URAIAN KEGIATAN
menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai
dengan amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam
termasuk pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi
tanggung jawab seorang apoteker. Akan tetapi, masih terdapat beberapa aspek
dimuat dalam standar pelayanan kefarmasian. Selain itu, terdapat amanat pada
standar.
1.1.1 Perencanaan
kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (Kemenkes RI, 2016).
Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat untuk menetapkan
jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
sediaan farmasi di Arjasa adalah didasarkan atas tingkat konsumsi dan just in
time. Pemesanan obat dan alat kesehatan dilakukan apabila persediaan habis
(untuk obat slow moving) atau persediaan hampir habis (untuk obat fast
moving).
1.1.2 Pengadaan
kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan
harga. Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada
kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin
pengemasan.
1.1.3 Penerimaan
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
1.1.4 Penyimpanan
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak
sediaan yang disusun secara alfabetis dan berdasarkan prinsip FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Prinsip penyimpanan yang
Apotek Arjasa dapat terpantau dengan baik dan dapat meminimalkan jumlah
di rak obat jika persediaan di rak obat telah habis, atau dilakukan
penyimpanan di gudang jika persediaan obat di rak obat masih dalam jumlah
yang banyak.
1.1.5 Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
1.2 Pemusnahan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
dilakukan di kantor pos atau bank yang ditunjuk paling lambat tanggal 20 di
diberikan sanksi berupa denda biaya bunga perhari dan apabila terlambat
melaporkan ke Kantor Pajak maka akan diberi sanksi dalam jumlah tertentu).
BAB II
PEMBAHASAN
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan apotek yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai (BMHP) yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Pengelolaan Sediaan Farmasi,
2.1.1 Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan
tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat
secara rasional.
Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.
d. Efisiensi biaya.
dilakukan dengan metode Just In Time (JIT) dimana order akan dilakukan
Kelemahan dari sistem ini adalah jika tidak didukung dengan keteraturan
tersebut, proses defecta di Apotek Arjasa dilakukan setiap hari dengan cara
farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan. Format
penulisan buku defekta meliputi nama obat, kekuatan dan bentuk sediaan.
Proses perencanaan di Apotek Arjasa, dilakukan setiap shift pagi untuk obat
bebas, alat kesehatan dan BMHP serta hari minggu rabu shift sore untuk obat
keras, narkotik, psikotropik, precursor, dan oot. Barang yang telah memasuki
buffer stock akan dicatat di buku defekta, sehingga nantinya akan dilakukan
terkait dengan pola konsumsi, pola penyakit dan budaya serta status ekonomi
atau kemampuan masyarakat. Pola konsumsi dapat dilihat dari dari daftar
obat-obatan fast moving, seperti obat-obatan demam, batuk, flu, diare, nyeri,
dan lain sebagainya. Sistem pengadaan untuk stok obat-obatan yang fast
jumlah yang lebih banyak dari obat-obat yang lainnya yang bersifat slow
dan alat kesehatan dengan harga dan jenis merk yang beragam agar dapat
2.1.2 Pengadaan
kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan
harga. Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada
kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin
pengemasan.
distributor tertentu atau dapat pula dilakukan dengan cara memfoto surat
sales yang datang akan meninjau buku defekta. Kemudian, para sales tersebut
didasarkan pada empat kriteria yaitu ketersediaan produk, lama waktu tunggu
pengiriman, harga produk atau diskon yang akan diberikan, dan tanggal jatuh
benar tersedia di PBF tersebut dengan jumlah yang banyak atau cukup.
Selanjutnya untuk lama waktu tunggu maksudnya berapa lama total waktu
dari pemesanan hingga penerimaan obat, jika waktu tunggu terlalu lama maka
kekosongan stok saat produk tidak kunjung datang. Poin berikutnya yaitu
harga produk atau diskon yang diberikan. Hal tersebut berpengaruh untuk
yang lainnya. Poin keempat yaitu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
dimulai dari produk diterima oleh apotek. Semakin lama waktu jatuh tempo
cara membuat Surat Pesanan (SP). Surat Pesanan di Apotek Arjasa terdiri dari
obat BPJS (untuk pasien rujuk balik) dan Surat Pesanan Reguler (untuk
pemesanan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras). Semua jenis Surat
lain/copy untuk arsip apotek), kecuali Surat Pesanan Narkotika yang dibuat 4
rangkap (rangkap pertama untuk PBF Kimia Farma, rangkap kedua untuk
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), rangkap ketiga untuk Dinas
SP harus memuat SIA (Surat Ijin Apotek) dan SIPA (Surat Ijin Praktek
Apoteker).
Khusus untuk pengadaan obat BPJS dapat dilakukan dengan tiga cara.
Obat BPJS ini khusus diperuntukkan salah satunya bagi Apotek yang bekerja
sama dengan BPJS untuk menjadi Apotek PRB (Pasien Rujuk Balik). Obat-
obat ini tentunya adalah obat yang sesuai dengan daftar formularium nasional
Metformin 500 mg, V-blok, dll. Obat-obat tersebut dapat dipesan melalui tiga
dengan harga sesuai cover BPJS. Pada pemesanan ini apotek tidak perlu
membuat SP karena akan ada notifikasi otomatis pada distributor yang dituju.
dari sistem ini yaitu terkadang obat yang dibutuhkan tidak tersedia di aplikasi
obat BPJS yang ada di Apotek. SP dan lampiran dibawa menuju kantor BPJS
untuk mendapatkan persetujuan. Jika sudah diberi stampel dan tanda tangan,
Cara ketiga yaitu dengan harga penyamaan. Cara ini biasanya dilakukan
penyamaan yaitu harga obat kurang lebih sama dengan harga cover BPJS.
Biasanya sales dari distributor menawarkan obat BPJS dengan harga setara
dengan harga BPJS akan tetapi Apotek harus melakukan order obat tersebut
dengan jumlah yang banyak. Apabila melakan cara ini maka Apoteker harus
Berikut ini merupakan daftar distributor obat yang bekerja sama dengan
PT. Medilab
2.1.3 Penerimaan
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
tidak sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi,
jumlah atau kondisi kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus
dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka Apoteker atau Tenaga
2.1.4 Penyimpanan
yaitu berdasarkan bentuk sediaan. Misal pada golongan obat keras dipisah
antara obat keras tablet, obat keras sirup, dan obat keras untuk pemakaian luar
(salep, tetes mata, tetes telinga). Obat-obat tersebut disimpan dalam suhu
Begitu pula pada golongan obat lain juga dipisah berdasarkan ketentuan
disimpan dilemari pendingin merupakan sediaan yang tidak stabil pada suhu
suppositoria, ovula, sediaan dengan bakteri Lacto bacillus, tablet salut gula
harus harus disimpan pada suhu 2-8◦C dan suhu dimonitor secara berkala
dengan obat-obat reguler. Buku stok obat BPJS juga berbeda dengan obat
reguler. Format pengisian buku stok BPJS terdiri dari tanggal, nama pasien,
nama fasilitas layanan kesehatan (faskes) tingklat I, jumlah obat keluar, sisa
dengan dua kunci yang berbeda. Lemari diletakkan didalam ruang peracikan
dalam kondisi terkunci pada tempat yang tidak terlihat umum dan tidak
Pakai di Apotek Arjasa menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Metode First
In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang lebih dulu akan dikeluarkan
terlebih dahulu,. Sedangkan metode First Expired First Out (FEFO) yaitu
baik obat yang baru diterima atau yang sudah ditata di etalase jika waktu
sistem FEFO. Hal ini dikarenakan sistem tersebut memiliki keuntungan yaitu
obat yang tanggal kadaluarsanya lebih cepat dapat diserahkan kepada pasien
satu alternatif lain yang dilakukan oleh Apotek Arjasa untuk mencegah
Arjasa ini terbilang berhasil karena selama ini tidak ada pemusnahan obat
kadaluarsa. Dengan demikian, dapat meminimalisir kerugian yang akan
ditanggung apotek.
langsung, suhu dijaga dengan sirkulasi yang cukup, dan lemari penyimpanan
dijauhkan dari kamar mandi karena kelembaban yang relatif tinggi di sekitar
kamar mandi. Penyimpanan di Apotek Arjasa sudah sesuai dengan tata cara
2.1.5 Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
(Permenkes.2016).
meliputi, kartu stok, buku defecta, dan stock opname. Pengendalian di Apotek
Arjasa dilakukan secara manual dengan cara menggunakan kartu stok. Setiap
pengambilan atau penambahan sediaan harus di tulis di kartu stok. Kartu stok
berupa lembaran berisi tabel yang terdiri dari tanggal, nomor dokumen,
sisa stok sediaan. Buku defecta merupakan buku pencatatan untuk seluruh
sediaan farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan.
Buku ini digunakan sebagai pengingat produk apa saja yang harus dipesan ke
mencatat nama dan jumlah persediaan perbekalan farmasi pada lembar Stock
lalu dikalikan dengan jumlah produk sehingga didapatkan nilai dari produk
pemusnahan obat. Hal ini dikarenakan obat yang mendekati tanggal kadaluarsa
atau kurang dari satu tahun akan dipisah dan ditata dalam satu etalase. Jadi jika
proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP). Pencatatan yang dilakukan meliputi Surat Pesanan dan faktur pembelian
untuk proses pengadaan, pencatatan keuangan, rekap resep, pencatatan kartu stok,
pencatatan buku arsip stok, pencatatan buku defekta, dan pencatatan penyerahan
obat keras tanpa resep dokter yang disebut juga dengan buku pelayanan obat
keras.
Surat pesanan yang dibuat oleh Apoteker Penanggung Jawab seperti pada
Surat Pesanan regular (obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras) meliputi
nama apotek, alamat apotek, nomor telepon apotek, SIA, nomor surat pesanan,
tanggal, nama PBF, obat yang dipesan (nama obat, jumlah, satuan), TTD
stempel apotek. Sementara itu, pada surat pesanan obat precursor dan obat-obat
jabatan, SIPA, nama PBF, alamat PBF, nomor telepon, obat yang dipesan (nama
obat, kandungan zat aktif, bentuk dan kekuatan sediaan, satuan, jumlah, dan
keterangan), nama apotek, alamat, SIA, TTD Apoteker Penanggung Jawab, nama
Faktur dari PBF, yang meliputi identitas PBF (nama PBF, alamat, nomor
telepon, nomor ijin PBF, NPWP), identitas penerima (nama apotek, NPWP,
alamat apotek, nomor telepon), nomor faktur, nomor invoice, tanggal pembelian,
metode bayar, tanggal jatuh tempo, nama sales, obat yang dipesan (nama obat,
nomor batch, tanggal kadaluara, jumlah, harga satuan, diskon, sub total), PPN,
penulisan buku keuangan meliputi hasil penjualan barang, selisih pendapatan yang
Apotek.
Rekap resep digunakan sebagai arsip dari setiap resep yang telah dilayani
oleh Apotek Arjasa. Rekap resep berguna untuk memudahkan telusur riwayat
rekap resep meliputi tanggal resep masuk, nomor resep, nama obat, dan harga
penebusan resep.
Pencatatan kartu stok dilakukan setiap terjadi mutasi obat. Kartu stok terdiri
atas dua macam, yaitu kartu stok untuk obat-obatan regular, dan kartu stok obat
tertentu atau prekursor. Kartu stok regular tanggal mutasi obat, asal PBF, nomor
batch, expired date, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa obat
dan paraf tenaga kefarmasian. Kartu stok golongan narkotika, psikotropika, dan
obat keras yang mengandung obat-obat tertentu atau prekursor, meliputi tanggal
mutasi obat, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa stok, nama
Buku arsip stok obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat keras yang
tanggal mutasi obat, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa stok,
farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan. Format penulisan
buku defekta meliputi tanggal, nama obat, kekuatan dan bentuk sediaan.
Pencatatan buku pelayanan obat keras, dilakukan setiap kali terjadi penyerahan
obat keras tanpa resep dokter kepada pasien. Format penulisan buku pelayanan
obat keras meliputi nomor, nama pasien, alamat, nomor telepon, keluhan, obat
yang diserahkan, KIE yang disampaikan, dan tanda tangan pasien sebagai bentuk
informed consent. Buku pelayanan obat keras tersebut sekaligus dapat digunakan
dalam hal pelaporan penyerahan obat keras tanpa resep dokter kepada instansi
apoteker dan admin keuangan setiap hari atau setiap bulan. Apoteker melaporkan
omset tunai, debit, kredit, total pengeluaran, total yang disetor. Sementara itu,
pelaporan eksternal yang dilakukan oleh Apotek Arjasa adalah pelaporan
narkotika dan pikotropika yang melalui aplikasi SIPNAP yang ditujukan untuk
narkotika dan psikotropika terlebih dahulu. Rekap data tersebut meliputi nomor,
nama obat, satuan, stok awal, asal obat dan jumlah yang diterima, alasan
pengeluaran obat (untuk resep atau sarana) dan jumlah pengeluaran, dan stok
akhir.
BPJS kronis (PRB), yang meliputi laporan stok obat, laporan kendala obat
dan MTM yang dikirimkan ke kantor BPJS Malang sebelum tanggal 5 setiap
bulannya. Selain itu, juga dilakukan proses klaim resep setiap bulannya dengan
verifikasi data yang telah di entry oleh Apotek ke kantor BPJS Malang sebelum
tanggal 10 setiap bulannya. Sementara itu untuk resep BPJS akut, Apotek Arjasa
akan melakukan klaim resep ke dokter praktek perorangan (DPP) atau klinik yang
penanggung jawab apotek, dua orang apoteker pendamping, asisten apoteker juga
merangkap sebagai kasir dan dua orang admin yang bertugas sebagai merekap
faktur dan surat pesanan dan membuat perubahan harga serta bisa juga membantu
pengembangan apotek.
menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dari kantor pajak dengan menggunakan
dilakukan di kantor pos atau bank yang ditunjuk paling lambat tanggal 15 di bulan
berikutnya dan lapor apabila sudah bayar ke kantor pajak paling lambat tanggal
sanksi berupa denda biaya bunga perhari dan apabila terlambat melaporkan ke
PPh terbagi menjadi dua macam yaitu PKP dan Non-PKP. Pajak Non-PKP
diperuntukan bagi apotek yang berpenghasilan kurang dari 4,8 M per tahun.
Sedangkan pajak PKP diperuntukan bagi apotek yang berpenghasilan lebih dari
4,8 M per tahun. Pelaporan pajak Apotek Arjasa masuk dalah golongan Non-
PKP.
Pajak Non-PKP atau dapat disebut pajak UMKM dibayar setiap bulan
dengan beban sebanyak 0,5% dari pendapatan. Akan tetapi khusus Non-PKP,
mendapatkan subsidi di awal sebesar 500 juta per-tahun. Jika jatah subsidi telah
habis makan Apotek wajib membayar dan wajib lapor pajak penghasilan.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PKPA Apoteker di Apotek Arjasa disimpulkan bahwa
Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 dan sesuai dengan petunjuk teknis
3.2 Saran
Apotek Arjasa disarankan memberi jarak atau sekat pada obat-obat LASA atau
yang memiliki kemasan atau nama yang hampir sama sehingga meminimalisir
terjadinya kesalahan pemberian obat. Selain itu dapat membuat box unguk
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan nomor 14 Tahun 2019 Tentang Penarikan dan Pemusnahan
Indonesia.