Anda di halaman 1dari 13

Tugas

KOLABORASI INTERPROFESIONAL
DALAM PRAKTEK HOME CARE
NURSING

OLEH :
DASWITI
IVONI ASTRIA GUSLINA
LOLA GUSENDANG

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. MAIDALIZA, M.KEP

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


BUKITTINNGI
2023
KOLABORASI INTERPROFESIONAL DALAM
PRAKTEK HOME CARE NURSING

Abstrak
Kolaborasi kesehatan merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara
profesi kesehatan yang berbeda. Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi
kesehatan seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan,
dan pekerja sosial. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah memberikan pelayanan
yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat, serta di tempat yang tepat.
Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Konsep kolaborasi tim
kesehatan itu sendiri merupakan konsep hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk pasien di Rumah
Sakit.

Kata Kunci : Kolaborasi, Tim Kesehatan, dan Rumah Sakit

1. Latar Belakang
Tim pelayanan kesehatan merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan
yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda. Tim akan berjalan dengan baik bila
setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik. Anggota tim kesehatan antara lain
dokter, perawat, fisioterapist, radiolog, laboran, ahli gizi, dan juga apoteker.

WHO mengakui kolaborasi antar profesi dalam pendidikan dan praktek sebagai suatu
strategi inovatif yang akan memainkan peran penting dalam mengurangi krisis tenaga
kerja kesehatan global. Praktek kolaborasi memperkuat sistem kesehatan dan
memperbaiki hasil kesehatan (WHO, 2010). Kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi
dipengaruhi oleh latar belakang kesehatan dan sistem interprofessional education di
dunia.

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang


tanggung jawab paling besar untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif
mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen
perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada
pendidikan dan kemampuan praktisi (Shortridge, 1986 dalam Paryanto,2006).

Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik
bersama sebagai kolega. Bekerja saling kertergantungan dalam batasan-batasan lingkup
kerja mereka dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkonstribusi untuk merawat individu keluarga dan masyarakat.

Tujuan
Tujuan dari kajian ini untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang
diberikan kepada pasien haruslah asuhan yang terintegrasi, dimana semua profesional
pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.

Metode
Metode yang digunakan pada kajian ini adalah metode kualitatif yang memberikan
penjelasan dengan menggunakan analisis pada referensi-refensi yang digunakan.

Hasil
Hasil dari kajian ini adalah adalah agar tercapainya asuhan teritegrasi dapat secara
efektif dengan kolaborasi yang intens diantara professional pemberi asuhan kepada
pasien.

2. Pembahasan
a. pengertian
Kolaborasi tim kesehatan adalah hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab
bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan
pasien (ANA, 1992 dalam Kozier, Fundamental Keperawatan). Kolaborasi kesehatan
merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara profesi
kesehatan yang berbeda. Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi
kesehatan seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang
kesehatan, dan pekerja sosial. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah
memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat,
serta di tempat yang tepat.
Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi yang
efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan (Kozier,
2010). Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan konsep hubungan
kerjasama yang kompleks dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi
pada pelayanan kesehatan untuk pasien.

b. Model-model/ Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan

Berikut merupakan bentuk/jenis kolaborasi tim kesehatan, diantaranya:

1. Fully Integrated Major

Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi
yang sama untuk tujuan yang sama.

2. Partially Integrated Major

Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab yang berbeda
tetapi tetap memiliki tujuan bersama

3. Joint Program Office

Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki hubungan
pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan bersama.

4. Joint Partnership with Affiliated Programming

Kerja sama untuk memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu
dan lainnya.

5. Joint Partnership for Issue Advocacy

Bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka
pendek, namun tidak harus membentuk tim yang baru.

Menurut Family Health Teams (2005), terdapat 12 jenis kolaborasi tim, yaitu perawatan
reproduktif primer (misalnya, pre-natal, kebidanan, pasca persalinan, dan perawatan
bayi baru lahir); perawatan kesehatan mental primer, perawatan paliatif primer; in-
home/fasilitas penggunaan yang mendukung pelayanan; pelayanan koordinasi/care
navigation; pendidikan pasien dan pencegahan; pre-natal, kebidanan, pasca melahirkan,
dan perawatan bayi baru lahir; program penanganan penyakit kronis – diabetes,
penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi; promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit; kesehatan ibu/anak; kesehatan kerja; kesehatan lansia;
pengobatan kecanduan; pelayanan rehabilitas; dan pengasuhan.

Prinsip-prinsip Kolaborasi Tim Kesehatan

1. Patient-centered Care

Prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga
merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya.

2. Recognition of patient-physician relationship

Kepercayaan dan berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.

3. Physician as the clinical leader

Pemimpin yang baik dalam pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang bersifat
darurat.

4. Mutual respect and trust

Saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan kompetensinya masing-masing.

Pentingnya Kolaborasi Tim Kesehatan dan Patient Safety

Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan


memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengalaman yang
berbeda. Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien. Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini dapat meningkatkan
performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing-
masing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia dalam memberikan
pelayanan kesehatan.

Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety, seperti:


1. Pelayanan Kesehatan Tidak Mungkin Dilakukan oleh 1 Tenaga Medis

2. Meningkatnya Kesadaran Pasien akan Kesehatan

3. Dapat Mengevaluasi Kesalahan yang Pernah Dilakukan agar Tidak Terulang

4. Dapat Meminimalisir Kesalahan

5. Pasien akan Dapat Berdiskusi dan Berkomunikasi dengan Baik untuk Dapat
Menyampaikan Keinginannya

c. Manfaat Kolaborasi Tim

Kesehatan

yaitu

1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasikan


sehingga terbentuk tim yang fungsional

2. Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan meningkat


sehingga masyarakat mudah menjangkau pelayanan kesehatan

3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainnya
dan menciptakan kerjasama tim yang kompak

4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan


keahlian unik profesional

5. Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumber daya

6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja

7. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan

8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan

9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan


profesional sehingga dapat saling menghormati dan bekerja sama

10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman


Cara Membangun dan Mempertahankan Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif

Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar


dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Ada beberapa
cara yang bisa dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kolaborasi tim
kesehatan yaitu :

1. Pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara berkala untuk mendiskusikan
agenda kedepan.

2. Pastikan semua tim kesehatan terlibat dalam setiap rencana.

3. Saling mengenal antar anggota tim agar dapat berkontribusi dengan baik.

4. Komunikasi harus terjalin dengan baik dan rutin dilakukan.

5. Saling percaya, mendukung, dan menghormati.

6. Melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan dimasa yang akan
datang.

7. Menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim.

a. Kolaborasi perawat dengan tim kesehatan yang lain

1) Pengertian kolaborasi

Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau dijelaskan dengan mudah. Kebanyakan


definisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan bersama,
berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian, dan tujuan serta tanggung jawab
bersama. American Nurses Association (ANA): Baggs & Schmitt,1988; Evans &
Carlson,1992; Shortridge, McLain, & Gillis1986, (dalam Siegler & Whitney,1994)
menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja
bidang respektif mereka. Praktik kolaborasi menekankan tanggung jawab bersama
dalam menajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral
didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi. Meskipun definisi
ini termasuk yang terbaik, tapi belum dapat menyampaikan sekian ragam variasi dan
kompleksnya kolaborasi dalam perawatan kesehatan National Joint Practice
Commission (Siegler & Whitney, 1994).

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang


tanggung jawab paling besar untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif
mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen
perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada
pendidikan dan kemampuan praktisi

b. Model/pola praktik kolaborasi

Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(dalam
Siegler & Whitney, 1994) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II, tipe III.

1) Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas
antara pasien dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan.

Dokter → Registered Nurse → Pemberi Pelayanan Lain → Pasien

2) Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan
pasien

dokter ↔ perawat ↔ pemberi pelayanan lain ↔ pasien

3) Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi
pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada satu
pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang dilakukan
dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya berorientasi kepada pasien.
Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri
secara sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat
mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan
keputusan.
Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998) (dalam
Paryanto, 2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan saling
memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.

c. Proses kolaborasi perawat – dokter

Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi ANA
(1980) menjabarkan kolaborasi sebagai “hubungan rekanan sejati, dimana masing-
masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima
lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama,
saling melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yang
diketahui kedua pihak”.
d. Indikator praktek kolaborasi

kriteria-kriteria atau indikator dari kolaborasi adalah sebagai berikut.

1. Demonstrate ability to work effectively and respectfully with diversed teams.


Artinya, mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk bekerja secara efisien dan
saling menghormati dengan anggota tim yang berbeda-beda.
2. Exercise flexibility and willingness to be helpful in making necessary compromise
to accomplish a common goal. Dapat mempraktikan fleksibilitas dan kemauan
untuk menjadi bermanfaat dalam melakukan berbagai kompromi yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan bersama.
3. Assume shared responsibility for collaborative work, and value the individual
contributions made by each team member. Dapat membagi tanggung jawab untuk
pekerjaan kolaborasi dan menghargai nilai dan kontribusi dari setiap anggota
tim/kolaborator.

Thrilling & Fadel (2015) juga menyederhanakan indikator kolaborasi menjadi: respect
(menghargai), willingness (kerelaan), dan compromise (kompromi). Sementara itu
menurut Greenstein (dalam Sunbanu & Mawardi, hlm. 2039) 15 indikator dari kolaborasi
adalah sebagai berikut.

1. Bekerja secara produktif bersama rekan sekelompok;


2. Berpartisipasi dan berkontribusi secara secara aktif;
3. Seimbang dalam mendengar dan berbicara, menjadi yang utama dan menjadi
pengikut dalam kelompok;
4. Menunjukkan fleksibilitas dan berkompromi;
5. Bekerja secara kolega dengan berbagai tipe orang;
6. Menghormati ide-ide orang lain;
7. Menunjukkan keterampilan pengambilan satu pandangan atau perspektif;
8. Menghargai kontribusi masing-masing anggota kelompok;
9. Mencocokkan tugas dan pekerjaan berdasarkan kekuatan dan kemampuan individu
anggota kelompok;
10. Bekerja dengan orang lain untuk membuat keputusan yang mencakup pandangan
beberapa individu;
11. Berpartisipasi secara hormat dalam diskusi, debat, dan perbedaan pendapat;
12. Berkomitmen untuk mendahulukan tujuan kelompok;
13. Mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan kelompok yang lebih besar;
14. Bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan ide-ide dan produk
baru;
15. Bertanggung jawab bersama untuk menyelesaikan pekerjaan, berkontribusi dalam
kelompok untuk tuntutan konflik.

e. Kopetensi dasar dalam praktek kolaborasi

Kompetensi dasar praktik kolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan


pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang muncul dalam
kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasi efektif yang dapat
dimengerti oleh semua anggota tim professional.

2. Respek dan kepercayaan Kualitas respek dapat dilihat lebih ke arah harga
diri ,sedangkan kepercayaan dapa dilihat dari mutu proses dan hasil. Respek dan
kepercayaan dapat disampaikan secara verbal dan nonverbal, serta dapat dilihat
dan dirasakan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.

3. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)

Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan,
harga diri, kepercayaan diri, emosi, lingkungan, serta waktu. Feed  back juga dapat
bersifat positif dan negative.

4. Pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan
kolaborasi yang efektif. Hal ini untuk menyatukan data kesehatan pasien secara
komperhensif sehingga menjadi sumber informasi  bagi semua anggota tim
profesional.

f. Upaya meningkatkan kolaborasi

Cara Meningkatkan Kemampuan Kolaborasi

1. Aktif mendengar.

Cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi adalah dengan aktif


mendengar ide, saran, ataupun feedback yang dilontarkan oleh rekan kerja. ...

2. Bersikap terbuka. ...


3. Menjaga komunikasi. ...
4. Kerjakan proyek-proyek baru. ...
5. Miliki pemikiran yang terbuka

g. Elemen kolaborasi dalam praktek home care nursing

 Kebersamaan

 Kerja sama

 Berbagi Tugas

 Kesetaraan

 Tanggung Jawab

 Tanggung Gugat 

h. Pentingnya MOU dalam praktek home care nursing

Dalam dunia bisnis pasti dibutuhkan suatu perjanjian atau kontrak yang berisi sebuah
kesepakatan para pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan
kerjasama. Perjanjian sendiri diatur pada Buku III, Bab II, Bagian Kesatu Pasal 1313
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Adapun syarat-syarat yang diperlukan
agar suatu perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
perumusan suatu perjanjian atau kontrak sendiri biasanya diawali dengan negosiasi
dari para pihak. Bagi pelaku bisnis modern, negosiasi merupakan bagian yang inheren
dengan ritme dan kinerja mereka.

Setelah ada kesepakatan dan kesepahaman dalam negosiasi, kemudian  para pihak
akan mengadakan proses prakontraktual sebelum kontrak, salah satunya dengan
pembuatan nota kesepahaman atau sering disebut dengan istilah “Memorandum of
Understanding”

 ( MoU ). Dalam hukum Perjanjian di Indonesia, tidak diberikan ketentuan khusus


yang mengatur tentang MoU. MoU  dapat diberlakukan di Indonesia dengan berdasar
pada Asas Kebebasan Berkontrak. Sebenarnya banyak masalah yang melaterbelakangi
dibuatnya  Memorandum of Understanding , salah satunya yaitu penandatanganan
kontrak dianggap masih lama dengan negosiasi yang rumit, maka daripada tidak ada
ikatan antara para  pihak yang melakukan kerjasama dibuatlah  Memorandum of
Understanding untuk sementara waktu. Sekarang ini para pembisnis lebih memilih
membuat MoU  untuk dijadikan dasar hukum dari kontrak kerjasamanya.

4. Penutup

Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan
sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien. Dalam
praktiknya, kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta
bekerjasama dalam penatalaksanaan dan pemberian asuhan. Masing-masing tenaga
kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan. Petugas kesehatan
yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap keseluruhan
penatalaksanaan asuhan.

Dalam praktik pelayanan keperawatan, layanan kolaborasi adalah asuhan keperawatan


yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan
yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional lainnya.

Referensi
Cahyono, A. (2015). Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan Perawat terhadap
pengelolaan keselamatan Pasien di rumah sakit. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1), 97-99.

Ismainar, H. (2019). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta: Deepublish


Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di
Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal
Keperawatan, 4(2), 1-3.

Pagala, I., Shaluhiyah, Z., & Widjasena, B. (2017). Perilaku Kepatuhan Perawat
Melaksanakan SOP Terhadap Kejadian Keselamatan Pasien di Rumah Sakit X Kendari.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 12(1), 138-141.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. (2011). Keselamatan pasien Rumah Sakit. Jakarta:
Menteri Kesehatan.

Qomariah, S. N., & Lidiyah, U. A. (2015). Hubungan Faktor Komunikasi Dengan


Insiden Keselamatan Pasien (Correlation of Communication Factor with Patient Safety
Incident). Journals of Ners Community, 6(2), 166-170.

Sakinah, S., dkk. (2017). Analisis Sasaran Keselamatan Pasien Dilihat dari Aspek
Pelaksanaan Identifikasi Pasien dan Keamanan Obat di RS Kepresidenan RSPAD
GatotSubroto Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal), Vol 5, No4. Hal.145

Simamora, R. H. (2019). Buku Ajar: Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Ponorogo Jawa


Timur: Uwais Inspirasi Indonesia.

Simamora, R. H. (2019) Documentation Of Patient Identification Into the Electronic


System to Improve the Quality Of Nursing Services. International Journal Of Scientific
& Technology Research, 8(9), 1884-1886.

Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan


Menggunakan Media Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal
Keperawatan Silampari, 342-351.

Yulia, S., Hamid, A. Y. S., & Mustikasari, M. (2012). Peningkatan pemahaman perawat
pelaksana dalam penerapan keselamatan pasien melalui pelatihan keselamatan pasien.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(3), 185-189.

Anda mungkin juga menyukai