Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
IPE adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih
profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan dan
pelakasanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana
maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang
profesional (Lorente, 2006). IPE adalah metode pembelajaran yang interaktif,
berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar
berkolaborasi untuk mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga untuk
menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan
hubungan antar organisasi sebagai proses profesionalisasi (Pittilo,1998).
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tim kesehatan dan masing-masing tenaga kesehatan mengerti peran masing-
masing tenaga kesehatan merupakan tolak ukur dalam efektifitas educational
interventions. (Putriana, 2020)
Efektivitas IPE dalam menciptakan tenaga kesehatan yang professional,
mampu bekerjasama dan berkolaborasi dengan profesi kesehatan yang lain,
menghargai dan memahami profesi kesehatan lain, telah dibuktikan dari
banyaknya penelitian terkait. Dalam pelayanan maternitas, kemampuan kolaborasi
dan bekerjasama antara bidan dan dokter spesialis kandungan sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan pelayanan yang berkualitas sehingga menghasilkan outcome
yang bagus bagi ibu dan bayi. Untuk itu, penerapan IPE dalam pendidikan
kesehatan di Indonesia sangat direkomendasikan dalam rangka mewujudkan
palayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan maternitas yang lebih
berkualitas.(sulistyowati, 2019)
Kolaborasi interprofesi dibutuhkan untuk mengoptimalkan asuhan
kesehatan. Pendidikan interprofesi atau Inter Professional Education (IPE) adalah
salah satu strategi untuk mempersiapkan ketrampilan berkolaborasi sejak dalam
pendidikan. Salah satu penerapan IPE di tataran klinik adalah melalui mentoring
kolaborasi oleh instruktur klinik (CI). (Praynadari, dkk., 2016)
Interprofessional Collaboration(IPC) adalah proses dalam
mengembangkan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar,
praktisi, pasien/ klien/ keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan
pelayanan kesehatan (D'Amour, 2005).
Interprofessionalaborative care (IPC) didefinisikan sebagai bekerja di
dalam dan di seluruh disiplin perawatan kesehatan dan dianggap penting untuk
mencapai perawatan yang lebih inklusif dan berorientasi pasien, menyediakan
sarana untuk mendukung keselamatan pasien dan mengatasi kekurangan penyedia
layanan kesehatan global. (Davis, dkk., 2018)
Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative
Practice, WHO (2010) menjelaskan IPE berpotensi menghasilkan berbagai
manfaat dalam beberapa aspek yaitu kerjasama tim meliputi mampu untuk
menjadi pemimpin tim dan anggota tim, mengetahui hambatan untuk kerja sama
tim; peran dan tanggung jawab meliputi pemahaman peran sendiri, tanggung
4
jawab dan keahlian, dan orang-orang dari jenis petugas kesehatan lain;
komunikasi meliputi pengekspresikan pendapat seseorang kompeten untuk rekan,
mendengarkan anggota tim; belajar dan refleksi kritis meliputi cermin kritis pada
hubungan sendiri dalam tim, mentransfer IPE untuk pengaturan kerja; hubungan
dengan pasien, dan mengakui kebutuhan pasien meliputi bekerja sama dalam
kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan pasien, keluarga mereka, penjaga
dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen perawatan; praktek etis meliputi
pemahaman pandangan stereotip dari petugas kesehatan lain yang dimiliki oleh
diri dan orang lain, mengakui bahwa setiap tenaga kesehatan memiliki pandangan
yang sama-sama sah dan penting (WHO, 2010).
Meskipun tidak ada bukti kuat yang mendukung keefektifan
Interprofessional Collaboration (IPC) dalam meningkatkan praktik profesional
dan hasil perawatan kesehatan, investasi sumber daya untuk mengembangkan
program interprofesional education (IPE) yang menghasilkan kondisi untuk
realisasinya adalah signifikan. Literatur internasional mengidentifikasi IPE
sebagai hal penting dalam mempersiapkan siswa keperawatan dan profesi
kesehatan lainnya untuk peran mereka sebagai penyedia layanan kesehatan. Pada
saat yang sama, kerjasama interdisipliner dan kerja tim yang baik adalah
komponen penting dari pengaturan klinis, dan ketika mereka kurang maka
konsekuensinya dapat mencakup hasil negatif pasien, tingkat kepuasan kerja
profesional yang rendah, dan sumber daya yang terbuang (Bianchi,2018).
Meskipun ada bukti yang terbatas dan lemah yang mendukung efektivitas
IPE, masalah-masalah ini kemungkinan mencerminkan heterogenitas studi yang
dilakukan pada program IPE, yang sangat berbeda dan tidak selalu solid dari
perspektif konstruksi pedagogis. Memikirkan pendekatan IPE sebagai paradigma
baru dalam pendidikan keperawatan mengarah pada risiko bertahan dalam
pelatihan para profesi yang berbeda (Bianchi,2018).
5
sangat penting bagi kualitas proses perawatan (Utami,dkk,2016)
6
perawat adalah interaksi antara dokter dan perawat yang bekerjasama sebagai
mitra dan setara sebagai suatu tim dengan saling mengakui kompetensi dan
kontribusi masing-masing, saling menghormati dan menghargai, saling menaruh
kepercayaan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan. (Utami,dkk,2016)
7
dukungan administratif, sumber daya, dan pendanaan, dengan kolaborasi semua
profesional yang terlibat (Bianchi,2018).
Telah dikemukakan bahwa pendekatan interprofesional harus
mengkarakterisasi baik praktik maupun pelatihan dan pascasarjana. Posisi ini
telah membantu memperkuat komitmen lembaga-lembaga akademik yang selama
bertahun-tahun telah bereksperimen dengan model IPE untuk berbagai profesi
perawatan kesehatan dengan menyediakan modul umum yang mengintegrasikan
pengetahuan khusus (Bianchi,2018).
Ada lima masalah dasar terkait keselamatan orang di rumah sakit, yaitu (1)
keselamatan pasien; (2) keselamatan pekerja atau pekerja kesehatan, keamanan
bangunan, peralatan rumah sakit; (3) merawat orang; (4) keselamatan orang,
pekerja, staf rumah sakit; (5) keselamatan lingkungan (produktivitas hijau)
(WHO, 2010). Aktivitas rumah sakit lancar, jika rumah sakit menampung pasien
(selanjutnya disebut orang), keselamatan orang adalah prioritas untuk dilakukan
terus menerus, dipantau dan dilaporkan melalui masalah kualitas rumah sakit
standar dan citra rumah sakit yang memprioritaskan keselamatan orang.(Putriana,
2020)
Banyak faktor kompleks mempengaruhi pelaksanaan perawatan bagi
orang-orang di rumah sakit. Faktor-faktor ini termasuk kehadiran berbagai
persediaan farmasi seperti obat-obatan dengan ribuan jenis, peralatan medis yang
sangat beragam, peralatan kesehatan yang teknologinya berubah dengan cepat,
(Notosoegondo, 2019)
Faktor penghambat yang sering terjadi pada riset IPE/IPC adalah Ego
profesi, perbedaan budaya profesi, penjadwalan, sumberdaya pengajar, dan
persepsi tentang IPE Faktor pendukung dari riset IPE/IPC adalah dukungan dari
institusi, kepemimpinan, dan lingkungan Pendidikan yang kondusif (Sulistyowati,
2019)
Faktanya, data pada laporan Kejadian Tak Terduga dan Hampir Hilang
(KNC) masih jarang tetapi laporan keluhan malapraktik meningkat. Mengingat
keselamatan orang-orang telah menjadi tuntutan masyarakat, program
keselamatan orang-orang perlu diimplementasikan. Oleh karena itu, perlu untuk
melaksanakan program keselamatan komprehensif yang mencakup sumber daya
8
manusia yang memiliki kompetensi berdasarkan keselamatan orang tersebut
sebagai penyelenggara yang terkait dengan pelaksanaan perawatan untuk
keselamatan orang dengan mewujudkan budaya yang mendukung keselamatan
orang tersebut.(Notosoegondo, 2019)
Beberapa organisasi orang yang berbasis keselamatan seperti Canadian
Patient Safety Institute (CPSI) dan tinjauan penelitian yang mendukung
implementasi program keselamatan seperti ulasan Cochrane (2008)
merekomendasikan bahwa prioritas adalah kunci untuk pendidikan, profesional
kolaboratif pelatihan untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi perawatan
untuk keselamatan orang, dan CPSI yang memiliki keberanian progresif untuk
mengubah sistem pendidikan kedokteran menjadi pendidikan dengan metode
kolaboratif untuk mencapai perawatan bagi orang-orang berdasarkan keselamatan
mereka. Dijelaskan bahwa pendidikan kolaboratif dan pelatihan para profesional
memberikan perawatan berbasis keselamatan. Misalnya, orang yang menderita
masalah gizi perlu berkolaborasi profesi gizi, orang dengan masalah fisiologis
membutuhkan terapis dan lainnya sesuai dengan kebutuhan orang yang
diperkenalkan dari tahap pengantar, tahap pemagangan, dan tahap independen
untuk memahami bahwa pengasuh adalah tim yang menyediakan perawatan
berdasarkan keselamatan para penyandang cacat, yang memiliki perilaku dapat
bekerja bersama dalam satu tim, saling menghormati, dan mampu berkomunikasi
secara efektif, berdasarkan pengetahuan mereka masing-masing dengan latar
belakang yang berbeda, dan dapat mengoordinasikan keputusan bersama dengan
orang tersebut dalam memberikan perhatian. .(Notosoegondo, 2019)
Ini sesuai dengan pernyataan Wagner, bahwa kolaborasi Interprofessional
melalui tahap pengantar, magang,independen dalam pendidikan, pelatihan di
bidang medis memberikan peserta dengan pengalaman untuk mencapai
kompetensi praktik kolaborasi yang efektif dalam cara interprofesional Ogrinc et
al menjelaskan bahwa peserta dalam Program Pendidikan Kesehatan Anak
Spesialis I mengambil peran strategis untuk meningkatkan sistem kesehatan yang
kompleks. Hambatan dalam kolaborasi interprofesi dapat menjadi penyebab
utama terjadinya medical error, nursing error atau kejadian tidak diharapkan
lainnya (Wijoyo, 2017)
9
BAB III
KESIMPULAN
- Faktor penghambat yang sering terjadi pada riset IPE/IPC adalah Ego
profesi, perbedaan budaya profesi, penjadwalan, sumberdaya pengajar,
dan persepsi tentang IPE
10
DAFTAR PUSTAKA
Bianchi, M. (2018). Effectiveness of Interprofessional Education and New
Prospects. Journal of Advanced Nursing.
Davis, JM,. Dkk. (2018). Pendidikan interprofesional dalam pendidikan gigi:
Perspektif internasional. Eur J Dent Educ 22(1). Halaman 10,15
11