9. GANGGAM MUSRIYATIN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda. Tim akan berjalan dengan baik bila
setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik. Anggota tim kesehatan antara lain
dokter, perawat, fisioterapist, radiolog, laboran, ahli gizi, dan juga apoteker.
WHO mengakui kolaborasi antar profesi dalam pendidikan dan praktek sebagai suatu
strategi inovatif yang akan memainkan peran penting dalam mengurangi krisis tenaga
memperbaiki hasil kesehatan (WHO, 2010). Kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi
dunia.
tanggung jawab paling besar untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif
Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik
kerja mereka dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkonstribusi untuk merawat individu keluarga dan masyarakat.
2. Tujuan
Tujuan dari kajian ini untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang
diberikan kepada pasien haruslah asuhan yang terintegrasi, dimana semua profesional
pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.
3. Metode
Metode yang digunakan pada kajian ini adalah metode kualitatif yang memberikan
4. Hasil
Hasil dari kajian ini adalah adalah agar tercapainya asuhan teritegrasi dapat secara
efektif dengan kolaborasi yang intens diantara professional pemberi asuhan kepada
pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
Kolaborasi tim kesehatan adalah hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab
bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan
kesehatan yang berbeda. Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi
kesehatan seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang
kesehatan, dan pekerja sosial. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah
memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat,
serta di tempat yang tepat. Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu
keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses
pembuatan keputusan (Kozier,2010). Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri
merupakan konsep hubungankerjasama yang kompleks dan membutuhkan pertukaran
pengetahuan yang berorientasipada pelayanan kesehatan untuk pasien.
Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi
Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab yang
berbeda
Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki hubungan
Kerja sama untuk memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara
satu dan lainnya.
Bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka
Menurut Family Health Teams (2005), terdapat 12 jenis kolaborasi tim, yaitu perawatan
bayi baru lahir); perawatan kesehatan mental primer, perawatan paliatif primer; in-
dan perawatan bayi baru lahir; program penanganan penyakit kronis – diabetes,
penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi; promosi kesehatan dan
1. Patient-centered Care
Prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Pasien dan
keluarga merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya.
Kepercayaan dan berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.
1 Tenaga Medis
3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainnya dan
menciptakan kerjasama tim yang kompak
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan keahlian
unik profesional
dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Ada beberapa
cara yang bisa dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kolaborasi tim
kesehatan yaitu :
1. Pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara berkala untuk mendiskusikan
agenda kedepan.
3. Saling mengenal antar anggota tim agar dapat berkontribusi dengan baik.
6. Melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan dimasa yang akan
datang.
Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(dalam
Siegler & Whitney, 1994) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II, tipe III.
1) Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara
pasien dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan. Dokter → Registered
Nurse → Pemberi Pelayanan Lain → Pasien
2) Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan
pasien dokter ↔ perawat ↔ pemberi pelayanan lain ↔ pasien
3) Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi
pelayanan harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada
satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Kolaborasi yang
dilakukan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya berorientasi
kepada pasien.
Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara
sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat
mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan
keputusan.
Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998) (dalam
Paryanto, 2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan saling
memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.
Sifat interaksi antara perawat – dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi ANA
(1980) menjabarkan kolaborasi sebagai “hubungan rekanan sejati, dimana masing-
masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup
kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah maupun bersama, saling
melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan bersama yangdiketahui kedua
pihak”.
BAB III
PENUTUP
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan sejawat
atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi
dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam penatalaksanaan dan
pemberian asuhan. Masing-masing tenagakesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap
muka langsung atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan
dilakukan. Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap
keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
Dalam praktik pelayanan keperawatan, layanan kolaborasi adalah asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat.
Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
pengelolaan keselamatan Pasien di rumah sakit. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(1), 97-99.
Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan Perilaku Dengan
Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal