PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolaborasi interprofesional merupakan merupakan strategi untuk
mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting
untuk meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni,2010).
Kemampuan untuk bekerja dengan profesional dari disiplin lain untuk
memberikan kolaboratif, patient centred care dianggap sebagai elemen
penting dari praktek profesional yang membutuhkan spesifik perangkat
kompetensi. The American Nurses Association (ANA, 2010) menggambarkan
komunikasi efektif sebagai standar praktik keperawatan profesional.
Kompetensi profesional dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor
dan keterampilan diagnostik klinis, tetapi juga kemampuan dalam
keterampilan interpersonal dan komunikasi. Perawat terdaftar diharapkan
untuk berkomunikasi dalam berbagai format dan di semua bidang praktek.
Setiap tindakan memiliki resiko, tindakan medik juga menyimpan
potensi resiko. Banyaknya jenis pemeriksaan, jenis obat, dan prosedur, serta
jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute
of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a
planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the
use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang
telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
(yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD). Hal ini sangat merugikan dan membahayakan, pasien
dapat mengalami hal buruk dan pemberi tindakan juga dapat terkena pasal
pelanggaran hukum.
1
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient
Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. Patient
safety membantu pencegahan masalah baik pada pasien maupun pada tim
medis.
B. Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini adalah, untuk mengetahui :
1. Peran kerja tim untuk patient safety.
2. Peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan untuk
mencegah terjadinya bahaya dan adverse events.
3. Komunikasi dengan tim kesehatan lain.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu
yang tepat,serta di tempat yang tepat, elemen penting dalam kolaborasi tim
kesehatan.
2. Menambah wawasan dalam peran pasein dan keluarga sebagai partner
untuk memastikan keselamatan pasien dalam menajalani rawat inap di
rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
perawat, psikiater, ahli gizi, Farmasi, pendidik di bidang kesehatan dan
pekerja sosial. Tujuan utama dalam tim adalah memberikan pelayanan yang
tepat,oleh tim kesehatan yang tepat,di waktu yang tepat,serta di tempat yang
tepat, elemen penting dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan
komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya,dan proses
pembuatan keputusan (kozier,2010). Konsep kolaborasi tim kesehatan itu
sendiri merupakan hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan
pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk
pasien.
Jenis kolaborasi Tim kesehatan:
1. Fully integrated major: Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim
memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang
sama
2. Partially integrated major: Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim
memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan
bersama
3. Join program office: bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama
tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan
bersama
4. Join partnership with affiliated programming kerja sama yang
memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan
lainnya
5. Join partnership For issue advocacy: bentuk kolaborasi yang memiliki
misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka pendek, namun tidak harus
membentuk tim yang baru.
3
kualifikasi baik pada bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi
fakor kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan.
4
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses
bersama tim kesehatan mengelola pasien
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
5
1) Gelang warna biru untuk laki-laki dan gelang warna merah muda
untuk perempuan dipakai untuk identifikasi
2) Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki
riwayat alergi
3) Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki
risiko jatuh
c. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas oleh
petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat, mengambil
preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.
2. Komunikasi efektif
Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan
berbagai profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi
yang efektif untuk memberikan pelayanan.
Peran pasien dan keluarga mewujudkan komunikasi efektif adalah:
a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan
untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini
diperlukan untuk memastikan komunikasi berlangsung efektif dan
berkesinambungan, tidak mengalami rantai komunikasi yang panjang
dan kompleks yang berisiko menyebabkan perubahan makna isi
informasi.
b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim
kesehatan dengan benar dan jelas.
c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak
diharapkan.
d. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan.
6
c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat inap dengan
cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang
diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat
7
a. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar.
b. Membatasi pengunjung pasien.
c. Menerapkan etika batuk yang benar.
8
adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana
mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan
dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009). Stuart,G.W., &
Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik
perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.
1. Komunikasi antara perawat-dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat
mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan
bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan
perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk
kolaborasi dengan dokter.
Contoh : Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa
diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan
klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah. Selain itu
komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter
terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien
meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien, dan data
penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa
secara pasti mengenai penyakit pasien. Pada saat perawat berkomunikasi
dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis, disinilah
perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi
kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan
baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan
baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
9
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara
pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada
pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi
yang baik pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
a) Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama
dan posisi, mengidentifikasi klien dan diagnosis klien atau orang-orang
lain yang terlibat dalam masalah dengan nama.
b) Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah),
c) Menyatakan tujuan ,
d) Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan
praktek klinik,
e) Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab
untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini
percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan).
(Arnold & Boogs, 2007).
10
menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat
primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang
perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang
kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan
yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam
hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak
membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
11
obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang
dituju, dosis yang tepat dan efek samping dari semua obat-obatan yang
diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar
seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus
berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat
dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis
yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim
medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli
farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas
yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi
merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang
mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli
farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat
dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat.
12
pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus
mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obat-obatan yang digunakan
pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi
pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari
obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara
kedua belah pihak.
G. Analisis Jurnal
Judul : Hubungan Faktor Komunikasi Dengan Insiden Keselamatan
Pasien
Penelitian : Siti Nur Qomariah, Uyan Ari Lidiyah (2015)
Analisi Jurnal
1. Populasi
13
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap RS
Muhammadiyah Gresik sebanyak 61 perawat.
2. Intervensi
Mengetahui hubungan faktor komunikasi yang berkontribusi dapat
mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien adalah komunikasi verbal
dan tertulis yang efektif untuk mencegah insiden keselamatan pasien,
sehingga tercapai derajat kesehatan pasien yang optimal dan meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik.
3. Comparison
-
4. Outcome
Masih didapatkan komunikasi yang kurang pada saat melakukan proses
keperawatan sehingga menimbulkan Insiden Keselamatan Pasien Kejadian
Nyaris Cidera yaitu salah pasien ketika memberikan obat oral dan
diketahui oleh perawat itu sendiri. Hal ini dikarenakan perawat tidak
menanyakan nama dan tidak melihat gelang pasien. Komunikasi
merupakan penentu keberhasilan proses keperawatan sehingga
mengurangi kesalahan yang dapat mengakibatkan Insiden Keselamatan
Pasien bila dilaksanakan menurut KARS (2013) perawat sebelum
melakukan tindakan menanyakan nama dan melihat gelang tangan pasien
dan menurut Zen (2013) komunikasi sangat penting dalam proses
keperawatan. Bila perawat menggunakan komunikasi yang baik dan
efektif dengan melakukan pengecekakkan identitas pasien sebelum
melakukan tindakan keperawatan akan membuat pasien percaya kepada
perawat sehingga mempermudah perawatan yang akan mempengaruhi
kesembuhan pasien. Komunikasi yang efektif perawat yaitu dapat
dimengerti dan dipahami pasien, sehingga tahap-tahap tindakan
keperawatan yang dilakukan dapat dilakukan dengan benar, pasien dapat
kooperatif dan perawat dapat menilai keberhasilan perawatan yang
diberikan kepada pasien.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15