Penyusun
Ferinda Putri Utami
Sarah Yurista
Audrey Achmadsyah
Selamat Belajar!
Konsep Kolaborasi
Peran Profesi Kesehatan
Manajemen Konflik, Identifikasi Masalah Dan Kepemimpinan
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Konsep Kolaborasi
Timsekumpulan individu yang saling bergantung untuk menyelesaikan tugas tertentu dengan
memberikan tanggung jawab atas hasil yang dikerjakan dan memandang setiap anggota
sebagai satu entitas sosial yang utuh dalam suatu sistem sosial.
Kolaborasiproses yang membutuhkan hubungan dan interaksi antara anggota tim tanpa
memandang apakah mereka menganggap diri mereka sebagai bagian dari tim atau tidak.
Kerja sama melakukan suatu aktivitas kerja bersama lebih dari 1 orang dalam sebuah tim
untuk mencapai suatu goal.
Kerja sama tim pada bidang kesehataninteraksi atau hubungan dua atau lebih tenaga
kesehatan yang bekerja saling bergantung untuk menyediakan pelayanan kesehatan kepada
pasien.
2
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Leadership: komponen penting suatu kelompok akan menjadi efektif atau tidak banyak
dipengaruhi oleh kepemimpinan.
Produksi “produk” dengan kualitas yang tinggi
Viability: kemampuan anggota tim untuk saling bekerjasama
American Medical Assosiation (AMA), 1994Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan
perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan
dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui
dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga
dan masyarakat.
Kolaborasi terbagi menjadi 3 tipologi, yaitu active collaboration, developing collaboration, dan
potential collaboration.
1. Active collaboration merupakan kolaborasi tingkat tinggi. Pada kolaborasi ini, kolaborasi
telah terbentuk secara stabil walaupun adanya ketidakpastian dan keburukan pada sistem
pelayanan kesehatan. Rekan kerja telah memiliki tujuan yang pasti. Di dalam kolaborasi
ini terdapat adanya rasa memiliki dan kepercayaan satu sama lain. Mekanisme dan
peraturan-peraturan di dalamnya telah disetujui bersama.
2. Developing collaboration merupakan kolaborasi yang masih belum berjalan baik dalam
budaya sebagai rekan kerja, masih terdapat evaluasi-evalusasi dan negosiasi pada internal
dasar. Tujuan, hubungan, mekanisme, maupun peraturan masih belum mencapai mufakat.
Hal ini dapat menjadi konflik, tetapi mereka terbuka. Dengan demikian, terjadi adanya
ketidakpastian tanggung jawab, ketakutan menjadi lebih praktisi professional berkualitas,
dan pelayanan menjadi kurang efisien. Namun, pada kolaborasi ini dapat terlihat adanya
progress walaupun cukup lama.
3. Potential collaboration dimaksudkan sebagai kolaborasi yang belum terbentuk atau
terhambat oleh konflik yang cukup serius sehingga sistem tidak dapat bejalan. Ketika di
dalamnya terdapat perselisihan yang signifikan, negosiasi tidak dapat dilakukan atau
akhirnya mereka jatuh perlahan. Hal ini sangat menghambat pemberian pelayanan oleh
praktisi professional yang dibutuhkan sehingga pelayanan tidak dapat berjalan lagi. Agar
3
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
kolaborasi dalam kelompok ini setidaknya dapat berjalan, hanya diperlukan pemecahan
dari konflik tersebut.
4
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Anggota tim lain mungkin memiliki pengetahuan yang spesifik dan ahli dalam bidangnya
masing-masing. Namun dokter, karena pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman
mereka yang luas dan beragam serta menyangkut wawasan tentang kesehatan yang
menyeluruh, mereka bisa dianggap yang terbaik dalam tim untuk mengevaluasi dan
5
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
6
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
o Hasil tindakan medis yang lebih baik
Koordinasi pelayanan kesehatan yang meningkat
Peningkatan keselamatan pasien dan penurunan kesalahan dalam tindakan
Penurunan dalam:
o Total komplikasi pasien
o Jangka waktu rawat inap dan durasi perawatan
o Tingkat kematian
o Keseluruhan biaya perawatan
o Pergantian staff
o Kunjungan klinik
o Jumlah pasien rawat inap
Banyak dana sering ditujukan untuk kerja kolaborasi dan kemitraan sehingga mendukung
peningkatan pelayanan dan fasilitas kerja tim kolaborasi
7
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Sistem Pelayanan Kesehatan yang ada di Indonesia diatur dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN), yang telah ditetapkan pada tahun 1982. Kemudian dengan berjalanya perubahan yang
ada di Indonesia, ditetapkanlah peraturan baru menggantikan Sistem Kesehatan Nasional 1982
dengan Keputusan Menteri Kesehatan No:131/MENKES/SK/II/2004. SKN itu sendiri terdiri dari
enam subsistem yaitu:
Subsistem upaya kesehatan atau pelayanan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Tujuannya adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai
(accessible), terjangkau (affordable), dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Subsistem upaya kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio terdiri dari dua macam yaitu
pelayanan kedokteran yang sasarannya kepada perseorangan dan keluarga dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Terdapat tingkatan pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kesehatan
tingkat pertama, pelayanan tingkat kedua dan pelayanan tingkat ketiga. Pada pelayanan tingkat
pertama pelayanan masih bersifat pokok dan sangat dibutuhkan masyarakat dan mempunyai
nilai derajat yang strategis untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Pada pelayanan
kesehatan sekunder, pelayanan telah bersifat lanjut dan telah tersedia tenaga-tenaga spesialis.
Kemudian pada pelayanan kesehtan tingkat ketiga atau tersier, pelayanan kesehatan telah lebih
kompleks dan telah ditangani oleh tenaga subspesialis.
Pada subsistem pelayanan kesehatan masih banyak masalah yang sering terjadi dan yang paling
menonjol adalah masalah pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak. Keadaan ini bisa
merugikan pasien, karena mereka akan ulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh. Usaha pelayanan Kesehatan di tingkat primer di Indonesia dapat berupa
puskesmas.
8
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
9
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Melalui praktik tersebut, masyarakat dapat merasakan manfaat yang besar. Namun,
perilaku sejumlah dokter terhadap masyarakat dinilai kurang baik. Hal ini
dikarenakan mereka melakukan penipuan, bertindak kasar, meminta imbalan yang
besar, dan lain sebagainya.
Untuk itu, masyarakat meminta kepada raja atau gereja agar para dokter bersatu dan
mengatur perilaku para anggotanya dalam suatu undang-undang. Proses ini dikenal
sebagai profesionalisasi.
Proses profesionalisasi ini dimulai sejak awal abad ke-12 didukung dengan perintah
raja atau gereja. Pada awal abad ke-14, proses profesionalisasi baru dapat mengatur
perilaku para dokter melalui codes of ethics. Mulai saat itu, masyarakat pun dapat
mempercayai profesi dokter.
Ilmu Kedokteran yang berkembang pesat di dunia barat, mulai diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1851 dengan didirikannya Dokter Djawa School oleh
pemerintah Hindia Belanda. Sama halnya dengan perkembangan profesi tersebut di
dunia barat, Indonesia juga membuat sebuah organisasi untuk mengayomi para
dokter.
Organisasi profesi kedokteran di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, mulai berdiri
sesudah Perang Dunia Kedua. Sebelumnya, para dokter di Indonesia sudah memiliki
organisasi dengan nama Nederlandse Vereniging ter Bevordering van de
Geneeskunst, tetapi organisasi merupakan organisasi yang ada di Belanda.
- Kompetensi:
Dalam menyusun peraturan mengenai standar kompetensi profesi dokter, Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) memiliki peranan yang besar.
KKI mengesahkan peraturan tersebut pada tanggal 27 Desember 2012 di Jakarta oleh
ketua KKI, Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P(K).
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
merupakan standar minimal kompetensi lulusan
dan bukan merupakan standar kewenangan
dokter layanan primer. Kompetensi yang harus
dipenuhi oleh lulusan dokter memiliki beberapa
10
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
dasar atau pilar. Dasar tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1.
- Peran:
11
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Terdapat lima peran profesi dokter (Five Star Doctor) dalam masyarakat maupun rekan
sejawat lainnya:
Sebagai care provider, seorang dokter diharapkan mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang terbaik bagi masyarakat
Sebagai decision maker, dalam keadaan darurat, dokter mampu mengambil keputusan
yang menguntungkan kesehatan pasien.
Dokter harus mampu memberikan edukasi (communicator or educator) mengenai
kesehatan dalam rangka promotif dan preventif suatu penyakit.
Bagi rekan sejawat lainnya, dokter mampu menjadi seorang pemimpin (community
leader)
Dan juga sebagai manager dalam suatu kolaborasi kesehatan maupun suatu organisasi
kesehatan.
12
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Di tahun yang sama, organisasi dokter gigi nasional pertama kali ditemukan.
Organisasi tersebut bernama The American Society of Dental Surgeons (organisasi
ini dibubarkan pada tahun 1856).
Indonesia juga memiliki organisasi yang didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di
Bandung. Organisasi profesi ini bernama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
yang saat ini diketuai oleh drg. Zaura Rini Anggraeni, MDS
- Kompetensi :
Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) disahkan oleh ketua KKI, Hardi
Yusa, dr, Sp. OG, MARS pada tanggal 9 November 2006 di Jakarta.
SKDGI terdiri atas:
a. Domain
b. Kompetensi utama
c. Kompetensi penunjang.
Ketiga hal tersebut memuat mengenai 6 hal, yaitu:
a. Profesionalisme (melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan
keahlian,tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan),
b. Penguasaan ilmu pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi (memahami
ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan
sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan ilmu kedokteran gigi)
c. Pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik (melakukan
pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai
kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif)
d. Pemulihan fungsi sistem stomatognatik (melakukan tindakan pemulihan fungsi
sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik)
e. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat (menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima)
f. Manajemen praktik kedokteran gigi (menerapkan fungsi manajemen dalam
menjalankan praktik kedokteran gigi).
13
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
- Peran:
Menurut ADA (American Dental Association), terdapat 8 peran profesi dokter gigi,
yaitu:
a. Diagnosing oral diseases
b. Promoting oral health and disease prevention
c. Creating treatment plans to maintain or restore the oral health of their patients
d. Interpreting x-rays and diagnostic test
e. Ensuring the safe administration of anesthetics
f. Monitoring growth and development of the teeth and jaws
g. Performing surgical procedures on the teeth, bone and soft tissues of the oral
cavity
h. Managing oral trauma and other emergency situations.
14
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan
terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia,
Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang)
mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan
”Magna Charta” dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui
pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan
seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini
dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah
Apoteker. Ilmu farmasi semakin berkembang ketika Sekolah Tinggi Farmasi pertama didirikan
di Philadelphia Amerika Serikat pada tahun 1821, hal itu memicu universitas lain untuk
membuka fakultas atau sekolah tinggi ilmu farmasi. Seiring dengan berkembangnya ilmu
farmasi di dunia organisasi keprofesian dan keilmuan juga bermunculan. Di Inggris organisasi
profesi pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama "The Pharmaceutical Society of
Great Britain", 11 tahun kemudian menyusul Amerika dengan organisasi “American
Pharmaceutical Association”. Di tingkat internasional pada tahun 1910 berdiri organisasi
"Federation International Pharmaceutical". Selain perkembangan organisasi keprofesian dan
keilmuan, perkembangan ilmu farmasi juga memicu perkembangan industri farmasi modern
dunia yang diawali dari penemuan Aspirin oleh Felix Hoffman pada tahun 1897. Bahkan pasca
Perang Dunia II para pakar obat berusaha menemukan obat TBC, hormon steroid, dan
kontrasepsi serta antipsikotika. Sedangkan di Indonesia perkembangan ilmu farmasi dimulai
ketika berdirinya Pabrik Kina di Bandung tahun 1896. Hal itu menjadi pemicu perkembangan
farmasi di Indonesia sampai pada pemerintah mengimpor produk farmasi ke Indonesia,
berdirinya berbagai perusahaan obat sampai di dunia pendidikan ditandai berdirinya berbagai
sekolah tinggi dan fakultas farmasi pada universitas.
- Kompetensi:
Fungsi kompetensi profesi apoteker meliputi:
Bimbingan dan administrasi pelayanan kefarmasian.
Regulasi dan kontrol obat.
Formulasi dan quality control produk farmasi.
15
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
16
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Nabi Isa lahir ke dunia membawa agama baru yaitu Agama Nasrani. Oleh karena
itu, perkembangan pekerjaan perawatan bercorak keagamaan. Nabi Isa dan pengikutnya
merasakan bahwa menolong orang yang sakit dan orang yang menderita adalah suatu
kewajiban. Xenodocheion merupakan rumah sakit pertama yang didirikan orang Kristen
sebagai tempat pelarian dan orang yang sengsara sedangkan Diakones (pembantu gereja)
yang berhubungan dengan pasien merupakan Public Health Nurse yang pertama. Ilmu
obat-obatan dan ketabiban serta perawatan mengalami kemajuan bersamaan dengan
perkembangan Agama Islam.
c. Zaman Pertengahan (500-1500), runtuhnya Romawi Timur
Di zaman pertengahan terjadi perang salib yang membawa pengaruh kepada
perawatan yaitu perawatan selanjutnya berdasarkan atas kesosialan. Namun, sejak
permulaan Masehi sampai zaman pertengahan pekerjaan ketabiban secara ilmiah
terutama di Eropa tidak banyak kemajuan, justru cenderung mundur. Hal itu disebabkan
karena pekerjaan ketabiban banyak dikerjakan oleh budak secara paksaan dan orang
hanya mementingkan hidup kerohanian dan mengabaikan keadaan jasmani.
d. Zaman Baru (1500-1800) terjadi revolusi Perancis
Pada permulaan zaman pertengahan ke zaman baru (abad ke-15 dan ke-16) terjadi
Renaisance (kelahiran kembali) yaitu perubahan-perubahan yang luar biasa dengan
adanya kemajuan-kemajuan di berbagai bidang. Reformasi (pembaharuan) yang
ditujukan terhadap gereja membawa pengaruh terhadap perkembangan perawatan karena
monastery (tempat merawat orang sakit) di gereja dihapus, rumah sakit diambil alih sipil
dan tenaga keperawatan yang berasal dari orde agama digantikan dengan orang suruhan
yang tidak mengerti perawatan. Namun di negara yang tidak terjadi perubahan dalam
susunan gereja dan rumah sakit serta monastery, perawatan berjalan lancar bahkan
mengalami kemajuan.
e. Zaman Modern (1800-sekarang)
Sejarah perkembangan perawatan di Inggris pada zaman modern sangat penting
karena membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan perawatan negara lain di dunia.
Florence Nightingale sebagai pelopornya yang kemudian diikuti oleh negara lain. Pada
tahun 1820 Nightingale mendirikan Sekolah Nightingale yang mempengaruhi keadaan
perawat di seluruh dunia karena lulusannya yang terkenal akan kerohanian dan
17
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
kecakapannya dalam memimpin dan pergi ke negara lain untuk mengembangkan
perawatan. Bahkan Ethel Cordon salah satu lulusan Sekolah Nightingale mendirikan
Himpunan Perawat Nasional Inggris dan International Council of Nurses (ICN).
- Kompetensi
Fungsi kompetensi profesi perawat meliputi:
The helping role.
The teaching-coaching function.
The diagnostic and patient monitoring function.
Manajemen perubahan keadaan pasien.
Administrasi dan monitoring penemuan terapeutik dan aturannya.
Mengawasi dan menjamin kualitas pelayanan kesehatan.
Mengorganisasi kompetensi dan peranan pekerja.
- Peran:
a. Memberikan pelayanan pada individu, keluarga, dan masyarakat pada kondisi
yang mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan orang
sakit (termasuk perawatan kecacatan dan persiapan menghadapi kematian)
b. Memberikan advokasi pada pasien
c. Berpartisipasi mengembangkan kebijakan kesehatan dan riset
(International Council of Nurses, 2010)
Peran perawat juga dapat dirumuskan ke dalam 5 peran:
a. Pemberi asuhan keperawatan langsung Meliputi proses pengkajian, penetapan
tujuan dan kriteria hasil perawatan, penetapan diagnosis keperawatan, implementasi
dan intervensi, serta evaluasi hasil perawatan
b. Kolaborator Berperan secara efektif dalam tim
c. Pendidik Berperan memberikan edukasi dan advokasi pada pasien
d. Change Agent Menjadi pemimpin dalam upaya peningkatan mutu keperawatan
e. Peneliti Mengembangkan ilmu melalui kegiatan riset
18
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Kebangkitan ilmu pengetahuan pada akhir abad 18 dan awal abad 19 berdampak
besar terhadap kehidupan manusia termasuk dampaknya terhadap kesehatan. Salah
satu perubahan penting adalah kesehatan tidak lagi dipandang semata-mata sebagai
masalah biologis, tetapi sudut pandang kesehatan masyarakat.
Perhatian masalah kesehatan masyarakat di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 16
oleh Pemerintah Belanda. Namun perkembangannya sebagai kajian kesehatan
masyarakat, ditandai dengan terjadinya wabah kolera pada tahun 1937 di Eltor,
kemudian tahun 1948 wabah cacar yang masuk ke Indonesia melalui Singapura.
Sejalan dengan itu, pada tahun 1851 didirkan Sekolah Dorker Jawa oleh dr Bosch dan
dr. Bleeker. Sekolah ini diberi nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche
Arsten).
Setelah itu, 1913 didirikan sekolah yang kedua di Surabaya, dengan nama NIAS
(Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi Sekolah Kedokteran, dan tahun 1947
berubah menjadi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, dimana salah satu
bagian/departemen yang dikembangkan di dalamnya adalah departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
George Pickett & John J. Hanlon (2009) menyatakan sebagai periode perkembangan
metode berpikir dan bertindak kesehatan masyarakat yang disebut sebagai kajian
prospektif, yang tentu berbeda dengan kajian keilmuan dari profesi pengobatan klinis
pada saat itu, yang masih berpikir dan bertindak dengan dasar retrospektif.
Awal perkembangan disiplin kesehatan masyarakat di Indonesia justru bukan dimulai
perguruan tinggi, tetapi dikembangkan oleh para dokter dan pemerhati kesehatan,
baik yang bekerja di pemerintahan maupun di masyarakat.
Dari titik awal inilah kemudian berkembang disipin ilmu kesehatan masyarakat di
perguruan tinggi sebagai kajian, dengan tiga periode perkembangan:
a. Periode Awal (Leimena-Fatah)
Titik awal perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai dari
Program Bandung Plan pada tahun 1951 oleh dr. Leimena dan dr. Fatah
(Soekidjo, 2010).
19
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Asumsi dasar dalam konsep ini menyebut bahwa; Dalam pelayanan kesehatan,
aspek kuratif yang mengandalkan pendekatan pada pelayanan kesehatan
perorangan haruslah digabungkan dengan aspek promotif preventif yang
mengandalkan pelayanan kesehatan masyarakat, dengan demikian, lingkungan
fisik dan non-fisik harus mendapat perhatian yang sama, harus menjadi satu
kesatuan dalam program.
Cita-cita Bandung Plan semakin nyata sesuai tujuan programnya yaitu
memperjelas peran promotif, preventif dan kuratif sebagai satu kesatuan dalam
kerangka sistem pelayanan kesehatan, ketika dibentuk program yang lebih fokus
dalam Proyek Percontohan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di
Lemahabang, Bekasi yang dipimpin oleh Sulianti.
b. Periode Mochtar
Pada tahun 1956, Professor Mochtar yang kembali dari studi di Universitas
Harvard mendirikan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Pencegahan (IKM-IKP) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dengan
orientasi kajian sesuai perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mengikuti
perkembangan di Amerika dan Inggris.
20
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
para pengajar dari IKM dan IKP merasa sangat perlu untuk mendidirkan sebuah
Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Pada tahun 1959 Prof. Mochtar mengajukan gagasan ke Rektor UI, untuk
membentuk Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia. Adapun
alasan yang diutarakan pada waktu itu adalah pengembangan ilmu kesehatan
masyarakat tidak mungkin dapat dilakukan melalui bagian IKM-IKP yang
bernaung di bawah Fakultas Kedokteran, karena akan terjadi banyak konflik
kepentingan. Namun sebelum direalisasikan, pada tanggal 24 Januari 1961 Prof.
Mochtar gugur dalam kecelakaan pesawat terbang di Pegunungan Burangrang
dalam perjalanan untuk mengajar kesehatan masyarakat di ITB, Bandung.
Pada tahun 1982, atas kerjasama FKM UI dan SPH University of Hawaii maka
disusunlah proyek pengembangan 5 FKM Negeri di Indonesia, dengan FKM UI
sebagai fakultas pembina. Proyek berlangsung selama 7 tahun dari 25 Agustus
1985 sampai 27 Juni 1992. Tujuan proyek ini adalah:
21
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
o To establish regional public health information centers of significance in
developing an improved quality of life for the Indonesian people.
Semua target tersebut dapat tercapai di akhir proyek. Sementara itu selama proyek
berjalan telah dapat melaksanakan pendidikan tenaga dosen baik didalam maupun
diluar negeri dan menghasilkan 72 Magister, 20 Doktor yang 10 diantaranya
mengikuti pendidikan di Amerika serikat. Proyek pengembangan 5 FKM Negeri
dikoordinasi oleh sebuah Proyek Manajemen Unit (PMU) yang dipimpin
langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan sebagai Direktur
Eksekutif adalah Prof. Does Sampoerno, MPH.
22
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
menyebut dirinya STIK atau STIKES, maka nama BKS-FKMI tidak lagi tepat
untuk digunakan. Pada pertemuan BKS-FKMI tanggal 28 Oktober 2002, sepakat
untuk berganti nama menjadi Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia yang kemudian disingkat menjadi AIPTKMI dengan
kepengurusan yang masih sama. Pada saat ini, AIPTKMI telah memiliki anggota
remsi sebanyak 70 anggota, sementara itu jumlah instistusi pendidikan tinggi
kesmas yang terdaftar di Dikti telah mencapai 156.
d. Periode AIPTKMI-IAKMI
Pada bulan Agustus 2005, bertempat di Hotel Marcopolo, Jakarta atas prakarsa
AIPTKMI dan IAKMI telah diselenggarakan pertemuan rintisan pendidikan
profesi yang telah diikuti oleh semua pimpinan institusi pendidikan tinggi kesmas
di Indonesia. Hasil pertemuan di hotel Marcopolo telah tercapai kesepakatan
bahwa dibawah organisasi profesi IAKMI disamping adanya Majelis Kolegium
Kesehatan Masyarakat yang diketuai oleh Prof. Does Sampoerno, MPH
diperlukan kolegium yang jumlahnya sesuai dengan jumlah departemen/jurusan
yang ada di 5 FKM, yakni UI, USU, UNDIP, UNHAS, UNAIR.
Pada pertemuan itu telah ditetapkan adanya 8 kolegium di IAKMI yang aktif
bekerja untuk melaksanakan pendidikan profesi kesehatan masyarakat
bekerjasama dengan organisasi AIPTKMI. Ke-8 Kolegium tersebut adalah:
1. Kolegium Epidemiologi
2. Kolegium Kesehatan Lingkungan
3. Kolegium Kesehatan dan Keselamatan Kerja
23
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
4. Kolegium Promosi dan Pendidikan Kesehatan
5. Kolegium Administrasi Kebijakan Kesehatan
6. Kolegium Gizi Masyarakat
7. Kolegium Biostatistik/KKB,dan Kependudukan
8. Kolegium Kesehatan Resproduksi
Pada rapat kerja AIPTKMI tanggal 24-25 Agustus 2010 di Denpasar Bali seluruh
anggota AIPTKMI sepakat bahwa pendidikan tenaga kesehatan masyarakat akan
dilaksanakan seperti pendidikan tenaga kesehatan yang lain, yaitu selain
melaksanakan pendidikan akademik pada seluruh jenjang, juga melaksanakan
pendidikan profesi dalam rumpun kelimuan kesehatan masyarakat.
- Kompetensi :
- Peran:
24
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
a. Kajian dan monitoring masalah kesehatan di masyarakat atau kelompok
berisiko dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas masalah
b. Memformulasikan kebijakan kesehatan bekerja sama dengan masyarakat dan
pemerintah untuk menyusun dan mengawal kebijakan public guna menyelesaikan
masalah kesehatan;
c. Menjamin agar masyarakat memiliki akses yang tepat dan pelayanan yang cost
effective, termasuk di dalam menjamin agar masyarakat memperoleh haknya
dalam memperoleh informasi yang benar terhadap berbagai masalah kesehatan
melalui kegiatan promosi kesehatan dan upaya pencegahan yang efektif.1
- Sejarah:
Perkembangan gizi di dunia dimulai pada tahun 400 sebelum masehi. Hippocrates5
mengatakan “Biarkan makanan menjadi obat dan obat menjadi makanan”. Ia juga
berkata “Seseorang yang bijak harus mempertimbangkan bahwa kesehatan
merupakan berkat yang terbesar.” Pada saat itu makanan sudah sering digunakan
sebagai obat pada perawatan luka.
Pada tahun 1747, dr. James Lind dari Inggris melakukan percobaan dengan para
pelaut yang kekurangan gizi dan menderita scurvy (anemia, pendarahan gusi, edema,
dan hemorrhage). Beberapa di antara mereka diberi air laut, yang lainnya di berikan
cuka, dan sisanya diberi limau. Karena vitamin C belum ditemukan hingga tahun
1930an, Lind tidak tahu bahwa itu adalah nutrisi yang amat vital.
Pada tahun 1770 Antoine Lavoisier, Bapak Nutrisi menemukan proses metabolisme
makanan yang sesungguhnya. Pada awal 1800an, ditemukan bahwa makanan terdiri
atas 4 unsur utama yakni karbon, nitrogen, hidrogen, dan oksigen.
Akhirnya pada tahun 1912, dr. Casmir Funk adalah yang pertama menemukan bahwa
vitamin merupakan faktor penting dalam makanan.
Di Indonesia sendiri, penelitian gizi dimulai sejak pertengahan abad ke-19, namun
baru dilembagakan pada tahun 1934 dengan nama Instituut voor Onderzoek der
25
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Volksvoeding (IOVV) di Bogor dan kemudian berganti nama menjadi Institut voor
Volksvoeding (IVV) pada tahun 1939.
Penelitian gizi untuk kepentingan nasional akhirnya dikembangkan tahun 1950
setelah IVV dikelola oleh pemerintah RI. IVV berganti nama menjadi LMR
(Lembaga Makanan Rakyat) dan dipimpin oleh Prof. Dr. Poorwo Soedarmo yang kini
dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia.
LMR kemudian berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi
(Puslitbang Gizi) berdasarkan SK Menkes RI No. 114/Men.Kes.RI/75, lalu berubah
lagi menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan berdasarkan SK
Menkes No. 1277/Menkes/SK/XI/2001
Pada tahun 1950, LMR berhasil memperkenalkan promosi gizi yang baik dengan
istilah “Empat Sehat Lima Sempurna” yang sangat populer hingga pemerintahan
Orde Baru.
Setelah itu banyak juga penelitian-penelitian yang dilakukan hingga menarik
perhatian WHO, antara lain penelitian tentang kwashiorkor dan xeropthalmia (1952-
1955), penelitian tentang tinggi badan (TB) dan berat badan anak sekolah yang
memberikan gambaran status gizi anak SD pada masa balitanya (1956), serta
penelitian tentang kelaparan di gunung Kidul yang menghasilkan teori kelaparan.
(1957-1958).
Hingga saat ini juga sudah banyak organisasi profesi di bidang gizi yang
bermunculan, seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Perhimpunan Dokter
Gizi Medik Indonesia (PDGMI), dan Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia
(PDGKI)
- Kompetensi Utama:
a. Menjelaskan secara benar dasar-dasar ilmu gizi dan kaitannya dengan kesehatan dan
pangan
b. Mengkaji secara menyeluruh keterkaitan gizi, kesehatan, dan pangan dalam suatu
sistem
c. Mengkaji, menilai, dan mengidentifikasi keadaan gizi individu, kelompok, atau
masyarakat
26
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
d. Membuat perencanaan intervensi dan pelayanan gizi yang sesuai dengan kebutuhan
e. Melaksanakan intervensi dan pelayanan gizi sesuai dengan rencana intervensi
f. Melaksanakan kegiatan monitoring pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi
g. Melaksanakan kegiatan evaluasi pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi
h. Melakukan promosi gizi dan melakukan mobilisasi sosial untuk pencegahan dan
penanganan masalah gizi
i. Memahami pentingnya kerjasama lintas sektor, lintas disiplin dan lintas profesi dalam
menangani masalah gizi
j. Melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan untuk kegiatan advokasi dalam
menangani masalah gizi
k. Merancang dan melaksanakan penelitian dibawah bimbingan seorang ahli atau
kelompok ahli
l. Menerapkan hasil-hasil penelitian terbaru pada intervensi dan pelayanan gizi
m. Memutakhirkan diri dalam perkembangan ilmu dan teknologi bidang gizi 3
- Peran:
a. Pelaku tata laksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/massal
e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f. Pelaksana penelitian gizi
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
27
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Konflik intrapersonal
Konflik yang terjadi dalam diri suatu individu saat terjadi perbedaan antara keinginan
dalam diri dan tindakan yang dilakukan. Contohnya :
• Dr Nina menyadari bahwa dirinya tidak mendapat dukungan dari anggota timnya,
tapi dr Nina enggan berbicara dan cenderung diam.
28
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
• Saat dr Grey harus meminta bantuan dr Sloan untuk berbicara dengan Nurse Eli,
dan memintanya untuk memasang kembali drain pasien
Konflik interpersonal
Konflik antar individu yang berada dalam suatu organisasi, konflik terjadi pada saat
bersama-sama mencapai satu tujuan yang sama namun terdapat perbedaan dalam cara
mencapainya. Contoh :
• Konflik antara dr Grey dengan nurse Eli
• Konflik interpersonal (cara komunikasi dr Grey)
• Konflik interprofesional (konflik antara dokter dan perawat)
Konflik intergroup
Konflik antar grup dalam satu organisasi. Konflik terjadi jika terjadi kontak antar grup
yang memiliki berbagai perbedaan dalam mencapai suatu tujuan. Contoh :
• Konflik antara dr Grey dengan nurse Eli
• Dapat berkembang menjadi konflik antara kelompok dokter (residen) dan
kelompok nurse, bila tidak segera diselesaikan
• Tahapan konflik
Beginning : Anggota tim mulai memihak ke pihak yang berkonflik (us vs them)
Early Growth : Masing-masing pihak menuntut dan mencari dukungan
Dead lock : Mulai timbul kerugian di salah satu pihak atau kedua belah pihak lelah
berkonflik
Look for a way out : Kedua belah pihak mengalami kerugian, dan sama-sama mencari
jalan keluar
Conflict resolution : Tercapainya kesepakatan dan adanya usaha untuk menghindarkan
konflik yang sama di masa yang akan datang
Teori Tradisional
o Asumsi: konflik selalu buruk, disebabkan oleh trouble maker, selalu harus diatasi
Teori kontemporer
o Asumsi: konflik tidak dapat dihindari, perubahan alamiah, tidak selalu merugikan
jika dikelola secara efisien
• Pencegahan konflik
Menentukan „The professional code of conduct‟
Alur reward-punishment harus jelas
Memahami hal-hal yang dapat menimbulkan konflik
29
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Menghindari sikap pemimpin yang bisa memicu konflik
• Anger management
Tujuan
o Mengurangi perasaan emosi
o Mengurangi rangsangan psikologis yang disebabkan oleh kemarahan
Strategi pengendalian kemarahan
o Relaksasi o Mengubah lingkungan
o Cognitive restructuring o Tips lain yang sesuai:
o Problem solving menghindar, mencari
o Komunikasi yang lebih baik alternative
o Menggunakan humor
Pendekatan pemimpin dalam mengatasi konflik
Terdapat lima gaya pemimpin dalam
mengatasi konflik :
Avoidant : tidak memuaskan kepentingan
pribadi dan orang lain (menghindar)
Accomodative : tidak memuaskan
kepentingan pribadi tetapi mementingkan
kepentingan orang lain
Competitive : tidak memuaskan kepentingan
orang lain tetapi mementingkan kepentingan
pribadi
Collaborative : memuaskan kepentingan
pribadi dan orang lain
Compromising
Dalam negoisasi hal yang perlu
diperhatikan ialah:
• Memprioritaskan kepentingan bukan jabatan atau posisi kedua belah fihak yang
berkonflik
• Memperbanyak pilihan penyelesaian
• Melakukan evaluasi setelah kedua belah pihak menyampaikan semua pilihan
penyelesaian
• Membuat dokumen tertulis
• Meyakinkan komitmen kedua belah pihak untuk melakukan keputusan yang diambil
• KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL
• Komunikasi interprofesional
• „Backbone‟ dalam kolaborasi tim interprofesional.
30
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
• Komunikasi formal dan informal
• Dua kunci dari komunikasi interprofesional ini adalah:
a. Mendengarkan dengan baik, dan
b. Menyampaikan pendapat dengan tegas (“listening and speaking up”)
Occasion
o Terjadi saat komunikasi tentang hal yang sangat penting terlambat terjadi
sehingga manfaatnya untuk penyelesaian tugas atau masalah tim menjadi
berkurang
Content
o Terjadi karena tidak tersampaikannya atau tidak adanya informasi yang
dibutuhkan atau justru informasi yang dikomunikasikan tidak akurat
Purpose
o Kegagalan komunikasi tipe ini terutama terjadi saat tujuan komunikasi tidak
tercapai, atau hal yang penting diputuskan/dibicarakan akhirnya tidak
dikomunikasikan dengan baik.
Audience
o Terjadi karena ketidakhadiran anggota tim yang sebenarnya memegang peran
penting selama komunikasi atau diskusi berlangsung.
31
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Historical interprofessional and Fears of diluted professional identity
intraprofessional rivalries Differences in accountability,
Differences in language and jargon payment, and rewards
Differences in schedules and Concerns regarding clinical
professional routines responsibility
Varying levels of preparation, Complexity of care
qualifications, and status Emphasis on rapid decision‐making
Differences in requirements,
regulations, and norms of
professional education
• Contoh kasus :
Dr Nina
o Kegagalan : Content dan purpose
o Barrier : Personality differences, generational differences, hierarchy
Nurse Eli & dr Grey
o Kegagalan : Purpose dan audience
o Barrier : Disruptive behavior, differences in professional routines, hierarchy,
differences in norms of professional education
32
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
pengalaman klinik dan keterampilannya untuk memastikan bahwa kebutuhan pasien
(individu/masyarakat) menjadi fokus dari tujuan dan kegiatan tim tim pelayanan
kesehatan.
Kunci keberhasilan tim kesehatan
Clinical leadership yang baik mempengaruhi kualitas yang baik dan biaya perawatan
yang efektif
Mengajak tenaga kesehatan professional dalam mengatur arah dan menerapkan
perubahan
Clinical leadership efektif menerapkan multidisiplin
Clinical leadership dibutuhkan di semua level
Management dan leadership merupakan istilah yang berbeda namun saling melengkapi.
33
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Demokratik
Abdikasi
Semakin ke kiri, gaya pemimpin tegas, kekuasaan pemimpin besar. Sedang semakin ke kanan,
kebebasan anggota semakin besar. Tidak ada gaya pemimpin yang paling baik atau paling
buruk karena gaya pemimpin dapat berbeda sesuai situasi yang terjadi.
34
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
• KASUS DR NINA
Dokter Nina adalah seorang lulusan fakultas kedokteran yang baru menyelesaikan tugas
magangnya di RS dan puskesmas. Saat ini dr Nina ditempatkan di suatu puskesmas di Desa
Ilalang di daerah Kepulauan Riau. Sebagai seorang dokter, dr Nina ditugaskan sekaligus sebagai
pimpinan puskesmas. Puskesmas Desa Ilalang sudah lama sekali tidak diisi oleh dokter, dan
pelayanan kesehatan primer selama ini banyak dilakukan oleh perawat.
Sebulan setelah bertugas, terjadi wabah diare di Desa Ilalang. Jumlah pasien segala umur
dengan diare yang datang ke puskesmas meningkat drastis. Dr Nina memutuskan untuk segera
bertindak untuk mengatasi wabah diare tersebut dengan melakukan surveilans terhadap penyebab
diare, dan memberikan pertolongan dan pengobatan pasien diare di Puskesmas.
Meskipun sudah mengambil keputusan, dr Nina merasa tidak mendapat dukungan penuh dari
anggota timnya di Puskesmas yang terdiri dari 2 orang perawat, 1 orang ahli gizi, 2 orang
apoteker, 1 orang ahli kesehatan masyarakat, dan 1 orang dokter gigi. Selain dokter gigi yang
baru bertugas selama 2 bulan, seluruh staf sudah bekerja sedikitnya 5 tahun di puskesmas
tersebut. Selama ini, dr Nina cenderung diam dan enggan berbicara dengan anggota timnya. Dr
Nina merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan seluruh anggota timnya.
Pembahasan Kasus
Berdasarkan kasus di atas, tipe konflik yang dialami dr Nina ialah konflik intrapersonal
karena konflik itu belum terjadi, dr Nina baru merasa tidak mendapat dukungan dari anggota
timnya.
35
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Kegagalan dr Nina dalam memipin timnya disebabkan kurangnya komunikasi
interprofesional yang dilakukan dr Nina. Adapun tipe kegagalannya ialah dari content di mana
tidak tersampaikannya informasi dan purpose hal penting yang diputuskan tidak
dikomunikasikan dengan baik. Sedangkan hambatan dalam kasus dr Nina berasal dari perbedaan
kebribadian, perbedaan generasi di mana dr Nina merupakan dokter muda yang baru lulus, dan
adanya hirarki dalam puskesmas tersebut.
36
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
37