Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolaborasi interprofesional merupakan merupakan strategi untuk
mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting
untuk meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni,2010).
Kemampuan untuk bekerja dengan profesional dari disiplin lain untuk
memberikan kolaboratif, patient centred care dianggap sebagai elemen
penting dari praktek profesional yang membutuhkan spesifik perangkat
kompetensi. The American Nurses Association (ANA, 2010) menggambarkan
komunikasi efektif sebagai standar praktik keperawatan profesional.
Kompetensi profesional dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor
dan keterampilan diagnostik klinis, tetapi juga kemampuan dalam
keterampilan interpersonal dan komunikasi. Perawat terdaftar diharapkan
untuk berkomunikasi dalam berbagai format dan di semua bidang praktek.
Setiap tindakan memiliki resiko, tindakan medik juga menyimpan
potensi resiko. Banyaknya jenis pemeriksaan, jenis obat, dan prosedur, serta
jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute
of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a
planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the
use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang
telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD). Hal ini sangat merugikan dan membahayakan, pasien
dapat mengalami hal buruk dan pemberi tindakan juga dapat terkena pasal
pelanggaran hukum.

1
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient
Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. Patient
safety membantu pencegahan masalah baik pada pasien maupun pada tim
medis.

B. Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini adalah, untuk mengetahui :
1. Peran kerja tim untuk patient safety.
2. Peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan untuk
mencegah terjadinya bahaya dan adverse events.
3. Komunikasi dengan tim kesehatan lain.

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu
yang tepat,serta di tempat yang tepat, elemen penting dalam kolaborasi tim
kesehatan.
2. Menambah wawasan dalam peran pasein dan keluarga sebagai partner
untuk memastikan keselamatan pasien dalam menajalani rawat inap di
rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran kerja tim untuk patient safety


Hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab dengan penyedia
layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan pasien
(ANA,2010) Tim kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi seperti dokter,

2
perawat, psikiater, ahli gizi, Farmasi, pendidik di bidang kesehatan dan
pekerja sosial. Tujuan utama dalam tim adalah memberikan pelayanan yang
tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu yang tepat,serta di tempat yang
tepat, elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan
komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya,dan proses
pembuatan keputusan (kozier,2010). Konsep kolaborasi tim kesehatan itu
sendiri merupakan hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk
pasien.
Jenis kolaborasi Tim kesehatan:
1. Fully integrated major: Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim
memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang
sama
2. Partially integrated major: Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim
memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan
bersama
3. Join program office: bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama
tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan
bersama
4. Join partnership with affiliated programming kerja sama yang
memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan
lainnya
5. Join partnership For issue advocacy: bentuk kolaborasi yang memiliki
misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek, namun tidak harus
membentuk tim yang baru.

B. Pentingnya kolaborasi tim kesehatan dan patient safety


Kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian,dan pengelaman
yang berbeda. Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama
yaitu sebuah keselamatan untuk pasien selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini
dapat meningkatkan performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem
pelayan kesehatan. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki

3
kualifikasi baik pada bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi
fakor kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan.

C. Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety, seperti:


1. Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga medis.
2. Meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan.
3. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak terulang.
4. Dapat meminimalisirkan kesalahan.
5. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik ,untuk dapat
menyempaikan keinginannya.

D. Manfaat kolaborasi tim kesehatan yaitu:


1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasikan
sehingga terbentuk tim yang fungsional
2. Kualitas pelayan kesehatan meningkat sehingga masyarakat mudah
menjangkau pelayanan kesehatan.
3. Bagi tim medis saling berbagai pengetahuan dari profesi kesehatan
lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak.
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
5. Memaksimalkan produktivitas serta efectivitas dan efisiensi sumber daya.
6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme,loyalitas,dan kepuasan kerja.
7. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan.
8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayan kesehatan.
9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
profesional sehingga saling menghormati dan bekerja bersama.
10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan,keterampilan dan pengalaman.

E. Peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan untuk


mencegah terjadinya bahaya dan adverse events
Dalam melaksanakan program tersebut diperlukan kerja sama antara tim
kesehatan serta pasien dan keluarga:
Peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien rawat inap
adalah
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2. Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien
maupun keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

4
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses
bersama tim kesehatan mengelola pasien
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam


menjaga keselamatan pasien rawat inap di rumah sakit:

1. Ketepatan Identifikasi Pasien


Pasien dalam keadaan tidak sadar, gelisah, mengalami gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat
obat bius, atau gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi diri
dengan benar selain itu pasien yang pindah ruang rawat atau bertukar
tempat tidur saat perawatan di rumah sakit berisiko mengalami
ketidaktepatan identifikasi, maka rumah sakit menyusun sistem untuk
memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut adalah sesuai.
Peran Pasien dan keluarga untuk memastikan ketepatan identifikasi
pasien adalah:
a. Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai dokumen
data diri yang dimiliki. Data utama yang diperlukan adalah nama dan
tanggal lahir.
b. Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga
harus memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan gelang
tersebut selama rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim
kesehatan guna memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko
pasien saat memberikan pelayanan.

5
1) Gelang warna biru untuk laki-laki dan gelang warna merah muda
untuk perempuan dipakai untuk identifikasi
2) Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki
riwayat alergi
3) Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki
risiko jatuh
c. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas oleh
petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat, mengambil
preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.

2. Komunikasi efektif
Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan
berbagai profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi
yang efektif untuk memberikan pelayanan.
Peran pasien dan keluarga mewujudkan komunikasi efektif adalah:
a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan
untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini
diperlukan untuk memastikan komunikasi berlangsung efektif dan
berkesinambungan, tidak mengalami rantai komunikasi yang panjang
dan kompleks yang berisiko menyebabkan perubahan makna isi
informasi.
b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim
kesehatan dengan benar dan jelas.
c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak
diharapkan.
d. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan.

3. Pemberian obat secara aman


Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan dalam
tata kelola pasien rawat inap..
Peran serta keluarga dalam menjamin keamanan pemberian obat adalah
a. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang pernah
dipergunakan sebelum masuk rumah sakit
b. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang dialami
saat menggunakan obat tertentu

6
c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat inap dengan
cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang
diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat

4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi


Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin
dilakukan pada pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian
tubuh yang akan dioperasi bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya
tangan atau kaki kanan dan kiri, mata kanan dan kiri) atau bagian yang
multipel level (misalnya tulang belakang) atau bagian yang multipel
struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan sistem untuk
memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat - prosedur, tepat-pasien
Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi
adalah proses verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses
verifikasi praoperasi adalah memberikan informasi yang benar dan bekerja
sama secara kooperatif Proses yang dilakukan meliputi:
a. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang
dioperasi. Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat oleh
dokter yang akan melakukan tindakan dan dilaksanakan saat pasien
dalam keadaan sadar .Tanda ini tidak boleh dihapus dan harus terlihat
sampai saat akan disayat.
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik.
c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan.

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Rumah sakit merupakan tempat yang memungkinkan
berkumpulnya berbagai jenis kuman sedangkan pasien yang sedang
dirawat memiliki daya tahan tubuh relatif rendah dengan demikian
diperlukan suatu proses bersama untuk mencegah timbulnya infeksi lain
yang tidak berhubungan dengan penyakit utama pasien.
Peran pasien dan keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan
kesehatan adalah:

7
a. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar.
b. Membatasi pengunjung pasien.
c. Menerapkan etika batuk yang benar.

6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam
pengamanan diri termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-
faktor yang dapat menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan
dan keseimbangan, alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien,
riwayat jatuh saat berjalan atau saat istirahat baring di tempat tidur.
Peran pasien dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di rumah
sakit adalah:
a. Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai
pasien.
b. Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas
dekat tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu
tersebut merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang beresiko
jatuh.

c. Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami


informasi yang diberikan oleh petugas agar dapat mendukung
tindakan pencegahan jatuh.

Informasi yang perlu diketahui adalah:


a. faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang dipergunakan,
kesadaran pasien, keseimbangan saat berjalan,dll
b. tindakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan
c. cara untuk minta bantuan
d. cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan
e. cara mengatur pengamanan tempat tidur
f. pengggunaan tali pengaman, dll

F. Komunikasi Dengan Tim Kesehatan Lainnya


Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan
verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik

8
adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana
mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan
dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009). Stuart,G.W., &
Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik
perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.
1. Komunikasi antara perawat-dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat
mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan
bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan
perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk
kolaborasi dengan dokter.
Contoh : Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa
diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan
klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah. Selain itu
komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter
terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien
meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien, dan data
penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa
secara pasti mengenai penyakit pasien. Pada saat perawat berkomunikasi
dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis, disinilah
perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi
kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan
baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan
baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan

9
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara
pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada
pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi
yang baik pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
a) Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama
dan posisi, mengidentifikasi klien dan diagnosis klien atau orang-orang
lain yang terlibat dalam masalah dengan nama.
b) Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah),
c) Menyatakan tujuan ,
d) Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan
praktek klinik,
e) Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab
untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini
percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan).
(Arnold & Boogs, 2007).

2. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi
antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting.
Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah,
sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan
atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat
dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan
hubungan intrapersonal. Hubungan profesional antara perawat dengan
perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja
dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi
berdasarkan jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam

10
menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat
primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang
perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang
kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan
yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam
hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak
membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

3. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi.


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan
yang dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi
klien.Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk
kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan
dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan
klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan rencana
pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk
klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.
Contoh : Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru
berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk
belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar
bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan
belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat
izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi
dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam
konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian

11
obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang
dituju, dosis yang tepat dan efek samping dari semua obat-obatan yang
diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar
seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus
berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat
dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis
yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim
medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli
farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas
yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi
merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang
mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli
farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat
dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat.

5. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi.


Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan
pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Agar pemenuhan gizi

12
pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus
mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obat-obatan yang digunakan
pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi
pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari
obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara
kedua belah pihak.

6. Konflik dalam berkomunikasi


Tujuan utama dalam menangani konflik di tempat kerja adalah untuk
menemukan kualitas tinggi dan solusi yang dapat diterima bersama. Dalam
banyak contoh, berbagai jenis hubungan dapat berkembang melalui
penggunaan teknik komunikasi manajemen konflik. Pada situasi klinis
sebagai suatu proses kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan
mengikuti langkah :
a) Memperoleh data faktual : Mendapatkan semua informasi yang relevan
tentang isu-isu spesifik yang terlibat dan sekitar respon perilaku klien
untuk masalah perawatan kesehatan.
b) Pertimbangkan sudut pandang lain: Memiliki beberapa ide tentang apa
masalah mungkin relevan dari sudut pandang orang lain, memberikan
informasi penting tentang pendekatan interpersonal yang terbaik untuk
digunakan.
c) Intervensi awal : Buat forum untuk komunikasi dua arah , sebaiknya
bertemu secara berkala dengan tim kesehatan lain mencakup
permasalahan klien.

G. Analisis Jurnal
Judul : Hubungan Faktor Komunikasi Dengan Insiden Keselamatan
Pasien
Penelitian : Siti Nur Qomariah, Uyan Ari Lidiyah (2015)
Analisi Jurnal
1. Populasi

13
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap RS
Muhammadiyah Gresik sebanyak 61 perawat.
2. Intervensi
Mengetahui hubungan faktor komunikasi yang berkontribusi dapat
mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien adalah komunikasi verbal
dan tertulis yang efektif untuk mencegah insiden keselamatan pasien,
sehingga tercapai derajat kesehatan pasien yang optimal dan meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik.
3. Comparison
-
4. Outcome
Masih didapatkan komunikasi yang kurang pada saat melakukan proses
keperawatan sehingga menimbulkan Insiden Keselamatan Pasien Kejadian
Nyaris Cidera yaitu salah pasien ketika memberikan obat oral dan
diketahui oleh perawat itu sendiri. Hal ini dikarenakan perawat tidak
menanyakan nama dan tidak melihat gelang pasien. Komunikasi
merupakan penentu keberhasilan proses keperawatan sehingga
mengurangi kesalahan yang dapat mengakibatkan Insiden Keselamatan
Pasien bila dilaksanakan menurut KARS (2013) perawat sebelum
melakukan tindakan menanyakan nama dan melihat gelang tangan pasien
dan menurut Zen (2013) komunikasi sangat penting dalam proses
keperawatan. Bila perawat menggunakan komunikasi yang baik dan
efektif dengan melakukan pengecekakkan identitas pasien sebelum
melakukan tindakan keperawatan akan membuat pasien percaya kepada
perawat sehingga mempermudah perawatan yang akan mempengaruhi
kesembuhan pasien. Komunikasi yang efektif perawat yaitu dapat
dimengerti dan dipahami pasien, sehingga tahap-tahap tindakan
keperawatan yang dilakukan dapat dilakukan dengan benar, pasien dapat
kooperatif dan perawat dapat menilai keberhasilan perawatan yang
diberikan kepada pasien.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses penerapan patient safety harus memperhatikan standar


keselamatan, pemahaman pada hak, melakukan proses kepemimpinan yang
efektif, menerapkan meode kinerja dan evaluasi yang tepat, mengadakan
pelatihan serta komunikasi. Dan untuk mewujudkan patient safety butuh
upaya dan kerjasama berbagai pihak, pasien safety merupakan upaya dari
seluruh komponen sarana pelayanan kesehatan, dan perawat memegang peran
kunci untuk mencapainya. Langkah manajemen untuk mendukung proses
patient safety berfokus pada implemenasi pencatatan dan pelaporan serta
mengadakan monitoring maupun evalusi pada tiap program, sehingga
selanjutnya system patient safety yang diterapkan mampu lebih baik lagi.
B. Saran
Diharapkan pasien dapat meningkatkan komunikasi yang baik
sehingga komunikasi yang efektif dapat dimengerti dan dipahami pasien,
sehingga tahap-tahap tindakan keperawatan yang dilakukan dapat dilakukan
dengan benar, pasien dapat kooperatif dan perawat dapat menilai keberhasilan
perawatan yang diberikan kepada pasien.

15

Anda mungkin juga menyukai