Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN INTERDISIPLINER DALAM MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

PEMERINTAH PIHAK PENDUKUNG PRASARANA MASYARAKAT LUAS DAN


LINGKUNGAN/EKOLOGI

Oleh :
dr. Ilham Hariyadi Rohmatulloh 2113101007
drg. Somali Hivantri 2113101031
Salman 21131010

Dosen Pengampu:
Oktavianis,SST.M.Biomed

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Mendapatkan pelayanan kesehatan merupkan salah satu hal dasar penduduk


Indonesia disamping pelayanan kesehatan dan perlindungan hukum. Kesehatan menjadi
issu penting terkait dengan dampak akan perubahann lingkungan akibat perkembangan
dunia saat ini. Berkembangnya industri sekarang membawa dampak yang negatif pada
lingkungan yang ditinggali masyarakat. Industripun membawa dampak pada kesehatan
diIndonesia yang masih termasuk dalam negara berkembang.
Tempat pelayanan kesehatan harus mempunyai pelayanan yang baik.
Memberikan pelayanan secara prefentif promoif, pelayanan kuratof dan rehabilitatif.
Memberikan layanan dari masing maisng bidang ilmu maupun intedisiplin ilmu bidang
kesehaan untuk memberikan pelayanan yang paripurna terhadap pasien. Disini juga
merupakn poin penunjang untuk dilaksanakan akreditasi pada tempat pelayanan
kesehatan. Agar paelayanan yang diterima oleh masyarakat bisa sama dari masing
maisng daerah atau tempat layanan kesehatn. Salah satu contoh adalah tentang
Keselamatan pasien (ada dalam salah satu indikator mutu).
Pelayanan pasien secara terintegrasi, utuh dan berkesi nambungan dalam tatanan
pelayanan rumah sakit sudah menjadi satu keharusan. Kompleksitas permasalahan pasien
dan manajemen pelayanan yang melibatkan multi profesi berpotensi menimbulkan
fragmentasi pelayanan yang dapat berimplikasi pada masalah keselamatan pasien, bila
kerjasama tim tidak efektif, oleh karenanya diperlukan kolaborasi interprofesional sebagai
upaya mewujudkan asuhan pasien yang sinergis dan mutual sehingga pasien mendapatkan
pelayanan yang utuh dan berkesi nambungan. Pengelola rumah sakit dan professional
pemberi asuhan pada umumnya memahami kebutuhan ini, tetapi akses terhadap model
kolaborasi dan bagaimana model ini diimplementasikan masih belum jelas
Budaya keselamatan pasien yang baik dapat memperkecil insiden yang
berhubungan di keselamatan pasien. Perawat yang juga berperan menjadi champion
keselamatan pasien telah diterapkan diberbagai rumah sakit di Indonesia. Melakukan
penerapan budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan pelayanan
keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari
kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petuugas kesehatan yang
profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan (Ilyas,
2004). Budaya keselamatan pasien yang baik dapat memperkecil insiden yang
berhubungan dengan keselamatan pasien.
Dalam menunjang indikator mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan
perlu keterlibatan interdisplin yang ada anara lain dokter umum, dokter gigi, antar
dokter spesialis, perawat, bidan, kesling, penyuluh kesehatan, nutrisionis, apoteker dan
tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan. Dengan adanya kerjasama
interdisplin maka bisa memberikan pelayanan yang efektif, secara waktu tunggu, waktu
pelayanan dan juga waktu rawatan. Harapannya bisa mempercepat waktu
penyembuhan pada pasien. Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional adalah
kerjasama kemitraan dalam tim kesehatan yang melibatkan antar profesi kesehatan dan
pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan bersama
seputar masalah kesehatan
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
Interdisiplin merupakan strategi riset yang melibatkan transfer suatu disiplin
akademik ke dalam disiplin akademik lainnya untuk menyelesaikan suatu masalah
tertentu sehingga mampu memunculkan metode baru atau disiplin akademik yang
baru. (Permen pendidikan dan kebudayaan No. 154 tahun 2014
Interdisiplin adalah cara pandang yang melibatkan transfe suatu disiplin
akademik kedala disiplin akademik lainnya untuk menyelesaikan suatu masalah
tertentu, melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dalam
interdisiplin dapat terjadi percampuarn antar disiplin namun tidak ada peleburan.
(Rosenfield 1992)
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional adalah kerjasama
kemitraan dalam tim kesehatan yang melibatkan antar profesi kesehatan dan
pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan bersama
seputar masalah kesehatan. Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk
menjembatani tumpang tindihnya peran para praktisi kesehatan dalam
menyelesaikan masalah pasien (Bigley, 2006).
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah pasien
yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan juga kontinuitas asuhan pasien. Proses
kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas
asuhan pasien, melalui tugas dan tanggung jawab serta ketrampilannya secara
komplementer.Literature mengidentifikasi 70 –80% kesalahan dalam pelayanan
kesehatan disebabkan oleh buruknya komunikasi dan pemahaman didalam tim,
kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah patient safety
( WHO, 2009).
Tim pelayanan interdisiplin menekankan penggunaan pendekatan holistik,
bekerja secara interdependen, menggunakan komunikasi secara effektif untuk
memastikan bahwa berbagai kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan
diperhatikan dan dilayani secara terintegrasi. Untuk model kolaborasi interprofesional
seperti ini dibutuhkan tatanan dan kultur yang dapat mengakomodasi agar para
profesional kesehatan dapat tumbuh dan belajar dalam situasi yang memungkinkan
untuk saling percaya, berbagi peran secara kolaboratif dalam pengambilan keputusan,
serta saling melibatkan pasien dan keluarganya. Model Praktik Kolaborasi
Interprofesional Pelayanan kesehatan (MPKIPK) merupakan tatanan pelayanan yang
dirancang untuk menyelaraskan berbagai profesi yang terlibat (antara lain dokter,
perawat, farmasi, dan gizi) dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang
menjalani hospitalisasi (Susilaningsih, 2011). Model ini terdiri dari 4 komponen yaitu
alur klinis pengelolaan pasien (integrated care pathway), pengelolaan pasien secara
tim, dokumentasi asuhan terpadu dan penyelesaian masalah bersama melalui diskusi
kasus secara interprofesional. Esensi dasar praktik interdisiplin diadopsi dari Sullivan
(1999) yaitu penggunaan informasi secara bersama (information sharing), perhatian
terhadap tumpang tindihnya peran dan tanggung jawab (attention to overlapped
responsibility), rentang kendali (sense of control) dan kepastian siapa melakukan apa
(structuring intervention). Keempat key elements dari praktik interdisiplin ini
diintegrasikan nilai-nilainya pada empat komponen model. Praktik interdisiplin dalam
pelayanan kesehatan yang menekankan pentingnya kultur kolektif untuk
mewujudkan iklim kemitraan (partnership) didukung oleh teori dan pendapat Sullivan
(1999), Clarck & Drinka (2000), Orchard, Curan & Kabene (2005), Cohen (2005), Bigley
(2006), Huber (2010), dan Petri (2010). Kohesifitas kelompok yang kuat akan
mendukung fungsi dan performa kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Kohesi
adalah suatu tingkatan kebersamaan dari anggota kelompok sebagai satu kesatuan
untuk mencapai tujuan bersama. Anggota kelompok dari suatu grup yang kohesif akan
merasa sebagai bagian dari keutuhan, bukan hanya bagian dari sekumpulan orang.
Dalam grup yang kohesif, keberadaan anggota direkatkan oleh suatu kultur kolektif,
dimana mereka saling mendengar, saling percaya dan saling menghargai pandangan
meskipun ada perbedaan pendapat. Produktifitas kelompok berhubungan erat
dengan kohesifitas. Kohesifitas kelompok secara signifi- kan berkorelasi positif dengan
performa kelompok secara keseluruhan (Wang, Chou, Jiang: 2005). Kohesifitas tim
diukur dari self assessment terhadap kecenderungan orientasi professional kesehatan
dalam bekerja secara interprofesional, apakah berorientasi pada kultur kolektif atau
kultur individu. Kohesifitas tim terwujud bila secara kelompok, kultur kolektif lebih besar
dari kultur individu.

Dalam peningkatan pelayanan kesehatan interkolaborasi professional


dibutuhkannya komunikasi yang baik yang menjadi acuan dalam kerjasama tim
dalam pemecahan masalah pasien. Menurut sulistyaningsih,dkk(2017), gambaran
bahwa pada komponen model alur klinis pengelolaan pasien dan pengelolaan pasien
secara tim, secara kelompok rerata skor kultur kolektif lebih besar dari rerata skor
individu, hal ini bermakna bahwa kecenderungan para praktisi untuk bekerja secara
kohesif dengan menekankan pentingnya share expertise besar, sehingga untuk
membangun kerjasama tim secara efektif pada kolaborasi interprofesional dalam
kedua komponen ini sudah ada dasarnya.

B. Pengembangan interdisiplin
Untuk menjaga kelangsungan kemanusiaan perlu terus menerus dilakaukan
pengembanngan keilmuan atau disiplin, karena dari waktu ke waktu permsalahan
menjadi semakin kompleks sehingga keilmuan monodisiplin tidak memadai lagi
untuk menjawab tantangan tersebut. Pendekatan interdisiplin juga merupakan
pelaksanaan dari permendikbud No. 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional
Perguruan Tinggi. Pasal 11 menyebutkan bahawa karakteristik proses pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri atas sifat interaktif,
holistik, integratif, saintifik, kontekstual, ematik, eektif, kolaboratif dan berpusat
pada mahasiswa. Tematik seperti dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa
capaian pembelajaran lulusan diraih melalui proses pembelajaran yan disesuaikan
dengan karakteristik keilmuan program studi dan dikaitkan dengan permasalahan
nyata melalui pendekatan antardisiplin.
Sebagai anggota tim pelayanan kesehatan haruslah memahami alasan pasien
datang ke tempat layanan kesehatan tidak hanya untuk mendapatkan pengobatan.
Mendapatkan perhatian dan pelayanan dalam sakitnya yang paling utama, rasa kasih
sayang dari anggota keluarga dan juga mendapatkan informasi edukasi mengenai
penyakit yang dideritanya.
Pada hal ini interdisiplin sangat diperlukan karena dari berbagai keilmuan
memberikan layanan secara langsung atau tidak langsung pada pasien yang
mendapatkan pelayanan kesehatan. Selama ini pasien yang datan hanya dianggap
sebagai tanggung jawab satu bidang keilmuan. Pasien datang ke poli umum
dianggap hanya dokter yang bertanggung jawab penuh dalam memberikan layanan
prima ke pasien, atau dalam hal ini pasien dirawat di rumah sakit. Pasien hanya
menjadi tanggung jawab dokter spesialis penanggung jawab. Interdisplin ilmu akan
membuat semua keilmuan mempunya tanggung jawab terhadap pasien. Seperti
adanya perhatian dari pihak manajemen terkait dengan fasilitas, sarana prasarana
yang digunakann pasien dan tenaga kesehatan memberikan layanan. Perawat
memberikan empati dan kasih sayang padapasien yang dirawat. Petugas cleaning
juga mempunyai rasa tanggung jawab dalam hal kebersihan tempat pemberi
layanan kesehatan. Bila interdisiplin ini tidak terjalin dengan baik maka bisa
dipastikan pelayanan terhadapt masyarakat akan terganggu dan tidak berjalan
dengan baik.

C. Manfaat Interdisiplin
1. Manfaat terhadap masyarakat
Pada hal ini kita ambil contoh pada pasien yang dirawat dirumah sakit.
Kelompok pasien yang dilakukan perawatan dengan mengedepankan
interdisiplin kurang lebih 14 hari (pada kasus pasien kanker serviks stadium
lanjut dengan gangguan fungsi ginjal) dibandingkan dengan pelayanan secara
konvensional kurang lebih 23 hari rawatan. Lalu pada pasien dengan kanker
mamae yang dirawat dengan pendekatan interdisplin rata rata dirawat 29 hari
sedangkan dengan sistem perawatan konvensional memakan waktu 42 hari.
Pada kasus patah tulang dengan pendekatan interdisiplin 26 hari sedangkan
dengan perawatan konvensional memakan waktu 32 hari. Melihat hal tersebut
bisa diambil kesimpulan manfaat pada masyrakat bisa memotong waktu
rawatan, mengurangi waktu yang ditinggalkan oleh anggota keluarga yang
bekerja. Mengurangi risiko gangguan ekonomi pada keluarga pasien dan juga
bisa mengurangi beban akomodasi pada keluarga pasien. Bila pasien tidak ada
jaminan atau asuransi dengan semakin cepat waktu rawatan juga mengurangi
beban tagihan yang harus dibayarkan. Pasien juga bisa memahami bagaimana
cara pengobatan dan rencana tindak lanjut atau terapi yang ditermia.

2. Manfaat terhadap pemerintah


Dalam penerapan interdisiplin pada pelayanan kesehatan bisa
memangkas waktu pelayanan terhadap pasien menjadi lebih efisien. Secara tidak
langsung bisa mengurangi beban anggaran belanja pemerintah daerah maupun
pusat. Pasien lebih cepat sehat maka angka harapan hidup lebih tinggi juga
produktivitas masyarakat bisa meningkat. Hal ini bisa membantu roda
perputaran ekonomi lebih lancar.
Kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesehatan ibu dan
anak melalui interdisiplin Ilmu, pada kegiatan ini diharapkan bisa meningkatkan
kesehatan ibu dan anak. Mengurangi angka kematian ibu dan anak. Selain itu
pada ibu hamil dan bayi didapatkan kesehatan yang maksimal menurunkan risiko
stunting. Bila anak stunting secara tidak langsung akan mempengaruhi sumber
daya manusia, membebani anggaran negara untuk tatalaksana pada kasus
stunting. (

3. Manfaat terhadap lingkungan


Degradasi kualitas lingkungan merupakan persoalan yang kompleks.
Penalaran yang sederhana dapat menjelaskan kerumtan persoalan ini, adanya
sampah yang dibuang sembarangan hanya akan terselesaikan apabila tersedia
tempat sampah yang mudah dijangkau, pengangkutan sampah pada lokasi
pembuanngan akhir, serta yang paling penting adalah kesadaran masyarakat
akan sanitasi lingkungan sehingga berperilaku membuang sampah pada
tempatnya, bersedia menjaga kebersihan dan membayar iuran sampah.
Solusinya tidak hanya secara parsial dengan membuat dan menyediakan tempat
sampah dibanyak lokasi. Solusi yang komprehensif dapat terumuskan melalui
pendekatan interdisipliner.
Setiap bagian dari solusi yang komprehensif terhadap persoalan
lingkunganpun harus dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner. Dengan
kata lain, kesadaran terhadap gaya hidup yang bijak dan ramah lingkungan
sebagai salah satu bagian dari solusi persoalan lingkungan dapat ditumbuhkan
melalui pendekatan interdisipliner, seperti pada ilmu budaya, psikologi, dan juga
dengan kesehatan. Pada kesehatanpun ada beberapa ilmu yang ada seperti dari
kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, dan juga kedokteran. Pada
penerapan interdisiplin yang ada bisa menekan dan menurunkan angka
kesakitan yang timbul pada masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dengan hal-hal terkait didapatkan peningkatan pelayanan kesehatan melalui
interkolaborasi professional dirumah sakit belum berjalan maksimal. Hal tersebut
dapat ditingkatkan melalui penuangan ide dalam setiap pemecahan masalah pasien
sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
B. SARAN
Meningkatkan pengetahuan terkini Pada Pelayan kesahatan yang
memeberikan pelayanan langsung atau tidak langsung terhadap pasien untuk
mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pasien lewat
pelatihan,seminar, atau penelitian

Anda mungkin juga menyukai