Anda di halaman 1dari 37

TENTIR

KOLABORASI DAN KERJASAMA TIM KESEHATAN I

Penyusun
Ferinda Putri Utami
Sarah Yurista
Audrey Achmadsyah

Selamat Belajar!

Konsep Kolaborasi
Peran Profesi Kesehatan
Manajemen Konflik, Identifikasi Masalah Dan Kepemimpinan
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

Konsep Kolaborasi

Timsekumpulan individu yang saling bergantung untuk menyelesaikan tugas tertentu dengan
memberikan tanggung jawab atas hasil yang dikerjakan dan memandang setiap anggota
sebagai satu entitas sosial yang utuh dalam suatu sistem sosial.

Kolaborasiproses yang membutuhkan hubungan dan interaksi antara anggota tim tanpa
memandang apakah mereka menganggap diri mereka sebagai bagian dari tim atau tidak.

Kolaborasi menurut ANA (1980)hubungan rekanan sejati, dimana masing – masing


pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan menerima lingkup
kegiatan dan tanggung jawab masing – masing yang terpisah maupun bersama, saling
melindungi kepentingan masing masing dan adanya tujuan bersama yang diketahui kedua
belah pihak

Kerja sama melakukan suatu aktivitas kerja bersama lebih dari 1 orang dalam sebuah tim
untuk mencapai suatu goal.

Kerjasama berarti anggota tim:

a. Saling bergantung satu sama lain


b. Bekerja berkolaborasi untuk patient-centered care
c. Diuntungkan dalam bekerja berkolaborasi untuk menyediakan perawatan pasien
d. Berbagi informasi untuk mengambil keputusan musyawarah
e. Tahu kapan kerjasama tim harus digunakan untuk mengoptimalkan perawatan pasien

Kerja sama tim pada bidang kesehataninteraksi atau hubungan dua atau lebih tenaga
kesehatan yang bekerja saling bergantung untuk menyediakan pelayanan kesehatan kepada
pasien.

Komponen yang dibutuhkan untuk tercapainya suatu kerjasama yang efektif:

 Komitmen pada kesuksesan tim dan tujuan bersama


 Ketergantungan pada Anggota tim yg bersifat positif
 Kemampuan interpersonal Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
 Komunikasi yang terbuka dan umpan balik positif
 Penentuan komposisi timperan anggota
 Komitmen pada proses tim, kepemimpinan, dan pertanggungjawaban Anggota harus
punya rasa bertanggung jawab atas apa yang akan mereka lakukan pada tim dan tujuan akhir
yang ingin mereka dapatkan agar kerjasama tim menjadi lebih efektif

2
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

 Leadership: komponen penting suatu kelompok akan menjadi efektif atau tidak banyak
dipengaruhi oleh kepemimpinan.
 Produksi “produk” dengan kualitas yang tinggi
 Viability: kemampuan anggota tim untuk saling bekerjasama

Kolaborasi tim kesehatan

American Medical Assosiation (AMA), 1994Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan
perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan
dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui
dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga
dan masyarakat.

Kolaborasi terbagi menjadi 3 tipologi, yaitu active collaboration, developing collaboration, dan
potential collaboration.

1. Active collaboration merupakan kolaborasi tingkat tinggi. Pada kolaborasi ini, kolaborasi
telah terbentuk secara stabil walaupun adanya ketidakpastian dan keburukan pada sistem
pelayanan kesehatan. Rekan kerja telah memiliki tujuan yang pasti. Di dalam kolaborasi
ini terdapat adanya rasa memiliki dan kepercayaan satu sama lain. Mekanisme dan
peraturan-peraturan di dalamnya telah disetujui bersama.
2. Developing collaboration merupakan kolaborasi yang masih belum berjalan baik dalam
budaya sebagai rekan kerja, masih terdapat evaluasi-evalusasi dan negosiasi pada internal
dasar. Tujuan, hubungan, mekanisme, maupun peraturan masih belum mencapai mufakat.
Hal ini dapat menjadi konflik, tetapi mereka terbuka. Dengan demikian, terjadi adanya
ketidakpastian tanggung jawab, ketakutan menjadi lebih praktisi professional berkualitas,
dan pelayanan menjadi kurang efisien. Namun, pada kolaborasi ini dapat terlihat adanya
progress walaupun cukup lama.
3. Potential collaboration dimaksudkan sebagai kolaborasi yang belum terbentuk atau
terhambat oleh konflik yang cukup serius sehingga sistem tidak dapat bejalan. Ketika di
dalamnya terdapat perselisihan yang signifikan, negosiasi tidak dapat dilakukan atau
akhirnya mereka jatuh perlahan. Hal ini sangat menghambat pemberian pelayanan oleh
praktisi professional yang dibutuhkan sehingga pelayanan tidak dapat berjalan lagi. Agar

3
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
kolaborasi dalam kelompok ini setidaknya dapat berjalan, hanya diperlukan pemecahan
dari konflik tersebut.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh tim kolaborasi, diantaranya:

1. Promosi kesehatanproses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan, kesehatan


mereka.contoh dari promosi kesehatan adalah:
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas).
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Misalnya untuk kalangan menengah ke atas
di negara berkembang terhadap resiko jantung koroner.
 Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
 Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial.
2. Proteksitindakan untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit
lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu.
Diantaranya adalah:
 Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit dengan
adanya kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN )
 Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya yang terkena flu
burung ditempatkan di ruang isolasi.
 Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja dengan
menggunakan alat perlindungan diri.
 Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun
maupun alergi.
3. Treatment melakukan pengobatan dengan cepat dan tepat. Sebelum memilih treatment yang
cocok diadakan diagnosa awal.
4. Pemulihan kesehatan merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke
masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar.

4
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

Prinsip-prinsip kolaborasi tim kesehatan


Menurut Canadian Medical Association, terdapat 12 prinsip kolaborasi tim kesehatan:

1. Pelayanan yang berpusat pada pasien pertama dan terpenting


Tim kesehatan harus berkolaborasi untuk merawat dan mendukung pasien serta keluarganya
sebagai pihak yang turut berperan serta dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kesehatan pasien dan harus diberikan akses informasi dan kesempatan untuk bertanya kepada
tim kesehatan karena Pasienlah yang paling berhak menentukan perawatan apa yang akan
diterimanya
2. Pengakuan hubungan pasien-dokter
Hubungan pasien dan dokter yang baik melandasi sikap saling menghargai dan saling percaya
yang juga merupakan salah satu prinsip kolaborasi tim kesehatan
3. Dokter sebagai pemimpin klinis
diperlukan untuk memastikan setiap anggota tim berfungsi dengan baik dan memfasilitasi
pengambilan keputusan, terutama keputusan yang rumit dan darurat.
Pemimpin klinis dan koordinator tim memiliki pengertian yang berbeda. CMA mendefinisikan
pemimpin klinis sebagai:
“Individu yang, berdasarkan pelatihan, kompetensi, dan pengalamannya, merupakan
yang terbaik yang dapat menghasilkan dan menginterpretasikan bukti dan data yang
diberikan oleh pasien dan tim, membuat diagnosa alternatif, dan memberikan
perawatan yang menyeluruh bagi pasien. Ialah yang bertanggung jawab kepada pasien
untuk mengambil keputusan klinis.”

Sedangkan koordinator tim didefinisikan sebagai:


“Individu yang, berdasarkan pelatihan, kompetensi, dan pengalamannya, merupakan
yang terbaik yang mampu mengkoordinasi pelayanan-pelayanan yang dilakukan oleh
tim sehingga mereka terintegrasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.”

Anggota tim lain mungkin memiliki pengetahuan yang spesifik dan ahli dalam bidangnya
masing-masing. Namun dokter, karena pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman
mereka yang luas dan beragam serta menyangkut wawasan tentang kesehatan yang
menyeluruh, mereka bisa dianggap yang terbaik dalam tim untuk mengevaluasi dan

5
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

membuat keputusan yang profesional. Sedangkan pelayan kesehatan lainnya bisa


menjadi yang terbaik sebagai koordinator tim, walaupun terkadang dokter juga
mendelegasikan posisinya sebagai pemimpin klinis kepada profesional lainnya.

4. Saling menghargai dan percaya


untuk membangun kepercayaan dalam tim tiap anggota harus mengerti dan
menghargai pengetahuan dan keterampilan masing-masing anggota di bidangnya
masing-masing.

5. Komunikasi yang jelas


6. Klarifikasi peran dan lingkup praktek
7. Klarifikasi akuntabilitas dan tanggung jawab
pelayan kesehatan bertanggung jawab atas hasil tindakannya masing-masing terhadap pasien
dan memastikan pasien mendapatkan perawatan yang tepat
8. Perlindungan resiko untuk seluruh anggota tim
9. Sumber daya manusia dan infrastruktur yang cukup
10. Pendanaan yang cukup
11. Sistem pendidikan yang mendukung
12. Penelitian dan evaluasi
Kolaborasi kesehatan itu penting, karena:
kolaborasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
Masalah kekurangan staff, stres, dan kelelahan tenaga kesehatan dapat diminimalisir
mengurangi beban kerja, meningkatkan kepuasan pasien, dan mengurangi kematian pasien
karena ketika tenaga kesehatan mengalami kelelahan, stres, dan kelebihan beban kerja, maka
resiko untuk melakukan kesalahan saat menangani pasien lebih besar
kerjasama tim menjadi penting agar keputusan yang diambil pada tindakan untuk masalah
kesehatan yang rumit benar-benar tepat sehingga keselamatan pasien terjamin.

Manfaat kolaborasi tim kesehatan


Menurut WHO pada tahun 2007

 Pelayanan kesehatan yang lebih baik


o Tingkat kepuasan yang lebih tinggi
o Penerimaan pelayanan yang lebih baik

6
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
o Hasil tindakan medis yang lebih baik
 Koordinasi pelayanan kesehatan yang meningkat
 Peningkatan keselamatan pasien dan penurunan kesalahan dalam tindakan
 Penurunan dalam:
o Total komplikasi pasien
o Jangka waktu rawat inap dan durasi perawatan
o Tingkat kematian
o Keseluruhan biaya perawatan
o Pergantian staff
o Kunjungan klinik
o Jumlah pasien rawat inap
 Banyak dana sering ditujukan untuk kerja kolaborasi dan kemitraan sehingga mendukung
peningkatan pelayanan dan fasilitas kerja tim kolaborasi

Cara membangun kolaborasi tim kesehatan yang efektif

 Adanya hubungan personal antara masing-masing individu dalam tim kesehatan


 Memahami kompetensi masing-masing (background) dengan cara saling berbagi suatu masalah
yang dimiliki oleh pasien
 Saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dari masing-masing individu yang akan memperkaya
diri
 Mencari waktu yang tepat untuk melakukan diskusi agar lebih efektif (dengan cara mencari
kesesuaian jadwal diantara tiapa individu dalam tim kesehatan)
 Mengklarifikasi deskripsi pekerjaan
 Memastikan dalam satu tim memiliki pandangan yang sama

Cara mempertahankan yang dapat digunakan antara lain:


 Perbaharuan fokus bersama
 Evaluasi berkala tujuan team
 Berkomunikasi dan mengadakan pertemuan yang rutin untuk terlibatnya semua personil
 Terus mencari solusi dari berbagai konflik
 Menghargai kontribusi dari masing-masing anggota
 Menghargai pengaruh dari anggota yang masuk dan keluar
 Memberikan pengenalan kepada anggota baru
 Kesempatan untuk setiap anggota mengikuti acara sosial

7
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

Sistem Pelayanan Kesehatan yang ada di Indonesia diatur dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN), yang telah ditetapkan pada tahun 1982. Kemudian dengan berjalanya perubahan yang
ada di Indonesia, ditetapkanlah peraturan baru menggantikan Sistem Kesehatan Nasional 1982
dengan Keputusan Menteri Kesehatan No:131/MENKES/SK/II/2004. SKN itu sendiri terdiri dari
enam subsistem yaitu:

1. Upaya kesehatan atau pelayanan kesehatan


2. Pembiayaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Obat dan perbekalan Kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan

Subsistem upaya kesehatan atau pelayanan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Tujuannya adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai
(accessible), terjangkau (affordable), dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

Subsistem upaya kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio terdiri dari dua macam yaitu
pelayanan kedokteran yang sasarannya kepada perseorangan dan keluarga dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Terdapat tingkatan pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kesehatan
tingkat pertama, pelayanan tingkat kedua dan pelayanan tingkat ketiga. Pada pelayanan tingkat
pertama pelayanan masih bersifat pokok dan sangat dibutuhkan masyarakat dan mempunyai
nilai derajat yang strategis untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Pada pelayanan
kesehatan sekunder, pelayanan telah bersifat lanjut dan telah tersedia tenaga-tenaga spesialis.
Kemudian pada pelayanan kesehtan tingkat ketiga atau tersier, pelayanan kesehatan telah lebih
kompleks dan telah ditangani oleh tenaga subspesialis.

Pada subsistem pelayanan kesehatan masih banyak masalah yang sering terjadi dan yang paling
menonjol adalah masalah pelayanan kesehatan yang terkotak-kotak. Keadaan ini bisa
merugikan pasien, karena mereka akan ulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh. Usaha pelayanan Kesehatan di tingkat primer di Indonesia dapat berupa
puskesmas.

8
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

Peran Profesi Kesehatan

PERAN PROFESI KESEHATAN


1. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Profesi Dokter
- Sejarah Perkembangan :
 Ilmu Kedokteran yang bersifat ilmiah mulai berkembang pada abad ke-12 dan ke-13
di beberapa universitas di Eropa, Universitas Salerno (Italia, 1914), Bologna,
Montpellier (Perancis, 1137), dan Paris (Perancis, 1231).
 Proses awal masuknya pendidikan kedokteran disebut instutionalisasi. Setelah lulus
dari universitas, para dokter diizinkan melakukan praktik kedokteran oleh raja
ataupun gereja.

9
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
 Melalui praktik tersebut, masyarakat dapat merasakan manfaat yang besar. Namun,
perilaku sejumlah dokter terhadap masyarakat dinilai kurang baik. Hal ini
dikarenakan mereka melakukan penipuan, bertindak kasar, meminta imbalan yang
besar, dan lain sebagainya.
 Untuk itu, masyarakat meminta kepada raja atau gereja agar para dokter bersatu dan
mengatur perilaku para anggotanya dalam suatu undang-undang. Proses ini dikenal
sebagai profesionalisasi.
 Proses profesionalisasi ini dimulai sejak awal abad ke-12 didukung dengan perintah
raja atau gereja. Pada awal abad ke-14, proses profesionalisasi baru dapat mengatur
perilaku para dokter melalui codes of ethics. Mulai saat itu, masyarakat pun dapat
mempercayai profesi dokter.
 Ilmu Kedokteran yang berkembang pesat di dunia barat, mulai diperkenalkan di
Indonesia pada tahun 1851 dengan didirikannya Dokter Djawa School oleh
pemerintah Hindia Belanda. Sama halnya dengan perkembangan profesi tersebut di
dunia barat, Indonesia juga membuat sebuah organisasi untuk mengayomi para
dokter.
 Organisasi profesi kedokteran di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, mulai berdiri
sesudah Perang Dunia Kedua. Sebelumnya, para dokter di Indonesia sudah memiliki
organisasi dengan nama Nederlandse Vereniging ter Bevordering van de
Geneeskunst, tetapi organisasi merupakan organisasi yang ada di Belanda.

- Kompetensi:
 Dalam menyusun peraturan mengenai standar kompetensi profesi dokter, Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) memiliki peranan yang besar.
 KKI mengesahkan peraturan tersebut pada tanggal 27 Desember 2012 di Jakarta oleh
ketua KKI, Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P(K).
 Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
merupakan standar minimal kompetensi lulusan
dan bukan merupakan standar kewenangan
dokter layanan primer. Kompetensi yang harus
dipenuhi oleh lulusan dokter memiliki beberapa

10
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
dasar atau pilar. Dasar tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pilar SKDI


 Dasar kompetensi tersebut membangun 7 area atau komponen kompetensi, yaitu:
a. Profesionalitas yang luhur (berke-Tuhanan Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa,
bermoral, beretika dan disiplin, sadar dan taat hukum, berwawasan sosial budaya,
serta berperilaku profesional)
b. Mawas diri dan pengembangan diri (menerapkan mawas diri, mempraktikkan
belajar sepanjang hayat, dan mengembangkan pengetahuan)
c. Komunikasi efektif (berkomunikasi dengan pasien, keluarga, mitra kerja, dan
dengan masyarakat)
d. Pengelolaan informasi (mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan, serta
mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada profesional
kesehatan, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk peningkatan mutu
pelayanan kesehatan)
e. Landasan ilmiah ilmu kedokteran (menerapkan ilmu Biomedik, ilmu
Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/
Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas yang terkini untuk mengelola
masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif)
f. Keterampilan klinis (melakukan prosedur diagnosis dan penatalaksanaan yang
holistik serta komprehensif)
g. Pengelolaan masalah kesehatan (melaksanakan promosi kesehatan, pencegahan,
deteksi dini, dan penatalaksanaan masalah kesehatan, pada individu, keluarga dan
masyarakat, memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan, mengelola sumber daya secara efektif, efisien
dan berkesinambungan dalam penyelesaian masalah kesehatan, serta mengakses
dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang merupakan
prioritas daerah masing-masing di Indonesia).

- Peran:

11
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Terdapat lima peran profesi dokter (Five Star Doctor) dalam masyarakat maupun rekan
sejawat lainnya:
 Sebagai care provider, seorang dokter diharapkan mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang terbaik bagi masyarakat
 Sebagai decision maker, dalam keadaan darurat, dokter mampu mengambil keputusan
yang menguntungkan kesehatan pasien.
 Dokter harus mampu memberikan edukasi (communicator or educator) mengenai
kesehatan dalam rangka promotif dan preventif suatu penyakit.
 Bagi rekan sejawat lainnya, dokter mampu menjadi seorang pemimpin (community
leader)
 Dan juga sebagai manager dalam suatu kolaborasi kesehatan maupun suatu organisasi
kesehatan.

2. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Profesi Dokter Gigi


- Sejarah:
 Menurut naskah Sumeria, perkembangan awal ilmu Kedokteran terjadi pada masa
5000 SM. Pada abad tersebut „tooth worms‟ (ulat) disebut sebagai penyebab
kerusakan gigi.
 Pada masa 2600 SM, kematian Hesy-Re, seorang penulis mesir, sering disebut
sebagai dokter gigi pertama.
 Pada tahun 166-201, orang Etruria menggunakan mahkota emas sebagai bahan
prostodontia.
 Setelah itu, tahun 700, sebuah teks medis di China bertuliskan mengenai penggunaan
pasta perak, sejenis amalgam. Perkembangan penggunaan mahkota emas terjadi pada
tahun 1746, Claude Mouton mendeskripsikan penggunaannya di saluran akar.
 Selanjutnya, Josiah Flagg, seorang dokter gigi Amerika terkemuka, membuat
konstruksi kursi pertama untuk pasien dokter gigi pada tahun 1790.
 Ilmu Kedokteran Gigi secara profesional terus berkembang hingga pada tahun 1840,
Horace Hayden dan Chapin Harris menggagas sekolah dokter gigi pertama di dunia,
Baltimore Collage of Dental Surgery, dan mendirikan Doctor of Dental Surgery
(DDS).

12
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
 Di tahun yang sama, organisasi dokter gigi nasional pertama kali ditemukan.
Organisasi tersebut bernama The American Society of Dental Surgeons (organisasi
ini dibubarkan pada tahun 1856).
 Indonesia juga memiliki organisasi yang didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di
Bandung. Organisasi profesi ini bernama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
yang saat ini diketuai oleh drg. Zaura Rini Anggraeni, MDS

- Kompetensi :
 Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) disahkan oleh ketua KKI, Hardi
Yusa, dr, Sp. OG, MARS pada tanggal 9 November 2006 di Jakarta.
 SKDGI terdiri atas:
a. Domain
b. Kompetensi utama
c. Kompetensi penunjang.
 Ketiga hal tersebut memuat mengenai 6 hal, yaitu:
a. Profesionalisme (melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan
keahlian,tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan),
b. Penguasaan ilmu pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi (memahami
ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan
sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan ilmu kedokteran gigi)
c. Pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik (melakukan
pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai
kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif)
d. Pemulihan fungsi sistem stomatognatik (melakukan tindakan pemulihan fungsi
sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik)
e. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat (menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima)
f. Manajemen praktik kedokteran gigi (menerapkan fungsi manajemen dalam
menjalankan praktik kedokteran gigi).

13
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
- Peran:
 Menurut ADA (American Dental Association), terdapat 8 peran profesi dokter gigi,
yaitu:
a. Diagnosing oral diseases
b. Promoting oral health and disease prevention
c. Creating treatment plans to maintain or restore the oral health of their patients
d. Interpreting x-rays and diagnostic test
e. Ensuring the safe administration of anesthetics
f. Monitoring growth and development of the teeth and jaws
g. Performing surgical procedures on the teeth, bone and soft tissues of the oral
cavity
h. Managing oral trauma and other emergency situations.

3. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Apoteker


- Sejarah:
Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal penggunaan obat tradisional
(jamu) dan pengobatan secara tradisional (dukun). Pada zaman itu sebenarnya dukun
melaksanakan dua profesi sekaligus, yaitu profesi kedokteran, (mendiagnosis penyakit) dan
profesi kefarmasian (meramu dan menyerahkan obat kepada yang membutuhkannya).
Penggunaan obat dapat ditelusuri sejak tahun 2000 S.M. pada zaman kebudayaan Mesir dan
Babilonia telah dikenal obat dalam bentuk tablet tanah liat (granul), dan bentuk sediaan obat
lain. Saat itu juga sudah dikenal ratusan jenis bahan alam yang digunakan sebagai obat.
Pengetahuan tentang obat dan pengobatan selanjutnya berkembang lebih rasional pada zaman
Yunani, ketika Hippocrates (460 S.M.) memperkenalkan metode dasar ilmiah dalam
pengobatan. Dalam zaman Yunani itu dikenal pula Asklepios atau Aesculapius (7 S.M.) dan
puterinya Hygeia. Lambang tongkat Asklepios yang dililiti ular saat ini dijadikan lambang
penyembuhan (kedokteran), sedangkan cawan atau mangkok Hygeia yang dililiti ular dijadikan
lambang kefarmasian.
Perkembangan profesi kefarmasian pada abad selanjutnya dilakukan dalam biara, yang
telah menghasilkan berbagai tulisan tentang obat dan pengobatan dalam bahasa latin yang
hampir punah itu, sampai saat ini dijadikan tradisi dalam penulisan istilah di bidang kesehatan.

14
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Perkembangan kefarmasian yang pesat pula telah terjadi dalam zaman kultur Arab dengan
terkenalnya seorang ahli yang bernama al-Saidalani pada abad ke-9.
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun 1240 di Sisilia,
Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang secara legal (menurut undang-undang)
mengatur pemisahan farmasi dari pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan
”Magna Charta” dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui
pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan sesuai keterampilan dan
seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan seragam. ”Magna Charta” kefarmasian ini
dikembangkan sampai saat ini dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah
Apoteker. Ilmu farmasi semakin berkembang ketika Sekolah Tinggi Farmasi pertama didirikan
di Philadelphia Amerika Serikat pada tahun 1821, hal itu memicu universitas lain untuk
membuka fakultas atau sekolah tinggi ilmu farmasi. Seiring dengan berkembangnya ilmu
farmasi di dunia organisasi keprofesian dan keilmuan juga bermunculan. Di Inggris organisasi
profesi pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama "The Pharmaceutical Society of
Great Britain", 11 tahun kemudian menyusul Amerika dengan organisasi “American
Pharmaceutical Association”. Di tingkat internasional pada tahun 1910 berdiri organisasi
"Federation International Pharmaceutical". Selain perkembangan organisasi keprofesian dan
keilmuan, perkembangan ilmu farmasi juga memicu perkembangan industri farmasi modern
dunia yang diawali dari penemuan Aspirin oleh Felix Hoffman pada tahun 1897. Bahkan pasca
Perang Dunia II para pakar obat berusaha menemukan obat TBC, hormon steroid, dan
kontrasepsi serta antipsikotika. Sedangkan di Indonesia perkembangan ilmu farmasi dimulai
ketika berdirinya Pabrik Kina di Bandung tahun 1896. Hal itu menjadi pemicu perkembangan
farmasi di Indonesia sampai pada pemerintah mengimpor produk farmasi ke Indonesia,
berdirinya berbagai perusahaan obat sampai di dunia pendidikan ditandai berdirinya berbagai
sekolah tinggi dan fakultas farmasi pada universitas.

- Kompetensi:
Fungsi kompetensi profesi apoteker meliputi:
 Bimbingan dan administrasi pelayanan kefarmasian.
 Regulasi dan kontrol obat.
 Formulasi dan quality control produk farmasi.

15
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

 Inspeksi dan assessment fasilitas produksi obat.


 Menjamin kualitas produk farmasi selama proses distribusi.
 Membuka usaha perusahaan obat.
 Komite formulasi obat tingkat nasional maupun internasional.
- Peran:
WHO 7-stars pharmacist:
 Leader  Teacher
 Decision maker  Care giver
 Communicator  Manager
 Life long learner  Researcher
Peran dalam komunitas:
 Bidang pelayanan kefarmasian
 Bidang pengelolaan
Peran dalam RS:
 Bidang manajerial farmasi RS
 Bidang pengelolaan perbekalan farmasi
 Bidang pengawasan kualitas obat
 Bidang KIE obat

4. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Perawat


- Sejarah
a. Zaman Purbakala (4000 SM – 500 AD) runtuhnya Romawi Barat
Perawatan di dalam sejarah merupakan bagian dari pergerakan kaum wanita
dalam bergerak di bidang sosial. Hal ini terlihat sejak zaman purbakala, dimana pekerjaan
“merawat” dikerjakan berdasarkan naluri (instinct) yaitu “mother instinct” atau naluri
keibuan yang merupakan naluri alami yang bersendi pada pemeliharaan (melindungi
anak, merawat orang lemah, dsb). Kepercayaan besar pengaruhnya terhadap pekerjaan
perawatan, ditandai dengan hampir semua bangsa berpendapat bahwa penyakit jiwa
disebabkan kemasukan setan jahat.
b. Zaman Permulaan Masehi

16
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Nabi Isa lahir ke dunia membawa agama baru yaitu Agama Nasrani. Oleh karena
itu, perkembangan pekerjaan perawatan bercorak keagamaan. Nabi Isa dan pengikutnya
merasakan bahwa menolong orang yang sakit dan orang yang menderita adalah suatu
kewajiban. Xenodocheion merupakan rumah sakit pertama yang didirikan orang Kristen
sebagai tempat pelarian dan orang yang sengsara sedangkan Diakones (pembantu gereja)
yang berhubungan dengan pasien merupakan Public Health Nurse yang pertama. Ilmu
obat-obatan dan ketabiban serta perawatan mengalami kemajuan bersamaan dengan
perkembangan Agama Islam.
c. Zaman Pertengahan (500-1500), runtuhnya Romawi Timur
Di zaman pertengahan terjadi perang salib yang membawa pengaruh kepada
perawatan yaitu perawatan selanjutnya berdasarkan atas kesosialan. Namun, sejak
permulaan Masehi sampai zaman pertengahan pekerjaan ketabiban secara ilmiah
terutama di Eropa tidak banyak kemajuan, justru cenderung mundur. Hal itu disebabkan
karena pekerjaan ketabiban banyak dikerjakan oleh budak secara paksaan dan orang
hanya mementingkan hidup kerohanian dan mengabaikan keadaan jasmani.
d. Zaman Baru (1500-1800) terjadi revolusi Perancis
Pada permulaan zaman pertengahan ke zaman baru (abad ke-15 dan ke-16) terjadi
Renaisance (kelahiran kembali) yaitu perubahan-perubahan yang luar biasa dengan
adanya kemajuan-kemajuan di berbagai bidang. Reformasi (pembaharuan) yang
ditujukan terhadap gereja membawa pengaruh terhadap perkembangan perawatan karena
monastery (tempat merawat orang sakit) di gereja dihapus, rumah sakit diambil alih sipil
dan tenaga keperawatan yang berasal dari orde agama digantikan dengan orang suruhan
yang tidak mengerti perawatan. Namun di negara yang tidak terjadi perubahan dalam
susunan gereja dan rumah sakit serta monastery, perawatan berjalan lancar bahkan
mengalami kemajuan.
e. Zaman Modern (1800-sekarang)
Sejarah perkembangan perawatan di Inggris pada zaman modern sangat penting
karena membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan perawatan negara lain di dunia.
Florence Nightingale sebagai pelopornya yang kemudian diikuti oleh negara lain. Pada
tahun 1820 Nightingale mendirikan Sekolah Nightingale yang mempengaruhi keadaan
perawat di seluruh dunia karena lulusannya yang terkenal akan kerohanian dan

17
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
kecakapannya dalam memimpin dan pergi ke negara lain untuk mengembangkan
perawatan. Bahkan Ethel Cordon salah satu lulusan Sekolah Nightingale mendirikan
Himpunan Perawat Nasional Inggris dan International Council of Nurses (ICN).
- Kompetensi
Fungsi kompetensi profesi perawat meliputi:
 The helping role.
 The teaching-coaching function.
 The diagnostic and patient monitoring function.
 Manajemen perubahan keadaan pasien.
 Administrasi dan monitoring penemuan terapeutik dan aturannya.
 Mengawasi dan menjamin kualitas pelayanan kesehatan.
 Mengorganisasi kompetensi dan peranan pekerja.

- Peran:
a. Memberikan pelayanan pada individu, keluarga, dan masyarakat pada kondisi
yang mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan orang
sakit (termasuk perawatan kecacatan dan persiapan menghadapi kematian)
b. Memberikan advokasi pada pasien
c. Berpartisipasi mengembangkan kebijakan kesehatan dan riset
(International Council of Nurses, 2010)
Peran perawat juga dapat dirumuskan ke dalam 5 peran:
a. Pemberi asuhan keperawatan langsung  Meliputi proses pengkajian, penetapan
tujuan dan kriteria hasil perawatan, penetapan diagnosis keperawatan, implementasi
dan intervensi, serta evaluasi hasil perawatan
b. Kolaborator  Berperan secara efektif dalam tim
c. Pendidik  Berperan memberikan edukasi dan advokasi pada pasien
d. Change Agent  Menjadi pemimpin dalam upaya peningkatan mutu keperawatan
e. Peneliti  Mengembangkan ilmu melalui kegiatan riset

5. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat


- Sejarah:

18
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
 Kebangkitan ilmu pengetahuan pada akhir abad 18 dan awal abad 19 berdampak
besar terhadap kehidupan manusia termasuk dampaknya terhadap kesehatan. Salah
satu perubahan penting adalah kesehatan tidak lagi dipandang semata-mata sebagai
masalah biologis, tetapi sudut pandang kesehatan masyarakat.
 Perhatian masalah kesehatan masyarakat di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 16
oleh Pemerintah Belanda. Namun perkembangannya sebagai kajian kesehatan
masyarakat, ditandai dengan terjadinya wabah kolera pada tahun 1937 di Eltor,
kemudian tahun 1948 wabah cacar yang masuk ke Indonesia melalui Singapura.
 Sejalan dengan itu, pada tahun 1851 didirkan Sekolah Dorker Jawa oleh dr Bosch dan
dr. Bleeker. Sekolah ini diberi nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche
Arsten).
 Setelah itu, 1913 didirikan sekolah yang kedua di Surabaya, dengan nama NIAS
(Nederland Indische Arsten School).
 Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi Sekolah Kedokteran, dan tahun 1947
berubah menjadi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, dimana salah satu
bagian/departemen yang dikembangkan di dalamnya adalah departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
 George Pickett & John J. Hanlon (2009) menyatakan sebagai periode perkembangan
metode berpikir dan bertindak kesehatan masyarakat yang disebut sebagai kajian
prospektif, yang tentu berbeda dengan kajian keilmuan dari profesi pengobatan klinis
pada saat itu, yang masih berpikir dan bertindak dengan dasar retrospektif.
 Awal perkembangan disiplin kesehatan masyarakat di Indonesia justru bukan dimulai
perguruan tinggi, tetapi dikembangkan oleh para dokter dan pemerhati kesehatan,
baik yang bekerja di pemerintahan maupun di masyarakat.
 Dari titik awal inilah kemudian berkembang disipin ilmu kesehatan masyarakat di
perguruan tinggi sebagai kajian, dengan tiga periode perkembangan:
a. Periode Awal (Leimena-Fatah)
Titik awal perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai dari
Program Bandung Plan pada tahun 1951 oleh dr. Leimena dan dr. Fatah
(Soekidjo, 2010).

19
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Asumsi dasar dalam konsep ini menyebut bahwa; Dalam pelayanan kesehatan,
aspek kuratif yang mengandalkan pendekatan pada pelayanan kesehatan
perorangan haruslah digabungkan dengan aspek promotif preventif yang
mengandalkan pelayanan kesehatan masyarakat, dengan demikian, lingkungan
fisik dan non-fisik harus mendapat perhatian yang sama, harus menjadi satu
kesatuan dalam program.
Cita-cita Bandung Plan semakin nyata sesuai tujuan programnya yaitu
memperjelas peran promotif, preventif dan kuratif sebagai satu kesatuan dalam
kerangka sistem pelayanan kesehatan, ketika dibentuk program yang lebih fokus
dalam Proyek Percontohan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di
Lemahabang, Bekasi yang dipimpin oleh Sulianti.

b. Periode Mochtar

Pada tahun 1956, Professor Mochtar yang kembali dari studi di Universitas
Harvard mendirikan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Pencegahan (IKM-IKP) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dengan
orientasi kajian sesuai perkembangan ilmu kesehatan masyarakat yang mengikuti
perkembangan di Amerika dan Inggris.

Selain itu, Professor Mochtar juga melakukan pengajaran ilmu kesehatan


masyarakat di Universitas Gadjah Mada dan Insititut Teknologi Bandung. Pada
periode yang sama, beberapa tokoh kesehatan masyarakat seperti Prof. Sulianti
Saroso, Prof. Barmawi Wongso Kusumo dan Prof. Sabdoadi mulai mengajarkan
ilmu kesehatan masyarakat di Universitas Airlangga, yang kemudian menjadi
awal berdirinya Bagian IKM-IKP di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Upaya yang dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan retrospektif dan


prospektif terbukti tidak berjalan sebagaimana diharapkan, karena perbedaan
pendekatan, khususnya pada perbedaan metode untuk mempercepat penyelesaian
masalah kesehatan. Latar belakang inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa

20
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
para pengajar dari IKM dan IKP merasa sangat perlu untuk mendidirkan sebuah
Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Pada tahun 1959 Prof. Mochtar mengajukan gagasan ke Rektor UI, untuk
membentuk Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia. Adapun
alasan yang diutarakan pada waktu itu adalah pengembangan ilmu kesehatan
masyarakat tidak mungkin dapat dilakukan melalui bagian IKM-IKP yang
bernaung di bawah Fakultas Kedokteran, karena akan terjadi banyak konflik
kepentingan. Namun sebelum direalisasikan, pada tanggal 24 Januari 1961 Prof.
Mochtar gugur dalam kecelakaan pesawat terbang di Pegunungan Burangrang
dalam perjalanan untuk mengajar kesehatan masyarakat di ITB, Bandung.

Tahun 1962, Prof. Sayono Sumodijoyo melanjutkan gagasan tersebut pada


tanggal 26 Februari 1965 melalui SK Mendiknas No. 26/1965, berdirilah FKM
pertama di Indonesia.

Kemudian SK berdirinya FKM UI diperbaiki melalui SK No. 153/1965 dan


tanggal berdirinya FKM UI ditetapkan tanggal 1 Juli 1965. Prof. Sayono
Sumodijoyo diangkat menjadi Dekan pertama FKM UI. Setelah Universitas
Indonesia mendirikan FKM di tahun 1965, kemudian diikuti oleh Universitas
Hasanuddin yang mendirikan FKM tahun 1982.

c. Periode Transisi Menuju Profesionalitas Pendidikan Kesehatan Masyarakat

Pada tahun 1982, atas kerjasama FKM UI dan SPH University of Hawaii maka
disusunlah proyek pengembangan 5 FKM Negeri di Indonesia, dengan FKM UI
sebagai fakultas pembina. Proyek berlangsung selama 7 tahun dari 25 Agustus
1985 sampai 27 Juni 1992. Tujuan proyek ini adalah:

o To provide a sustainable source of trained public health manpower, with the


technical knowledge and skills to manage public health and population
services systems with emphasis on diseases prevention and health promotion.

21
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
o To establish regional public health information centers of significance in
developing an improved quality of life for the Indonesian people.

Proyek ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah Indonesia melalui


Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi, dan dukungan dana diperoleh dari USAID
dan dana pendamping dari Pemerintah Indonesia.

Target yang hendak dicapai pada akhir proyek (1992) adalah:

o Berdirinya Fakultas Kesehatan Masyarakat baru di USU, UNDIP dan UNAIR.


o Dari ke-5 FKM menghasilkan lulusan S1 (SKM) sebanyak 1120 pertahun.
o Dari FKM UI, UNAIR dan UNHAS dapat menghasilkan lulusan S1 sebanyak
360 pertahun.
o Pada ke–5 FKM memiliki jumlah dosen S2 dan S3 >45%
o FKMUI dapat menyelenggarakan program pendidikan S3 mulai tahun 1987.

Semua target tersebut dapat tercapai di akhir proyek. Sementara itu selama proyek
berjalan telah dapat melaksanakan pendidikan tenaga dosen baik didalam maupun
diluar negeri dan menghasilkan 72 Magister, 20 Doktor yang 10 diantaranya
mengikuti pendidikan di Amerika serikat. Proyek pengembangan 5 FKM Negeri
dikoordinasi oleh sebuah Proyek Manajemen Unit (PMU) yang dipimpin
langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan sebagai Direktur
Eksekutif adalah Prof. Does Sampoerno, MPH.

Untuk melanjutkan koordinasi antara 5 FKM tersebut setelah proyek berakhir,


maka dibentuklah suatu organisasi yang disebut Badan Kerjasama antar Fakultas
Kesehatan Masyarakat di Indonesisa yang kemudian disingkat menjadi BKS-
FKMI, 27 Juni 1992 yang diketuai oleh Prof. Does Sampoerno, MPH.

Sejak tahun 1995 mulai bermunculan berdirinya Institusi Pendidikan Kesehatan


Masyarakat baik negeri maupun swasta di Indonesia. Sebagian besar dari institusi
pendidikan tinggi kesmas ingin bergabung dengan BKS – FKMI namun,
mengingat tidak semua institusi adalah berupa fakultas, dimana ada yang

22
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
menyebut dirinya STIK atau STIKES, maka nama BKS-FKMI tidak lagi tepat
untuk digunakan. Pada pertemuan BKS-FKMI tanggal 28 Oktober 2002, sepakat
untuk berganti nama menjadi Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia yang kemudian disingkat menjadi AIPTKMI dengan
kepengurusan yang masih sama. Pada saat ini, AIPTKMI telah memiliki anggota
remsi sebanyak 70 anggota, sementara itu jumlah instistusi pendidikan tinggi
kesmas yang terdaftar di Dikti telah mencapai 156.

d. Periode AIPTKMI-IAKMI

Dengan keluarnya SK Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan


Kurikulum Pendidikan Tinggi dan SK Mendiknas No. 045/U/2002 maka
pendidikan sarjana kesehatan masyarakat perlu menegaskan diri pendidikan
kesmas profesi atau bukan.

Menurut ketentuan yang ada, pendidikan profesi dilakukan setelah selesainya


pendidikan sarjana/akademik.

Pada bulan Agustus 2005, bertempat di Hotel Marcopolo, Jakarta atas prakarsa
AIPTKMI dan IAKMI telah diselenggarakan pertemuan rintisan pendidikan
profesi yang telah diikuti oleh semua pimpinan institusi pendidikan tinggi kesmas
di Indonesia. Hasil pertemuan di hotel Marcopolo telah tercapai kesepakatan
bahwa dibawah organisasi profesi IAKMI disamping adanya Majelis Kolegium
Kesehatan Masyarakat yang diketuai oleh Prof. Does Sampoerno, MPH
diperlukan kolegium yang jumlahnya sesuai dengan jumlah departemen/jurusan
yang ada di 5 FKM, yakni UI, USU, UNDIP, UNHAS, UNAIR.

Pada pertemuan itu telah ditetapkan adanya 8 kolegium di IAKMI yang aktif
bekerja untuk melaksanakan pendidikan profesi kesehatan masyarakat
bekerjasama dengan organisasi AIPTKMI. Ke-8 Kolegium tersebut adalah:
1. Kolegium Epidemiologi
2. Kolegium Kesehatan Lingkungan
3. Kolegium Kesehatan dan Keselamatan Kerja

23
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
4. Kolegium Promosi dan Pendidikan Kesehatan
5. Kolegium Administrasi Kebijakan Kesehatan
6. Kolegium Gizi Masyarakat
7. Kolegium Biostatistik/KKB,dan Kependudukan
8. Kolegium Kesehatan Resproduksi

Pada rapat kerja AIPTKMI tanggal 24-25 Agustus 2010 di Denpasar Bali seluruh
anggota AIPTKMI sepakat bahwa pendidikan tenaga kesehatan masyarakat akan
dilaksanakan seperti pendidikan tenaga kesehatan yang lain, yaitu selain
melaksanakan pendidikan akademik pada seluruh jenjang, juga melaksanakan
pendidikan profesi dalam rumpun kelimuan kesehatan masyarakat.

- Kompetensi :

a. Kemampuan untuk melakukan kajian dan analisa


(Analysis and Assessment)
b. Kemampuan untuk mengembangkan kebijakan dan
prerencanaan program kesehatan (Policy
development and program planning)
c. Kemampuan untuk melakukan
komunikasi(Communicationskill)
d. Kemampuan untuk memahami budaya local(Culturalcompetency/localwisdom)
e. Kemampuan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat (Community dimensions of
practice)
f. Memahami dasar-dasar ilmukesehatanmasyarat(Basicpublichealthsciences)
g. Kemampuan untuk merencanakan dan mengelola sumber dana (Financial planning and
management)
h. Kemampuan untuk memimpin dan berfikir sistim (Leadership and systems thinking/total
system)

- Peran:

24
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
a. Kajian dan monitoring masalah kesehatan di masyarakat atau kelompok
berisiko dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas masalah
b. Memformulasikan kebijakan kesehatan bekerja sama dengan masyarakat dan
pemerintah untuk menyusun dan mengawal kebijakan public guna menyelesaikan
masalah kesehatan;
c. Menjamin agar masyarakat memiliki akses yang tepat dan pelayanan yang cost
effective, termasuk di dalam menjamin agar masyarakat memperoleh haknya
dalam memperoleh informasi yang benar terhadap berbagai masalah kesehatan
melalui kegiatan promosi kesehatan dan upaya pencegahan yang efektif.1

6. Sejarah Perkembangan, Kompetensi, dan Peran Ahli Gizi

- Sejarah:

 Perkembangan gizi di dunia dimulai pada tahun 400 sebelum masehi. Hippocrates5
mengatakan “Biarkan makanan menjadi obat dan obat menjadi makanan”. Ia juga
berkata “Seseorang yang bijak harus mempertimbangkan bahwa kesehatan
merupakan berkat yang terbesar.” Pada saat itu makanan sudah sering digunakan
sebagai obat pada perawatan luka.
 Pada tahun 1747, dr. James Lind dari Inggris melakukan percobaan dengan para
pelaut yang kekurangan gizi dan menderita scurvy (anemia, pendarahan gusi, edema,
dan hemorrhage). Beberapa di antara mereka diberi air laut, yang lainnya di berikan
cuka, dan sisanya diberi limau. Karena vitamin C belum ditemukan hingga tahun
1930an, Lind tidak tahu bahwa itu adalah nutrisi yang amat vital.
 Pada tahun 1770 Antoine Lavoisier, Bapak Nutrisi menemukan proses metabolisme
makanan yang sesungguhnya. Pada awal 1800an, ditemukan bahwa makanan terdiri
atas 4 unsur utama yakni karbon, nitrogen, hidrogen, dan oksigen.
 Akhirnya pada tahun 1912, dr. Casmir Funk adalah yang pertama menemukan bahwa
vitamin merupakan faktor penting dalam makanan.
 Di Indonesia sendiri, penelitian gizi dimulai sejak pertengahan abad ke-19, namun
baru dilembagakan pada tahun 1934 dengan nama Instituut voor Onderzoek der

25
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Volksvoeding (IOVV) di Bogor dan kemudian berganti nama menjadi Institut voor
Volksvoeding (IVV) pada tahun 1939.
 Penelitian gizi untuk kepentingan nasional akhirnya dikembangkan tahun 1950
setelah IVV dikelola oleh pemerintah RI. IVV berganti nama menjadi LMR
(Lembaga Makanan Rakyat) dan dipimpin oleh Prof. Dr. Poorwo Soedarmo yang kini
dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia.
 LMR kemudian berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi
(Puslitbang Gizi) berdasarkan SK Menkes RI No. 114/Men.Kes.RI/75, lalu berubah
lagi menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan berdasarkan SK
Menkes No. 1277/Menkes/SK/XI/2001
 Pada tahun 1950, LMR berhasil memperkenalkan promosi gizi yang baik dengan
istilah “Empat Sehat Lima Sempurna” yang sangat populer hingga pemerintahan
Orde Baru.
 Setelah itu banyak juga penelitian-penelitian yang dilakukan hingga menarik
perhatian WHO, antara lain penelitian tentang kwashiorkor dan xeropthalmia (1952-
1955), penelitian tentang tinggi badan (TB) dan berat badan anak sekolah yang
memberikan gambaran status gizi anak SD pada masa balitanya (1956), serta
penelitian tentang kelaparan di gunung Kidul yang menghasilkan teori kelaparan.
(1957-1958).
 Hingga saat ini juga sudah banyak organisasi profesi di bidang gizi yang
bermunculan, seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Perhimpunan Dokter
Gizi Medik Indonesia (PDGMI), dan Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia
(PDGKI)

- Kompetensi Utama:

a. Menjelaskan secara benar dasar-dasar ilmu gizi dan kaitannya dengan kesehatan dan
pangan
b. Mengkaji secara menyeluruh keterkaitan gizi, kesehatan, dan pangan dalam suatu
sistem
c. Mengkaji, menilai, dan mengidentifikasi keadaan gizi individu, kelompok, atau
masyarakat

26
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
d. Membuat perencanaan intervensi dan pelayanan gizi yang sesuai dengan kebutuhan
e. Melaksanakan intervensi dan pelayanan gizi sesuai dengan rencana intervensi
f. Melaksanakan kegiatan monitoring pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi
g. Melaksanakan kegiatan evaluasi pelaksanaan intervensi dan pelayanan gizi
h. Melakukan promosi gizi dan melakukan mobilisasi sosial untuk pencegahan dan
penanganan masalah gizi
i. Memahami pentingnya kerjasama lintas sektor, lintas disiplin dan lintas profesi dalam
menangani masalah gizi
j. Melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan untuk kegiatan advokasi dalam
menangani masalah gizi
k. Merancang dan melaksanakan penelitian dibawah bimbingan seorang ahli atau
kelompok ahli
l. Menerapkan hasil-hasil penelitian terbaru pada intervensi dan pelayanan gizi
m. Memutakhirkan diri dalam perkembangan ilmu dan teknologi bidang gizi 3

- Peran:
a. Pelaku tata laksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/massal
e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f. Pelaksana penelitian gizi
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis

27
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

Manajemen Konflik, Identifikasi Masalah Dan Kepemimpinan

• MANAJEMEN & RESOLUSI KONFLIK


• Definisi & tipe konflik
Konflik ialah suatu keadaan perbedaan yang tidak terselesaikan, baik dalam satu individu,
individu dengan individu lain, individu dengan sekelompok orang, atau antar kelompok.
Tipe-tipe konflik :

 Konflik intrapersonal

Konflik yang terjadi dalam diri suatu individu saat terjadi perbedaan antara keinginan
dalam diri dan tindakan yang dilakukan. Contohnya :
• Dr Nina menyadari bahwa dirinya tidak mendapat dukungan dari anggota timnya,
tapi dr Nina enggan berbicara dan cenderung diam.

28
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
• Saat dr Grey harus meminta bantuan dr Sloan untuk berbicara dengan Nurse Eli,
dan memintanya untuk memasang kembali drain pasien

 Konflik interpersonal

Konflik antar individu yang berada dalam suatu organisasi, konflik terjadi pada saat
bersama-sama mencapai satu tujuan yang sama namun terdapat perbedaan dalam cara
mencapainya. Contoh :
• Konflik antara dr Grey dengan nurse Eli
• Konflik interpersonal (cara komunikasi dr Grey)
• Konflik interprofesional (konflik antara dokter dan perawat)

 Konflik intergroup

Konflik antar grup dalam satu organisasi. Konflik terjadi jika terjadi kontak antar grup
yang memiliki berbagai perbedaan dalam mencapai suatu tujuan. Contoh :
• Konflik antara dr Grey dengan nurse Eli
• Dapat berkembang menjadi konflik antara kelompok dokter (residen) dan
kelompok nurse, bila tidak segera diselesaikan

• Tahapan konflik

 Beginning : Anggota tim mulai memihak ke pihak yang berkonflik (us vs them)
 Early Growth : Masing-masing pihak menuntut dan mencari dukungan
 Dead lock : Mulai timbul kerugian di salah satu pihak atau kedua belah pihak lelah
berkonflik
 Look for a way out : Kedua belah pihak mengalami kerugian, dan sama-sama mencari
jalan keluar
 Conflict resolution : Tercapainya kesepakatan dan adanya usaha untuk menghindarkan
konflik yang sama di masa yang akan datang

• Keterampilan manajemen konflik

 Teori Tradisional
o Asumsi: konflik selalu buruk, disebabkan oleh trouble maker, selalu harus diatasi
 Teori kontemporer
o Asumsi: konflik tidak dapat dihindari, perubahan alamiah, tidak selalu merugikan
jika dikelola secara efisien

• Pencegahan konflik
 Menentukan „The professional code of conduct‟
 Alur reward-punishment harus jelas
 Memahami hal-hal yang dapat menimbulkan konflik

29
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
 Menghindari sikap pemimpin yang bisa memicu konflik

• Anger management
 Tujuan
o Mengurangi perasaan emosi
o Mengurangi rangsangan psikologis yang disebabkan oleh kemarahan
 Strategi pengendalian kemarahan
o Relaksasi o Mengubah lingkungan
o Cognitive restructuring o Tips lain yang sesuai:
o Problem solving menghindar, mencari
o Komunikasi yang lebih baik alternative
o Menggunakan humor
Pendekatan pemimpin dalam mengatasi konflik
Terdapat lima gaya pemimpin dalam
mengatasi konflik :
Avoidant : tidak memuaskan kepentingan
pribadi dan orang lain (menghindar)
Accomodative : tidak memuaskan
kepentingan pribadi tetapi mementingkan
kepentingan orang lain
Competitive : tidak memuaskan kepentingan
orang lain tetapi mementingkan kepentingan
pribadi
Collaborative : memuaskan kepentingan
pribadi dan orang lain
Compromising
Dalam negoisasi hal yang perlu
diperhatikan ialah:

• Memprioritaskan kepentingan bukan jabatan atau posisi kedua belah fihak yang
berkonflik
• Memperbanyak pilihan penyelesaian
• Melakukan evaluasi setelah kedua belah pihak menyampaikan semua pilihan
penyelesaian
• Membuat dokumen tertulis
• Meyakinkan komitmen kedua belah pihak untuk melakukan keputusan yang diambil

• KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL
• Komunikasi interprofesional
• „Backbone‟ dalam kolaborasi tim interprofesional.

30
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
• Komunikasi formal dan informal
• Dua kunci dari komunikasi interprofesional ini adalah:
a. Mendengarkan dengan baik, dan
b. Menyampaikan pendapat dengan tegas (“listening and speaking up”)

• Komunikasi efektif interprofesional :


 Mekanisme-mekanisme agar anggota tim interprofesional dapat menjamin pemberian
informasi yang tepat kepada pasien dan keluarganya harus diidentifikasi dalam suatu tim
interprofesional.
 Komunikasi yang efektif dan efisien antara anggota tim interprofesional dengan pasien
dan antar anggota tim interprofesional harus disertai dengan dokumentasi yang baik,
dengan keterangan penulis/pemberi informasi yang jelas.
 Sistem rekam medik dalam suatu setting pelayanan interprofesional sebaiknya dapat
diatur aksesnya sehingga dapat memfasilitasi komunikasi tim interprofesional,
menghindari duplikasi, mengkoordinasikan pelayanan, dan melindungi keselamatan
pasien.

• Tipe kegagalan komunikasi interprofesional

 Occasion
o Terjadi saat komunikasi tentang hal yang sangat penting terlambat terjadi
sehingga manfaatnya untuk penyelesaian tugas atau masalah tim menjadi
berkurang
 Content
o Terjadi karena tidak tersampaikannya atau tidak adanya informasi yang
dibutuhkan atau justru informasi yang dikomunikasikan tidak akurat

 Purpose
o Kegagalan komunikasi tipe ini terutama terjadi saat tujuan komunikasi tidak
tercapai, atau hal yang penting diputuskan/dibicarakan akhirnya tidak
dikomunikasikan dengan baik.
 Audience
o Terjadi karena ketidakhadiran anggota tim yang sebenarnya memegang peran
penting selama komunikasi atau diskusi berlangsung.

• Hambatan dalam komunikasi interprofesional


 Personal values and expectations  Culture and ethnicity
 Personality differences  Generational differences
 Hierarchy  Gender
 Disruptive behavior

31
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
 Historical interprofessional and  Fears of diluted professional identity
intraprofessional rivalries  Differences in accountability,
 Differences in language and jargon payment, and rewards
 Differences in schedules and  Concerns regarding clinical
professional routines responsibility
 Varying levels of preparation,  Complexity of care
qualifications, and status  Emphasis on rapid decision‐making
 Differences in requirements,
regulations, and norms of
professional education

• Contoh kasus :
 Dr Nina
o Kegagalan : Content dan purpose
o Barrier : Personality differences, generational differences, hierarchy
 Nurse Eli & dr Grey
o Kegagalan : Purpose dan audience
o Barrier : Disruptive behavior, differences in professional routines, hierarchy,
differences in norms of professional education

• Efek kegagalan komunikasi interprofesional


 Ineficiency : suatu prosedur harus diulang kembali, dst
 Delay : tertundanya pelayanan, terlaksananya suatu prosedur dll
 „Workaround‟ : resolusi masalah yang justru melanggar peraturan
 Resource waste : tindakan tidak perlu atau harus diulang sehingga memerlukan bahan
habis pakai atau perlengkapan lebih banyak
 Patient inconvenience : ketidaknyamanan pada pasien
 Procedural error : kesalahan prosedur atau pengambilan keputusan klinik
• KEPEMIMPINAN/LEADERSHIP
• Kepemimpinan dalam kolaborasi
 Kepemimpinan merupakan seni memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan
(Ward‟s 2009 dalam Marquis, 2012).
 Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain ini diperlukan agar setiap orang yang
bekerja sama dengannya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai
kemampuannya.
 Kepemimpinan merupakan tanggung jawab profesional seluruh tenaga kesehatan.
Clinical leadership
 Merupakan suatu konsep tentang staf dalam pelayanan kesehatan yang berperan dalam
memimpin: „setting, inspiring and promoting values and vision‟, dan menggunakan

32
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
pengalaman klinik dan keterampilannya untuk memastikan bahwa kebutuhan pasien
(individu/masyarakat) menjadi fokus dari tujuan dan kegiatan tim tim pelayanan
kesehatan.
 Kunci keberhasilan tim kesehatan
 Clinical leadership yang baik mempengaruhi kualitas yang baik dan biaya perawatan
yang efektif
 Mengajak tenaga kesehatan professional dalam mengatur arah dan menerapkan
perubahan
 Clinical leadership efektif menerapkan multidisiplin
 Clinical leadership dibutuhkan di semua level

Management dan leadership merupakan istilah yang berbeda namun saling melengkapi.

o Management mengatur lebih ke arah kompleksitas sedang kepemimpinan berurusan


dengan perubahan
o Manager memiliki suboridnat (bawahan), pemimpin memiliki pengikut
o Kebanyakan tim kesehatan diatur secara berlebihan dan kurang dipimpin\
o Organisasi yang kompleks membutuhkan pemimpin yang baik dan management yang
konsisten bekerja secara berdampingan
o Manager modern mengerti pentingnya kerja keras, pemimpin modern menyadari bahwa
kesuksesan membutuhkan visi yang sama

• Penerapan teori dan gaya kepemimpinan dalam kolaborasi

Leadership decision making style (Tannenbaum & Schmidt, 1958)

Terdapat lima gaya kepemimpinan :


Autokratik
Paternalistik
Konsultatif

33
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Demokratik
Abdikasi

Semakin ke kiri, gaya pemimpin tegas, kekuasaan pemimpin besar. Sedang semakin ke kanan,
kebebasan anggota semakin besar. Tidak ada gaya pemimpin yang paling baik atau paling
buruk karena gaya pemimpin dapat berbeda sesuai situasi yang terjadi.

Action centered leadership: pertimbangan ketiga aspek dalam pengambilan keputusan


• Task
• Individual
• Team
Leadership style dengan mempertimbangkan task, kondisi tim dan individunya

Pegawai baru membutuhkan gaya


pemimpin yang directing
(memerintah) saat pertama bekerja di
mana antusiasmenya tinggi namun
kemampuannya rendah. Kemudian
dilanjutkan coaching ketika rasa
antusiasme mereka menurun, dan
kemampuannya masih rendah.
Selanjutnya supporting ketika mereka
sudah mulai kompeten. Terakhir
delegated ketika mereka akhirnya
memiliki kemampuan dan kesadaran
yang tinggi.

• Kesalahan fatal dalam kepemimpinan kolaborasi


Seringkali, kita melupakan tiga langkah awal dan membiarkan pegawai baru melakukan
pekerjaannya sendiri. Akibatnya kita mudah kecewa ketika mereka gagal bekerja dengan baik.
• Strategi kepemimpinan transformational
• Idealised influence;
• Inspirational motivation;
• Intellectual stimulation;
• Individual consideration.

34
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

• KASUS DR NINA
Dokter Nina adalah seorang lulusan fakultas kedokteran yang baru menyelesaikan tugas
magangnya di RS dan puskesmas. Saat ini dr Nina ditempatkan di suatu puskesmas di Desa
Ilalang di daerah Kepulauan Riau. Sebagai seorang dokter, dr Nina ditugaskan sekaligus sebagai
pimpinan puskesmas. Puskesmas Desa Ilalang sudah lama sekali tidak diisi oleh dokter, dan
pelayanan kesehatan primer selama ini banyak dilakukan oleh perawat.
Sebulan setelah bertugas, terjadi wabah diare di Desa Ilalang. Jumlah pasien segala umur
dengan diare yang datang ke puskesmas meningkat drastis. Dr Nina memutuskan untuk segera
bertindak untuk mengatasi wabah diare tersebut dengan melakukan surveilans terhadap penyebab
diare, dan memberikan pertolongan dan pengobatan pasien diare di Puskesmas.
Meskipun sudah mengambil keputusan, dr Nina merasa tidak mendapat dukungan penuh dari
anggota timnya di Puskesmas yang terdiri dari 2 orang perawat, 1 orang ahli gizi, 2 orang
apoteker, 1 orang ahli kesehatan masyarakat, dan 1 orang dokter gigi. Selain dokter gigi yang
baru bertugas selama 2 bulan, seluruh staf sudah bekerja sedikitnya 5 tahun di puskesmas
tersebut. Selama ini, dr Nina cenderung diam dan enggan berbicara dengan anggota timnya. Dr
Nina merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan seluruh anggota timnya.

Pembahasan Kasus
Berdasarkan kasus di atas, tipe konflik yang dialami dr Nina ialah konflik intrapersonal
karena konflik itu belum terjadi, dr Nina baru merasa tidak mendapat dukungan dari anggota
timnya.

35
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey
Kegagalan dr Nina dalam memipin timnya disebabkan kurangnya komunikasi
interprofesional yang dilakukan dr Nina. Adapun tipe kegagalannya ialah dari content di mana
tidak tersampaikannya informasi dan purpose hal penting yang diputuskan tidak
dikomunikasikan dengan baik. Sedangkan hambatan dalam kasus dr Nina berasal dari perbedaan
kebribadian, perbedaan generasi di mana dr Nina merupakan dokter muda yang baru lulus, dan
adanya hirarki dalam puskesmas tersebut.

• KASUS GREY’S ANATOMY


Pembahasan Kasus
Dalam video terjadi tiga tipe konflik. Pertama konflik intrapersonal dalam diri dr Grey
ketika beliau harus meminta bantuan dokter lain untuk berbicara dengan Ns. Eli. Konflik
interpersonal terjadi antara dr Grey dengan Ns. Eli akibat cara komunikasi dr Grey yang tidak
disukai Ns. Eli. Konflik ini menunjukkan adanya konflik interprofesional antara dokter dengan
perawat. Konflik interprofesional ini dapat saja berkembang menjadi konflik intergroup antara
kelompok dokter dan perawat bila tidak segera diselesaikan.
Adanya konflik terjadi karena adanya kegagalan komunikasi antara Ns. Eli dan dr Grey.
Kegagalan tersebut terjadi pada purpose di mana hal yang diputuskan tidak dikomunikasikan
dengan baik dan pada audience karena ketidakhadiran anggota tim yang memegang peran
penting dalam komunikasi. Hambatannya adalah sifat yang buruk dari dr Grey, perbedaan
kebiasaan professional, adanya hirarki, dan perbedaan norma pendidikan professional.

36
TENTIR KOLAB
Ferinda, Sarah, Audrey

37

Anda mungkin juga menyukai