Anda di halaman 1dari 31

BAB I

URAIAN KEGIATAN

1.1 Pengelolaan Obat

Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Apotek haruslah mampu

menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai

dengan amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam

rangka peningkatan penggunaan obat rasional untuk mencapai keselamatan

pasien, dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan.

Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan

Permenkes No 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek Arjasa 1 dan Arjasa 2 telah memuat kebijakan pelayanan kefarmasian

termasuk pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi

tanggung jawab seorang apoteker. Akan tetapi, masih terdapat beberapa aspek

pelayanan kefarmasian yang memerlukan penjelasan lebih lanjut yang belum

dimuat dalam standar pelayanan kefarmasian. Selain itu, terdapat amanat pada

Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 untuk menyusun Petunjuk Teknis Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang diharapkan dapat menjadi pedoman

Apoteker di Apotek dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian yang sesuai

standar.

1.1.1 Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat untuk menetapkan

jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan

pelayanan kesehatan. Perencanaan dilakukan supaya tidak terjadi kekosongan

obat yang dapat mengganggu pelayanan kefarmasian di Apotek. Perencanaan

sediaan farmasi di Arjasa adalah didasarkan atas tingkat konsumsi dan just in

time. Pemesanan obat dan alat kesehatan dilakukan apabila persediaan habis

(untuk obat slow moving) atau persediaan hampir habis (untuk obat fast

moving).

1.1.2 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin

kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

di apotek dilaksanakan dengan pembelian. Pembelian merupakan suatu

metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan

harga. Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada

kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin

Edar), reputasi produsen (distributor berijin dengan penanggungjawab

Apoteker dan mampu memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat,

ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat), mutu pelayanan pemasok,

dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan

pengemasan.
1.1.3 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dan

pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang

diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan Faktur

Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah.Penerimaan sediaan

farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila Apoteker berhalangan

hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat didelegasikan kepada Tenaga

Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang SIA.

1.1.4 Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara

dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat

yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak

mutu sediaan farmasi. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu

sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab,

menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan.

Ruang penyimpanan di Apotek Arjasa dilengkapi dengan rak/lemari

obat, pallet, pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan

khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus (obat

keras yang mengandung obat-obat tertentu), pengukur suhu dan kelembaban,

serta kartu kendali suhu.

Perbekalan farmasi di Apotek Arjasa disimpan berdasarkan bentuk

sediaan yang disusun secara alfabetis dan berdasarkan prinsip FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Prinsip penyimpanan yang

diutamakan di Apotek Arjasa ialah prinsip FEFO agar perputaran barang di

Apotek Arjasa dapat terpantau dengan baik dan dapat meminimalkan jumlah

obat yang kadaluarsa. Dengan demikian, dapat meminimalisir kerugian yang

akan ditanggung apotek.

Setelah melakukan penerimaan barang, barang bisa langsung disimpan

di rak obat jika persediaan di rak obat telah habis, atau dilakukan

penyimpanan di gudang jika persediaan obat di rak obat masih dalam jumlah

yang banyak.

1.1.5 Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau

elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama sediaan farmasi,

tanggal kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan. Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang

telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan

sediaan farmasi di apotek.

1.1.6 Distribusi Obat


Distribusi obat adalah sediaan farmasi yang hanya dapat dilakukan

setelah mendapatkan izin edar. Pemerintah berwenang mencabut izin dan

memerintahkan penarikan sediaan farmasi dari peredaran yang terbukti tidak

memenuhi persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan, dapat disita dan

dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Peredaran sediaan farmasi dilaksanakan dengan memperhatikan upaya

pemeliharaan mutu sediaan farmasi (Ade, 2010).

1.2 Pemusnahan

Sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi kedaluwarsa atau rusak

yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan

disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan sediaan farmasi

selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh

tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep

menggunakan Lampiran 8 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan dan penarikan Sediaan

Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus

dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan

peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan


perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi

sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan

laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

1.3 Administrasi Pengelolaan Obat, Pelaporan, SDM, Resep dan Pajak

1.3.1 Administrasi Pengelolaan Obat

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, apoteker perlu


melaksanakan kegiatan administrasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
penelusuran bila diperlukan baik dalam berbagai aspek seperti legalitas,
pelaporan, dan keuangan (Prabandari. 2018).
Kegiatan Administrasi Apotek selain menjalankan fungsi
kefarmasiannya juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk
mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek tersebut. Kegiatan
administrasi yang dilakukan di Apotek meliputi administrasi penkualan,
pembelian dan pembukuan, di jelaskan pada poin-poin berikut:
a. Administrasi penjualan pada Apotek Arjasa meliputi kegiatan
pencatatan obat-obat yang terjual di apotek
b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Apotek Arjasa
melakukan pembelian produk dari pedagang besar farmasi dengan
cara kredit dan kontan. PBF memberikan diskon, kebijakan harga,
serta jatuh tempo pembayaran yang berbeda. Pencatatan terhadap
pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari
PBF ke apotek. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan
pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat
dilakukan sesuai dengan waktunya
c. Administrasi pembukuan dilakukan untuk mencatat transaksi-
transaksi penjualan yang telah dilaksanakan oleh Apotek Arjasa,
baik pengeluaran maupun pemasukan. Pengelolaan ini dilakukan
oleh apoteker pendamping yang dibantu oleh karyawan.
1.3.2 Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat

pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk

penjualan) dan pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,

meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal

merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika,

psikotropika dan pelaporan lainnya.

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan

administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang

disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

1.3.3 Sumber Daya Manusia

SDM merupakan aset penting bagi apoteker, karena SDM memproduksi

barang dan jasa, mengendalikan mutu produk, menghasilkan sumber daya

keuangan dan menyusun keseluruhan strategi. Tanpa SDM yang efektif

sangat tidak mungkin apotek dapat mencapai sasarannya.

Apoteker berperan untuk mengelola perbekalan farmasi di apotek.

Menurut Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993, pengelolaan perbekalan

farmasi di apotek meliputi :

a Pembuatan pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,


pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
b Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan
farmasi lainnya.

Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi tentang :


a Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan
baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada
masyarakat.
b Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,
bahaya suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya, pelayanan
informasi tersebut diatas wajib didasarkan kepada kepentingan
masyarakat.
1.3.4 Resep

Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi


administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian
administratif meliputi:
Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
a. Nama dokter, nomor surat izin praktik (sip), alamat, nomor telepon
dan paraf
b. Tanggal penulisan resep.
c. Paraf / tanda tangan dokter
d. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
e. Bentuk dan kekuatan sediaan
f. Stabilitas
g. Kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
a Ketepatan indikasi dan dosis obat
b Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c Duplikasi dan/atau polifarmasi
d Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
e Kontra indikasi
f Interaksi.
Apabila pada resep ditemukan ketidaksesuaian obat, dosis atau
ketidakjelasan penulisan resep, apoteker dapat menghubungi dokter penulis
resep untuk melakukan konfirmasi.
Apabila ada informasi pasien yang kurang lengkap seperti usia, alamat
dan berat badan maka dapat ditanyakan langusng pada saat skrining resep.
Setelah dilakukan skrining resep, kemudain dilakukan pengecekan
ketersediaan obat beserta pemberian harga obat (untuk resep umum).
Namun apabila obat tidak tersedia, yang dilakukan adalah Melakukan
konfirmasi kepada pasien untuk pengganti obat generic atau paten dengan
kandungan bahan aktif dan kekuatan sediaan dan mempunyai indikasi sama
disertai dengan konfirmasi harga obat, maka dilakukan perhitungan
keseluruhan harga obat dan dikonfirmasikan ke pasien, kemudia dilakukan
penyiapan obat. Namun apabila pasien tidak menyetujui salah satu pilihan di
atas, maka apoteker menawarkan kepada pasien utuk melakukan penebusan
obat yang tersedia dengan diberikan copy resep. Apoteker memberikan
informasi pada pasien untuk menebus sisa obat sebelum seluruh obat yang
ditebus habis. Apabila pasien menyetujui, dilakukan konfirmasi harga dan
penyiapan obat.
Pengumpulan resep-resep disimpan sebagai arsip apotek dalam lemari
khsus. Lama penyimpanan resep hingga 5 tahun. Setelah 5 tahun
penyimpanan, maka resep dapat dimusnahkan. Sebelum dimusnahkan untuk
resep yang mengadung narkotika dan psikotropika dihitung jumlahnya.
Resep dimusnhakan dengan cara dibakar. Berita Acara Pemusnahan (BAP)
mencantumkan waktu dan tempat pemusnahan, jumlah resep narkotika dan
psikotropika yang dimusnahkan, nama dan tanda tangan saksi serta apoteker
yang melasakanakan pemusnahan.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep
dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap
tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
1.3.5 Pelaporan Pajak

Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) apotek dilakukan setiap bulannya

menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dari kantor pajak dengan

menggunakan dasar perhitungan pendapatan aapotek. Pembayaran pajak

dilakukan di kantor pos atau bank yang ditunjuk paling lambat tanggal 20 di

bulan berikutnya apabila sudah membayar ke kantor pajak paling lambat

tanggal 20-nya. (Apabila terlambat dalam melakukan pembayaran maka akan

diberikan sanksi berupa denda biaya bunga perhari dan apabila terlambat

melaporkan ke Kantor Pajak maka akan diberi sanksi dalam jumlah tertentu).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Pengelolaan Sediaan Obat

Pengelolaan sediaan Farmasi di Apotek Punten telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dimana pelayanan kefarmasian di Apotek merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan apotek yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai (BMHP) yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik di fasilitas kesehatan masyarakat

khususnya apotek (Permenkes, 2016).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek meliputi standar Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan (Permenkes, 2016).

2.1.1 Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan

tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP yang sesuai dengan kebutuhan. Berikut merupakan

tujuan dari perencanaan :

a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan

dan BMHP yang mendekati kebutuhan.

b. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

secara rasional.

c. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP. d.

Menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.

d. Efisiensi biaya.

e. Memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan

biaya distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.

Gambar Buku Defecta

Perencanaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di Apotek Arjasa

dilakukan dengan metode Just In Time (JIT) dimana order akan dilakukan

apabila persediaan barang hampir habis. Dalam metode Just In Time,


perusahaan memberikan kepercayaan kepada pemasok untuk memasok bahan

hanya pada saat perusahaan memerlukannya dalam jumlah yang diperlukan.

Kelemahan dari sistem ini adalah jika tidak didukung dengan keteraturan

defecta dan perhitungan stok pengamanan, maka akan mengakibatkan

terganggunya sistem pengelolaan obat. Untuk menghindari kelemahan

tersebut, proses defecta di Apotek Arjasa dilakukan setiap hari dengan cara

mencatat di buku defecta.

Buku defekta merupakan buku pencatatan untuk seluruh sediaan

farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan. Format

penulisan buku defekta meliputi nama obat, kekuatan dan bentuk sediaan.

Proses perencanaan di Apotek Arjasa, dilakukan setiap shift pagi untuk obat

bebas, alat kesehatan dan BMHP serta hari minggu rabu shift sore untuk obat

keras, narkotik, psikotropik, precursor, dan oot. Barang yang telah memasuki

buffer stock akan dicatat di buku defekta, sehingga nantinya akan dilakukan

pengadaan barang ke PBF.

Proses perencanaan juga dilakukan berdasarkan hasil analisa apoteker

terkait dengan pola konsumsi, pola penyakit dan budaya serta status ekonomi

atau kemampuan masyarakat. Pola konsumsi dapat dilihat dari dari daftar

obat-obatan fast moving, seperti obat-obatan demam, batuk, flu, diare, nyeri,

hipertensi, diabetes mellitus, penyakit lambung, asam urat, kolesterol, alergi

dan lain sebagainya. Sistem pengadaan untuk stok obat-obatan yang fast

moving tersebut akan disediakan lebih beragam dan/atau disediakan dengan

jumlah yang lebih banyak dari obat-obat yang lainnya yang bersifat slow

moving. Sementara itu, Status ekonomi masyarakat sekitar Apotek Arjasa


sangat beragam, sehingga Apotek Arjasa menyediakan perbekalan farmasi

dan alat kesehatan dengan harga dan jenis merk yang beragam agar dapat

dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Oleh karena itu, selain

menyediakan obat-obata generik, Apotek Arjasa juga menyediakan beragam

obat generik bermerek (branded generic).

2.1.2 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin

kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

di apotek dilaksanakan dengan pembelian. Pembelian merupakan suatu

metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan

harga. Apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada

kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin

Edar), reputasi produsen (distributor berijin dengan penanggungjawab

Apoteker dan mampu memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat,

ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat), mutu pelayanan pemasok,

dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan

pengemasan.

Pemesanan barang di Apotek Arjasa dilakukan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pemesanan langsung dilakukan langsung lewat sales


yang datang setiap hari Senin dan Kamis, sementara pemesanan tidak

langsung dilakukan dengan cara lewat aplikasi yang disediakan oleh

distributor tertentu atau dapat pula dilakukan dengan cara memfoto surat

pesanan dan dikirim melalui pesan whatsapp. Selanjutnya SP diberikan

bersamaan dengan datangnya produk yang dipesan.

Mekanisme pemesanan secara langsung di Apotek Arjasa ialah para

sales yang datang akan meninjau buku defekta. Kemudian, para sales tersebut

akan mendata macam-macam barang yang tersedia di PBF masing-masing

beserta dengan besarnya diskon yang diberikan kepada Apotek Arjasa.

Selanjutnya, akan dilakukan penyeleksian PBF untuk menentukan PBF mana

yang akan dipilih.

Penentuan dari pemilihan distributor saat proses perencanaan

didasarkan pada empat kriteria yaitu ketersediaan produk, lama waktu tunggu

pengiriman, harga produk atau diskon yang akan diberikan, dan tanggal jatuh

tempo (sejak obat diterima). Ketersediaan produk artinya apakah produk

benar tersedia di PBF tersebut dengan jumlah yang banyak atau cukup.

Selanjutnya untuk lama waktu tunggu maksudnya berapa lama total waktu

dari pemesanan hingga penerimaan obat, jika waktu tunggu terlalu lama maka

produk tidak dipesan di PBF tersebut karena dikhawatirkan akan terjadi

kekosongan stok saat produk tidak kunjung datang. Poin berikutnya yaitu

harga produk atau diskon yang diberikan. Hal tersebut berpengaruh untuk

meminimalisir pengeluaran dan dapat digunakan untuk memesan produk

yang lainnya. Poin keempat yaitu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
dimulai dari produk diterima oleh apotek. Semakin lama waktu jatuh tempo

maka akan menjadi pertimbangan bagi apoteker.

Setelah memilih distributor yang tepat, dilakukan pemesanan dengan

cara membuat Surat Pesanan (SP). Surat Pesanan di Apotek Arjasa terdiri dari

lima macam yaitu Surat Pesanan Narkotika, Surat Pesanan Psikotropika,

Surat Pesanan Prekursor, Surat Pesanan Obat-obat Tertentu, Surat Pesanan

obat BPJS (untuk pasien rujuk balik) dan Surat Pesanan Reguler (untuk

pemesanan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras). Semua jenis Surat

Pesanan dibuat 2 rangkap (1 rangkap/SP asli untuk PBF dan 1 rangkap

lain/copy untuk arsip apotek), kecuali Surat Pesanan Narkotika yang dibuat 4

rangkap (rangkap pertama untuk PBF Kimia Farma, rangkap kedua untuk

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), rangkap ketiga untuk Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, dan rangkap keempat untuk arsip Apotek). Setiap

SP harus memuat SIA (Surat Ijin Apotek) dan SIPA (Surat Ijin Praktek

Apoteker).

Khusus untuk pengadaan obat BPJS dapat dilakukan dengan tiga cara.

Obat BPJS ini khusus diperuntukkan salah satunya bagi Apotek yang bekerja

sama dengan BPJS untuk menjadi Apotek PRB (Pasien Rujuk Balik). Obat-

obat ini tentunya adalah obat yang sesuai dengan daftar formularium nasional

BPJS. Contohnya yaitu seperti Adalat Oros 30 mg, Candesartan 8 mg,

Metformin 500 mg, V-blok, dll. Obat-obat tersebut dapat dipesan melalui tiga

cara, yang pertama yaitu via e-purchasing. E-purchasing atau E-catalog

merupakan aplikasi yang disediakan BPJS untuk melakukan pemesanan obat

dengan harga sesuai cover BPJS. Pada pemesanan ini apotek tidak perlu
membuat SP karena akan ada notifikasi otomatis pada distributor yang dituju.

Setelah itu Apoteker biasanya akan menghubungi distributor via whatsapp

untuk konfirmasi pemesanan dan menunggu obat tersebut diantar. Kelemahan

dari sistem ini yaitu terkadang obat yang dibutuhkan tidak tersedia di aplikasi

e-catalog sehingga terkadang terjadi kekosongan obat di Apotek.

Cara kedua yaitu pemesanan kepada distributor menggunakan SP

dengan perseyujuan BPJS. Apoteker menulis SP untuk obat-obat BPJS

menggunakan SP reguler yang ditujukan untuk distrobutor. Sebelum SP

diberikan ke distributor, SP harus disalin dalam bentuk ketikan dan dicetak 1

rangkap. Selanjutnya dokumen tersebut diberi lampiran berupa kartu stok

obat BPJS yang ada di Apotek. SP dan lampiran dibawa menuju kantor BPJS

untuk mendapatkan persetujuan. Jika sudah diberi stampel dan tanda tangan,

maka artinya Apotek sudah mendapatkan persetujuan untuk memesan obat

tersebut ke distributor dengan harga BPJS.

Cara ketiga yaitu dengan harga penyamaan. Cara ini biasanya dilakukan

apabila obat tidak tersedia di aplikasi e-catalog. Maksud dari harga

penyamaan yaitu harga obat kurang lebih sama dengan harga cover BPJS.

Biasanya sales dari distributor menawarkan obat BPJS dengan harga setara

dengan harga BPJS akan tetapi Apotek harus melakukan order obat tersebut

dengan jumlah yang banyak. Apabila melakan cara ini maka Apoteker harus

benar-benar memikirkan apakah penawaran tersebut dapat diterima dengan

mempertimbangkan apakah penggunaan obat tersebut banyak atau tidak di

Apotek untuk menghindari terjadinya obat kadaluarsa atau kerugian Apotek.


Gambar SP NArkotika dan Psikotropika

Gambar SP OOT dan Prekursor

Gambar SP Obat Bebas dan Obat BPJS

Berikut ini merupakan daftar distributor obat yang bekerja sama dengan

Apotek Arjasa, diantaranya :

 PT. Antar Mitra Sembada

 PT. Anugrah Argon Medika

 PT. Anugerah Pharmindo Lestari


 PT. Bina San Prima

 PT. Cahaya Mutiara Farma

 PT. Enseval Putera Megatrading, Tbk.

 PT. Gehael Nusantara

 PT. Medilab

 PT. Pangestu Pharmindo Muliatama

 PT. Pyridam Farma, Tbk.

 PT. Tri Sapta Jaya

 PT. Sapta Sari Tama, dll.

2.1.3 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dan

pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang

diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan Faktur

Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah.Penerimaan sediaan

farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila Apoteker berhalangan

hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat didelegasikan kepada Tenaga

Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang SIA.

Apabila hasil pemeriksaan ditemukan sediaan farmasi yang diterima

tidak sesuai dengan pesanan seperti nama, kekuatan sediaan sediaan farmasi,

jumlah atau kondisi kemasan dan fisik tidak baik, maka sediaan farmasi harus

segera dikembalikan pada saat penerimaan. Apabila pengembalian tidak dapat

dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman melalui ekspedisi


maka dibuatkan Berita Acara yang menyatakan penerimaan tidak sesuai dan

disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan. Jika pada hasil pemeriksaan

dinyatakan sesuai dan kondisi kemasan baik maka Apoteker atau Tenaga

Kefarmasian yang mendapat delegasi wajib menandatangani Faktur

Pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang dengan mencantumkan nama

lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.

2.1.4 Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan untuk menjaga mutu dan stabilitas obat,

mengoptimalkan tempat yang tersedia dan juga memudahkan proses

pelayanan di Apotek.Penyimpanan obat di Apotek Arjasa terdiri dari

beberapa unsur yang pertama yaitu berdasarkan golongan obat. Obat-obat

bebas, keras, precursor, OOT disimpan pada etalase masing-masing. Kedua

yaitu berdasarkan bentuk sediaan. Misal pada golongan obat keras dipisah

antara obat keras tablet, obat keras sirup, dan obat keras untuk pemakaian luar

(salep, tetes mata, tetes telinga). Obat-obat tersebut disimpan dalam suhu

ruang 25◦C dan dikontrol dengan thermomether yang telah dikalibrasi.


Gambar Penyimpanan Obat di Apotek Arjasa

Begitu pula pada golongan obat lain juga dipisah berdasarkan ketentuan

suhu penyimpanan yang tertera pada kemasan primer. Obat-obat yang

disimpan dilemari pendingin merupakan sediaan yang tidak stabil pada suhu

kamar atau membutuhkan suhu penyimpanan yang rendah, antara lain

suppositoria, ovula, sediaan dengan bakteri Lacto bacillus, tablet salut gula

beberapa sediaan injeksi seperti insulin, dan lain-lain. Obat-obat tersebut

harus harus disimpan pada suhu 2-8◦C dan suhu dimonitor secara berkala

pada thermometer yang telah dikalibrasi.

Pengecualian untuk obat-obat BPJS, obat diletakkan menjadi satu di

etalase tersendiri . Hal ini dikarenakan obat-obat BPJS pengadaannya terpisah

dengan obat-obat reguler. Buku stok obat BPJS juga berbeda dengan obat

reguler. Format pengisian buku stok BPJS terdiri dari tanggal, nama pasien,
nama fasilitas layanan kesehatan (faskes) tingklat I, jumlah obat keluar, sisa

stok, dan paraf.

Berikutnya untuk penyimpanan obat narkotika dan psikotropika

masing-masing diletakkan pada lemari khusus dengan 2 lapis pintu dan

dengan dua kunci yang berbeda. Lemari diletakkan didalam ruang peracikan

dalam kondisi terkunci pada tempat yang tidak terlihat umum dan tidak

mudah dipindahkan. Penyimpanan obat golongan ini sudah sesuai dengan

Permenkes nomor 5 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

Penyusunan penyimpanan obat, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai di Apotek Arjasa menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Metode First

In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang lebih dulu akan dikeluarkan

terlebih dahulu,. Sedangkan metode First Expired First Out (FEFO) yaitu

baik obat yang baru diterima atau yang sudah ditata di etalase jika waktu

kadaluarsanya lebih pendek maka akan diletakkan di tempat yang terdekat

dengan petugas supaya obat dapat dikeluarkan terlebih dahulu.

Di Apotek Arjasa sendiri prinsip penyimpanannya lebih menerapkan

sistem FEFO. Hal ini dikarenakan sistem tersebut memiliki keuntungan yaitu

obat yang tanggal kadaluarsanya lebih cepat dapat diserahkan kepada pasien

terlebih dahulu, sehingga meminimalisir terjadinya obat kadaluarsa. Salah

satu alternatif lain yang dilakukan oleh Apotek Arjasa untuk mencegah

kekadaluarsaan obat yaitu dengan memisahkan obat yang mendekati tanggal

kadaluarsa (≤ 1 tahun) di etalase terpisah. Sistem yang dilakukan Apotek

Arjasa ini terbilang berhasil karena selama ini tidak ada pemusnahan obat
kadaluarsa. Dengan demikian, dapat meminimalisir kerugian yang akan

ditanggung apotek.

Penataan dan penyimpanan obat dan perbekalan farmasi yang telah

ditata berdasarkan penggolongan obat, bentuk sediaan dan suhu penyimpanan

kemudian disusun secara alfabetis (A-Z) sehingga memudahkan

pengambilan. Dengan sistem penataan seperti ini, diharapkan akan lebih

memudahkan pemilihan obat yang sesuai dengan kebutuhan, serta

menghindari kesalahan pemberian obat yang dapat berakibat fatal. Penataan

dan penyimpanan sediaan farmasi juga harus memperhatikan faktor

lingkungan untuk menjaga stabilitas obat. Faktor lingkungan yang

diperhatikan dalam penataaan dan penyimpanan obat adalah sinar matahari,

suhu, dan kelembaban. Sebaiknya obat-obat tidak terkena sinar matahari

langsung, suhu dijaga dengan sirkulasi yang cukup, dan lemari penyimpanan

dijauhkan dari kamar mandi karena kelembaban yang relatif tinggi di sekitar

kamar mandi. Penyimpanan di Apotek Arjasa sudah sesuai dengan tata cara

penyimpanan Obat dan Alat Kesehatan di Apotek sudah diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016

2.1.5 Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal

kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan

(Permenkes.2016).

Pengawasan inventory/pengendalian yang dilakukan di Apotek Arjasa

meliputi, kartu stok, buku defecta, dan stock opname. Pengendalian di Apotek

Arjasa dilakukan secara manual dengan cara menggunakan kartu stok. Setiap

pengambilan atau penambahan sediaan harus di tulis di kartu stok. Kartu stok

berupa lembaran berisi tabel yang terdiri dari tanggal, nomor dokumen,

sumber/tujuan, tanggal kadaluarsa sediaan, jumlah masuk, jumlah keluar, dan

sisa stok sediaan. Buku defecta merupakan buku pencatatan untuk seluruh

sediaan farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan.

Buku ini digunakan sebagai pengingat produk apa saja yang harus dipesan ke

distributor obat untuk memenuhi kebutuhan persediaan di Apotek.

Stock Opname yang dilakukan di Apotek Arjasa meliputi dari

pengecekan quantity produk (fisik) dengan pendataan di komputer, menjamin

kualitas, kuantitas dan terhindar dari kerusakan dan kadaluarsa. Berdasarkan

hasil observasi, stock opname di Apotek Arjasa dilakukan dengan cara

mencatat nama dan jumlah persediaan perbekalan farmasi pada lembar Stock

Opname. Setelah itu dituliskan harga netto masing-masing produk tersebut

lalu dikalikan dengan jumlah produk sehingga didapatkan nilai dari produk

tersebut. Selanjutnya semua hasil perhitungan pasa masing-masing produk

ditotal dan diperoleh hasil total nilai produk di Apotek Arjasa.

2.2 Pemusnahan Obat Rusak dan Kadaluarsa


Berdasarkan pengamatan dan informasi dari Apoteker Penanggung Jawab, di

Apotek Arjasa berikut dengan cabang-cabangnya tidak pernah melakukan

pemusnahan obat. Hal ini dikarenakan obat yang mendekati tanggal kadaluarsa

atau kurang dari satu tahun akan dipisah dan ditata dalam satu etalase. Jadi jika

ada pasien yang memerlukan obat tertentu, maka Apoteker/TTK akan

memprioritaskan obat yang berada di etalase tersebut.

2.3 Administrasi Pengelolaan Obat, Pelaporan, SDM, Resep dan Pajak

Di Apotek Arjasa administrasi atau pencatatan dilakukan setiap hari di setiap

proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

(BMHP). Pencatatan yang dilakukan meliputi Surat Pesanan dan faktur pembelian

untuk proses pengadaan, pencatatan keuangan, rekap resep, pencatatan kartu stok,

pencatatan buku arsip stok, pencatatan buku defekta, dan pencatatan penyerahan

obat keras tanpa resep dokter yang disebut juga dengan buku pelayanan obat

keras.

Surat pesanan yang dibuat oleh Apoteker Penanggung Jawab seperti pada

Surat Pesanan regular (obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras) meliputi

nama apotek, alamat apotek, nomor telepon apotek, SIA, nomor surat pesanan,

tanggal, nama PBF, obat yang dipesan (nama obat, jumlah, satuan), TTD

Apoteker Penanggung Jawab, nama Apoteker Penanggung Jawab, SIPA, dan

stempel apotek. Sementara itu, pada surat pesanan obat precursor dan obat-obat

tertentu meliputi nomor surat pesanan, nama Apoteker Penanggung Jawab,

jabatan, SIPA, nama PBF, alamat PBF, nomor telepon, obat yang dipesan (nama

obat, kandungan zat aktif, bentuk dan kekuatan sediaan, satuan, jumlah, dan
keterangan), nama apotek, alamat, SIA, TTD Apoteker Penanggung Jawab, nama

terang apoteker, nomor SIPA, dan stempel apotek

Faktur dari PBF, yang meliputi identitas PBF (nama PBF, alamat, nomor

telepon, nomor ijin PBF, NPWP), identitas penerima (nama apotek, NPWP,

alamat apotek, nomor telepon), nomor faktur, nomor invoice, tanggal pembelian,

metode bayar, tanggal jatuh tempo, nama sales, obat yang dipesan (nama obat,

nomor batch, tanggal kadaluara, jumlah, harga satuan, diskon, sub total), PPN,

Netto, TTD penerima, TTD penanggung jawab PBF.

Pencatatan keuangan dilakukan setiap hari diakhir jam operasional. Format

penulisan buku keuangan meliputi hasil penjualan barang, selisih pendapatan yang

diterima dengan pencatatan biaya setiap penebusan obat, pendapatan yang

diterima, pengeluaran, total uang yang diserahkan ke Apoteker Penanggung Jawab

Apotek.

Rekap resep digunakan sebagai arsip dari setiap resep yang telah dilayani

oleh Apotek Arjasa. Rekap resep berguna untuk memudahkan telusur riwayat

pengobatan beserta dengan biaya penebusan resep. Format penulisan di buku

rekap resep meliputi tanggal resep masuk, nomor resep, nama obat, dan harga

penebusan resep.

Pencatatan kartu stok dilakukan setiap terjadi mutasi obat. Kartu stok terdiri

atas dua macam, yaitu kartu stok untuk obat-obatan regular, dan kartu stok obat

golongan narkotika, psikotropika, dan obat keras yang mengandung obat-obat

tertentu atau prekursor. Kartu stok regular tanggal mutasi obat, asal PBF, nomor

batch, expired date, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa obat

dan paraf tenaga kefarmasian. Kartu stok golongan narkotika, psikotropika, dan
obat keras yang mengandung obat-obat tertentu atau prekursor, meliputi tanggal

mutasi obat, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa stok, nama

dokter, nomor resep.

Buku arsip stok obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat keras yang

mengandung obat-obat tertentu atau prekursor, dimana format penulisan meliputi

tanggal mutasi obat, jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang keluar, sisa stok,

nama dokter, nomor resep, dan nama pasien.

Pencatatan buku defekta adalah buku pencatatan untuk seluruh sediaan

farmasi yang habis atau stoknya tersisa sedikit dalam pelayanan. Format penulisan

buku defekta meliputi tanggal, nama obat, kekuatan dan bentuk sediaan.

Pencatatan buku pelayanan obat keras, dilakukan setiap kali terjadi penyerahan

obat keras tanpa resep dokter kepada pasien. Format penulisan buku pelayanan

obat keras meliputi nomor, nama pasien, alamat, nomor telepon, keluhan, obat

yang diserahkan, KIE yang disampaikan, dan tanda tangan pasien sebagai bentuk

informed consent. Buku pelayanan obat keras tersebut sekaligus dapat digunakan

dalam hal pelaporan penyerahan obat keras tanpa resep dokter kepada instansi

pemerintah yang melaksanakan inspeksi (seperti BPOM, BBPOM, atau tim

akreditasi, dan lain sebagainya).

Pelaporan yang dilakukan meliputi 2 jenis yaitu pelaporan internal (untuk

manajemen apotek) dan pelaporan eksternal. Pelaporan internal dilakukan oleh

apoteker dan admin keuangan setiap hari atau setiap bulan. Apoteker melaporkan

dan memberikan evaluasi terkait pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan

kefarmasian yang dilalui selama 1 bulan sedangkan admin keuangan melaporkan

omset tunai, debit, kredit, total pengeluaran, total yang disetor. Sementara itu,
pelaporan eksternal yang dilakukan oleh Apotek Arjasa adalah pelaporan

narkotika dan pikotropika yang melalui aplikasi SIPNAP yang ditujukan untuk

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan Balai Besar POM

setempat. Pelaporan dilakukan setiap bulannya dengan batas maksimal pelaporan

adalah tanggal 10 di setiap bulannya.

Sebelum melaporkan penggunaan narkotika dan psikotropika melalui aplikasi

SIPNAP, Apoteker membuat rekapan data penggunaan obat-obatan golongan

narkotika dan psikotropika terlebih dahulu. Rekap data tersebut meliputi nomor,

nama obat, satuan, stok awal, asal obat dan jumlah yang diterima, alasan

pengeluaran obat (untuk resep atau sarana) dan jumlah pengeluaran, dan stok

akhir.

BPJS kronis (PRB), yang meliputi laporan stok obat, laporan kendala obat

dan MTM yang dikirimkan ke kantor BPJS Malang sebelum tanggal 5 setiap

bulannya. Selain itu, juga dilakukan proses klaim resep setiap bulannya dengan

mengirimkan berkas resep dan kelengkapannya yang digunakan untuk syarat

verifikasi data yang telah di entry oleh Apotek ke kantor BPJS Malang sebelum

tanggal 10 setiap bulannya. Sementara itu untuk resep BPJS akut, Apotek Arjasa

akan melakukan klaim resep ke dokter praktek perorangan (DPP) atau klinik yang

mengeluarkan resep tersebut setiap bulannya.

Sumber Daya Manusia (SDM) di Apotek Arjasa yaitu seorang apoteker

penanggung jawab apotek, dua orang apoteker pendamping, asisten apoteker juga

merangkap sebagai kasir dan dua orang admin yang bertugas sebagai merekap

faktur dan surat pesanan dan membuat perubahan harga serta bisa juga membantu

melakukan pengadaan obat. Apotek akan meningkatkan kualitas SDM dengan


mengikuti seminar-seminar tentang kesehatan yang berhubungan dengan

pengembangan apotek.

Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) apotek dilakukan setiap bulannya

menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) dari kantor pajak dengan menggunakan

dasar perhitungan dari laporan Laba/Rugi ditahun sebelumnya. Pembayaran pajak

dilakukan di kantor pos atau bank yang ditunjuk paling lambat tanggal 15 di bulan

berikutnya dan lapor apabila sudah bayar ke kantor pajak paling lambat tanggal

20-nya. Apabila terlambat dalam melakukan pembayaran maka akan diberikan

sanksi berupa denda biaya bunga perhari dan apabila terlambat melaporkan ke

Kantor Pajak maka akan diberi sanksi dalam jumlah tertentu.

PPh terbagi menjadi dua macam yaitu PKP dan Non-PKP. Pajak Non-PKP

diperuntukan bagi apotek yang berpenghasilan kurang dari 4,8 M per tahun.

Sedangkan pajak PKP diperuntukan bagi apotek yang berpenghasilan lebih dari

4,8 M per tahun. Pelaporan pajak Apotek Arjasa masuk dalah golongan Non-

PKP.

Pajak Non-PKP atau dapat disebut pajak UMKM dibayar setiap bulan

dengan beban sebanyak 0,5% dari pendapatan. Akan tetapi khusus Non-PKP,

mendapatkan subsidi di awal sebesar 500 juta per-tahun. Jika jatah subsidi telah

habis makan Apotek wajib membayar dan wajib lapor pajak penghasilan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PKPA Apoteker di Apotek Arjasa disimpulkan bahwa

pengelolaan sediaan farmasi sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 dan sesuai dengan petunjuk teknis

pelayanan kefarmasian di Apotek.

3.2 Saran

Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan di

Apotek Arjasa disarankan memberi jarak atau sekat pada obat-obat LASA atau

yang memiliki kemasan atau nama yang hampir sama sehingga meminimalisir

terjadinya kesalahan pemberian obat. Selain itu dapat membuat box unguk

masing-masing obat agar mempermudah ketik mengambil obat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan nomor 14 Tahun 2019 Tentang Penarikan dan Pemusnahan

Obat yang tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan Keamanan,

Khasiat, Mutu, dan Label. Jakarta : BPOM RI.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tentang Apotek. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peredaran,

Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai