Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGEMBANGAN TEORI
KETAHANAN KELUARGA (FAMILY RISILIENCE)
DALAM PENCEGAHAN STUNTING

Diajukan sebagai tugas mata kuliah


Pengembangan Teori Keperawatan
Pengampu: Prof. Achir Yani S. Hamid, D.N.Sc

Dwi Cahya Rahmadiyah


(NPM 1806281624)

PROGRAM DOKTOR ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
2020
2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gizi kurang pada balita dapat mempengaruhi pencapaian salah satu tujuan
pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goal’s/SDG’s) pada tahun
2030 adalah mengakhiri segala bentuk kekurangan gizi. Termasuk mencapai target
yang disepakati secara internasional pada stunting dan wasting pada anak di bawah
usia 5 tahun (WHO, 2015). Pada tahun 2013, 37.2% anak Indonesia di bawah usia 5
tahun, atau hampir 9 juta anak, terhambat, menurut Survei Kesehatan Nasional
30,8% anak-anak Balita di Indonesia mengalami stunting pada tahun 2018
(Riskesdas, 2018). Hal tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara
dengan prevalensi stunting yang tinggi menurut klasifikasi WHO. Prevalensi
stunting di Indonesia termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara di Asia
Tenggara. Anak-anak dengan ekonomi miskin Indonesia hampir dua kali menderita
stunting daripada teman sebaya mereka dengan satatus ekonomi yang lebih baik
(Roadmap SDG’s 2019).

Diperlukan pendekatan multi-sektoral untuk mempercepat pengurangan stunting di


Indonesia untuk memberikan intervensi gizi terintegrasi pada periode kritis selama
1.000 hari pertama kehidupan. Intervensi ini mencakup pemberian nutrisi yang
cukup untuk ibu hamil dan anak di bawah dua tahun, praktik pemberian ASI
eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, pemantauan
pertumbuhan, akses terhadap peningkatan sanitasi dan air minum, perkembangan
anak usia dini, dan promosi praktik pengasuhan anak yang baik (Roadmap SDG’s
2019). Meningkatkan diet dan gizi masyarakat berdasarkan konsumsi makanan
(pendekatan berbasis makanan); Meningkatkan efektivitas intervensi spesifik dan
memperluas intervensi sensitif menggunakan pendekatan terintegrasi; Memperkuat
advokasi, kampanye, sosial, dan perilaku mengubah komunikasi untuk peningkatan
gizi; dan Memperkuat sistem pengawasan gizi (Roadmap SDG’s 2019).
3

Penanganan stunting pada balita bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah


saja, namun hal yang terpenting adalah tanggungjawab keluarga. Peran kelurga
dalam mengatasi masalah stunting dapat dilakukan dengan praktik pemberian
makan yang tepat. Pemenuhan gizi balita berkaitan erat dengan struktur dan fungsi
keluarga, dengan demikian keluarga memegang peranan penting dalam praktik
pemenuhan gizi yang baik untuk balita. Peran serta keluarga dalam upaya
penanganan masalah gizi balita dapat dilihat dari tugas perkembangan keluarga.
Salah satu peningkatan peran keluarga untuk mengatasi dan mencegah risiko
stunting pada balita dilakukan dengan penguatan ketahanan keluarga.

Ketahanan mengacu pada proses dinamis yang mencakup adaptasi positif dalam
konteks kesulitan yang signifikan (Walsh, 2006). Definisi ini menyiratkan tidak
hanya individu dihadapkan pada kesulitan atau tantangan signifikan terhadap
kesejahteraan tetapi juga menunjukkan kompetensi dalam menghadapi berbagai
tantangan. Ketahanan tidak hanya ada di dalam konteks individu, namun juga ada di
dalam konteks keluarga. Ketahanan keluarga merupakan komponen penting untuk
memantau kesehatan keluarga dan perkembangan anak. Selain memantau kesehatan
keluarga, ketahanan keluarga juga dapat digunakan untuk mencegah masalah
kesehatan anggota keluarga. Salah satu masalah kesehatan keluarga yang dapat
dicegah adalah risiko stunting pada anak balita. Fokus dari makalah ini adalah
menganalisis statement ketahanan keluarga dalam mencegah risiko stunting pada
balita dan meningkatkan kemandirian keluarga.

Berbagai penjelasan yang akan dibahas dalam makalah mengenai banyaknya


bahasan mengenai berbagai konsep dan hubungannya di dalam statement, antara
lain konsep ketahanan keluarga, resiko stunting, dan kemandirian keluarga. Konsep
ketahanan keluarga penting dipelajari salah satunya sebagai strategi untuk mencegah
risiko stunting pada balita di keluarga. Diperlukan analisa untuk mengidentifikasi
elemen dasar yang membentuk statement yang terdiri dari konsep ketahanan
keluarga, risiko stunting, dan kemandirian keluarga. Berbagai tahapan elemen akan
membantu lebih memahami analisis statement model ketahanan keluarga untuk
mencegah risiko stunting pada balita dan meningkatkan kemandirian keluarga.
4

Kejelasan setiap tahapan mendukung kejelasan pengukuran setiap variabel dalam


statement.

1.2. Tujuan
Penulisan makalah ini menggambarkan proses pengembangan rancangan teori
ketahanan keluarga dalam pencegahan stunting yang dilandasi dengan teori ketahanan
(resilience) dan model konseptual The Goal Attainment menggunakan pendekatan
Walker dan Avant (2011).
5

BAB 2
PROSES PENGEMBANGAN TEORI

Menurut Walker dan Avant (2011), terdapat tiga elemen dasar dalam membangun
teori terdiri atas konsep, statemen, dan teori. Ketiga elemen dasar pengembangan
rancangan teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi didahului dengan gambaran
konsep sentral sebagai meta paradigma dari fenomena penyelenggaraan layanan
perkesmas terintegrasi PISPK di Puskesmas sebagai seting layanan primer.
2.1 Asumsi Yang Mendasari
Fawcet (2005) dalam Alligood (2014) menggambarkan empat konsep sentral meta
paradigma dalam bidang ilmu keperawatan adalah manusia, lingkungan,
keperawatan, dan kesehatan. Gambar 2.1 mengilustrasikan meta paradigm
rancangan teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi dalam penyelenggaraan layanan
Perkesmas yang menjadi perhatian dalam capaian indicator layanan primer.

MANUSIA:
Perkesmas (perawat
+ kesehatan +
masyarakat)

+ KESEHATAN:
KEPERAWATAN:
Conseling
+ 1. Kemandirian
keluarga
Couching + +
2. Koping efektif

LINGKUNGAN:
Pemberdayaan
masyarakat (self
help grup)

Gambar 2.1 Konsep Sentral Teori Ketahanan Keluarga


6

Berdasarkan gambar 2.1 teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi dalam


penyelenggaraan layanan Perkesmas terintegrasi PISPK, digambaran melalui
empat konsep sentral meliputi:
a. Manusia adalah:
 Tim layanan kolaborasi teridiri dari perawat, dokter, dan PJ PTM (pada
umumnya perawat atau bidan)
 Klien adalah pasien dengan hipertensi yang membutuhkan layanan
kolaborasi interprofesi terintegrasi
 Perawat, dokter, PJ PTM dan klien adalah makhluk social yang saling
berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan.
 Perawat, dokter, PJ PTM dan klien melakukan interaksi dengan cara unik
yang dipengaruhi oleh nilai dan budaya yang dianut
 Perawat, dokter, PJ PTM dan klien dalam proses interaksi social
berespons secara dinamis sesuai kapasitas dan kebutuhan
b. Lingkungan
 Bagi Perawat, dokter, PJ PTM, lingkungan adalah lingkungan kerja
berupa sumberdaya kesehatan, dapat bersifat fasilitas, kebijakan
layanan, manajemen dan budaya organisasi puskesmas, dan sumber
daya lainnya yang mempengaruhi iklim kerja tim
 Bagi klien, lingkungan adalah keluarga sebagai system pendukung
kesehatan
c. Keperawatan
 Intervensi berupa kolaborasi interprofesi dalam penyelenggaraan
Perkemas terintegrasi program PISPK
 Proses interaksi social merupakan dinamika dari aksi, interaksi, dan
transaksi yang diciptakan dalam rangka mencapai tujuan
 Ilmu dan seni dalam rangka mengembangkan kemampuan interaksi
social untuk memenuhi kebutuhan hubungan personal, interpersonal,
dan social
d. Kesehatan
 Kepuasan klien sebagai dampak dari hasil kinerja tim dalam
penyelenggaraan Perkesmas terintegrasi PISPK
7

 Keseimbangan dinamis yang dimiliki klien akibat tercapainya


kebutuhan biologis, psikologis, social, dan spiritual
Berdasarkan asumsi yang mendasari teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi,
ditetapkan empat konsep sentral dari fenomena kolaborasi interprofesi dalam
penyelenggaraan Perkesmas terintegrasi PISPK yaitu kolaborasi interprofesi
terintegrasi, tim layanan kolaborasi, lingkungan, dan kepuasan klien. Model
konseptual King menjadi sumber dalam merancang teori Kolaborasi Interprofesi
Terintegrasi yang akan digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan
Perkesmas terintergarsi PISPK di Puskesmas.

2.2 Sumber Teori


Kolaborasi interprofesi terintegrasi digagas berdasarkan Middle Range Theory of
Goal Attainment. King menggunakan pendekatan sistem dalam pengembangan
konseptualnya dengan gambaran framework, sebagai berikut:
1. Sistem Sosial (Social system)
Sistem interaksi yang komperehensif terdiri dari kelompok yang membentuk
masyarakat, dan disebut sebagai sistem sosial. Sistem social penting memahami
konsep otoritas, pengambilan keputusan, organisasi, kekuatan, dan pemahaman
system panduan. Sistem sosial dalam konteks teori King diantaranya agama,
pendidikan, dan sistem pelayanan kesehatan.
2. Sistem Interpersonal (Interpersonal system)
Sistem interpersonal terbentuk ketika dua atau lebih individu berinteraksi,
membentuk dyad (dua orang) atau triads (tiga orang). Dyad antara perawat dan
pasien adalah salah satu tipe sistem interpersonal. Sistim interpersonal penting
memahami konsep komunikasi, interaksi, peran, stres dan transaksi.
3. Sistem Personal (Personal system)
Individu berada di dalam sistem personal, sebagai perawat atau seorang pasien.
Konsep gambaran diri, pertumbuhan dan perkembangan, persepsi, menjadi diri
sendiri, ruang, dan waktu penting untuk memahami manusia sebagai pribadi.
Ketiga jenis sistem mewakili keutuhandalam interaksi manusia
di lingkungannya. Gambar 2.2 Model Konseptual
King
8

Beberapa variabel mempengaruhi persepsi, peran, tanggung jawab, dan


pengambilan keputusan dalam berbagai system seperti sistem kesehatan dan sistem
keluarga memerlukan konsepsualisasi keseluruhan. Dari konseptualisasi tersebut,
tiga sistem berinteraksi dinamis, yang menyediakan struktur keperawatan sebagai
suatu disiplin, sebuah middle-range teori Goal Attainment berasal (King, 1999).
Teori Pencapaian Tujuan King (Theory of Goal Attainment) memfokuskan pada
sistem interpersonal dan interaksinya yang terjadi diantara individu, lebih
spesifiknya dalam hubungan antara perawat dan pasien. Dalam proses keperawatan,
masing-masing anggota dari dyad merasakan satu sama lain, membuat keputusan,
dan mengambil tindakan.

Teori Pencapaian tujuan King adalah sebuah teori yang mengidentifikasi


serangkaian konsep, ketika didefinisikan, sesuai dengan gejala yang tampak dan
saling terkait (King, 1981). Konsep dalam teori King yakni pencapaian tujuan,
berasal dari sistem konseptual King, memberikan pengetahuan substantif sifat
manusia dan keperawatan. Konsep pembentukan manusia adalah diri, persepsi,
peran, komunikasi, interaksi, transaksi, pertumbuhan dan perkembangan, waktu,
ruang, dan stres. Dari teori King, model proses transaksi, digambarkan sebagai
berikut (Gulitz & King, 1988).
9

Gambar 2.3 Model Proses Transaksi King

2.3 Identifikasi Konsep Dalam Teori

2.4 Definisi Konsep

Tahapan pengembangan teori dimulai dengan menentukan definisi konsep dan jenis
konsep yang membangun teori. Berdasarkan konsep sentral rancangan teori
Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi memperhatikan kajian model konoseptual The
Goal Attainment dan bukti empirisnya, konsep, definisi, dan jenis konsep yang akan
digunakan dijelaskan pada tabel 2.1
10

Tabel 2.1 Gambaran Konsep Mayor, Definisi, dan Jenis Konsep


Teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi

Konsep Definisi Konsep Jenis Jenis


Mayor Konsep Definisi
Kolaborasi Sistem kerjasama diantara perawat, Abstrak Deskriptif
Interprofesi dokter, dan PJ PTM sebagai panduan
Terintegrasi dalam tatalaksana layanan perkesmas
terintegrasi PISPK
Tim Layanan Tenaga kesehatan Puskesmas terdiri dari Konkrit Deskriptif
kolaborasi perawat, dokter, dan PJ PTM yang
bertanggungjawab menyelenggarakan
tatalaksana layanan perkesmas
terintegrasi PIS
Klien Pasien atau keluarga yang mengalami Kongkit Deskriptif
hipertensi dan berkunjung ke Puskesmas
dalam rangka mendapatkan layanan
kesehatan
Kinerja Performa perawat dalam Abstrak Desktiptif
perawat penyelenggaraan layanan perkesmas
dalam terintegrasi PISPK
layanan
kolaborasi
Kepuasan Respon pengalaman klien mencapai Abstrak Deskriptif
klien tujuan setelah mendapatkan layanan
kesehatan di Puskesmas

Berdasarkan hasil telusur literature terhadap penggunakan definisi konsep mayor


yang akan digunakan untuk membangun teori kolaborasi interprofesi terintegrasi
mengidentifikasi atribut dari setiap konsep. Atribut definisi kolaborasi interprofesi
terdiri atas kerjasama multidisiplin (Clark, 2018; Kaini, 2017; WHO, 2010) atau
kerjasama dua/lebih professional kesehatan (Wen & Schulman, 2014; Green &
11

Johnson, 2015) pada individu, keluarga, dan komunitas (Clark, 2018; Kaini, 2017;
WHO, 2010; Wen & Schulman, 2014); untuk tujuan yang sama (Green & Johnson,
2015) atau mencapai tujuan bersama (Wen & Schulman, 2014); guna mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas (Clark, 2018; Kaini, 2017; WHO, 2010) atau
perawatan berkualitas tinggi (Wen & Schulman, 2014). Atribut definisi konsep
kolaborasi interprofesi merujuk pada konsep Interprofessional Education
Collabotarive Practice (World Health Organization, 2010), digunakan oleh banyak
penelitian bidang kesehatan yaitu kerjasama antara/diantara minimal dua
profesi/disiplin untuk tujuan hasil layanan yang berkualitas.

Atribut kinerja perawat ditunjukan dengan: hasil kegiatan individu/personel atau


kelompok dalam suatu organisasi (Rudianti, Handiyani, & Sabri, 2013; Ilyas, 2002
dalam Maimun & Yelina, 2016). Sementara Gibson et al, (2009) mendefinisikan
kinerja sebagai penilaian dari perilaku yang bisa terukur yang berkontribusi untuk
pencapaian tujuan organisasi. Konsep kinerja didasarkan pada behavioral
manajemen theory yang merespons kebutuhan perilaku dan motivasi pekerja
sebagai asset untuk mencapai tujuan organisasi.

Kepuasan klien memiliki definisi atribut pengalaman dan pendapat/persepsi klien


(Bintabara, Ntwenya, Maro, Kubisi, Gunda, & Mpondo, 2018; Ho Siew, Gurbinder,
Syed, Syed-Zulkifli, & Omar dalam Alasad, Tabar, & Abu Ruz., 2015); yang
merupakan evaluasi/penilaian/hasil dari kualitas (Endang, 2010; Donabedian dalam
Enkhajgal et al, 2015); layanan yang diterima sesuai harapan (Bintabara, Ntwenya,
Maro, Kubisi, Gunda, & Mpondo, 2018; S. P., U. R., Kundapur, Rashmi, &
Acharya, 2017; Endang, 2010; Worku & Loha, 2017; Ho Siew, Gurbinder, Syed,
Syed-Zulkifli, & Omar dalam Alasad, Tabar, & Abu Ruz., 2015). Learning theory
dan Human needs mendasari konsep kepuasan.

2.5 Hubungan Antar Konsep


Menurut Walker & Avant (2011), mengkaji suatu hubungan statement untuk tipe,
tanda dan kesimetrisan adalah untuk menentukan fungsinya dalam teori. Tipe
hubungan statement terdiri atas: causal, probabilitistck, concurrent, conditional, dan
12

time ordered. Statemen causal, konsep pertama menjadi penyebab konsep lainnya.
Statement dikatakan probablistic jika kejadian terjadi beberapa kali atau pada
hampir semua waktu tetapi tidak pada semua waktu. Ketika suatu statement
menyatakan bahwa jika A terjadi, kejadian B juga terjadi adalah concurrent.
Hubungan dua konsep akan terjadi jika ada konsep ketika, disebut conditional
statement. Time ordered statement menunjukan bahwa jumlah waktu
mengintervensi diantara konsep pertama dan kedua. Tanda secara umum terdiri dari
tiga kategori: positif, negative, dan tidak diketahui. Jika konsep menunjukan arah
yang sama (negative atau positif), dikategorikan hubungan positif; jika satu konsep
meningkat sementara konsep lainnya menurun, maka hubugan negatif. Asymetic
statement adalah hubungan dari hanya satu konsep pada konsep berikutnya tetapi
tidak pernah resiprokal, sementara symmetric statement menunjukan adanya
resiprokal hubungan antara dua konsep.

2.5.1. Hubungan Ketahanan Keluarga Dengan Risiko Stunting


Ketahanan keluarga adalah konsep multidimensi. Ketahanan keluarga yang dipahami
sebagai konsep multidimensi yang terdiri dari 5 konsep yaitu: kesehatan keluarga,
pengasuhan responsif, keterlibatan, dukungan keluarga, dan 'faktor sosial ekonomi
(Wallace et al., 2018). Ketahanan keluarga sebagai konstruksi sosial multidimensi yang
memengaruhi hasil kesehatan, kesehatan mental, dan penyalahgunaan zat, serta
mendukung evaluasi sosioekologis ketahanan keluarga di mana tingkat pengaruh
sosioekologis yang lebih tinggi memengaruhi lebih rendah. tingkat pengaruh (Benzies
dan Mychasiuk 2009). Bryar (2017) mengakui dalam meningkatkan ketahanan
keluarga, perawat kesehatan masayarakat perlu lebih memperhatikan keterampilan
pelibatan masyarakat untuk memastikan bahwa perawat dapat lebih terhubung dengan
keluarga dan meningkatkan hasil kesehatan bagi keluarga dan anak-anaknya.
Meningkatnya hasil kesehatan keluarga dapat diartikan dapat mencegah resiko stunting
juga pada balita.

Belum ada penelitian tentang hubungan ketahanan keluarga dengan resiko stunting pada
balita, namun beberapa penelitian membahas tentang intervensi yang dilakukan untuk
meningkatkan ketahanan keluarga dihubungkan dengan kesehatan keluarga. Hasil
13

penelitian tentang konseling nutrisi ibu berhubungan dengan penurunan prevalensi


stunting dan peningkatan praktik pemberian makan pada anak usia dini. Prevalensi
stunting di antara anak-anak di bawah 5 tahun secara signifikan lebih rendah di daerah
intervensi daripada daerah perbandingan (28,8% vs 37,2%, P <0,001) (Mistry, Hossain,
& Arora, 2019). Penelitian lainnya yaitu intervensi konseling keluarga melalui
kunjungan rumah bagi keluarga yang memiliki anak usia dibawah tiga tahun di India,
terbukti dapat mencegah stunting pada balita sebesar 27% (Gope et al., 2019).
Penelitian tentang Intervensi kepada kelompok orangtua yaitu perawat melakukan
kunjungan rumah dan memberikan edukasi serta konseling kepada orangtua, secara
signifikan mengurangi stunting dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi
intervensi (56/195 versus 72/182; rasio odds yang disesuaikan 0,45, 95% CI 0,22 hingga
0,92; p = 0,028) (Rockers et al., 2018). Ketahanan dapat diperkuat melalui penyediaan
informasi, konseling, dan membantu orang melalui penguasaan keterampilan yang
dimiliki. Intervensi multi-cabang yang berfokus pada peningkatan pengetahuan dan
peningkatan harga diri tampaknya sangat bermanfaat (Anna Tiny Van’T Noordende, et
al 2019). Konseling dan edukasi adalah bentuk intervensi untuk meningkatkan
ketahanan keluarga, sehingga dapat disimpulkan ketahahanan keluarga dapat mencegah
atau menurunkan resiko stunting pada balita.

Bedasarkan hasil-hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara


ketahanan keluarga dan resiko stunting adalah kausal karena ketahanan keluarga dapat
mencegah resiko stunting. Hubungan antar konsep ini memiliki tanda negatif karena
ketahanan keluarga meningkat dapat menurunkan resiko stunting. Serta memilki
hubungan yang asimetris karena keatahanan keluarga dapat mencegah resiko stunting
namun tidak berlaku sebaliknya.

-
Ketahanan Keluarga Risiko Stunting

2.5.2. Hubungan Ketahanan Keluarga Dengan Kemandirian Keluarga


Penelusuran hasil penelitian mengidentifikasi hubungan ketahanan keluarga dengan
kemandirian keluarga. Penerapan model KUK (keluarga untuk keluarga) berpengaruh
secara signifikan terhadap kemandirian keluarga merawat anggota keluarganya yang
14

menderita TB, hal ini terbukti dari hasil analisis uji tersebut diperkuat dengan uji
Wilcoxon signed ranks test pada Tabel 4. menunjukkan nilai p<0.01, lalu terakhir
diperkuat pula dengan uji Chi-square memperlihatkan peningkatan tingkat kemandirian
pada kelompok intervensi lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan
nilai p<0.01 (Elly Lilianty Sjattar, et al 2011).

Ketahanan keluarga dipahami sebagai konsep multidimensi yang terdiri dari 5 konsep
yaitu: kesehatan keluarga, pengasuhan responsif, keterlibatan, dukungan keluarga, dan
'faktor sosial ekonomi (Wallace et al., 2018). Konsep 'pengasuhan yang responsif'
dianggap oleh pengunjung kesehatan sebagai konstruk paling penting dari ketahanan
keluarga dengan peringkat rata-rata 4,43 dan peringkat paling esensial 1,91. Itu terdiri
dari 23 pernyataan yang mencakup pengalaman anak atau orang tua, seperti pengasuhan
yang baik, respons terhadap isyarat, rutinitas keluarga, koping dan kemampuan untuk
beradaptasi, faktor risiko, emosi, harga diri, dan memperhatikan kebutuhan. Diakui
bahwa keluarga beradaptasi dalam berbagai cara (misalnya peran dan fungsi) untuk
mengatasi tantangan sehari-hari dan krisis keluarga (Walsh, 2006). Konstruk 'dukungan
keluarga' dari ketahanan keluarga terdiri dari 19 karakteristik dan termasuk pernyataan
tentang hubungan, status dan usia orang tua, sistem kepercayaan keluarga, struktur
keluarga, komunikasi keluarga, aksesibilitas, jumlah anak-anak, dan sejarah kesulitan
bertahan. Konsep-konsep dalam ketahanan keluarga ini saling berkaitan dengan
kemandirian keluarga, karena konsep-konsep ini mendukung kemandirian keluarga.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara ketahanan keluarga
dan kemandirian keluarga adalah kausal karena ketahanan keluarga menyebabkan
kemandirian. Hubungan antar konsep ini memiliki tanda positif karena ketahanan
keluarga meningkat dapat meningkatkan kemandirian keluarga. Serta memilki
hubungan yang simetris karena keatahanan keluarga dapat meningkatkan kemandirian
keluarga begitu pula sebaliknya, kemandirian keluarga dapat memperkuat ketahanan
keluarga.
+
Ketahanan Keluarga Kemandirian Keluarga
15

2.5.3. Hubungan Resiko Stunting Dengan Kemandirian Keluarga


Hasil penelitian Suhartini R (2006) menunjukkan adanya pengaruh secara signifikan
faktor kesehatan terhadap kemandirian orang lanjut usia, berdasarkan hasil uji regresi
logistik diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Kesimpulannya bahwa
perlu adanya upaya agar tercapainya kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan di keluarga salah satunya adalah stunting. Hasil penelitian lainnya yaitu
terdapat pengaruh yang signifikan pemberian Askep keluarga terhadap tingkat
kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga (p value= 0,000)
(Agrina, Reni Zulfitri. (2012). Stunting adalah salah satu masalah kesehatan kelurga,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kemandirian keluarga dapat menurunkan resiko
stunting pada balita.
-
Resiko Stunting Kemandirian Keluarga

2.5.4. Hubungan Resiko Stunting Dengan Balita


Konsekuensi dari stunting pada anak bersifat segera dan jangka panjang dan termasuk
peningkatan morbiditas dan kematian, perkembangan anak yang buruk dan kapasitas
belajar, peningkatan risiko infeksi dan penyakit tidak menular di masa dewasa, dan
penurunan produktivitas dan kemampuan ekonomi (Stewart, Iannotti, Dewey,
Michaelsen, & Onyango, 2013). Stunting pada masa bayi dan anak usia dini
menyebabkan kerusakan yang berlangsung lama, termasuk peningkatan morbiditas,
kognisi yang buruk dan kinerja pendidikan di masa kanak-kanak, status singkat di masa
dewasa, peningkatan risiko kematian perinatal dan kematian dini untuk wanita,
produktivitas yang lebih rendah dan berkurangnya penghasilan pada orang dewasa dan
— bila disertai dengan kenaikan berat badan yang berlebihan di masa kanak-kanak —
peningkatan risiko penyakit kronis. Oleh karena itu, akurat untuk mengatakan bahwa
stunting menghambat perkembangan seluruh masyarakat (Victora et al. 2008; Dewey &
Begum 2016; Black et al. 2013; de Onis & Branca 2016).

Anak-anak dengan onset persisten dini seperti stunting memiliki skor kognitif yang
lebih rendah secara signifikan (-2.10 (95% CI: -3.85, -0.35)) dibandingkan dengan
balita yang tidak pernah mengalami stunting. Reseptor transferrin (TFR) juga secara
16

negatif terkait dengan perkembangan kognitif (-0,31 (95% CI: -0,49, -0,13)), sedangkan
persediaan HOME, indeks kualitas lingkungan rumah (0,46 (95% CI: 0,21, 0,72)) dan
status sosial ekonomi (1,50 (95% CI: 1,03, 1,98)) berhubungan positif dengan
perkembangan kognitif. Stunting persisten onset dini dikaitkan dengan perkembangan
kognitif yang lebih rendah pada anak-anak usia 5 tahun (Alam et al., 2020). Hasil-hasil
penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan resiko stunting dengan balita
adalah kausal karena resiko stunting menyebabkan dampak merugikan pada balita.
Hubungan antar konsep ini memiliki tanda negatif karena resiko stuntimg meningkat
dapat menurunkan kesehatan balita. Serta memilki hubungan yang asimetris karena
resiko stunting berdampak buruk pada balita.
-
Resiko Stunting Balita

Spesifikasi statement kedua hubungan diatas dapat digambarkan dalam tabel 3


berikut.
Tabel 3
Spesifikasi Hubungan: Berdasarkan Type, Sign Dan Symmetry
No. Statement Type Sign Symetry
1 Hubungan ketahanan keluarga dengan Causal Negatif Asimetris
resiko stunting
2 Hubungan ketahanan keluarga dengan Causal Positif Simetris
kemandirian keluarga.
3 Hubungan Resiko Stunting Dengan Causal Negatif Asimetris
Kemandirian Keluarga
4 Hubungan Resiko Stunting Dengan Causal Negatif Asimetris
Balita

2.5 Membangun Teori


17

Konsep dan pernyataan relational diorganisasikan menjadi pola hubungan


pernyataan sebagai rancang bangun sebuah teori Kolaborasi Interprofesi
Terintegrasi (skema 1).
18

Skema Rancangan Teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi

INPUT PROSES ` OUTPUT

Fungsi puskesmas :
Pelayanan dalam gedung
- Promotive/preventif Kinerja layanan
perkesmas terintegrasi
- Kuratif PIS PK KETAHANAN KELUARGA
Pelayanan luar Gedung
(kunjungan rumah)

UU: Kebijakan Pelaksanaan


FAKTOR INTERNAL :
PMK tentang Perkesmas dan
Personality
PISPK Proses komunikasi
stres
sosioekonomi
KEMANDIRIAN
PROTECTIVE FACTOR KELUARGA
Organizational process

FAKTOR EKSTERNAL:
Komunitas
Budaya
lingkungan PENURUNAN
PREVALENSI
PERSONAL SISTEM: SISTEM INTERPERSONAL
STUNTING
(gambaran diri, pertumbuhan dan (komunikasi, interaksi, peran,
perkembangan, persepsi) stres dan transaksi)
19

Feedback
20

BAB 3
SIMPULAN

Fenomena implementasi perkesmas terintegrasi dengan pelayanan program


Puskesmas dan kebijakan PISK yang menyatakan pelayanan keluarga merupakan
perluasan dari perkesmas perlu difasilitasi dengan ketersediaan tatalaksana
implementasi program. Diperlukan penegasan tentang kolaborasi interprofesi
sehingga mampu laksana menjadi pendekatan yang optimal mampu laksana
mendukung capaian indicator.

Pengembangan rancangan teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi mencoba


memfasilitasi penyediaan panduan tataaksana kolaborasi difokuskan kepada
indicator PTM penderita hipertensi berobat secara teratur. Model konseptual The
Goal Attainment mengakomodasi hubungan yang bersifat transaksi pada level
personal, interpersonal, dan social. Sistem personal direpresentasi dengan subjek
yang melakukan kolaborasi, yaitu Perawat, Dokter, dan penanggungjawab PTM dan
klien sebagai penerima layanan kolaborasi. Sistem interpersonal direpresentasikan
dengan system kolaborasi interprofesi terintegrasi sebagai intervensi. Sistem
pelayanan kesehatan di Puskesmas, dan keluarga merupakan representasi pada
system social.

Rancangan teori Kolaborasi Interprofesi Terintegrasi diharapkan mampu


dilaksanakan sebagai panduan penyelenggaraan layanan perkesmas terintegrasi
PISPK karena secara prinsip memenuhi syarat enam langkah analisis teori menurut
Walker dan Avant (2011).
21

Daftar Pustaka

Agrina, Reni Zulfitri. (2012). Efektifitas Asuhan Keperawatan Keluarga Terhadap


Tingkat Kemandirian Keluarga Mengatasi Masalah Kesehatan Di Keluarga. Jurnal
Sorot  Vol 7, No 2 (2012) . DOI: http://dx.doi.org/10.31258/sorot.7.2.81-89

Allender, Judith A., Rector, Cherie., Warner, Kristine D. (2014). Community Health
Nursing: Promoting & Protecting the Public’s Health. 8th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
Aguayo, V. M., & Menon, P. (2016). Stop stunting: improving child feeding, women's
nutrition and household sanitation in South Asia. Matern Child Nutr, 12 Suppl 1,
3-11. doi:10.1111/mcn.12283
Alam, M. A., Richard, S. A., Fahim, S. M., Mahfuz, M., Nahar, B., Das, S., . . . Ahmed,
T. (2020). Impact of early-onset persistent stunting on cognitive development at
5 years of age: Results from a multi-country cohort study. PLoS One, 15(1),
e0227839. doi:10.1371/journal.pone.0227839
Anna Tiny Van ’T Noordende, Pim Kuipers, & Zoica Bakirtzief Da Silva Pereira.
(2019). Strengthening personal and family resilience: a literature review for the
leprosy context. Leprosy Review, 90(1), 88–104.
Benzies, K., & Mychasiuk, R. (2009). Fostering family resiliency: A review of the key
protective factors. Child and Family Social Work, 14, 103–114.
Bose, A. (2018). Let Us Talk about Stunting. J Trop Pediatr, 64(3), 174-175.
doi:10.1093/tropej/fmx104
Bonanno, G. A. (2004). Loss, trauma, and human resilience: Have we underestimated
the human capacity to thrive after extremely aversive events? American
Psychologist, 59(1), 20-28.
Black R.E., Victora C.G., Walker S.P., Bhutta Z.A., Christian P., de Onis M. et al.
(2013) Maternal and child undernutri- tion and overweight in low-income and
middle-income countries. Lancet 382, 427–451.
Brush, B. L., Kirk, K., Gultekin, L., & Baiardi, J. M. (2011). Overcoming: a concept
analysis. Nurs Forum, 46(3), 160-168. doi:10.1111/j.1744-6198.2011.00227.x
22

de Onis M. & Branca F. (2016) Childhood stunting: a global per- spective. Maternal and
Child Nutrition 12(Suppl. 1): 12–26.
Dewey K. (2016) Reducing stunting by improving maternal, infant and young child
nutrition in regions such as South Asia: evidence, challenges and opportunities.
Maternal and Child Nutrition 12(Suppl. 1): 27–38.
Faccio, F., Gandini, S., Renzi, C., Fioretti, C., Crico, C., & Pravettoni, G. (2019).
Development and validation of the family resilience (FaRE) questionnaire: An
observational study in italy. BMJ Open, 9(6)
doi:http://dx.doi.org/10.1136/bmjopen-2018-024670
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. (2003). Family nursing: research, theory
& practice. 5th ed. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall.
Garcia-Dia, M. J., DiNapoli, J. M., Garcia-Ona, L., Jakubowski, R., & O'Flaherty, D.
(2013). Concept analysis: resilience. Arch Psychiatr Nurs, 27(6), 264-270.
doi:10.1016/j.apnu.2013.07.003
Gope, R. K., Tripathy, P., Prasad, V., Pradhan, H., Sinha, R. K., Panda, R., . . . Prost, A.
(2019). Effects of participatory learning and action with women's groups,
counselling through home visits and creches on undernutrition among children
under three years in eastern India: a quasi-experimental study. BMC Public
Health, 19(1), 962. doi:10.1186/s12889-019-7274-3
Hawley, D. R., & DeHann, L. (1996). Toward a definition of family resilience:
Integrating life-span and family perspectives. Family Process, 35, 283-298.
Herdiana, Ike & Suryanto, Suryanto & Handoyo, Seger. (2018). Family Resilience: A
Conceptual Review. 10.2991/acpch-17.2018.9.
Kalil, Ariel. (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes A Review of the
literature. Centre for Social Research and Evaluation, Ministry of Social

Development, Te Manatu- Whakahiato Ora Lestari, N. E., Nurhaeni, N., &


Wanda, D. (2017). The Pediatric Yorkhill Malnutrition Score Is a Reliable
Malnutrition Screening Tool. Compr Child Adolesc Nurs, 40(sup1), 62-68.
doi:10.1080/24694193.2017.1386972
Luthar, S.S., D. Cicchetti and B. Becker (2000) "The construct of resilience: a critical
evaluation and guidelines for future work" Child Development, 71:543-62.
23

McCubbin, H. I., McCubbin, M. A. (1996) Family assessment: resiliency, coping and


adaptation–Inventories for research and practice, Madison: University of
Wisconsin System
Meadows, O Sarah., Miller, L Laura., and Robson, Sean. Airman and Family Resilience
(2015).RAND Corporation
Mistry, S. K., Hossain, M. B., & Arora, A. (2019). Maternal nutrition counselling is
associated with reduced stunting prevalence and improved feeding practices in
early childhood: a post-program comparison study. Nutr J, 18(1), 47.
doi:10.1186/s12937-019-0473-z
Orthner, D. K., Jones-Sanpei, H., & Williamson, S. A. (2003). Family strength and
income in households with children. Journal of Family Social Work, 7, 5–23.
doi:10.1300/J039v07n02_02 [Taylor & Francis Online], [Google Scholar]
Patterson, J. M. (2002). Integrating family resilience and family stress theory. Journal
of Marriage and Family, 64(2), 349–360. doi:10.1111/j.1741-
3737.2002.00349.x [Crossref], [Web of Science ®], [Google Scholar]
Pontin, D., Thomas, M., Jones, G., O’Kane, J., Wilson, L., Dale, F., … Wallace, C.
(2019). Developing a family resilience assessment tool for health visiting/public
health nursing practice using virtual commissioning, high-fidelity simulation and
focus groups. Journal of Child Health Care.
https://doi.org/10.1177/1367493519864743
Potter, P. A., Perry, A. G., Hall, A., & Stockert, P. A. (2017). Fundamentals of nursing.
Ninth edition. St. Louis, Mo.: Mosby Elsevier.
Rockers, P. C., Zanolini, A., Banda, B., Chipili, M. M., Hughes, R. C., Hamer, D. H., &
Fink, G. (2018). Two-year impact of community-based health screening and
parenting groups on child development in Zambia: Follow-up to a cluster-
randomized controlled trial. PLoS Med, 15(4), e1002555.
doi:10.1371/journal.pmed.1002555(Rockers et al., 2018)
Sato, M., Arakida, M., Kaneko, M., & Miwa, M. (2020). [Development of the Family
Empowerment Scale for Parents with Toddlers]. [Nihon Koshu Eisei Zasshi]
Japanese Journal of Public Health, 67(2), 121–133.
https://doi.org/10.11236/jph.67.2_121
24

Schiller, C. J. (2018). Teaching concept analysis to graduate nursing students. Nurs


Forum, 53(2), 248-254. doi:10.1111/nuf.12233
Simon, JB, Murphy, JJ, Smith, SM (2005) Understanding and fostering family
resilience. The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families
13(4): 427–436.
Shu-Ju Chiu, Yen-Ting Chou, Chen, P., & Li-Yin, C. (2019). Psychometric properties
of the mandarin version of the family resilience assessment scale. Journal of
Child and Family Studies, 28(2), 354-369. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10826-
018-1292-0
Stanhope, M., & Lancester, J. (2016.). Public Helath Nursing Population Centered
Health Care in the Community.
Stein, S.J and Book, H.E. (2000). Ledakan EQ, Terjemahan Trinanda Rainy Januarsari
dan Yudhi Murtanto. Bandung: Kaifa
Stewart, C. P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K. F., & Onyango, A. W.
(2013). Contextualising complementary feeding in a broader framework for
stunting prevention. Maternal & Child Nutrition, 9, 27–45.
https://doi.org/10.1111/mcn.12088
Suhartini R. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia
(studi kasus di kelurahan Jambangan) . http://damandiri.or.id/detail.php?id=340
Taylor, S., & Distelberg, B. (2016). Predicting Behavioral Health Outcomes Among
Low-Income Families: Testing a Socioecological Model of Family Resilience
Determinants. Journal of Child & Family Studies, 25(9), 2797–2807.
https://doi.org/10.1007/s10826-016-0440-7
Ungar, M. (2016). Varied Patterns Of Family Resilience In Challenging Contexts.
Journal of Marital and Family Therapy, 42(1), 19-31.
doi:http://dx.doi.org/10.1111/jmft.12124
Victora C.G., Adair L., Fall C., Hallal P.C., Martorell R., Richter L. et al. (2008)
Maternal and child undernutrition. Consequences for adult health and human
capital. Lancet 371, 340–357.
Walker, L.O. & Avant, K.C. (2011). Strategies for theory construction in nursing5th.
USA: Pearson education Inc.
25

Wallace, C., Dale, F., Jones, G., O'Kane, J., Thomas, M., Wilson, L., & Pontin, D.
(2018). Developing the health visitor concept of family resilience in Wales using
Group Concept Mapping. Rural Remote Health, 18(4), 4604.
doi:10.22605/RRH4604
Walsh, F. (2003). The Concept Of Family Resilience: Crisis And Challenge. Family
Process, 35(3), 261–281. Https://Doi.Org/10.1111/J.1545-5300.1996.00261.X
Walsh, F. (2006). Strengthening Family Resilience. New York, NY: Guilford.
WHO. (2005). Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai