Anda di halaman 1dari 19

A.

PENDAHULUAN
Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian integral dari
Pembangunan Nasional untuk mencapai tujuan umum bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Untuk
mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program Pembangunan Nasional
secara berkelanjutan, terencana, dan terarah
Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran ke masyarakat dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan
mutu dan daya saing SDM Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas adalah
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat
pertama. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional,
yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelayanan/asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari
pelayanan/asuhan kesehatan ditujukan kepada individu, kelompok dan
masyarakat yang memiliki masalah fisik, mental maupun sosial diberbagai
tatanan pelayanan/asuhan keperawatan. Keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan/asuhan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan/asuhan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (PPNI,
AIPNI, AIPDiKI, 2012).
Masalah yang dihadapi saat ini yaitu masih banyaknya keluarga di
Indonesia yang berada dalam kondisi prasejahtera, adalah kewajiban semua
untuk meningkatkan mereka sehingga mencapai keluarga sejahtera. Untuk
mewujudkan tujuan pembangunan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

1
pembinaan keluarga dari berbagai aspek kehidupan termasuk segi
kesehatannya. Perawat dengan perannya sebagai tenaga kesehatan yang
profesional mempunyai andil yang cukup besar dan sangat diharapkan dalam
mewujudkan upaya pembinaan keluarga tersebut sehingga terciptalah suatu
keluarga sejahtera yang pada akhirnya akan membentuk masyarakat dan
negara yang sejahtera pula (Djuhaeni,2009).

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

2
B. LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah
keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi
klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga
berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si
sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan perawatan di
Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan dapat menjadi sia-sia bila tidak
didukung atau ditindaklanjuti oleh keluarga yang merawat klien di rumah,
sehingga dapat di katakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kulaitas
kehidupan keluarga sangat berhubungan.
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat  sehingga
dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2
sisi penting yaitu memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang
menjadi anggota keluarga dan memenuhi perawatan keluarga yang menjadi
bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam memberikan asuhan keperawatan
perawat perlu juga memperhatikan hal-hal penting antar lain nilai-nilai dan
budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga dapat menerima dan
bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat dalam
mencapai tujuan asuhan yang telah ditetapkan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau
tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga
tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan
masalah kesehatan yang di hadpinya. Perawat yang melakukan asuhan
bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan keluarga dalam
mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan, serta
mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia belum memiliki suatu
lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur pelayanan keperawatan
keluarga secara administratif. Pelayanan keperawatan keluarga saat ini masih
di berikan secara sukarela dan belum ada pengaturan terhadap jasa perawatan
yang telah di berikan.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

3
Sebagai perawat menjadi tujuan dan tanggung jawab kita semua
khususnya sebagai tenaga kesehatan untuk membantu keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan akan kesehatannya serta dapat menanamkan perilaku
sehat dalam anggota keluarga. Perawat sebagai tenaga kesehatan terdepan
yang memberikan pelayanan di berbagai sarana pelayanan kesehatan
mempunyai nilai strategis dalam upaya pembinaan keluarga sejahtera
(Djuhaeni,2009).
Stase keperawatan keluarga adalah salah satu stase yang wajib dijalani
oleh peserta didik yang menempuh tahap pendidikan profesi Ners
(keperawatan) di PSIK FK ULM. Pendidikan profesi ners merupakan lanjutan
dari tahap pendidikan akademik, dimana hal ini merupakan wahana bagi
peserta didik untuk mengaplikasikan teori yang telah didapatkan dibangku
kuliah sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi seorang perawat yang
profesional. Pendidikan profesi ners memerlukan strategi pendekatan
tersendiri khususnya dalam keperawatan keluarga untuk menerapkan teori
yang telah diperoleh selama pembelajaran kuliah.

C. DEFINISI MASALAH
Dalam makalah ini peserta didik mencoba mengulas tentang strategi
pendekatan pada keluarga dalam penerapan teori pada praktik asuhan
keperawatan keluarga.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

4
D. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pembelajaran
bagi peserta didik mengenai tentang strategi pendekatan pada keluarga dalam
penerapan teori pada praktik asuhan keperawatan keluarga pada saat
menjalani tahapan pendidikan profesi ners.

E. METODE
Metode yang digunakan untuk penulisan makalah ini adalah dengan cara
melakukan peninjauan ulang pengalaman dalam pemberian asuhan
keperawatan dari persiapan dan pendekatan dengan keluarga hingga evaluasi
pemberian asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Tn. ES dengan tahap
perkembangan keluarga ke VI yaitu keluarga dengan anak dewasa yang
dilakukan pada 6 - 9 maret 2017 dan melakukan perbandingan dengan teori
keperawatan keluarga yang didapatkan selama perkuliahan.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

5
F. HASIL
Dalam menempuh pendidikan profesi ners mengharuskan peserta didik
terjun langsung ke lapangan termasuk masyarakat khususnya keluarga pada
stase keperawatan keluarga. Praktik ini dilakukan secara individu dengan
mengelola kasus kesehatan pada keluarga dalam waktu satu minggu. Peserta
didik telah mencoba menerapkan teori yang dipahami sewaktu perkuliahan.
Bahkan sebelum melakukan pengkajian ke keluarga sasaran telah dilakukan
preconference laporan pendahuluan terlebih dahulu. Meskipun demikian,
tenyata dalam mengaplikasikan teori yang telah diketahui tak semudah yang
dibayangkan, memerlukan strategi pendekatan yang harus benar-benar
dipahami dan dipersiapkan untuk berhadapan dengan keluarga yang ditemui
pada masyarakat.
Diperlukan pendekatan yang berbeda bila dibandingkan dengan
melakukan asuhan keperawatan di klinik atau rumah sakit. Di tatanan klinik,
klien sudah diketahui jenis penyakit dan permasalahannya telah diketahui
lebih dalam serta terinci. Klien juga selalu ada di tempat perawatan, sehingga
dalam hal kontrak pertemuan lebih mudah. Sementara dalam asuhan
keperawatan keluarga, peserta didik harus melakukan survei terlebih dahulu
untuk mengambil keluarga kelolaan yang berisiko kemudian melakukan
BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya) dengan melakukan pertemuan yang
intensif dengan keluarga.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

6
Asuhan keperawatan keluarga menggunakan pendekatan dengan proses
keperawatan yang meliputi lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Teori pengkajian telah menjelaskan bahwa
metode pengkajian dapat diperoleh dari wawancara, observasi, kuesioner, dan
pemeriksaan fisik untuk melengkapi data pengkajian keluarga. Setelah
didapatkan data pengkajian yang lengkap maka dilakukan analisa masalah,
sehingga didapatkan masalah keperawatan yang kemudian disusun menjadi
diagnosa keperawatan. Diagnosa yang didapatkan kemudian dibuat skoring/
penilaian untuk menetapkan prioritas permasalahan yang lebih dahulu diatasi.
Setelah itu, dibuat rencana untuk mengatasi permasalahan tersebut, kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan tindak nyata dari rencana yang disebut
implementasi keperawatan, dan kemudian dilakukan evaluasi dari semua
kegiatan yang telah dilakukan.
Keluarga yang dijadikan pasien kelolaan adalah keluarga Tn. ES. Alasan
yang pertama karena memang di dalam keluarga tersebut ada anggota
keluarga yang lama mengalami stroke yaitu Tn. ES. Klien sudah 2 tahun
mengalami penyakit stroke. Tn. ES mengatakan biasanya bekerja sebagai
pedagang di pasar dan memiliki riwayat hipertensi. Saat kejadian klien tidak
sadar bahwa kondisi wajah sudah asimetris dan lengan kanan lemah untuk
digerakkan. Sehari setelah kejadian klien berobat ke puskesmas dan mendapat
penjelasan dari dokter bahwa klien mengalami gejala stroke, namun klien
tidak mau melajutkan pengobatan ke rumah sakit. Tn. ES terus mengatakan
bahwa dirinya dalam keadaan sehat. Tn. ES tidak memiliki anggota keluarga
dengan keturunan stroke. Klien mengatakan kepala masih terasa berat/ tegang
dan terkadang kesemutan pada bagian tangan dan kaki kanan. Keluarga Tn.
ES rutin berobat ke pustu ketika gejala bertambah parah. Oleh karena itu
perlu adanya pengelolaan asuhan keperawatan keluarga kepada keluarga Tn.
ES.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

7
Keluarga Tn. ES telah masuk ke dalam tahap perkembangan keluarga
tingkat VI yaitu keluarga dengan anak dewasa. Saat ini Tn. ES tinggal
bersama dengan Ny. ES dan anak keduanya. Tn. ES menikah dengan Ny. ES
pada tahun 1994. Anak pertama Tn. ES yang lahir pada tahun 1996 telah
menikah dan pindah ke luar rumah bersama istrinya. Anak pertama saat ini
bekerja sebagai pegawai swasta di luar kota dan belum memiliki anak, namun
anak pertamanya masih sering menjumpai kedua orantuanya walaupun jarak
tempuh yang cukup jauh.
Tn. ES setelah sakit tidak mampu untuk bekerja kembali sebagai
pedagang sayur, dan Ny. ES sebagai Ibu rumah tangga yang menggantikan
peran suami sebagai pencari nafkah. Pendapatan setiap bulan dalam kisaran
kurang dari satu juta rupiah yang dirasa keluarga belum mencukupi untuk
kebutuhan sehari-hari. Ny. ES tidak pernah mengatakan keberatan dengan
tanggungannya saat ini untuk menjadi tulang punggung keluarga dan juga
pengasuh keluarga di rumah. Keluarga mengatakan suka dan duka kehidupan
dilalui bersama.
Pengkajian telah dilakukan selama satu hari. Kesulitan yang ditemukan
saat pengkajian yaitu menentukan jam kunjung untuk bertemu Ny. ES karena
jam kerja yang sibuk pada pagi hingga sore hari dimana pekerjaannya
dilakukan setiap hari. Selain itu pemahaman dari keluarga terhadap
pertanyaan yang disampaikan peserta didik karena perbedaan tingkat
pendidikan, bahasa dan budaya yang dimiliki keluarga yang memiliki suku
bangsa jawa. Sehingga, peserta didik perlu membuat pertanyaan yang lebih
mudah dimengerti keluarga. Saat dilakukan pengkajian, Tn. dan Ny. ES
bersifat terbuka dan percaya dengan peserta didik sehingga proses
pengumpulan data berjalan lancar. Pengkajian dilakukan siang hari pada
pukul 13.00-14.00 WITA agar dapat bertemu lengkap dengan seluruh anggota
keluarga yang mana menyesuaikan jam istirahat kerja Ny. ES. Tidak ada
hambatan yang dirasakan peserta didik saat melakukan pengkajian maupun
pemeriksaan fisik kepada keluarga Tn. ES karena keluarga kooperatif.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

8
Tipe keluarga Tn. ES tergolong keluarga inti (Nuclear Family), yaitu
keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang
terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural)
maupun adopsi. Tidak ada keluarga lain yang tinggal bersama Tn. ES. Rumah
keluarga tepat bersebelahan dengan kandang ternak sapi yang sering
membuat Tn. ES tidak nyaman untuk bernapas karena aroma yang tidak
sedap.
Dalam mengenal masalah kesehatan, Tn. ES mengatakan tahu bahwa
dirinya mengalami penyakit stroke. Saat pengkajian klien memilih untuk
pengobatan tradisional dengan terapi pijat. Terapi tersebut telah dijalani
selama dua tahun. Klien percaya dengan penjelasan tukang pijat yang
mengatakan adanya kelumpuhan dikarenakan gumpalan lemak pada tubuh
bukan karena adanya pembuluh darah yang pecah pada otak. Tn. ES tampak
tertutup untuk menerima informasi dari tenaga kesehatan. Pada saat klien
dijelaskan informasi terkait kondisi kesehatan, klien kembali mengulang
pendapatnya yang didapatkan dari tukang pijat. Klien menolak untuk berobat
ke rumah sakit untuk memastikan pemeriksaan stroke (CT-Scan/MRI) dengan
alasan biaya. Tn. ES cukup tertutup untuk mendapatkan informasi dari
peserta didik sehingga perlu adanya pengulangan dan penekanan pada saat
pemberian informasi terkait penyakit.
Tidak ada kendala dalam pembuatan diagnosa keperawatan. Karena
memang masalah yang ada sudah jelas dan sesuai dengan teori yang ada di
dalam buku Nanda NIC NOC. Proses pembuatan skoring keperawatan dapat
berjalan dengan baik. Diagnosa disusun berdasarkan apa yang telah dikaji
dari keluarga dan setelah itu menanyakan kesediaan klien untuk
mendapatkan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan juga dapat
disusun dengan baik dan lancar.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

9
Peserta didik selalu melakukan kontrak waktu dengan Tn. ES sebelum
melakukan implementasi. Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan
cukup memuaskan karena semua anggota keluarga dapat hadir, keluarga
cukup antusias ketika peserta didik datang memberikan pendidikan kesehatan
tentang hipertensi, hiperkolesterolemia, dan hiperglikemi. Penyuluhan telah
dilaksanakan hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 pukul 13.00-13.30.
Penyampaian materi dilakukan selama 20 menit. Keluarga mampu menjawab
evaluasi pertanyaan dengan tepat. Peserta didik juga menawarkan simulasi
olahraga ringan di rumah yang mampu mengendalikan hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan hiperglikemi namun Ny. ES menolak karena sedang
merasa lelah. Oleh karena itu peserta didik hanya memberikan leaflet
langkah-langkah olahraga ringan di rumah agar dapat diterapkan lain waktu
oleh klien.
Implementasi lainnya yang telah dilakukan pada tanggal 8 – 9 Maret
2017 pada pukul 12.00 hingga selesai yaitu terapi pijat dengan aroma terapi
bunga lavender. Terapi ini didukung dengan penelitian oleh Lämås, Kristina,
Charlotte Häger, Lenita Lindgren, et.al (2016) yang menyatakan bahwa terapi
pijat mampu mengembalikan fungsi sensorik motorik post stroke pada bagian
tubuh yang mengalami hemiplegia. Selain itu terdapat juga penelitian oleh
Lakhan, Shaheen, Heather Sheafer, dan Deborah Tepper (2016) yang
menyatakan bahwa aroma terapi lavender mampu mengatasi gejala pegal/
nyeri pada lengan yang mengalami hemiplegia post stroke. Tn. Es
mengatakan pijatan terasa cukup kuat dan senang dengan terapi tersebut.
Setelah terapi pijat klien tetap diajarkan latihan gerak harian (ROM Aktif)
dan dianjurkan intervensi ini dilakukan lima kali dalam seminggu.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

10
Langkah implementasi telah selesai dilakukan dengan diakhiri evaluasi.
Selanjutnya, peserta didik perlu mengkoordinasikan rencana tindak lanjut
masalah kesehatan keluarga Tn. ES kepada Kepala Puskesmas Landasan
Ulin dan pihak-pihak yang terkait. Pihak Puskesmas diharapkan akan
melakukan tindak lanjut terhadap keluarga tersebut karena rehabilitasi fisik
paska stroke yang terhitung lama. Keluarga tergolong cukup baik dalam
pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terbukti dari adanya data dari
puskesmas pembantu RW 03 yang menyatakan keluarga Tn. ES rutin berobat.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

11
G. DISKUSI
Kelompok Pendukung Stroke
Menjalani kehidupan setelah stroke dapat menjadi hambatan untuk
pasien dan pengasuh. Sering kali, pasien tidak tahu di mana untuk
menemukan bantuan. Kelompok-kelompok pendukung menyediakan semua
orang yang terkena stroke dengan lingkungan yang nyaman untuk belajar,
berbagi cerita, mendapatkan dorongan dan mengembangkan persahabatan
baru. Studi ilmiah terbaru memvalidasi pentingnya dukungan sosial dalam
pemulihan stroke. Interaksi sosial dan berhubungan dengan orang lain
membantu meringankan depresi dan isolasi yang umum setelah stroke.
Sikap merupakan suatu bagian besar dari penyembuhan emosional dan
fisik, dan salah satu manfaat terbesar dari kelompok pendukung stroke adalah
kesempatan untuk berada di sekitar orang-orang dengan sikap yang besar.
Pejuang stroke sering menemukan sikap efektif yang dapat dilakukan dari
kelompok stroke yang menular dan mampu mengubah pengalaman mereka.
Kelompok dukungan stroke memungkinkan penderita stroke untuk
membantu diri mereka sendiri dan korban lainnya untuk membuat hidup
bermakna setelah stroke. Hal ini dapat memotivasi pasien menjadi
berkembang dan menciptakan peran baru yang aktif untuk diri mereka
sendiri. Stroke menciptakan banyak tantangan fisik dan emosional. Setiap
penderita stroke menghadapi seperangkat ketidakmampuan unik dan
kerugian, dan masing-masing berupaya dengan cara mereka sendiri. Namun,
kehangatan, penerimaan, dan dukungan emosional yang kelompok
pendukung stroke tawarkan sering dapat menjadi kunci untuk mengungkap
kekuatan tersembunyi pada pasien dan pengasuh.
Keluarga stroke tidak bisa mendapatkan keuntungan dari kelompok
pendukung jika tidak ada perkumpulan stroke di komunitas mereka. Tenaga
kesehatan dapat membantu dengan mengorganisir kelompok pendukung
stroke yang baru di komunitas/ wilayah kerja atau memperkuat perkumpulan
jika sudah ada.

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

12
Seorang pasien atau pengasuh di setiap fase penyakit dapat bergabung
dengan kelompok pendukung. Beberapa pasien atau pengasuh mungkin tidak
siap untuk menghadiri kelompok pendukung tepat setelah stroke karena
mereka merasa itu terlalu susah untuk menyeimbangkan dengan rutinitas baru
mereka. Di sisi lain, ada pasien dan pengasuh yang menemukan kenyamanan
dalam menghadiri kelompok pada awal proses pemulihan. Tidak ada benar
atau salah dalam hal kapan memulai menghadiri kelompok pendukung.
Kelompok pendukung difasilitasi oleh kolaborasi pengasuh, pejuang
stroke, dan spesialis kesehatan. Terdapat variasi yang banyak untuk dibahas
kelompok dengan kegiatan yang berbeda, peristiwa, dan layanan yang
mungkin ditawarkan. Beberapa kelompok dapat fokus pada cerita oleh
pejuang stroke, sementara yang lain memberikan informasi yang berguna.
Karena ada berbagai jenis kelompok, penting untuk menemukan satu yang
paling bermanfaat bagi para pasien dan pengasuh. Pasien dan pengasuh perlu
mencari kelompok yang cocok bagi mereka setelah mereka siap untuk
berpartisipasi dalam pengaturan kelompok pendukung. Peserta kelompok
pendukung harus merasa nyaman menghadiri sebuah kelompok dimana
mereka dapat berbagi pengalaman mereka, atau hanya berpartisipasi sebagai
pendengar. Peserta hanya perlu berbagi ketika mereka merasa siap.

Peran Perawat Kesehatan Keluarga


Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007). Asuhan keperawatan
keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek
keperawatan kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan (Sri Setyowati, 2008).

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

13
Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga utamanya ditujukan kepada
keluarga pra sejahtera dan sejahtera tahap I. Pada pembinaan keluarga
tersebut, perawat mempunyai beberapa peran diantaranya (Djuhaeni,2009):
1. Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar
keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara
mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.
Peran edukator telah dilakukan peserta didik dalam memberikan
pendidikan kesehatan pada keluarga Tn. ES mengenai hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan hiperglikemi. Edukasi ini penting dalam
mencegah penyakit menjadi komplikasi.
2. Koordinator
Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk
mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar
tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan. Peserta didik juga telah
menerapkan peran ini dalam menjelaskan tindakan apa yang perlu
dilakukan klien. Salah satunya menganjurkan klien berlatih fisik
(ROM Aktif) setiap hari.
3. Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik
maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan
perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui
anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan
kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan
keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota
keluarga yang sakit. Peran pelaksana telah dijalankan oleh peserta
didik dengan melakukan demonstrasi terapi pijat pada Tn. ES yang
disaksikan anak pertamanya. Harapannya terapi pijat dapat dilakukan
oleh anggota keluarganya sehingga tidak ada beban biaya dan dapat
dilakukan setiap waktu. Penelitian oleh Lämås, Kristina, Charlotte
Häger, Lenita Lindgren, et.al (2016) mendapatkan hasil bahwa Pijat

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

14
sentuhan telah ditemukan memiliki dampak menguntungkan pada
berbagai keadaan. Hal ini meningkatkan relaksasi dan kesejahteraan
pada orang sehat, pada orang tua, dan lain-lain dengan berbagai
kondisi kesehatan. Temuan ini memberikan alasan untuk percaya
bahwa terapi pijat mengurangi kecemasan dan rasa sakit, dan
meningkatkan kualitas hidup setelah stroke. Pijatan sentuhan dapat
dilakukan selama 5 kali dalam seminggu. Sedangkan rasa pegal pada
bahu paska stroke juga telah diteliti oleh Lakhan, Shaheen, Heather
Sheafer, dan Deborah Tepper (2016) dengan judul Research Article;
The Effectiveness of Aromatherapy in Reducing Pain: A Systematic
Review and Meta-Analysis yang mendapatkan hasil bahwa pegal
berkurang pada kelompok yang diberikan aromaterapi lavender,
rosemary, atau peppermint.. Pegal bahu karena hemiplagia umumnya
diobati dengan intervensi farmakologi, tetapi efek samping yang sering
tidak menyenangkan dan berbahaya. Perawatan nonfarmakologi,
seperti olahraga, pijat, dan biofeedback dapat mengurangi rasa sakit
namun tidak selalu efektif. Aromaterapi dapat diberikan selama 20
menit pada saat pijat, juga dapat dioleskan selagi melakukan pijatan.
Dalam hal menjalani peran sebagai pelaksana terdapat nilai yang harus
diperhatikan oleh perawat pelaksana, yaitu caring. Caring adalah
fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berpikir,
merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring sebagai
bentuk dasar dari praktik keperawatan dimana perawat membantu
klien pulih dari sakitnya, memberikan penjelasan tentang penyakit
klien, dan mengelola atau membangun kembali hubungan. Caring
membantu perawat mengenali intervensi yang baik, dan kemudian
menjadi perhatian dan petunjuk untuk memberikan caring nantinya.
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang, pengawasan dengan waspada, perasaan empati
pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi Caring tidak
memiliki pengertian yang tegas, tetapi terdapat tiga makna yang tidak
dapat dipisahkan yaitu memberi perhatian, bertanggung jawab, dan

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

15
ikhlas. Nilai ini dapat diterapkan tenaga kesehatan sebagai pelaksana
dalam menghadapi keluarga yang kurang terbuka dengan tenaga
kesehatan. Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan keluarga,
tenaga kesehatan perlu memberikan perhatian, tanggung jawab dengan
segala kondisi keluarga dan menghadapinya dengan ikhlas.
4. Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite
atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau
melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Peserta didik juga
menjadi pengawas kesehatan keluarga di wilayah RW 03 yang dijalani
selama stase keperawatan keluarga dan dapat melaporkan hal-hal yang
perlu menjadi perhatian kepada pihak puskesmas terkait. Puskesmas
mendapat peran penting dalam hal ini karena merupakan pelayanan
kesehatan dasar masyarakat.

5. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi
masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada
perawat, maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik,
perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Sebagai konsultan
selama pemberian pendidikan kesehatan merupakan peran yang telah
dijalani oleh peserta didik.

6. Kolaborasi
Perawat juga harus bekerja dama dengan pelayanan rumah sakit atau
anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan
keluarga yang optimal. Kolaborasi yang telah dilakukan peserta didik
merupakan kolaborasi independen yaitu kerjasama antar profesi
perawat. Dalam menjalankan fungsi yang satu ini, tindakan perawat
tidak memerlukan advis dari tenaga medis. Tindakan perawat dalam
menjalankan fungsi independennya adalah bersifat mandiri,
berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu, perawat

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

16
bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang
diambil.

7. Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan
derajat kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator
dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem
pelayanan kesehatan (sistem rujukan, dana sehat, dll). Peran sebagai
fasilitator yang telah dilakukan peserta didik mengalami hambatan.
Klien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan/ MRI terkait
perkembangan stroke yang dialami namun klien menolak dengan
alasan biaya dan klien juga tidak memiliki jaminan kesehatan.
Pendaftaran jaminan kesehatan juga memerlukan biaya sehingga klien
menolak.
8. Penemu Kasus
Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi
ledakan atau wabah. Selama pengkajian keperawatan keluarga yang
telah dilakukan peserta didik, tidak ditemukan adanya risiko terjadinya
wabah di wilayah RW 03.
9. Modifikasi Lingkungan
Perawat juga harus dapat mamodifikasi lingkungan, baik lingkungan
rumah maupun lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan
yang sehat. Dalam melakukan pengkajian, kondisi lingkungan tempat
tinggal keluarga Tn. ES sudah optimal sehingga belum perlu adanya
modifikasi lingkungan tempat tinggal.

Tindakan implementasi dilakukan berdasarkan beberapa peran di atas,


seperti penyuluh/edukator, konsultan, pemberi informasi, penghubung dengan
pelayanan kesehatan, dan pemberi pelayanan kesehatan. Namun, masih perlu
adanya optimalisasi peserta didik dalam menjalankan setiap perannya
sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan keluarga kelolaan sesuai
dengan tujuan asuhan keperawatan keluarga. Mengutamakan nilai caring

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

17
dalam menghadapi keluarga yang tertutup dengan tenaga kesehatan
diharapkan mampu mengubah pola piker keluarga. Perlunya perkumpulan
penderita stroke juga menjadi kunci dalam mengubah kondisi emosional klien
dalam menghadapi proses rehabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA

Lämås, Kristina, Charlotte Häger, Lenita Lindgren, Per Wester, dan Christine
Brulin. Does touch massage facilitate recovery after stroke? A study
protocol of a randomized controlled trial. BMC Complementary and
Alternative Medicine. 2016. 16:50 : 1 – 9

Lakhan, Shaheen, Heather Sheafer, dan Deborah Tepper. Research Article: The
Effectiveness of Aromatherapy in Reducing Pain: A Systematic Review and
Meta-Analysis. Hindawi Publishing Corporation. 2016, 1 (1) : 1 – 13

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

18
Carpenito LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

E, Doengoes Marilym. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Friedman M. 2010. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC


Herdman, T.H. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Jhonson, Marion dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,
Misouri: Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C, 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). St.


Louise, Misouri: Mosby, Inc.

American Stroke Association. Together to End Stroke. Last Update 31 July 2013.
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/LifeAfterStroke/ForSuppo
rtGroupLeaders/For-Stroke-Support-Group-
Leaders_UCM_308564_SubHomePage.jsp

Koehn, Teighlor Lockwood. Support Groups Benefit Stroke Survivors and


Caregivers. Last update : 26 January 2014.
http://www.strokesmart.org/new?id=199

Refleksi Asuhan Keperawatan Keluarga | Gifari Ahmad 2017

19

Anda mungkin juga menyukai