara symmetric statement menunjukan adanya reciprocal hubungan antara dua
konsep. Dalam menggambarkan spesifikasi hubungan, selanjutnya akan menggunakan
15
singkatan KolIpTer sebagai konsep kolaborasi interprofesi terintegrasi, KiPer sebagai
konsep kinerja perawat, dan KeLi sebagai konsep kepuasan klien.

Hubungan Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi Mempengaruhi Kinerja Perawat.


Penelusuran hasil penelitian mengidentifikasi pengaruh kolaborasi dengan beberapa
indicator yang mengindikasikan kinerja perawat dalam berbagai bentuk. Kolaborasi
interprofesi berpengaruh positif pada kualitas layanan kesehatan p< 0.001 (Piers,
Versluys, Devoghel, & Vyt, Noortgate. 2018), kepuasan kerja p< 0.001 (Zhang, Huang,
Liu, Yan, & Ri, 2016), berpengaruh negative pada keinginan pindah kerja p< 0.001
(Piers, Versluys, Devoghel, Vyt, Noortgate, 2018; Zhang, Huang, Liu, Yan, & Ri, 2016),
dan konflik terkait pekerjaan p= .000 (Akpablo, John, Akpan, Akpablo & Uyanah, 2016).
Pengaruh konsep kolaborasi interprofesi terhadap indicator kinerja perawat, menunjukan
hasil yang stabil, sehingga dapat diputuskan bahwa spesifikasi hubungan konsep dalam
statemen kolaborasi interprofesi mempengaruhi kinerja perawat adalah jenis causal, arah
positif, dan aSimetris (satu arah). Spesifikasi statemen dapat digambarkan sebagai
berikut.

+
If KolIpTer then, always KiPer

Hubungan Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi Meempengaruhi Kepuasan Klien.


Kolaborasi interprofesi mempengaruhi secara positif terhadap kepuasan klien (Atkinson,
2018; Martin-Rodriguez, D'Amour, & Leduc, 2008 dengan p = 0.001; Matthys, Remmen,
& Van Bogaert, 2017); manajemen nyeri dengan p = 0.047 (Martin-Rodriguez,
D'Amour, Leduc, 2008), dan mempengaruhi secara negative terhadap tingkat kunjungan
berulang (sebanyak 15% pada bulan ketiga dan 20.63% pada bulan keenam) (Atkinson,
2018), ketidak pastian pasien (Martin-Rodriguez, D'Amour, & Leduc, 2008), nilai
tekanan darah, rawat inap, dan berbagai patologi lainnya (Matthys, Remmen, & Van
Bogaert, 2017). Penelitian lain menunjukan tidak ada hubungan antara kolaborasi
interprofesi dengan kepuasan pasien dengan p = 0.964 (Fisher, Weyant, Sterrett,
Ambrose, & Apfel, 2017) atau menunjukan hasil negatif pada skrining kolorektal dan
kualitas hidup terkait kesehatan ketika dokter dan perawat berkolaborasi (Matthys,
Remmen, & Van Bogaert, 2017). Ketidaksabilan pengaruh kolaborasi terhadap kepuasan
klien menetapkan spesifikasi hubungan konsep dalam statement kolaborasi interprofesi

16
terintegrasi dengan kepuasan klien adalah tipe probability, arah positif, dan aSimetris
(satu arah). Spesifikasi hubungan disajikan sebagai berikut:

+
If KolIpTer, then probably KeLi

Hubungan Kinerja Perawat Mempengaruhi Kepuasan Klien.


Hasil penelitian menunjukan kinerja perawat yang baik meningkatkan kepuasan pasien
dengan p = 0.038 (Khamida & Mastiah, 2015); p 0.000 (Prayogi, 2018); dan p< 0.05
Hafid (2014). Kepuasan pasien secara tidak langsung didapatkan ketika performa layanan
atau kualitas asuhan keperawatan yang baik (Chaves, Santos, 2016; Shinde, Kapurkar,
2014; Alasad, Tabar, AbuRuz, 2015). Kestabilan hasil pengaruh kinerja perawat terhadap
kepuasan klien, memberikan keyakinan bahwa hubungan konsep dalam statemen kinerja
perawat mempengaruhi kepuasan klien adalah tipe causal, arah positif, dan aSimetris
(satu arah), dengan gambaran diagram sebagai berikut:

+
If KiPer then always KeLi

Hubungan Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi Mempengaruhi Kinerja Perawat


dan Kepuasan Klien
Memperhatikan tipe, arah, dan kesimetrisan ketiga statement tersebut, hubungan ketiga
konsep dalam statemen kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat
dan kepuasan klien menjadi kondisional, arah positif, dan aSimetris. Kolaborasi
interprofesi terintegrasi dapat mempengaruhi kepuasan klien, apabila kinerja perawat
berubah. Hal ini bisa diartikan bila kolaborasi interprofesi terintegrasi adekuat, kepuasan
klien juga meningkat apabila di dalam proses kolaborasi interprofesi terintegrasi kinerja
perawat juga meningkat. Kinerja perawat merupakan salah satu komponen dari kualitas
pelayanan sebagai tolok ukur utama dari penilaian kepuasan. Kolaborasi interprofesi
terintegrasi berpengaruh terhadap kepuasan klien secara langsung, namun tidak secara
langsung dapat dikaitkan dengan kinerja perawat dalam meningkatkan kepuasan pasien.
Diagram spesifikasi hubungan dari ketiga konsep tersebut adalah:

+
If KolIpTer, then KeLi, but in presence KiPer

2.6 Menentukan Kemampuan Uji Teori

17
Walker dan Avant (2011) menyatakan kemampuan uji harus dilakukan dengan apakah
teori dapat didukung oleh data empiris. Teori menjadi valid harus mampu diuji paling
tidak dalam prinsip, yang menunjukan hipotesis dapat dihasilkan dari teori, hasil riset dan
teri didukung oleh evidens atau dimodifikasi karena evidens. Teori yang memiliki evidens
empiris yang kuat menunjukan teori yang baik.

Origin (keaslian), reasonableness (kelayakan), dan adequacy (keadekuatan) adalah


kriteria untuk menguji logika hubungan (Walker & Avant, 2011). Origin diuji dengan
apakah statement dibangun secara deduktif (dari hukum umum) atau induktif (dari
ketersediaan data). Jika statemen origin secara deduktif, logika statement kuat karena
validitas simpulan dalam argument deduktif tidak dapat disalahkan. Jika statemen
induktif, logika statement tidak dapat dinilai kecuali oleh sejumlah dukungan uji empiric
dan perbandingan dengan pengetahuan yang ada. Logika dapat ditentukan dengan
hubungan antar konsep, jika hubungan tidak dapat diklasifikasikan dengan tipe, tanda,
atau simetri, logika tidak cukup kuat. Reasonableness diuji menggunakan perbandingan
dengan pengetahuan yang ada. Adequacy: menggambarkan diagram sederhana untuk
membangun matrik atau model. Secara garis besar, menguji logika statement akan
merujuk pada hasil spesifikasi hubungan.

Hasil uji penelitian kuantitatif menguatkan spesifikasi hubungan konsep kolaborasi


interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat tipe causal, arah positif, dan
aSimetris. Spesifikasi hubungan diperkuat dengan hasil systematic review Petri (2010),
dimana kolaborasi interprofesi digambarkan menggunakan istilah problem-focused
process, saling berbagi, dan bekerja sama. Elemen kolaborasi interprofesi yang
mensukseskan proses penyelesaian masalah diantaranya: interprofessional education, role
awareness, interpersonal relationship skills, deliberate action, dan support. Konsep
konsekuensi dari kolaborasi interprofesi membawa manfaat pada pasien, organisasi, dan
penyedia layanan kesehatan. Hasil penelitian kualitatif Rahaminta dan Sulisno (2012)
menunjukan elemen untuk mencapai kolaborasi efektif antara perawat dan dokter
meliputi kerjasama, asertiv, tanggung jawab, komunikasi, otonomi, koordinasi, saling
menghormati dan percaya serta menentukan tujuan kolaborasi. Memperhatikan
spesifikasi hubungan dan perbandingan dengan hasil systematic review, dapat
disimpulkan bahwa keaslian, kelayakan dan keadekuatan logika statemen cukup kuat.

18
Spesifikasi hubungan konsep kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kepuasan
klien diperkuat dengan penelitian kuantitatif tipe probability, arah positif, dan aSimetris
(hubungan satu arah). Systematic review oleh Matthys, Remmen, dan Van Bogaert,
(2017) mendukung kolaborasi antara dokter dan perawat memiliki dampak positif
terhadap patient outcome tekanan darah, kepuasan pasien, rawat inap dan berbagai
patologi. Memperhatikan spesifikasi hubungan dan perbandingan dengan hasil systematic
review, dapat disimpulkan bahwa keaslian, kelayakan dan keadekuatan logika hubungan
statemen cukup kuat.

Tipe causal, arah positif, dan aSimetris (satu arah) ditunjukan sebagai hasil uji spesifikasi
hubungan konsep kinerja perawat mempengaruhi kepuasan klien. Systematic review oleh
Dubois, D'Armour, Porney, Girard, Brault, (2013) mendukung hubungan konsep kinerja
perawat dan kepuasan klien bahwa Nursing Care Performance Framework (NCPF)
mengkonseptualisasi performa pelayanan keperawatan dengan 3 fungsi utama: 1)
mencari, mendapatkan, dan mempertahankan sumber daya keperawatan, 2)
mentransformasi sumber daya keperawatan menjadi pelayanan keperawatan, dan 3)
memberikan perubahan terhadap kondisi pasien. Systematic review oleh Batbaatar,
Luvsannyam, Savino, Amenta, (2017) menunjukan determinan kepuasan pasien
bersumber dari pemberi layanan kesehatan dan karakteristik pasien. Memperhatikan
spesifikasi hubungan dan perbandingan dengan hasil systematic review, dapat
disimpulkan bahwa keaslian, kelayakan dan keadekuatan logika statemen cukup kuat.

Berdasarkan hasil pengujian spesifikasi hubungan konsep dalam statemen kolaborasi


interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat dan kepuasan klien, dapat
disimpukan bahwa keaslian, kelayakan, dan keadekuatan logika statemen cukup kuat
karena didukung hasil penelitian deduktif juga diperkuat hasil penelitian induktif.
Keaslian akan ditunjukan dengan kolaborasi perawat, dokter, dan penanggungjawab PTM
pengaruhnya pada kinerja perawat dalam pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawan
individu dan keluarga dengan hipertensi dalam konteks implementasi Program Indonesia
Sehat. Aktor kolaborasi pada penelitian terdahulu pada umumnya dokter, perawat
farmasis dan nutritionis, sementara penelitian ini mencoba melingkup perawat, dokter,
dan penanggungjawab PTM (dokter atau bidan). Kinerja dalam penelitian terdahulu
mengukur indicator kinerja, terdiri atas kualitas layanan kesehatan (Piers, Versluys,
Devoghel, & Vyt, Noortgate. 2018), kepuasan kerja (Zhang, Huang, Liu, Yan, & Ri,
19
2016), keinginan pindah kerja p< 0.001 (Piers, Versluys, Devoghel, Vyt, Noortgate,
2018; Zhang, Huang, Liu, Yan, & Ri, 2016), dan konflik terkait pekerjaan (Akpablo,
John, Akpan, Akpablo & Uyanah, 2016); sementara penelitian ini mencoba mengukur
kenerja perawat dalam konteks pelaksanaan tugas melakukan pelayanan dan asuhan
keperawatan individu dan keluarga dengan hipertensi. Kelayakan difasilitasi dengan
ketersediaan kebijakan perkesmas terintegrasi dengan program puskesmas dan
pendekatan keluarga pada penyelenggaraan Program Indonesia Sehat merupakan
perluasan penyelenggaraan perkesmas. Keadekuatan logika statemen dijamin dengan
spesifikasi hubungan yang jelas. Tipe causal pada spesifikasi hubungan konsep dalam
statemen kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat dan konsep
kinerja perawat mempengaruhi kepuasan klien. Tipe probability pada spesifikasi
hubungan konsep dalam statemen kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi
kepuasan klien. Tipe conditional pada spesifikasi hubungan konsep dalam statemen
kolaborasi interprofesi terintegrasi mempengaruhi kinerja perawat dan keluasan klien.
Arah hubungan positif dan aSimetris diidentifikasi pada keempat jenis spesifikasi
hubungan statemen. Keadekuatan kolaborasi interprofesional terintegrasi mempengaruhi
kinerja perawat dan kepuasan klien cukup kuat menggambarkan matrik atau model,
sesuai pada skema 3.

+
KolIpTer KiPer

+ KeLi +

Skema 3. Adequacy hubungan diantara konsep dalam statement


2.7 Menentukan kemampuan uji
Walker dan Avant (2011) menekankan kemampuan uj harus dilakukan dengan apakah
teori didukung oleh data empiris. Jika teori tidak dapat menciptakan hipotesis yang dapat
dikenai penelitian empiris, teori tidak mampu diuji. Kemampuan uji teori harus
memenuhi syarat paling tidak dalam prinsip, artinya hipotesis dapat dimunculkan dari
teori, hasil riset, dan teori didukung oleh evidens atau dimodifikasi. .

Menentukan apakah ada atau tidak pengukuran operasional yang dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang akan mendukung atau menolak statemen yang dianalisis (Walker
& Avan, 2011). Pada dasarnya, statemen dapat diuji secara empiris jika instrumen

20
tersedia untuk mengukur konsep. Statemen berguna di dalam bangunan teori jika secara
empiris mampu diuji. Kriteria kemampuan uji ditemukan jika statemen secara prinsip
mampu diuji atau secara actual mampu diuji. Tabel 3 menguraikan hasil identifikasi
intrumen yang relevan mengukur konsep kolaborasi interprofesi, kinerja perawat, dan
kepuasan klien.
Tabel 3 Ketersediaan Instrument Relevan Mengukur Konsep Kolaborasi
Interpersonal, Kinerja Perawat, dan Kepuasan Klien
KoLipTer KiPer KeLi
Assessment of European Union (2018). Tools Questionnaire of Patient
Interprofessional Team and Methodologies for Satisfaction (QPS)
Collaboration Scale (AITCS): Assessing the Performance of dikembangkan oleh Institute of
mengukur bagaimana IPC Primary Care Public Health Republik
bekerja dalam dimensi Serbia; mengkaji elemen
partnership/share decision tingkat kepuasan pada
making, cooperation, dan pelayanan kesehatan primer
coordination (cronbach alpha yang terdiri dari komponen
0.98 oleh Orchard, King, demografi dan pertanyaan
Khalili, & Bezzina, 2012) terkait kepuasan pasien
(Vukovic, Gvozdenovic,
Gajic, Gajic, Jakovljevic,
McCormick, 2012).

Berdasarkan ketersediaan instrumen untuk menguji konsep kolaborasi interprofesi,


kinerja perawat, dan kepuasan klien, dapat disimpulan bahwa statement actually testable
(secara actual mampu diuji). Ketiga instrument tersebut akan dimodifikasi dengan
konteks pengelolaan perkesmas dalam PISPK dan mengukur Indicator Individu Sehat
(IIS) dan Indikator Keluarga Sehat (IKS) hipertensi.

21
Bab 3
Simpulan

Kebijakan pelayanan perkesmas terintegrasi dengan program puskesmas memicu untuk


dibuktikan melalui penelitian. Perawat memiliki potensi mampu menjadi subtitusi peran
tenaga medis dengan kualitas hasil layanan yang sama, memiliki sikap positif terhadap
kolaborasi, mampu membuktikan bahwa pelayanan yang dikoordinasi oleh perawat
memberikan kontribusi positif pada kualitas hasil layanan.

Hasil literature review menunjukan kolaborasi interprofesi terhadap kinerja perawat dan
kepuasan klien, perlu diperkuat dengan integrasi kolaborasi bukan hanya perpindahan
tugas. Spesifikasi hubungan konsep dalam statemen tipe causal dan probability, menjadi
conditional ketika ketiga konsep tersebut dihubungkan, dimana kinerja perawat menjadi
predictor kepuasan klien. Arah hubungan positif dan aSimetris pada semua statement.

Kekuatan logika hubungan cukup kuat pada semua statement. Statemen kolaborasi
interprofesi dan kepuasan klien diasumsikan dipengaruhi oleh kualitas kinerja perawat.
Diperlukan desain konsep kolaborasi interprofesional terintegrasi yang mampu aplikasi
dalam konteks layanan perkesmas terintegrasi PISPK. Ketersediaan instrumen
pengukuran konsep kolaborasi, kinerja perawat, dan kepuasan klien perlu dimodifikasi
sesuai konteks layanan perkesmas terintegrasi program Puskesmas.

22
Daftar Pustaka

Akpablo, I.I., John, M.E., Akpan, M.I., Akpablo, F.F., Uyanah, D.A. (2016). Work-related
conflict and nurses’ role performance in a tertiary hospital in South-south Nigeria.
Journal of Nursing Education and Practice, 6(2): 106-114.
http://dx.doi.org/10.5430/jnep.v6n2p106
Alasad, J., Tabar, N.A., AbuRuz, M.E. (2015). Patient satisfaction with nursing care:
Measuring outcomes in an international setting. the Journal of Nursing Administration,
45(11): 563-568. DOI: 10.1097/NNA.0000000000000264
Allender, Judith A., Rector, Cherie., Warner, Kristine D. (2014). Community Health Nursing:
Promoting & Protecting the Public’s Health. 8th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins
Amperaningsih & Agustanti. (2013). Kinerja Perawat dalam Pelaksanaan Perkesmas. Jurnal
Kesehatan 4(1): 204-213
Atkinson, C.F. (2018). An Analysis of Interprofessional Rounds Effect on Readmission Rates
and Patient Satisfaction. Doctorate of Nursing Practice, James Madison University.
(Dissertasion). Diakses melalui: https://remote-lib.ui.ac.id:2155/ad0a6fdc-915e-49d2-
bfba-9677b550e51a
Batbaatar, E., Luvsannyam, A., Savino, M.M., Amenta, P. (2017). Determinants of patient
satisfaction: a systematic review. Perspectives in Public Health, 137(2): 89-101. DOI:
10.1177/1757913916634136
Bintabara, D., Ntwenya, J., Maro, I. I., Kibusi, S., Gunda, D. W., & Mpondo, B. C. T. (2018).
Client satisfaction with family planning services in the area of high unmet need:
evidence from Tanzania Service Provision Assessment Survey, 2014-
2015. Reproductive Health, 15(1), N.PAG. https://doi.org/10.1186/s12978-018-0566-8
Chaves, C., Santos, M. (2016). Patient satisfaction in relation to nursing care at home.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 217: 1124-1132. doi:
10.1016/j.sbspro.2016.02.127
Clark, K.M. (2018). Interprofessional education and collaborative practice: Are we there yet?.
J Lung Health Dis, 2(4):1-5 Diakses melalui:
http://www.lungdiseasesjournal.com/articles/interprofessional-education-and-collaborative-
practice-are-we-there-yet.html
Dirjen Kesmas. (2017). Pendekatan Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2018. Diakses
melalui http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_60248a365b4ce1e/files/
PERENC-KESMAS-2018-FINAL-Dirjen-Kesmas_906.pdf
Dubois, C.A. & Singh, D. (2009). From staff- mix to skill-mix and beyond: towards a
systemic approach to health workforce management. Journal of Human Resources for
Health, 7 (87), 1-19. Diakses melalui: https://human-resources-
health.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/1478-4491-7-87
Dubois, C-A., D'Armour, D., Porney, M-P., Girard, F., Brault, I. (2013). Conceptualizing
performance of nursing care as a prerequisite for better measurement: a systematic and
interpretive review. BMC Nursing, 12(7):1-20. Diakses melalui:
http://www.biomedcentral.com/1472-6955/12/7
Freshman, B., Rubino, L., & Chassiakos, Y.R. (2010). Collaboration across the diciplines in
health care. USA: Jones and Bartlett Publisher
Fisher, M., Weyant, D., Sterrett, S., Ambrose, H., Apfel, A. (2017). Perceptions of
interprofessional collaborative practice and patient/family satisfaction. Journal of
Interprofessional Education & Practice 8: 95-102.
http://dx.doi.org/10.1016/j.xjep.2017.07.004

23
Green, B.N., Johnson, C.D. (2015). Interprofessional collaboration in research, education,
and clinical practice: Working together for a better future. J Chiropr Educ, 29 (1): 1-14
DOI 10.7899/JCE-14-36
Hafid, M.A. (2014). Hubungan kinerja perawat terhadap tingkat kepuasan pasien pengguna
yankestis dalam pelayanan keperawatan di RSUD Syech Yusuf Kab.Gowa. Jurnal
Kesehatan, 7(2): 368-375. diakses melalui:
https://media.neliti.com/media/publications/137588-ID-hubungan-kinerja-perawat-
terhadap-tingka.pdf
Handayani, S. (2016). The level of patien satisfaction with health services in Baturetno
health center. Sri Handayani. Profesi, 14 (September), 42—48.
Janet, H.Y.Ng & Bronya, H.K.Luk (2018). Patien satisfaction: Consep analysis in health care
context. Patient Education and Conseling. https://remote-lib.ui.ac.id: PEC
6127/ScientDirect…
Kaini, B.K. (2017). Interprofessional team collaboration in health care. Global Journal of
Medical Research: K Interdisciplinary, 17(2): 1-8. Greenwich: Global Journal, Inc
Kemenkes. (2016). Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/resources/download/lain/Buku%20Program%20Indonesia
%20Sehat%20dengan%20Pendekatan%20Keluarga.pdf
KMK R.I. No. HK.02.02/MENKES/52/2015.
http://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/09/KMK-279-2006-
PERKESMAS.pdf
Khamida & Mastiah. (2015). Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Berpengaruh Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2):
154-161. Diakses melalui: http://repository.unusa.ac.id/2237/4/KINERJA
%20PERAWAT%20DALAM%20MEMBERIKAN%20ASUHAN
%20KEPERAWATAN%20BERPENGARUH%20TERHADAP%20KEPUASAN
%20PASIEN%20RAWAT%20INAP.pdf
Maimun, N., Yelina, A. (2016). Kinerja keperawtaan di Rumah Sakit Bhayangkara
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(2): 65-68
Manurung, E.I, Haroen, H,, Setiawan (2012). Gambaran kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan di puskesmas Pasundan Kota Bandung. Student e-Journal, v.1, n.1, p.37.
Diakses dari <http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/861/907>. Tanggal Akses:
24 mar. 2019
Martin-Rodriguez, L.S., D'Amour, D., Leduc, N. (2008). Outcomes of interprofessional
collaboration for hospitalized cancer patients. Cancer Nursing, 31(2): 18-28. Diakses
melalui: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?
doi=10.1.1.514.6710&rep=rep1&type=pdf
Matthys, E., Remmen, R. & Van Bogaert, P. (2017). An Overview of systematic reviews on
the collaboration between physicians dan nurses and the impact on patien outcomes:
What can we learn in primary care? BMC Family Practice, 18, 110. DOI
10.1186/s12875-017-0698-x
Petri, L. (2010). Concept analysis of interdisciplinary collaboration. Nursing Forum, 45(2).
Diakses melalui: https://remote-lib.ui.ac.id:2155/2c90d075-6393-4518-90d1-
d19c565bd005
Piers, R.D., Versluys, K., Devoghel, J., Vyt, A., Noortgate, N.V.D. (2018). Interprofessional
teamwork, quality of care and turnover intention in geriatric care: A cross-sectional
study in 55 acute geriatric units. International Journal of Nursing Studies 91:94–100.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2018.11.011
Prayogi, A.S. (2018). Hubungan Kinerja Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit TK. III 04.06.03 DR. Soetarto Yogyakarta.Jurnal Ilmiah

24
Keperawatan Indonesia, 1(2): 9-28. Diakses melalui:
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/view/79/485
Risnah, Hadju, V., Maria, I.L., Nontji, W. (2018). Interprofessional collaboration practices:
Case study of the handling of malnutrition in three public health centers in South
Sulawesi. Pakistan Journal of Nutrition, 17 (8), pp. 379-385. DOI:
10.3923/pjn.2018.379.385
Rudianti, Y., Handiyani, H., Sabri, L. (2013). Peningkatan kinerja perawat pelaksana melalui
komunikasi organisasi di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia,
16(1): 25-32 eISSN: 2354-9203
Sea, B.J., et al (2007). Developmental of AMSTAR: A measurement tool to assess the
methodological quality of systematic review. BMC Medical Resources Methodology, 7:
10
Shinde, M., Kapurkar, K. (2014). Patient's satisfaction with nursing care provided in selected
areas of tertiary care hospital 1. International Journal of Science and Research,3(2):
150-161. ISSN (Online): 2319‐7064 Diakses melalui:
https://www.researchgate.net/publication/266020683
Spesialized nursing practice for chronic disease management in the primary care setting: an
evidence based analysis. Ont Health Technol Assess Ser. 2013; 13 (10); 1--66
S. P., U. R., Kundapur, R., Rashmi, A., & Acharya, H. (2017). Client Satisfaction among the
clients attending tertiary care centers in Mangalore, South India. Nitte University
Journal of Health Science, 7(3), 3–6. Retrieved from
http://search.ebscohost.com/login.aspx?
direct=true&db=a9h&AN=126447008&site=ehost-live
Tafwidhah, Nurachmah, & Hariyati .(2012). Kompetensi Perawat Puskesmas dan Tingkat
Keterlaksanaan Kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat (PERKESMAS). Jurnal
Keperawatan Indonesia 15(1): 21-28
Vegesna, A., Coschignano, C., Hegarty, S. E., Karagiannis, T., Polenzani, L., Messina, E.,
Maio, V. (2016). Attitudes towards physician-nurse collaboration in a primary care
team-based setting: Survey-based research conducted in the chronic care units of the
Tuscany region of Italy. Journal Of Interprofessional Care, 30(1), 65–70. https://remote
lib.ui.ac.id:2067/10.3109/13561820.2015.1081878
Vukovic, M., Gvozdenovic, B.S., Gajic, T., Gajic, B.S., Jakovljevic, M., McCormick, B.P.
(2012). Validation of a patient satisfaction questionnaire in primary health care. Public
Health, 126: 710-718 doi:10.1016/j.puhe.2012.03.008
Walker, L.O. & Avant, K.C. (2011). Strategies for theory construction in nursing. Fith.ed.
USA; Pearson Education
World Health Organization (2010). Framework for action on interprofessional education and
collaborative practice. Diakses melalui:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/70185/1/WHO_HRH_HPN_10.3_eng.pdf
Worku, M. & Loha, E. (2017). Assessment of client satisfaction on emergency department
services in Hawassa University Referral Hospital, Hawassa, Southern Ethiopia. BMC
Emergency Medicine (2017) 17:21 DOI 10.1186/s12873-017-0132-7. http://remote-
lib.ui.ac.id:2273/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=29&sid=d6a0d660-f29b-4aa8-80a7-
cb10fb14fc78%40sessionmgr101.diakses tanggal 16 Februari 2019
Yuliana, D., Suryani. (2017). Hubungan Kinerja Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping. Diakses melalui:
http://digilib.unisayogya.ac.id/2520/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20DEWI.pdf
Zhang, L., Huang, L., Liu, M., Yan, H., Li, X.(2016). Nurse–physician collaboration impacts
job satisfaction and turnover among nurses: A hospital-based cross-sectional study in
Beijing. International Journal of Nursing Practice, 22: 284–290 doi:10.1111/ijn.12424

25
Zhang, L., Huang, L., Liu, M., Yan, H., & Li, X. (2016). Nurse-physician collaboration
impacts job satisfaction and turnover among nurses: A hospital-based cross-sectional
study in Beijing. International Journal of Nursing Practice, 22(3), 284–290.
https://remote-lib.ui.ac.id:2067/10.1111/ijn.12424
Zheng, R.M., Sim, Y.F. & Koh, G.C.H. (2016). Attitudes towards interprofessional
collaboration among primary care physicians and nurses in Singapore. Journal Of
Interprofessional Care, 30(4), 505–511. https://remote-
lib.ui.ac.id:2067/10.3109/13561820.2016.1160039

Menguji makna teori


1. Identifikasi konsep teori Humanbecoming

Konsep Mayor Definisi Jenis Jenis Penggunaan


Konsep Konsep Definisi Konsep
Konsep

Catatan Prof Yani:


 Membuat model yang akan dibukikan dalam desertasi: baca BRP
 Judul makalah: bukan judul desertasi, tetapi judul teori
 Bukan analisis teori, tetapi pengembangan teori. Setelah membuat teori, dicoba dianalisis
berdasarkan 6 tahapan
 Penulisan: tujuan, daftar isi, pendekatan pengembangan teori.
 Alur: konsep yang akan digunakan, diikuti dengan teori mana yang mendukung konsep
tersebut. Eklektif: ambil konsep tertentu dari teori.
 Berfikir system: sebaiknya digunakan. Feedback bisa ke input atau proses.
 Output hasil akhir langsung, outcome adalah hasil akhir tidak langsung yang diakibatkan oleh
output
 Dipayuni oleh satu teori

26

Anda mungkin juga menyukai