Anda di halaman 1dari 23

Bekerja Interprofesional (Kolaborasi dan

rujukan)
• dr. Titi amalia, M.Ked(OG),Sp.OG, F.ART

Mata Kuliah: Komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan BBL


• Kolaborasi kesehatan merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara
profesi kesehatan yang berbeda.
• Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi kesehatan seperti dokter, bidan, perawat,
psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan, dan pekerja sosial.
• Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah :
• Memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat, serta di
tempat yang tepat.
• Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal.
• Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan konsep hubungan kerjasama yang
kompleks dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan untuk pasien di Rumah Sakit.
•Tim pelayanan kesehatan merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan keahlian
berbeda. Tim akan berjalan dengan baik bila setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik. Anggota tim kesehatan antara
lain dokter, bidan, perawat, fisioterapist, radiolog, laboran, ahli gizi, dan juga apoteker.
•WHO mengakui kolaborasi antar profesi dalam pendidikan dan praktek sebagai suatu strategi inovatif yang akan memainkan
peran penting dalam mengurangi krisis tenaga kerja kesehatan global. Praktek kolaborasi memperkuat sistem kesehatan dan
memperbaiki hasil kesehatan (WHO, 2010). Kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi dipengaruhi oleh latar belakang
kesehatan dan sistem interprofessional education di dunia.
•Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan
dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.
•Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan
keputusan bilateral didasarkan pada pendidikan dan kemampuan praktisi (Shortridge, 1986 dalam Paryanto,2006).
•Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan bidan/ perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega. Bekerja saling
kertergantungan dalam batasan-batasan lingkup kerja mereka dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai
terhadap setiap orang yang berkonstribusi untuk merawat individu keluarga dan masyarakat.
•Tujuan dari kuliah ini untuk tercapainya pelayanan berfokus pasien, asuhan yang diberikan kepada pasien haruslah asuhan yang
terintegrasi, dimana semua profesional pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan asuhan.
• Kolaborasi tim kesehatan adalah hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab bersama dengan
penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan pasien (ANA, 1992 dalam
Kozier, Fundamental Keperawatan).
• Kolaborasi kesehatan merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara profesi
kesehatan yang berbeda. Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi kesehatan seperti dokter,
bidan, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan, dan pekerja sosial.
• Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah memberikan pelayanan yang tepat, oleh tim
kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat, serta di tempat yang tepat.
• Elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi yang efektif, saling
menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan (Kozier, 2010).
• Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan konsep hubungan kerjasama yang kompleks dan
membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk pasien.
Model-model/ Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan :

Berikut merupakan bentuk/jenis kolaborasi tim kesehatan, diantaranya:

1. Fully Integrated Major


• Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk
tujuan yang sama.
2. Partially Integrated Major
• Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap
memiliki tujuan bersama
3. Joint Program Office
• Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang
menguntungkan bila dikerjakan bersama.
4. Joint Partnership with Affiliated Programming
• Kerja sama untuk memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan lainnya.
5. Joint Partnership for Issue Advocacy
• Bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek, namun tidak
harus membentuk tim yang baru.
Model-model/ Jenis Kolaborasi Tim Kesehatan :

Menurut Family Health Teams (2005), terdapat 12 jenis kolaborasi tim, yaitu :
• Perawatan reproduktif primer (misalnya, pre-natal, kebidanan, pasca persalinan, dan perawatan bayi baru lahir)
• Perawatan kesehatan mental primer, perawatan paliatif primer;
• in- home/fasilitas penggunaan yang mendukung pelayanan;
• Pelayanan koordinasi/care navigation;
• Pendidikan pasien dan pencegahan;
• Pre-natal, kebidanan, pasca melahirkan, dan perawatan bayi baru lahir;
• Program penanganan penyakit kronis – diabetes, penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi;
• Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit;
• kesehatan ibu/anak;
• Kesehatan kerja;
• Kesehatan lansia;
• Pengobatan kecanduan;
• Pelayanan rehabilitas;
• Pengasuhan.
Prinsip-prinsip Kolaborasi Tim Kesehatan

1. Patient-centered Care
Prinsip ini lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan pasien. Pasien dan keluarga
merupakan pemberi keputusan dalam masalah kesehatannya.
2. Recognition of patient-physician relationship
Kepercayaan dan berperilaku sesuai dengan kode etik dan menghargai satu sama lain.
3. Physician as the clinical leader
Pemimpin yang baik dalam pengambilan keputusan terutama dalam kasus yang bersifat darurat.
4. Mutual respect and trust
Saling percaya dengan memahami pembagian tugas dan kompetensinya masing-masing.
Pentingnya Kolaborasi Tim Kesehatan dan Patient Safety

• Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga


kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan
pengalaman yang berbeda.
• Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien.
• Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini dapat meningkatkan performa di berbagai
aspek yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan.
• Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya
masing- masing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety, seperti:

1.Pelayanan Kesehatan Tidak Mungkin Dilakukan oleh 1 Tenaga Medis

2.Meningkatnya Kesadaran Pasien akan Kesehatan

3.Dapat Mengevaluasi Kesalahan yang Pernah Dilakukan agar Tidak Terulang

4.Dapat Meminimalisir Kesalahan

5.Pasien akan Dapat Berdiskusi dan Berkomunikasi dengan Baik untuk Dapat
Menyampaikan Keinginannya
Manfaat Kolaborasi Tim Kesehatan Manfaat dari kolaborasi tim kesehatan, yaitu

1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasikan sehingga terbentuk tim yang fungsional
2. Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan meningkat sehingga masyarakat mudah menjangkau
pelayanan kesehatan
3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang
kompak
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan keahlian unik profesional
5.Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumber daya

6.Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja

7.Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan

8.Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan

9.Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat saling menghormati
dan bekerja sama
10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
Cara Membangun dan Mempertahankan Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif

Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Ada beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan yaitu :
1. Pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara berkala untuk mendiskusikan agenda
kedepan.
2.Pastikan semua tim kesehatan terlibat dalam setiap rencana.
3.Saling mengenal antar anggota tim agar dapat berkontribusi dengan baik.
4.Komunikasi harus terjalin dengan baik dan rutin dilakukan.
5.Saling percaya, mendukung, dan menghormati.
6.Melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan di masa yang akan datang.
7.Menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim.
a. Kolaborasi perawat dengan tim kesehatan yang lain
1) Pengertian kolaborasi

Kolaborasi tidak dapat didefinisikan atau dijelaskan dengan mudah. Kebanyakan definisi menggunakan prinsip
perencanaan dan pengambilan keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian, dan
tujuan serta tanggung jawab bersama. American Nurses Association (ANA): Baggs & Schmitt,1988; Evans &
Carlson,1992; Shortridge, McLain, & Gillis1986, (dalam Siegler & Whitney,1994) menyebutkan kolaborasi
sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk
perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaborasi menekankan tanggung
jawab bersama dalam menajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan
pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi. Meskipun definisi ini termasuk yang terbaik, tapi
belum dapat menyampaikan sekian ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam perawatan kesehatan
National Joint Practice Commission (Siegler & Whitney, 1994).
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar
untuk perawatan dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung
jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan
pada pendidikan dan kemampuan praktisi
b. Model/pola praktik kolaborasi
Model praktek kolaborasi menurut Burchell, R.C., Thomas D.A., dan Smith H.I.,(dalam Siegler
& Whitney, 1994) ada 3 yaitu Model Praktek Hirarkis tipe I, tipe II, tipe III.

1) Model praktik Hirarkis tipe I menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien
dan dokter. Dokter merupakan tokoh yang dominan.
Dokter → Registered Nurse/ midwife → Pemberi Pelayanan Lain → Pasien

2) Model Praktik Hirarkis tipe II menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan
dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien
Dokter ↔ perawat/ bidan ↔ pemberi pelayanan lain ↔ pasien
3) Model Praktik Hirarkis tipe III lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan
harus saling bekerja sama dengan pasien. Model ini tetap melingkar, menekankan kontinuitas,
kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tidak ada satu pemberi pelayanan yang
mendominasi secara terus menerus.
Kolaborasi yang dilakukan dokter, bidan dan tenaga kesehatan lainnya semuanya
berorientasi kepada pasien.
Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri
secara sdekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok
dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien, sampai terbentuknya diskusi dan
pengambilan keputusan.
Kolaborasi menurut Hoffart dan Wood (1996), Will Jhonson dan Sailer (1998) (dalam
Paryanto, 2006) menekankan sikap saling menghargai antar tenaga kesehatan dan
saling memberikan informasi tentang kondisi klien demi mencapai tujuan bersama.
c. Proses kolaborasi perawat/ bidan – dokter
Sifat interaksi antara perawat/ bidan– dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi
ANA (1980) menjabarkan kolaborasi sebagai “hubungan rekanan sejati, dimana
masing- masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain, dengan mengenal dan
menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing yang terpisah
maupun bersama, saling melindungi kepentingan masing-masing dan adanya tujuan
bersama yang diketahui kedua pihak”
• Dalam kebidanan kolaborasi interprofessional sangat penting untuk keselamatan pasien. Karena
kegagalan kolaborasi dan komunikasi juga akan mengakibatkan angka kematian pada ibu dan
bayi.
• Perbedaan antara professional dapat menjadi penghalang bagi kolaborasi interprofessional.
• Pandangan berbeda tentang kehamilan dan persalinan merupakan bagian dari perbedaan
pendidikan, tanggung jawab akan menjadikan suatu intervensi medis.
• Dalam kolaborasi sangat dipengaruhi oleh keterbukaan komunikasi, saling percaya, adanya
pemahaman masing-masing individu dan memiliki tujuan yang sama serta tanggung jawab. Ini
merupakan aspek penting dalam kolaborasi dan bila tidak dilakukan akan membuat kolaborasi
interprofessional sulit serta meningkatkan risiko pada pasien.
• Dalam tim multidisiplin itu penting bahwa ide tentang kebutuhan perawatan pasien dan
persepsi kolaborasi di antara proses perawatan pasien.
• Kolaborasi merupakan hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan sejawat atau
tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan kepada pasien.
• Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian asuhan.
• Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya di lakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.
• Tujuan pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup
masing-masing.
• Elemen dalam melakukan kolaborasi antara lain harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang
berbeda, yang dapat bekerjasama secara timbal balik dengan baik, anggota kelompok harus bersikap tegas
dan mau bekerjasama, kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi
pandangan dan keahlian yang di berikan oleh setiap anggota tim tersebut.
• Dalam kebidanan tugas bidan dalam melakukan rujukan dan kolaborasi antara lain :
• Menerapkan manajamen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencakup :
a) mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga
c) merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/institusi pelayanan kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang
lengkap
d) membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
• Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup :
a) mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c) memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d) memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
e) mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
f) membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi
• Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan
klien dan keluarga, mencakup :
a) mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c) memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d) merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e) membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.
• Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan
kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup :
a) mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan,
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c) memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d) mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e) membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
• Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencakup :
a) mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan konsulrasi serta rujukan
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c) memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d) merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e) membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
• Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan
konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup :
a) mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta rujukan
b) menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
c) memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d) merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e) membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
• Hal ini sama dengan penelitian yang diakukan di Belanda tentang kolaborasi interprofessional dalam
pelayanan kebidanan yaitu secara keseluruhan, kolaborasi interprofessional bagus dan kompleks dalam
pelayanan kebidanan. Namun menunjukkan beberapa perbedaan dalam timbal balik persepsi kolaborasi
interprofessional antara dokter kandungan, bidan dan perawat.
• Perbedaan dalam persepsi timbal balik yaitu tentang berbagai pendapat, mendiskusikan praktik-praktik
baru dan menghormati satu sama lain.
• Perbedaan persepsi kolaborasi dan konsep juga terkait dalam melakukan operasi caesar. Perbedaan
antara dokter dan anggota tim lainnya mengenai kerja tim, komunikasi dan situasional.
• Upaya untuk meningkatkan kolaborasi dengan pelatihan tim. Program pelatihan tim telah
dikembangkan, seperti Manajemen Sumber Daya dan Strategi Tim untuk Meningkatkan Kinerja dan
Keselamatan Pasien. Intervensi dilakukan dengan peningkatan kompetensi kerja tim, seperti
komunikasi, kinerja situasional, kepemimpinan, kejelasan peran dan koordinasi. Intervensi pelatihan tim
membantu meningkatkan pemahaman bersama dan mengurangi perbedaan dalam persepsi kolaborasi.
Kesimpulan

• Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan
sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada pasien.
• Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta
bekerjasama dalam penatalaksanaan dan pemberian asuhan.
• Masing-masing tenaga kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung
atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.
Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap
keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
• Dalam praktik pelayanan keperawatan, layanan kolaborasi adalah asuhan keperawatan
yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan
yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan profesional lainnya.
• Pelajari juga : Kepmenkes no.320 tahun 2020 tenting Standar Profesi Bidan

Anda mungkin juga menyukai