Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH KOLABORASI KESEHATAN

MODEL TIM INTERPROFESI

KELOMPOK 1 KELAS TUBABAR

1. AGUS MAHFUDIN 10. SUSI DANIATI

2. TITIN HANDAYANI 11. SRI HARTATI

3. FREDY ANTORO 12. WAYAN SUDIARTA

4. LISNAWATI ARITONANG 13. AHMAD NAWAWI

5. MARLENA 14. AHMAD RAUF

6. RIRIN MARLENA 15. AHMAD FATONI

7. HERU WASITO 16. ALPIN DOFIANSYAH

8. ANDI SAPUTRA 17. ANGGA ZULTAMI

9. GANGGAM MUSRIYATIN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tim pelayanan kesehatan merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan

yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda. Tim akan berjalan dengan baik bila

setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik. Anggota tim kesehatan antara lain

dokter, perawat, fisioterapist, radiolog, laboran, ahli gizi, dan juga apoteker.

WHO mengakui kolaborasi antar profesi dalam pendidikan dan praktek sebagai suatu

strategi inovatif yang akan memainkan peran penting dalam mengurangi krisis tenaga

kerja kesehatan global. Praktek kolaborasi memperkuat sistem kesehatan dan

memperbaiki hasil kesehatan (WHO, 2010). Kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi

dipengaruhi oleh latar belakang kesehatan dan sistem interprofessional education di

dunia.

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang

tanggung jawab paling besar untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif

mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen

perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada

pendidikan dan kemampuan praktisi (Shortridge, 1986 dalam Paryanto,2006).

Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik

bersama sebagai kolega. Bekerja saling kertergantungan dalam batasan-batasan lingkup

kerja mereka dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap

setiap orang yang berkonstribusi untuk merawat individu keluarga dan masyarakat.

2. Tujuan

Tujuan dari kajian ini untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang

diberikan kepada pasien haruslah asuhan yang terintegrasi, dimana semua profesional
pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.

3. Metode

Metode yang digunakan pada kajian ini adalah metode kualitatif yang memberikan

penjelasan dengan menggunakan analisis pada referensi-refensi yang digunakan.

4. Hasil

Hasil dari kajian ini adalah adalah agar tercapainya asuhan teritegrasi dapat secara

efektif dengan kolaborasi yang intens diantara professional pemberi asuhan kepada

pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kolaborasi Tim

Kolaborasi tim kesehatan adalah hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab

bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan

pasien (ANA, 1992 dalam Kozier, Fundamental Keperawatan). Kolaborasi kesehatan

merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara profesi

kesehatan yang berbeda. Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi

kesehatan seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang

kesehatan, dan pekerja sosial. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah

memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat,

serta di tempat yang tepat. Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu
keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses
pembuatan keputusan (Kozier,2010). Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri
merupakan konsep hubungankerjasama yang kompleks dan membutuhkan pertukaran
pengetahuan yang berorientasipada pelayanan kesehatan untuk pasien.

2. Model-model/ Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan

Berikut merupakan bentuk/jenis kolaborasi tim kesehatan, diantaranya:

1. Fully Integrated Major

Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi

yang sama untuk tujuan yang sama.

2. Partially Integrated Major

Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab yang
berbeda

tetapi tetap memiliki tujuan bersama


3. Joint Program Office

Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki hubungan

pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan bersama.

4. Joint Partnership with Affiliated Programming

Kerja sama untuk memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara
satu dan lainnya.

5. Joint Partnership for Issue Advocacy

Bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka

pendek, namun tidak harus membentuk tim yang baru.

Menurut Family Health Teams (2005), terdapat 12 jenis kolaborasi tim, yaitu perawatan

reproduktif primer (misalnya, pre-natal, kebidanan, pasca persalinan, dan perawatan

bayi baru lahir); perawatan kesehatan mental primer, perawatan paliatif primer; in-

home/fasilitas penggunaan yang mendukung pelayanan; pelayanan koordinasi/care

navigation; pendidikan pasien dan pencegahan; pre-natal, kebidanan, pasca melahirkan,

dan perawatan bayi baru lahir; program penanganan penyakit kronis – diabetes,

penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi; promosi kesehatan dan

pencegahan penyakit; kesehatan ibu/anak; kesehatan kerja; kesehatan lansia;

pengobatan kecanduan; pelayanan rehabilitas; dan pengasuhan.

3. Prinsip-prinsip Kolaborasi Tim Kesehatan

1. Patient-centered Care

Prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Pasien dan
keluarga merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya.

2. Recognition of patient-physician relationship

Kepercayaan dan berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.

3. Physician as the clinical leader


Pemimpin yang baik dalam pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang
bersifat darurat.

4. Mutual respect and trust

Saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan kompetensinya masing-


masing.Pentingnya Kolaborasi Tim Kesehatan dan Patient SafetyKolaborasi tim
kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatanmemiliki
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengalaman yang berbeda.
Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu
sebuahkeselamatan untuk pasien. Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini dapat
meningkatkan performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem pelayanan
kesehatan. Semuatenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada
bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia
dalam memberikanpelayanan kesehatan.

4. Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety, seperti:

Pelayanan Kesehatan Tidak Mungkin Dilakukan oleh:

1 Tenaga Medis

2. Meningkatnya Kesadaran Pasien akan Kesehatan

3. Dapat Mengevaluasi Kesalahan yang Pernah Dilakukan agar Tidak Terulang

4. Dapat Meminimalisir Kesalahan

5. Pasien akan Dapat Berdiskusi dan Berkomunikasi dengan Baik untuk


DapatMenyampaikan Keinginannya

5. Manfaat Kolaborasi Tim Kesehatan

Manfaat dari kolaborasi tim kesehatan, yaitu

1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasikan sehingga


terbentuk tim yang fungsional

2. Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan meningkat sehingga


masyarakat mudah menjangkau pelayanan kesehatan

3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainnya dan
menciptakan kerjasama tim yang kompak
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan keahlian
unik profesional

5. Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumber daya

6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja

7. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan

8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan

9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional


sehingga dapat saling menghormati dan bekerja sama

10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman

6. Cara Membangun dan Mempertahankan Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif

Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar

dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Ada beberapa

cara yang bisa dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kolaborasi tim

kesehatan yaitu :

1. Pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara berkala untuk mendiskusikan

agenda kedepan.

2. Pastikan semua tim kesehatan terlibat dalam setiap rencana.

3. Saling mengenal antar anggota tim agar dapat berkontribusi dengan baik.

4. Komunikasi harus terjalin dengan baik dan rutin dilakukan.

5. Saling percaya, mendukung, dan menghormati.

6. Melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan dimasa yang akan
datang.

7. Menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim.

A. Kolaborasi perawat dengan tim kesehatan yang lain


1) Pengertian kolaborasi

Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau dijelaskan dengan mudah. Kebanyakan


definisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan bersama,
berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian, dan tujuan serta tanggung
jawabbersama. American Nurses Association (ANA): Baggs & Schmitt,1988; Evans
&Carlson,1992; Shortridge, McLain, & Gillis1986, (dalam Siegler & Whitney,1994)
menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerjabidang respektif mereka. Praktik kolaborasi menekankan tanggung jawab
bersamadalam menajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan
bilateraldidasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.
Meskipun definisiini termasuk yang terbaik, tapi belum dapat menyampaikan sekian
ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam perawatan kesehatan National Joint
Practice Commission (Siegler & Whitney, 1994).

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang


tanggung jawab paling besar untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif
mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam
manajemenperawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan
padapendidikan dan kemampuan praktisi

B. Model/pola praktik kolaborasi

Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(dalam

Siegler & Whitney, 1994) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II, tipe III.

1) Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara
pasien dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan. Dokter → Registered
Nurse → Pemberi Pelayanan Lain → Pasien

2) Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan
pasien dokter ↔ perawat ↔ pemberi pelayanan lain ↔ pasien

3) Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi
pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada
satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang
dilakukan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya berorientasi
kepada pasien.
Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara
sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat
mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan
keputusan.

Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998) (dalam
Paryanto, 2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan saling
memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.

C. Proses kolaborasi perawat – dokter

Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi ANA
(1980) menjabarkan kolaborasi sebagai “hubungan rekanan sejati, dimana masing-
masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup
kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling
melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yangdiketahui kedua
pihak”.
BAB III

PENUTUP

Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan sejawat
atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi
dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam penatalaksanaan dan
pemberian asuhan. Masing-masing tenagakesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap
muka langsung atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan
dilakukan. Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap
keseluruhan penatalaksanaan asuhan.

Dalam praktik pelayanan keperawatan, layanan kolaborasi adalah asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat.
Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, A. (2015). Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan Perawat terhadap

pengelolaan keselamatan Pasien di rumah sakit. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1), 97-99.

Ismainar, H. (2019). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta: Deepublish

Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan

Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di

Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal

Keperawatan, 4(2), 1-3.

Anda mungkin juga menyukai