Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

MEMBANGUN JARINGAN PENDEKATAN PADA KELOMPOK


PERSATUAN PERAWAT (PPNI,AIPNI,AIPDIKI,IDI,IBI DLL )

OLEH KELOMPOK 3

ARIF WIJAYA KUSUMA (122020030269)

Y. SETYO MARGONO ( 122020030268 )

JURI (122020030227)

JUNATIN (122020030232)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

Membangun jaringan atau kolaborasi antara organisasi kesehatan adalah hubungan kerja
diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau klien dalam
melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh jaringan organisasi kesehatan. Kolaborasi tidak bisa
terbentuk dengan sendirinya dalam sebuah organisasi. Maka dari itu Dibutuhkan faktor-faktor
tertentu untuk memunculkannya. Walaupun pada kenyataanya masih sangat sulit dan merupakan
tantangan tersendiri untuk Karena setiap profesi dalam sebuah tim memiliki standar dan budaya
profesional tersendiri. Kolaborasi yang efektif mencakup penerapan strategi dimana setiap
profesi yang berbeda budayanya berkerja sama dalam satu tim untuk mencapai tujuan yang sama
dalam menerapkan keselamatan pasien.
BAB I

PENAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem pelayanan kesehatan saat ini, mengutamakan pelayanan yang berpusat pada
pasien dan keluarga untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, kepuasan pasien, dan
terhindar dari kejadian yang tidak diharapkan. Kolaborasi yang efektif antar anggota tim
kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan yang berkualitas, dengan demikian
pengembangan kolaborasi interprofesi dalam pelayanan kesehatan menjadi hal yang
diprioritaskan oleh semua organisasi pemberi pelayanan kesehatan. Hubungan kolaborasi dalam
pelayanan kesehatan melibatkan sejumlah tenaga profesi kesehatan, namun kolaborasi antara
dokter dan perawat merupakan faktor penentu bagi peningkatan kualitas proses perawatan
(Leever,et.al 2010).

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan


kepada klien oleh suatu tim pelayanan kesehatan. Tim pelayanan kesehatan merupakan
sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda.
Tim akan berjalan dengan baik bila setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik (Faizin
& Winarsih, 2008).

Dalam konteks kerja dan organisasi sebuah institusi kesehatan dijalankan oleh tim
multiprofesional dimana menangani berbagai macam prosedur pelayanan pasien. Dalam hal ini,
tim terdiri dari berbagai macam profesi dimana bertanggung jawab atas tugas dan kewajiban
yang berbeda pula. Etika kerja yang kolaboratif dapat menciptakan suasana damai di tempat
kerja. Aspek budaya integritas terfokus pada cara pengembangan kepribadian dalam integritas
dan etika untuk menciptakan keutuhan kualitas diri dengan karakter moral yang konsisten
terhadap kejujuran dan etika, termasuk kemampuan untuk membentengi diri dari segala macam
godaan yang berpotensi mendorong diri pada tingkah laku tidak terpuji. Kepribadian yang selalu
patuh diperlukan untuk menjalankan peraturan, kebijakan, standar, sistem, dan etika organisasi
secara profesional (Djajendra, 2012).

Kolaborasi tidak bisa terbentuk dengan sendirinya dalam sebuah organisasi. Dalam
membentuk kolaborasi Dibutuhkan faktor-faktor tertentu untuk memunculkannya. Karena setiap
profesi dalam sebuah tim memiliki standar dan budaya profesional tersendiri. Kolaborasi yang
efektif mencakup penerapan strategi dimana setiap profesi yang berbeda budayanya berkerja
sama dalam satu tim untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam konteks kesehatan, setiap profesi
kesehatan harus terjalin dalam arahan yang sama untuk mencapai visi yang sama pula. Setiap
profesi harus mengerti peran dan tugas kerja masing-masing. Seorang pemimpin (leader) juga
sangat dibutuhkan agar sebuah tim tidak kehilangan fokus untuk mencapai tujuannya (Dalri,
2010).
1.2 TUJUAN

kolaborasi tim orgaanisasi kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga


kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengalaman yang
berbeda. Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien Tujuan dari pengkajian Manajemen keselamatan dan kesehatan pasien
adalah digunakan sebagai acuan untuk membentuk kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam
melakukan pelayanan kesehatan.

1.3 METODE

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan


pelayanan kepada pasien atau klien dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan
kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Untuk melakukan penelitian penerapan pengkajian dalam
asuhan keperawatan dirumah sakit yaitu menggunakan metode Deskriptif dan Pendekatan.
Dalam pengkajian menggunakan metode deskriptif yang menggunakan kemampuan ,
pengetahuan dan pemahaman untuk melakukan kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam
menerapkan keselamatan pasien.

1.4 HASIL

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan


pelayanan kepada pasien atau klien dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan
kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Hasil
dari pengkajian yang menggunakan metode deskriptif ini adalah tenaga kesehatan mampu
melakukan kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan dan menerapkan
keselamatan pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

Kolaborasi perawat dan dokter dipandang sebagai faktor penting dalam pemberian
asuhan keperawatan yang berkualitas (Nelson, King & Brodine, 2008).

Kolaborasi dapat berjalan baik jika setiap anggota saling memahami peran dan tanggung
jawab masingmasing profesi memiliki tujuan yang sama, mengakui keahlian masingmasing
profesi, saling bertukar informasi dengan terbuka, memiliki kemampuan untuk mengelola dan
melaksanakan tugas baik secara individu maupun bersama kelompok.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu adanya saling
percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan masingmasing, memiliki
citra diri positif, memiliki kematangan professional yang setara yang timbul dari pendidikan dan
pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, keinginan untuk bernegoisasi.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau
dijelaskan dengan mudah. Kolaborasi adalah dimana dokter dan perawat merencanakan praktek
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan- batasan lingkup praktek
mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang
yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan


pasien, dengan proses embuatan keputusan bilateral didasarkan pada pendidikan dan kemampuan
praktisi (Shortridge, 1986 dalam Paryanto, 2006).

Pelaksanaan kolaborasi tidak hanya bermanfaat bagi pasien tetapi juga akan memberikan
kepuasan kepada tenaga kesehatan karena kolaborasi akan meningkatkan dan mengoptimalkan
peran serta aktif antara perawat dan dokter dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan
dan perawatan berfokus pada kebutuhan pasien secara komprehensif dengan memperhatikan
kontribusi masing-masing (Herbert, 2005 & Ushiro, 2009).

Kerjasama interprofesi dokter dan perawat yang efektif memerlukan adanya pemahaman
yang benar tentang kolaborasi interprofesi dan penguasaan kompetensi adalah inti praktek
kolaborasi. Elemen dalam koloaborasi efektif meliputi saling menghargai, komunikasi, assertive,
tanggung jawab, kerjasama, tanggung jawab dan otonomi, Melalui kolaborasi efektif
perawat-dokter dalam tim,adanya pengetahuan dan skill atau keahlian dari dokter dan perawat
akan saling melengkapi. Pasien akan mendapat keuntungan dari koordinasi yang lebih baik
melalui kolaborasi interprofesi. Kerja sama tim dalam kolaborasi adalah proses yang dinamis
yang melibatkan dua atau lebih profesi kesehatan yang masing-masing memiliki pengetahuan
dan keahlian yang berbeda, membuat penilaian dan perencanaan bersama, serta mengevaluasi
bersama perawatan yang diberikan kepada pasien. Hal tersebut dapat dicapai melalui kolaborasi
yang independen, komunikasi yang terbuka, dan berbagi dalam pengambilan keputusan
(Xyrinchis& Ream, 2008 : WHO, 2010) .

Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu interprofessional


collaboration (IPC) sebagai wadah dalam upaya mewujudkan praktik kolaborasi yang efektif
antar profesi. Terkait hal itu maka perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan
melalui proses pembelajaran yaitu dengan melatih mahasiswa Pendidikan kesehatan. Sebuah
grand design tentang pembentukan karakter kolaborasi dalam praktik sebuah bentuk pendidikan
yaitu interprofessional education (IPE) (WHO, 2010, Department of Human Resources for
Health).IPC merupakan wadah kolaborasi efektif untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada pasien yang didalamnya terdapat profesi tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat,
farmasi, ahli gizi, dan fisioterapi (Health Professional Education Quality (HPEQ), 2011).
Hambatan dalam kolaborasi antar petugas kesehatan terutama antara dokter dan perawat menjadi
penyebab kejadian yang akan menimbulkan kerugian dan bahaya, bahkan dapat mengancam jiwa
pasien. Hambatan dalam kolaborasi dapat menjadi penyebab utama terjadinya medical error,
nursing error atau kejadian tidak diharapkan (KTD).
BAB III

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN

Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan


pelayanan kepada pasien atau klien dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan
kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Kolaborasi dapat berjalan baik jika setiap anggota saling
memahami peran dan tanggung jawab masing-masing profesi memiliki tujuan yang sama,
mengakui keahlian masingmasing profesi, saling bertukar informasi dengan terbuka, memiliki
kemampuan untuk mengelola dan melaksanakan tugas baik secara individu maupun bersama
kelompok. Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu adanya saling
percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan masingmasing, memiliki
citra diri positif, memiliki kematangan professional yang setara yang timbul dari pendidikan dan
pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, keinginan untuk bernegoisasi.

1.2 DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J. B. S. B. (2008) Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik


Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius. Canadian Health Service Research Foundation.(2006).
Teamwork in Healthcare: Promoting Effective Teamwork in Healthcare in Canada. Canadian
Medical Association. (2007). Putting patient first: patient-centered collaborative care, a
discussion paper. Departemen Kesehatan R.I. (2007). Panduan Nasional Keselamatan Pasien
Rumah (Patient Safety). Jakarta : Depkes. Departemen Kesehatan R.I. (2008). Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. (konsep dasar dan prinsip). Jakarta: Depkes. Family
Health Teams. (2005). Guide to Collaborative Team Practice. Canada: Ontario. Ismaniar,Hetty
.(2015). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta : Deepublish Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi. Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
.(2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien. Indonesia. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient
Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3 Maghfiroh, L. and Rochmah, T. N. (2017) ‘Analisis Kesiapan
Puskesmas Demangan Kota Madiun Dalam Menghadapi Akreditasi’, Jurnal MKMI, 13(4), pp.
329–336 Mukti, A.G. (2007). Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan: Konsep
dan Implementasi, Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/Jaminan
Kesehatan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Muninjaya, A.G. (2004).
Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Nasir, A. Muhith, A. dkk.
(2009). Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Putra, A.
Setia. Firawati dan Pabuty, Aumas (2012). Pelaksana Program Keselamatan Paisen Di RSUD
Solok. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 6, No. 2. Simamora R. H (2019) Documentation of
Patients Identification into the Electronic System to Improve the Quality of Nursing service.
International Journal Of Scientific & Technology Research. Vol. 8 NO. 09. Hal 1884-1886.
Simamora R. H (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan Menggunakan Media
Audiovisual Terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal Keperawatan Silampari. Vol. 3.
No. 1 Hal 342-351 Simamora. R.H (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Ponorogo
Jawa Timur : Uwals Inspirasi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai