Anda di halaman 1dari 41

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MANAJEMEN DISASTER

Dosen Pengajar: Abdurrahman Wahid, Ners,M. Kep

OLEH
KELOMOK 1
IRMAWATI NIM. 1710913420009
MILDAWATI NIM. 1710913420014
MUHAMMAD ERFANSYAH NIM. 1710913410016
MURIATI NIM. 1710913420018
NOR’ALIA NIM. 1710913420022
SARI MULIA NIM. 1710913420028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MANAJEMEN DISASTER

OLEH
KELOMOK 1
IRMAWATI NIM. 1710913420009
MILDAWATI NIM. 1710913420014
MUHAMMAD ERFANSYAH NIM. 1710913410016
MURIATI NIM. 1710913420018
NOR’ALIA NIM. 1710913420022
SARI MULIA NIM. 1710913420028

BANJARBARU, MARET 2018

MENGETAHUI,
DOSEN PENGAJAR

ABDURRAHMAN WAHID, Ners,M. Kep


NIP. 19831111 200812 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena


berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Manajemen Disaster untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dengan dosen pengampu Abdurrahman Wahid,
Ners,M. Kep. Berkat dari kerjasama kelompok yang baik kami dapat dengan
lancar menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah tentang Manajemen
Disaster ini dapat dipergunakan dengan semestinya dan memberikan
pengetahuan bagi para pembaca. Kami sadar makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun akan kami terima untuk menjadi lebih baik kedepannya.

Banjarbaru, Maret 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER......... …………………………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN ...... ……………………………………………… ii
KATA PENGANTAR ....... …………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ....... …………………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……….…………………………………………… 1
1.2 Tujuan………….…………………………………………………… 3

BAB II TINJAUAN TEORI……..…………………………………………. 4


2.1 Pengertian Manajemen Bencana ......................................... 4
2.2 Tahapan Manajemen Bencana………………………………… 10
2.3 Pengenalan dan Pengkajian Ancaman Bencana/Bahaya
dan Kerentanan ........ …………………………………………… 14
2.4 Tindakan Penanggulangan Bencana ………………………… 18
2.5 Mekanisme Kesiapan dan Penanggulangan
Dampak Bencana…………………………………… ............... 21
2.6 Peran Pelaku Kegiatan
Penanggulangan Bencana …….……………………………… 23
2.7 Respon Individu Terhadap Bencana..................................... 25
2.8 Cara Mengolah Bencana ...................................................... 26
2.9 Tindakan yang dapat dilakukan saat Terjadi Bencana .......... 29

BAB III PENUTUP…………………………………………………………. 34


3.1 Kesimpulan……….………………………………………………. 34
3.2 Saran………. …………………………………………………….. 35
DAFTAR PUSTAKA……..…………………………………………………… 36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat
faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi),
bencana akibat hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan,
angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia,
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi
(kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran
bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar
manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi,
religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan
kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. (Perka BNPB
No. 24 Tahun 2007).
Sejak Tsunami Aceh tahun 2004, sampai sepanjang tahun 2010
ini Indonesia seakan sedang melakukan maraton bencana dari satu pulau
ke pulai lain dan dari satu provinsi ke provinsi lain. Pada awal tahun 2010
setelah letusan Gunung Api Merapi mereda, tanah air Indonesia kembali
diguncang bencana alam besar: gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami
di kawasan selatan Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Sementara
itu, bencana yang berkaitan dengan fenomena geologi, seperti semburan
lumpur panas di Porong, Sidoarjo, belum juga berhenti. Kemudian pada
akhir tahun 2010 merapi kembali menyalak yang lebih ganas, diikuti oleh
Tsunami Mentawai dan banjir bandang di beberapa wilayah seperti di
Wasior Irian Jaya.
Kita memang hidup di kawasan rawan bencana. Karena itu,
upaya-upaya pemahaman yang mendalam tentang bahaya-bahaya
kebumian (geo-hazards) dan konsep penanganan bencana yang
ditimbulkannya sangat penting untuk terus menerus ditingkatkan. Di
dalam peraturan tentang organisasi tatalaksana kepemerintahan di
bidang energi dan sumber daya mineral, aspek terkait geo-hazards ini
tercakup dalam istilah “bencana geologi”. Dalam peraturan tersebut,

1
salah satu satuan kerja di bawah Badan Geologi bernama “Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi”.
Dari para ahli geologi diketahui behwa tatanan geologi Indonesia
yang terletak di atas tiga lempeng tektonik, selain memberikan sumber
daya kebumia (geo-resources) yang kaya, dan lingkunga bumi (geo-
environment) yang beranekaragam, juga ancaman bahaya kebumian
(geo-hazard) yang sangat tinggi, baik ragam maupun persebarannya.
Besarnya bahaya geologi Indonesia dan tingginya frekuensi kejadian
bencana yang diakibatkannya merupakan bukti bahwa kita memang
hidup di wilayah yang rawan bencaana. (Kemenkes RI-Badan PPSDM
Kesehatan, 2011). Dalam literatur-literatur tentang mitigasi bencana (lihat
misalnya: Wikipidea) dinyatakan bahwa mitigasi (bencana) adalah bagian
dari manajemen bencana (disaster management) atau manajemen
darurat (emergency management). Manajemen bencana meliputi:
penyiapan, dukungan, dan pembangunan kembali suatu masyarakat
yang terkena bencana alam (natural disaster) atau bencana buatan (man-
made disaster). Manajemen bencana adalah suatu proses yang harus
diselenggarakan terus menerus oleh segenap pribadi, kelompok, dan
komunitas dalam mengelola seluruh bahaya (hazards) melalui usaha-
usaha meminimalkan akibat dari bencana yang mungkin timbul dari
bahaya tersebut (mitigasi).
Mitigasi adalah bagian atau salah satu tahap dalam penanganan
bencana. Tahap mitigasi - dalam maknanya yang berarti kesiapsiagaan
atau kewaspadaan - adalah cara yang murah dalam mengurangi akibat
bahaya-bahaya yang dihadapi masyarakat dibandingkan dengan tindakan
lainnya, seperti: evakuasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.Mitigasi harus
dilakukan baik secara bersama-sama melalui agenda Pemerintah,
maupun sendiri-sendiri baik saat dan paska kejadian, maupun sebelum
kejadian. Karena itu, konsep mitigasi dan tahap lainnya dari manajemen
bencana, serta irisan dan kesalingterkaitan diantara tahapan-tahapan
tersebut perlu dipahami sebelumnya oleh siapa pun yang terlibat dalam
penanganan bencana. Seluruh geo-hazards atau potensi bencana
(disaster) tersebut harus dinilai atau dievaluasi serta dikelola dengan baik
agar tidak berkembang menjadi bencana. Penilaian tersebut berkenaan

2
dengan aspek fisik bumi sebagai fokus perhatiannya dikenal sebagai
analisis geo-risk.
Identifikasi geo-risk, sebagaimana identifikasi resiko-resiko
lainnya, memang misalnya Tsunami Jepang (11 Maret 2011) yang
berdampak kepada Indonesia bagian timur. Ditambah lagi komplikasi
akibat ledakan reaktor nuklir jepang yang dapat menimbulkan dampak
global sangat dahsat dan luas. (Sudiharto).
Bencana geologi atau bencana alam, secara awam merupakan
tugas utama ahli geologi dalam hal memberikan peringatan dini yang
akurat kepada masyarakat agar terhindar atau setidaknya meminimalisir
bencana. Ini yang belum maksimal di negara kita, walaupun penanganan
bencana merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan
masyarakat, setiap anggota masyarakat berpeluang mengetahui dan
berkontribusi dalam penanganan bencana. Harus kita akui bahwa ahli
geologilah yang paling tahu dibanding masyarakat pada umumnya
tentang bencana geologi.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengatahui pengertian dari manajemen disaster.
2. Untuk mengatahui tahapan manajemen bencana
3. Untuk mengatahui Pengenalan dan Pengkajian Ancaman bencana/
bahaya dan kerentanan
4. Untuk mengatahui tindakan penanggulangan bencana
5. Untuk mengetahui mekanisme kesiapan dan penanggulangan
dampak bencana
6. Untuk mengetahui peran pelaku kegiatan penanggulangan bencana
7. Untuk mengetahui respon Individu Terhadap Bencana
8. Untuk mengetahui cara Mengolah Bencana
9. Untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan saat Terjadi
Bencana

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Bencana


2.1.1 Pengertian Bencana
Bencana adalah kejadian yang disebabkan oleh perbuatan
manusia ataupun perubahan alam yang mengakibatkan kerusakan dan
kehancuran sehingga perlu, bantuan orang lain untuk memperbaikinya.
Bencana akan selalu menimbulkan kerugian dan penderitaan serta
memengaruhi aspek-aspek kehidupan seseorang keluarga, kelompok
maupun masyarakat secara umum sehingga diperlukan cara-cara khusus
untuk mencegah dan mengelolanya. Bencana yang terjadi dapat dibagi
berdasarkan sifatnya sebagai alamiah maupun buatan manusia dan
mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga korban bencana
membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Secara lebih sederhana pengertian bencana adalah kejadian yang
membutuhkan usaha ekstra keras, lebih dari respons terhadap situasi .
(Anna, Budi Keliat, 2011).
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh factor alam dan/atau factor non alam maupun
factor manusia sehingga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Ramli, 2010).
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana
diklasifikasikan atas 3 jenis sebagai berikut:
a. Bencana alam
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam
seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, topan, tsunami dll
b. Bencana non alam
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non alam
antara lain berupa gagal teknologi, gagal moderenisasi, epidemic,
dan wabah penyakit
c. Bencana sosial

4
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik social antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan
terror.
Dari banyaknya pengamatan akan bencana, maka dapat
ditemukan karakteristik dari bencana itu sendiri sebagai berikut (Royan,
2004):
a. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal. Kerusakan
tersebut biasanya terlihat cukup parah, sebagai akibat dari kejadian
yang mendadak dan tidak terduga serta luasnya cakupan akan
dampak dari bencana,
b. Dampak dari bencana merugikan manusia, baik bersifat langsung
maupun tidak langsung. Biasanya dapat berupa kematian, kesakitan,
kesengsaraan, maupun akibat negatif lainnya yang berdampak pada
kesehatan masyarakat.
c. Merugikan struktur sosial, seperti kerusakan pada sistem
pemerintahan, bangunan, komunikasi, dan berbagai sarana dan
prasarana pelayanan umum lainnya.
d. Adanya pengungsian yang membutuhkan tempat tinggal atau
penampungan, makanan, pakaian, bantuan kesehatan, dan
pelayanan sosial, yang terkadang tidak rnencukupi atau kurang
terkoordinasi.
Akibat dari bencana berujung pada penderitaan dan kerugian.
Dampak yang ditimbulkan oleh bencana bermacam - macam (Purnomo
dan Sugiantoro, 2010):
a. Dampak primer
Adalah dampak yang terjadi akibat proses bencana itu
sendiri.
b. Dampak sekunder
Adalah dampak yang terjadi akibat dari dampak primer,
dalam arti kata merupakan kelanjutan dari dampak yang ditimbulkan
oleh dampak primer.
c. Dampak tertier
Adalah dampak jangka panjang akibat suatu bencana,
misalnya hancurnya habitat karena tsunami.

5
2.1.2 Pengertian Manajemen
Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis
Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur.
Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen
secara beragam, diantaranya: G.R. Terry memberi pengertian
manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-
tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut
meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan
cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus
melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah
dilakukan. (Terry, 2009)
Follet mengartikan manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick mendefinisikan
manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang
berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana
manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat
sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. (Wijayanti. 2008)
Dari definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama
untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dan secara
klasik Manajemen adalah ilmu dan seni tentang bagaimana
menggunakan sumberdaya secara efisien, efektif dan rasional untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. (A.A Gde
Muninjaya, 2002)
Fungsi organisasi pada hakikatnya merupakan tugas pokok yang
harus dijalankan pimpinan organisasi apapun. Mengenai macamnya
fungsi manajemen itu sendiri ada persamaan dan perbedaan pendapat,
namun sebetulnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi.
Fungsi manajemen menurut R.D. Agarwal adalah “The management
process comprises the following six functions: Panning; Organizing;

6
Staffing; Directing; coordinating; dan controlling.” Menurut Luther Gullick
“The management functions, who abbreviated in the word POSDCoRB,
including the first letter of each management function: (Ibnu Syamsi,
1994)
Fungsi-fungsi manajerial Menurut Terry, fungsi manajemen dapat
dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling
(pengawasan): (Terry, 2006)
a. Perencanaan (Planning)
Planning/perencanaan adalah menentukan tujuan-tujuan
yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa
yang harus diperbuat agar mencapai tujuan-tujuan tersebut. Planning
mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam
pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan
untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna
merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang. Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan
sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Husaini Usman,
2008). Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses
untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Pengorganisasian (Organization)
Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani
yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok
kepada seorang manajer (Terry & Rue, 2009) Pengorganisasian
dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumbersumber
yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang
dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. ungsi dari
pengorganisasian yaitu kegiatan yang mengatur tugas, wewenang,
dan tanggung jawab serta. Pengorganisasian yang baik dapat
menempatkan orang – orang pada tugas yang tepat.

7
c. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-
anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan
dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
bersama.
d. Pengawasan (Controlling)
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan
penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

2.1.3 Pengertian Manajemen bencana


Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan
terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan
dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).
Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif
untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan
akurat untuk menekan korban dan kerugian yang ditimbulkannya (Ramli,
2010).
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana
dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan
bencana Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap
kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.

8
Siklus Manajemen Resiko Bencana
Tiap tahapan kegiatan dalam gambar di atas akan dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
a. Pencegahan
Adalah langkah-langkah untuk melakukan, menghilangkan
atau mengurangi ancaman secara drastis melalui pengendalian dan
pengaturan fisik dan lingkungan. Tindakan ini bertujuan untuk
menekan sumber ancaman dengan mengurangi tekanan, mengatur
dan menyebarkan energi atau bahan ke daerah yang lebih luas atau
melalui waktu yang lebih lama (Smith, 1992).
b. Mitigasi
Adalah tindakan fokus pada perhatian untuk mengurangi
dampak dari ancaman dan dengan demikian mengurangi negatif
dampak bencana terhadap kehidupan melalui beberapa alternatif
yang sesuai dengan ekologi. Kegiatan mitigasi mencakup tindakan
non-rekayasa seperti peraturan, sangsi dan penghargaan untuk
memaksa perilaku yang lebih cocok dan melalui informasi untuk
meningkatkan kesadaran (ADB. 1991)
c. Kesiapan Tanggap Darurat
Adalah prediksi tentang kebutuhan masa depan jika ada
bencana keadaan darurat dan identifikasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan, dan dengan demikian membawa masyarakat

9
di daerah bahaya untuk merespon yang lebih baik terhadap
kesiapan menghadapi bencana. Berdasarkan pemahaman bahwa
kehancuran dalam bencana tidak dapat dihindari, tanggap darurat
menempatkan beberapa pengaturan secara efektif. Kesiapan
tanggap darurat meliputi pengaturan dan pelatihan rencana tanggap
darurat untuk mengatur, menyiapkan dan menguji sistem peringatan
dini, penyimpanan dan kesiapan pasokan kebutuhan dasar,
pelatihan dan simulasi, kesiapan mekanisme alarm dan prosedur
tetap (Flemming, 1957)
d. Tanggap Darurat
Adalah tindakan sebelum dan setelah bencana. Tindakan
dalam tahap ini seperti identifikasi lokasi bencana, studi cepat
tentang kerusakan dan ketersediaan sumber daya untuk
menentukan dengan cepat pemenuhan kebutuhannya. Seiring
dengan itu, mungkin ada pencarian dan penyelamatan korban,
pertolongan pertama, evakuasi, tempat para pengungsi dan
fasilitas, pengiriman pasokan darurat dan obat-obatan, sumber daya
bergerak dan pemulihan fasilitator utama seperti komunikasi,
transportasi, air, dan fasilitas publik lainnya.
e. Pemulihan
Adalah tindakan yang bertujuan untuk membantu orang
mendapatkan kembali apa yang sudah hilang dan membangun
kembali kehidupan, dan untuk mendapatkan kembali peluang
mereka. Semua ini akan dicapai melalui pembangun kembali dan
memfungsikan kembali fasilitas-fasilitas, memulihkan tingkat
kemampuan sosial ekonomi mereka sama atau lebih baik dari
sebelum bencana bersama dengan penguatan ketahanan mereka
untuk menghadapi bencana di masa mendatang.

2.2 Tahapan Manajemen Bencana


Manajemen Bencana merupakan suatu proses terencana yang
dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3
(tiga) tahapan sebagai berikut (BNPB, 2008):
2.2.1 Pra Bencana
a. Kesiagaan

10
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Membangun
kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan
karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di
tengah masyarakat. Kesiagaan adalah tahapan yang paling
strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
b. Peringatan Dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada
semua pihak, khususnya mereka yang berpotensi terkena bencana
di tempat masingmasing. Peringatan didasarkan berbagai informasi
teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau diterima dari pihak
berwenang mengenai kemungkinan akan datangnya suatu
bencana.
c. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mencegah atau
mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Dari
batasan ini sangat jelas bahwa mitigasi bersifat pencegahan
sebelum kejadian. Mitigasi bencana harus dilakukan secara
terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan
pendekatan antara lain:
a) Pendekatan Teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk
mengurangi dampak suatu bencana misalnya:
1) Membuat rancangan atau desain yang kokoh dari
bangunan sehingga tahan terhadap gempa.
2) Membuat material yang tahan terhadap bencana, misalnya
material tahan api.
3) Membuat rancangan teknis pengaman, misalnya tanggul
banjir, tanggul lumpur, tanggul tangki untuk mengendalikan
tumpahan bahan berbahaya.
b) Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia ditujukan untuk
membentuk manusia yang paham dan sadar mengenai

11
bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia
harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
c) Pendekatan Administratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat
melakukan pendekatan administratif dalam manajemen
bencana, khususnya di tahap mitigasi sebagai contoh:
1) Penyusunan tata ruang dan tata lahan yang
memperhitungkan aspek risiko bencana.
2) Sistem perijinan dengan memasukkan aspek analisa risiko
bencana.
3) Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dari
pembangunan industri berisiko tinggi.
4) Mengembangkan program pembinaan dan pelatihan
bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga
pendidikan.
5) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi
tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan
maupun industri berisiko tinggi.
d) Pendekatan Kultural
Masih ada anggapan dikalangan masyarakat bahwa
bencana itu adalah takdir sehingga harus diterima apa adanya
Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena dengan kemampuan
berpikir dan berbuat, manusia dapat berupaya menjauhkan diri
dari bencana dan sekaligus mengurangi keparahannya. Oleh
karena itu, diperlukan pendekatan kultural untuk meningkatkan
kesadaran mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural,
pencegahan bencana disesuaikan dengan kearifan
masyarakat lokal yang telah membudaya sejak larna.
2.2.2 Saat Bencana Terjadi
a. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan

12
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Tanggap
darurat yang dilakukan untuk mengatasi kejadian bencana misalnya
dalam suatu proses kebakaran atau peledakan di lingkungan
industri:
1) Memadamkan kebakaran atau ledakan.
2) Menyelamatkan manusia dan korban (resque).
3) Menyelamatkan harta benda dan dokumen penting (salvage).
4) Perlindungan masyarakat umum.
b. Penanggulangan Bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan
adalah menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan
jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan
pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian. Tim tanggap
darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh
karena itu tim tanggap darurat harus diorganisir dan dirancang untuk
dapat menangani berbagai jenis bencana.
2.2.3 Pasca Bencana
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana. Di tingkat industri atau perusahaan, fase rehabilitasi
dilakukan untuk mengembalikan jalannya operasi perusahaan seperti
sebelum bencana terjadi. Upaya rehabilitasi misalnya memperbaiki
peralatan yang rusak dan memulihkan jalannya perusahaan seperti
semula.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,
baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya

13
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
2.3 Pengenalan dan Pengkajian Ancaman Bencana/Bahaya dan
Kerentanan
Unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana berupa ancaman
bencana/bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability) yang dihadapi
oleh wilayah tersebut. (BNPB, 2008).
2.3.1 Pengenalan Bahaya (hazard)
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan
Negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan
beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun
kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan
permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan
konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama
(main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi
bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada
peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain.
1. Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa
kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit
dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan,
jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan
telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan
korban akibat timbulnya kepanikan.
2. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat
terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau
longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat

14
memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah
adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupapengangkatan
atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala
yang luas) di bawah laut. Terdapat empat faktor pada gempa bumi
yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi
terjadi di Iaut, 2). Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3).
kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi vertikal
pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat,
mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat
mencapai 20 m.
3. Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh
jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu
gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar. Luas daerah
rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2
dengan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan
bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa.
Berdasarkan data frekwensi letusan gunung api, diperkirakan tiap
tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan
gunung api.
4. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam
maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di
Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan
kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah
manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu :
hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya
dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah
longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan
daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran
hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan
disiplin masyarakat yang rendah.
5. Tanah Longsor

15
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa
tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau
keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini
adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing. Bencana
tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan
kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan
kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini.
6. Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi
bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas
tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga
timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali
mengganggu negara-negara tetangga. Kebakaran hutan dan lahan
dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan
dengan banyak hal. Dari lading berpindah sampai penggunaan HPH
yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan
cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran
hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung
gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu
kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.
7. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia
hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan
menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi
tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan
lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal
panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk
adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
8. Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Epidemi baik

16
yang mengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius
berupa kematian serta terganggunya roda perekonomian. Beberapa
indikasi/gejala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian
influenza/Flu burung, antrax serta beberapa penyakit hewan ternak
lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak yang
mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat
marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan
manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak
mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia.
Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api
akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum
kejadian kebakaran permukiman/gedung.
10. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan
oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan
manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak
yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia,
bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi
yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
2.3.2 Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku
manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat
berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan
bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan
gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat
sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya.
Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang

17
mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan,
kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan
mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan
masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentanmenghadapi
bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit
air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal
di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana
tanah longsor dan sebagainya.
2.4 Tindakan Penanggulangan Bencana
Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman
bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.
Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut (BNPB, 2008):
2.4.1 Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

18
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi
aktif antara lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi
yang bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan)
dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
2.4.2 Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.

19
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
2.4.3 Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau
pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
kerugian, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;
3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. pemenuhan kebutuhan dasar;
5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
2.4.4 Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana;
2. perbaikan prasarana dan sarana umum;
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4. pemulihan sosial psikologis;

20
5. pelayanan kesehatan;
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8. pemulihan keamanan dan ketertiban;
9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana
secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus
dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari
berbagai ahli dan sektor terkait.
1. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
5. peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
6. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
7. kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
8. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
9. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
10. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

2.5 Mekanisme Kesiapan dan Penanggulangan Dampak Bencana


Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi (BNPB, 2008):
2.5.1 Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
1. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu
tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak
terjadi bencana meliputi:
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;

21
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
2. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan
bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
2.5.2 Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat meliputi:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya;
2. Penentuan status keadaan darurat bencana;
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. Pemenuhan kebutuhan dasar;
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
2.5.3 Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca
bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.
2.5.4 Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal
ini adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dari peraturan

22
perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa mekanisme
tersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan
pelaksana,
2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

2.6 Peran Pelaku Kegiatan Penanggulangan Bencana


2.6.1 Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan
memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat
diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut (BNPB, 2008):
1. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
2. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan paramedic
3. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
4. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
5. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
6. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi
sebelumnya
7. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan
pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang
aman bencana.
8. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana

23
9. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan
10. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan
upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
11. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
12. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
13. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.
2.6.2 Peran dan Potensi Masyarakat
1. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana
sekaligus korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu
menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang
ke skala yang lebih besar.
2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran
swasta cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat
pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor
swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional
dalam menghadapi bencana.
3. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non
Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya
penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan
pasca bencana.
4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian

24
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika
dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi
yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini
publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
6. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari
lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap
darurat maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Respon Individu Terhadap Bencana


Pada bagian ini kita akan mempelajari prilaku yang diperlihatkan
individu yang mengalami bencana. Dampak psikologis yang diakibatkan
bencana sangat bervariasi, faktor keseimbangan mempengaruhi respons
individu terhadap krisis adalah persepsi terhadap kejadian, sistem
pendukung yang dimiliki dan mekanisme koping yang digunakan. Reaksi
emosi dapat diobservasi dari individu yang menjadi korban. Ada 3
tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana.
1. Reaksi individu segera (24 jam ) setelah bencana adalah :
a. Tegang, cemas,panik
b. Terpaku, linglung, syok, tidak percaya
c. Gembira atau euforia, tidak terlalu merasa menderita
d. Lelah, bingung
e. Gelisah, menangis, menarik diri
f. Merasa bersalah
Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi
yang abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer.
2. Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana

25
a. Ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah,kesulitan tidur
b. Khawatir, sangat sedih
c. Mengulang-ulang kembali (flashback) kejadian
d. Bersedih
e. Reaksi positif yang masih dimiliki : berharap atau berpikir tentang
masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan
menyelamatkan
f. Menerima bencana sebagai takdir
Kondisi ini masih termasuk respon normal yang
membutuhkan tindakan psikososial minimal; termasuk untuk respons
yang maladaptif
3. Lebih dari minggu ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan
dapat menetap dan dimanifestasikan dengan :
a. Kelelahan
b. Merasa panik
c. Kesedihan terus berlanjut, pesimis, dan berpikir tidak realistis
d. Tidak beraktivita, isolasi, dan menarik diri
e. Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih,
mual, sakit kepala, dll
Pada sebagian korban bencana yang selamat dapat mengalami
gangguan mental akut yang timbul dari beberapa minggu hingga
berbulan-bulan sesudah bencana. Beberapa bentuk gangguan tersebut
antara lain reaksi akut terhadap stres, berduka dan berkabung, gangguan
mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian, gangguan mental yang
kambuh kembali atau semakin berat, dan psikosomatis.
Kondisi ini membutuhkan bantuan psikososial dari tenaga
kesehatan profesional.

2.8 Cara Mengelola Bencana


Setelah anda mempelajari tahapan bencana dan berbagai
respons indvidu terhadap bencana maka tindakan keperawatan dalam
mengelola bencana sesuai dengan proses terjadinya terbagi dalam 3
tahapan :
1. Program antisipasif untuk kondisi pra-bencana
2. Tindakan segera untuk kondisi segera setelah bencana

26
3. Pemulihan untuk kondisi pascabencana
2.8.1 Program Antisipatif Terhadap Bencana
Pada tahap ini lingkup tindakan ditujukan pada kesiapan individu
dan masyarakat untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Pada
lokasi-lokasi yang diperkirakan mengalami bencana perlu dilakukan
tindakan antisipasi agar masyarakat dapat melakukan tindakan yang
tepat apabila terjadi bencana.
Secara profesional petugas kesehatan perlu mengetahui secaa
jelas rencana penanganan bencana (protap) yang telah disusun dan
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama Palang Merah
Indonesia Masyarakat perlu diajarkan beberapa hal yang merupakan
tanda-tanda bencana, mengingatkan bencana yang pernah terjadi
sebelumnya, mengingatkan tindakan yang perlu dilakukan masyarakat,
mobilisasi, dan evakuasi jika perlu. Beberapa contoh tindakan antisipatif:
1. Segera berlindung di bawah meja dan lindungi kepala anda saat
berada dalam ruangan
2. Jika berada di bangunan bertingkat berlari ke lantai yang lebih tinggi
3. Selamatkan diri terlebih dulu sebelum menyelamatkan orang lain
Tanda-tanda terjadi tsunami:
1. Bila terdengar suara gemuruh tetapi tidak disertai hujan
2. Bila air laut di pantai surut mendadak
3. Bau belerang/garam laut tercium dari jarak yang cukup jauh
4. Bila terjadi gempa berkekuatan besar
1) Tindakan Segera Setelah Bencana (Emergensi)
Segera setelah bencana perilaku yang terlihat adalah
masyarakat saling membantu satu sama lain (karena bantuan dari luar
belum ada). Jenis bantuan yang perlu segera diberikan dari luar derah
bencana antara lain berupa bantuan kesehatan, perbaikan komunikasi
dan transpostasi, deteksi terhadap penyakit menular dan gangguan
mental serta evakuasi korban selamat jika diperlukan.
Tindakan yang perlu anda lakukan harus sesuai dengan area
yang mengalami bencana dan bantuan yang dibutuhkan.
a) Tingkat I
Bencana pada tingkat ini membutuhkan bantuan
emergensi medik, kepolisian, pemadam kebakaran, SAR dari

27
daerah setempat. Mis. Kebakaran pada sebuah rumah,
tenggelam, dan kecelakaan lalu lintas.
b) Tingkat II
Pada tingkat ini dibutuhkan bantuan dengan cakupan
yang lebih luas biasanya melibatkan tim kesehatan, SAR, dan
kepolisian satu provinsi karena lokasi bencana yang lebih luas.
Mis. Kecelakaan atau bom di sebuah gedung atau area khusus
c) Tingkat III
Pada tingkat ini penanganan bencana sudah
membutuhkan bantuan dari berbagai unsur di masyarakat yang
melibatkan satu negara, seperti gempa bumi, angin ribut, banjir
bandeng, dan air bah.
Tsunami dan bencana di Aceh dan Nias termasuk pada
bencana tingkat III. Saat terjadi bencana dimana masyarakat
mengalami krisis maka keterlibatan tenaga kesehatan sangat
diperlukan. Relawan kesehatan mental dibutuhkan segera setelah
terjadinya bencana, terutama di tempat-tempat yang bermasalah
seperti rumah sakit dan tempat pengungsian. Gunakan metode
‘’jemput bola’’ (mendatangi para korban) dalam memberikan bantuan
pada korban. Jika anda melakukan penanganan pada kondisi tersebut
di atas penanganan dilakukan di tempat pasien berada, di RS,
puskesmas atau pengungsian.
Bila ada menemukan korban-korban dengan kondisi
mental yang berat (gangguan orientasi realita [halusinasi, waham,
bicara kacau ] ) segera rujuk ke pelayanan kesehatan (puskesmas,
RSU, RS) agar memperoleh perawatan kesehatan jiwa masyarakat,
psikolog dan psikiater. Bentuk tindakan keperawatan lain yang dapat
anda lakukan adalah melatih pra korban untuk mengatasi rasa
berdukanya atau memberikan penyuluhan massal tentang manajemen
stres.
2.8.2 Tindakan Pemulihan
Tindakan pada tahap pemulihan (recovery) adalah keterlibatan
seluruh pihak untuk bergerak bersama memperbaiki kondisi ekonomi dan
kehidupan masyarakat. Kondisi yang menunjukkan kondisi perbaikan
diantaranya adalah adanya penanganan masalah-masalah kesehatan

28
oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan bersama LSM yang
terkait, pembangunan perumahan dan jalan-jalan oleh departemen
pekerjaan umum dan lembaga terkait, keamanan oleh tentara atau polisi,
air bersih oleh PAM, makanan,minuman, pakaian oleh kementrian
kesejahteraan rakyat, dan lain-lain.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini adalah perbaikan,
penataan kembali dan mitigasi. Tindakan yang termasuk ke dalam fase
perbaikan meliputi pembangunan kembali sarana fisik yang rusak,
kembali sekolah dan bekerja serta melanjutkan kehidupan sesuai dengan
kondisi saat ini.
Pada pelayanan kesehatan prevensi primer ditujukan bagi
masyarakat yang tidak terganggu sedangkan pada masyarakat yang
menunjukkan masalah psikososial dan gangguan jiwa pemulihan
dilaksanakan melalui prevensi sekunder.
Fase penataan kembali dilakukan jika kehidupan masyarakat
sudah lebih normal. Penataan dilakukan terhadap infrastruktur yang rusak
dan membangun kembali sistem kehidupan bermasyarakat.
Pada fase mitigasi adalah merencanakan aktivitas-aktivitas yang
berorientasi pada masa depan untuk mencegah bencana sekunder yang
dapat terjadi atau meminimalkan dampak bencana seperti menyiapkan
program-program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja ,
melatih tenaga-tenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan dan
lain-lain.

2.9 Tindakan Yang Dapat Dilakukan Saat Terjadi Bencana


Bagian ini akan menguraikan tentang tidakan-tindakan yang
dapat anda lakukan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat
mengatasi dampak bencana (krisis yang dialami). Faktor penyeimbang
yang membuat individu dapat melalui krisis yang dialami adalah persepsi
terhadap kejadian realistis, mempunyai sistem pendukung dari lingkungan
dan mempunyai mekanisme koping adekuat. Prinsip tindakan untuk
mengatasi krisis sesuai dengan tiga faktor penyeimbang tersebut yaitu
membina hubungan saling percaya yang erat dengan pasien, menggali
permasalahan yang dialami pasien dan mengembangkan alternatif
pemecahan masalah.

29
1. Segera Setelah Bencana (24 Jam)
Anda perlu menilai dengan cermat :
a. Kerusakan lingkungan yang terjadi
b. Jenis cedera yang dialami
c. Penderitaan yang dialami
d. Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi segera
Pada tahap ini yang perlu dilakukan segera adalah:
a. Pertolongan kedaruratan untuk masalah-masalah fisik
b. Memenuhi kebutuhan dasar
c. Untuk membantu individu melalui fase krisisnya maka perawat
perlu memfasilitasi kondisi yang dapat menyeimbangkan krisis
seperti menjadi sumber koping (sistem pendukung) bagi klien.
2. Minggu Pertama sampai Ketiga Setelah Bencana
a. Berikan informasi yang sederhana dan mudah diakses tentang
lokasi jenazah
b. Mendukung keluarga jika jenazah dimakamkan tanpa upacara
tertentu.
c. Bantu mencari anggota keluarga yang terpisah pada individu yang
berisiko seperti lansia,ibu hamil, anak dan remaja
d. Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan aktivitas kelompok
yang terorganisir seperti ibadah bersama
e. Motivasi anggota tim lapangan untuk terlibat dalam proses
berkabung (mis., tahlilan, takziah)
f. Lakukan aktivitas rekreasi bagi anak-anak
g. Informasikan pada korban tentang reaksi psikologis normal yang
terjadi setelah bencana. Yakinkan mereka bahwa hal tersebut
normal dan berlangsung sementara yang akan hilang dengan
sendirinya dan dialami oleh semua orang
h. Informasikan tentang reaksi stres yang normal pada masyarakat
secara massal (libatkan ulama, guru dan pemimpin sosial lainnya)
i. Motivasi para korban untuk bekerja bersama memenuhi
kebutuhan mereka seperti membersihkan lokasi bersama-sama,
memasak bersama
j. Libatkan korban yang masih sehat dalam pelaksanaan bantuan

30
k. Motivasi pemimpin masyarakat dan tokoh kunci lainnya untuk
terlibat dalam diskusi kelompok dan dapat memotivasi klien untuk
berbagi perasaan
l. Pastikan informasi yang diterima akurat.
m. Pastikan distribusi bantuan merata
n. Berikan pelayanan dengan empati’’yang sehat’’ dan tidak
memihak pada salah satu bagian dari masyarakat (mis., golongan
minoritas).
3. Setelah Minggu Ketiga Bencana
Pada fase ini anda melakukan tindakan dengan
menggunakan metode pemberian informasi, konseling, dan bimbingan
antisipasi. Setelah melalui fase akut tindakan yang dapat anda lakukan
adalah:
a) Tindakan psikososial secara umum. Tujuan anda melakukan
tindakan ini adalah agar sebagian besar klien dan keluarga
mampu beradaptasi terhadap kondisi psikososial dengan
menggunakan mekanisme koping yang dimiliki walaupun
dukungan dari keluarga/orang lain di lingkungannya sangat minim
atau tidak ada
Tindakan yang anda lakukan adalah pertolongan pertama
pada masalah psikososial sebagai berikut:
1) Identifikasi individu dengan koping yang tidak efektif yang ditandai
dengan gejala psikologis yang dilaporkan.
2) Bina hubungan saling percaya.
3) Penuhi kebutuhan fisik yang mendesak.
4) Mobilisasi dukungan sosial (tetapi jangan memaksa)
5) Cegah timbulnya bahaya yang lain (seperti berjangkitnya penyakit
menular).
6) Mulai berkomunikas: mendengarkan masalah mereka, sampaikan
keprihatinan, berikan bantuan yang berkelanjutan (tetapi jangan
pernah memaksa)
7) Sampaikan bahwa korban bencana merasakan perasaan yang
sama
8) Tetap mensupervisi perawatan sampai reaksi berlalu.

31
b) Tindakan psikososial khusus. Tindakan yang dapat anda lakukan
pada fase ini antara lain konseling trauma, konseling berduka dan
bimbingan antisipasi.
1) Konseling terhadap trauma:
• Dengarkan ungkapan perasaan pasien dengan penuh
perhatian.
• Tanyakan dan klarifikasi untuk menggali lagi pengalamannya
tetapi jangan memaksa bila pasien menolak.
• Coba untuk memahami penderitaan yang dialami pasien dan
keluarganya.
• Sampaikan bahwa anda akan selalu membantu dan perlihatkan
bahwa anda memahami apa yang dirasakannya.
• Sampaikan bahwa orang lainpun akan mengalami hal yang
sama bila mengalami kejadian seperti yang dialami pasien
• Bicarakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah.
2) Konseling terhadap proses berduka. Anda dapat membantu klien
dan keluarga dengan memberikan konseling. Langkah-langkah
yang dapat anda lakukan adalah:
• Lakukan pendekatan dengan cara yang lemah-lembut.
• Tanyakan tentang kondisi keluarganya dan kemudian bicarakan
tentang korban yang meninggal
• Motivasi untuk berbagi informasi tentang anggota keluarga
yang meninggal (mis., menunjukkan dan membicarakan foto
anggota keluarga).
• Fokuskan pembicaraan pada hubungan dengan orang-orang
terdekat sebelum bencana dan arti kehilangan secara pribadi.
3) Bimbingan antisipasi:
• Bantu klien untuk menerima bahwa reaksi yang mereka
perlihatkan adalah normal sehingga dapat mengurangi rasa
tidak berarti dan putus asa.
• Berikan informasi tentang reaksi stres yang alamiah dan
intensitas perasaan dapat berkurang seiring dengan
berjalannya waktu

32
• Lakukan pertemuan-pertemuan yang berisi berbagai informasi
yang perlu diketahui korban
• Jangan fokuskan perhatian hanya pada reaksi akibat stres
secara individual tetapi fokuskan pada kekuatan kelompok
untuk menghadapi krisis secara bersama-sama.
4) Konseling krisis:
• Bersama klien mengidentifikasi masalah yang menyebabkan
klien meminta pertolongan.
• Bantu klien untuk membuat daftar alternatif dan strategi untuk
mengatasi masalahnya
• Bantu klien untuk menilai dukungan sosial yang tersedia
untuknya.
• Bantu klien untuk mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya
• Bantu klien untuk melaksanakan keputusan yang sudah diambil
• Diskusikan persepsi klien tentang kemampuannya
5) Konseling untuk menyelesaikan masalah:
• Mengidentifikasi masalah
• Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah melalui curh
pendapat
• Bandingkan keuntungan dan kerugian dari tiap penyelesaian
masalah
• Identifikasi solusi yang paling sesuai untuk klien
• Implementasikan bentuk penyelesaian yang telah dipilih

33
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Bencana adalah kejadian yang disebabkan oleh perbuatan manusia
ataupun perubahan alam yang mengakibatkan kerusakan dan
kehancuran sehingga perlu, bantuan orang lain untuk
memperbaikinya. Bencana akan selalu menimbulkan kerugian dan
penderitaan serta memengaruhi aspek-aspek kehidupan seseorang
keluarga, kelompok maupun masyarakat secara umum sehingga
diperlukan cara-cara khusus untuk mencegah dan mengelolanya.
2. Manajemen Bencana merupakan suatu proses terencana yang
dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3
(tiga) tahapan yaitu, pra bencana, saat bencana terjadi dan pasca
bencana
3. Unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana berupa ancaman
bencana/bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability) yang
dihadapi oleh wilayah tersebut.
4. Tindakan Penanggulangan Bencana adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan
ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang
ditimbulkan yaitu: pencegahan dan mitigasi; kesiapsiagaan; tanggap
darurat; dan pemulihan
5. Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: Pada pra
bencana; saat tanggap darurat; pasca bencana; dan mekanisme
penanggulangan bencana.
6. Dalam kegiatan penanggulangan bencana pihak yang terkait yaitu
instansi pemerintah yang terkait dan masyarakat
7. Berbagai macam respon individu terhadap bencana (24 jam ) setelah
bencana adalah : Tegang, cemas, linglung, syok memerlukan upaya
pencegahan primer. Minggu pertama - ketiga setelah bencana
Ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah,kesulitan tidur, Khawatir,
sangat sedih membutuhkan tindakan psikososial minimal; termasuk
untuk respons yang maladaptive. Lebih dari minggu ketiga setelah

34
bencana. Reaksi yang diperlihatkan: kelelahan, kesedihan terus
berlanjut, pesimis, dan berpikir tidak realistis, tidak beraktivita, isolasi,
dan menarik diri, kondisi ini membutuhkan bantuan psikososial dari
tenaga kesehatan profesional.
8. Tindakan keperawatan dalam mengelola bencana sesuai dengan
proses terjadinya terbagi dalam 3 tahapan : program antisipasif untuk
kondisi pra-bencana, tindakan segera untuk kondisi segera setelah
bencana, pemulihan untuk kondisi pascabencana.
9. Tindakan yang dapat dilakukan saat terjadi bencana untuk membantu
mengatasi dampak bencana (krisis yang dialami). Faktor
penyeimbang adalah persepsi terhadap kejadian realistis,
mempunyai sistem pendukung dari lingkungan dan mempunyai
mekanisme koping adekuat. Tiga faktor penyeimbang yaitu membina
hubungan saling percaya yang erat dengan pasien, menggali
permasalahan yang dialami pasien dan mengembangkan alternatif
pemecahan masalah.

3.2 SARAN
Perawat perlu menyadari bahwa kita memang hidup di kawasan
rawan becana. Karena itu, upaya-upaya pemahaman yang mendalam
tentang bahaya-bahaya kebumian (geo-hazards) dan konsep penanganan
bencana yang ditimbulkannya sangat penting untuk terus menerus
ditingkatkan.
Materi mengenai bencana alam (manajemen disaster) ini sangatlah
luas, karena keterbatasan penulis, diharapkan pembaca dapat mencari
literatur lain selain makalah ini. Saran yang membangun juga sangat
diperlukan dalam perbaikan makalah ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

ADB, ca. 1991. Disaster Management, A Disaster Manager's Handbook. Manila:


ADB
Anna, Budi Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (basic
course). Jakarta : EGC.
Flemming.A.S. 1957. The Impact of Disasters on Readiness for War, in the
Annals: AAPSS No.309
Haryanto, Agus Joko. 2012. Manajemen dalam Menghadapi Ancaman Bencana
Industri di PT. Lautan Otsuka Chemical Cilegon Tahun 2012. Depok.
Universitas Indonesia.
Kemenkes RI-Badan PPSDM Kesehatan. 2011. Modul pelatihan Jabatan
Fungsional Perawat Jenjang Terampil-Pelaksana Lanjutan
Penanggulangan Bencana/KLB. Banjarbaru: Bapelkes.
Kepala BNPB. 2008. Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana. Jakarta. BNPB.
Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta. Edisi dua. EGC.
Pakpahan, Lisbeth. 2014. Kesiapan Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe
dalam Penanganan Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Medan.
Universitas Sumatera Utara.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana.
Purnomo, Hadi & Sugiantoro, Ronny. 2010. Manajemen Bencana Respon dan
Tindakan Terhadap Bencana. Jakarta, MedPress.
Pasal 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Jakarta: DPR RI dan Presiden RI
6.
Ramli, Soehatman. 2010. Manajemen Bencana, Cetakan Pertama. PT. Dian
Rakyat
Ramli, Soehatman. 2000. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. (Disaster
Manajemen). Jakarta. Dian Rakyat
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana. Jakarta

36
Royan, Mochamad. 2004. Pengembangan Sistem Informasi Gawat Darurat
Bencana (SIGAB). Aplikasi bencana kasus bencana banjir di DINKES DKI
Jakarta Timur, tesis info kesehatan (Informasi Kesehatan). Depok. FKM
UI
Smith. K. 1992. Environmental Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster.
London, Routledge.
Sudiharto,S. Kp, M. Kes. Manajemen Disaster.
Syamsi, Ibnu. 1994. Pokok-pokok Organisasi & Manajemen.1983. Yokyakarta.
Edisi Revisi. Rineka Cipta.
Terry, George R. Dan Leslie W, Rue. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta.
Bumi Aksara.
Usman, Husaini. 2008. Manajemen. Jakarta ; Bumi Aksara, 2008.
WHO/EHA. 2002. Disasters & Emergencies Definition: Trainning Package.
Panafrican Emergency Training Centre. Addis Ababa.
Wijayanti, Irene Dian Sari. 2008. Manajemen, Editor : Ari Setiawan. Yokyakarta.
Mitra Cedikia

37

Anda mungkin juga menyukai