Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut
usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan
pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan
masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk
menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan
mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan
memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien
lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan
dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan
istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara
tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al.,
2003).
Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia
· Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien
pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
· Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada
perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan
pasien.
· Menghindarkan jargon medis.
· Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
· Menggunakan diagram, model, dan gambar.
· Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006
c. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut
usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh
Robert Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic
stereotyping dan diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler,
1969). Ageism adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam
tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan,
hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan
untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina,
menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al.,
2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu
pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk
menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup
yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting
untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai
“orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun.
Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
d. Mengenal Kultur dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya
dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi
persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter
(Ong et al., 1995).
V. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia
a. Strategi Umum
1. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
2. Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
4. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
BAB III
Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada
pasien lansia yang bernama Ny. Ratih. Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di
ruang melati Rumah Sakit dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Fase Orientasi
Perawat 1 dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga
keluarganya.
P2 : Kami berdua yang bertugas untuk merawat nenek pada hari ini.
nenek sudah makan belum pagi ini....??
Ny. Ratih : Sudah...!!
P2 : Makan nya banyak atau sedikit nek...??
Ny. Ratih : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak.
Saya masih merasa agak mual...!!
P1 : Pagi ini obat nya sudah diminum nek...??
Ny. Ratih : Iya sudah...!!
Ibu : Iya pak obat nya tadi sudah diminum semua...
Setelah bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang akan
diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.
P1 : Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan
pemeriksaan kepada nenek.
Apakah bapak, ibu bersedia...??
bapak : iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang tua kami..!!
P2 : iya pak terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang tua bapak dan ibu.
Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.
P1 : kalau begitu kami mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang lebih 5 menit
kami akan kembali lagi.
Ibu : iya pak silahkan..!!
P1 dan P2 : Mari pak, buk... (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).
Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan
dalam tindakan yang akan diberikan.
3. Fase Kerja
setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan semua
peralatan dirapikan
Bapak : Bagaimana pak...??
: keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus
banyak minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.
Orang tua bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar nenek
cepat sembuh..!!
Dokter : Assalamu’alaikum...
Semua : wa’alaikum salam...
Dokter : bagaimana keadaannya pak? (dokter bertanya kepada perawat)
P2 : alhamdulillah sudah ada perkembangan dok..
Dokter : oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke
meja saya ya...
: iya dok...
Dokter : (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien)
Gimana nek kabarnya??
Ny. Ratih : udah agak mendingan dok..
Dokter : alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet
sembuh.
ak : gimana dok keadaan orang tua kami?
ter : (berbicara pada keluarga pasien)
Alhamdulillah udah melihatkan banyak perkembangan. orang tua bapak dan ibu harus banyak
beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan jangan lupa berdoa..
Kalau begitu saya permisi dulu ya,, (sambil meninggalkan ruangan)
mua : iya dok,,!!
P2 : Kalau begitu kami juga permisi dulu ya pak buk...!!
Nenek kami permisi dulu ya nek...
Nenek cepat sembuh ya nek...
Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat...!!
Ibu : Ya pak.. terima kasih...!!
P2 : mari pak, buk...!!
mari nek....!!
Ibu : Ya pak...!!
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan kamar
Ny.N.
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia
dancaregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang
tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi
yang efektif antara dokter – pasien lanjut usia :
- Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
- Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.
- Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
- Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
- Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.
II. SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan
pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24
Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid
III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr Soc;42:413–9
Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician
communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67