Anda di halaman 1dari 6

Kaitan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonsia Nomor 73


Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
dengan Etik dan Disiplin Apoteker
Indonesia
Pasal-Pasal PMK 73/2016 Terkait Etik dan
Disiplin Apoteker Indonesia

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.) Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Lanjutan...
Pasal 4
1.) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.

Pasal 6
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
 
Pasal 7
Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek wajib mengikuti
Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
Lanjutan
Bab II
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan SediaanFarmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, meliputi
pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Kasus
Sebuah Apotek X mengalami penurunan omzet selama 3 bulan berturut-turut.
Untuk mampu bersaing dengan apotek lain, maka apotek X mencari PBF yang
menjual harga obat yang lebih murah walaupun tidak legal dengan tujuan agar
bisa menjual kembali dengan harga diskon, sehingga mampu bersaing dan dapat
meningkatkan omzet apotek tersebut.
 Pada kasus yang terjadi di apotek diatas, dimana seorang apoteker ingin
mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan memikirkan keselamatan
masyarakat, hal ini dapat dikategorikan ke dalam kasus pelanggaran kode etik
apoteker.
Pelanggaran:
- PMK No. 73 Tahun 2016
Pasal 4
Ayat 1 : Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.
- Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhi diri dari
usaha mencari keuntungan sendiri semata yang bertentangan dengan martabat
Lanjutan ...
Solusi kasus:
Berdasarkan PMK No. 73 Tahun 2016 Pada Bab II bagian pengadaan
seharusnya Apoteker membeli sediaan farmasi di distributor resmi untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian dan lebih mementingkan mutu
pelayanan dibanding bisnisnya. Apabila omzet apotek mengalami penurunan
sebaiknya pemilik apotek lebih mengatur dalam hal perencanaan dan pengadaan
obat-obat yang akan dipesan sesuai dengan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat sekitar apotek.
Bentuk pelanggaran administratif apoteker yang dapat menyebabkan
malpraktik apoteker jika Apoteker tidak taat pada regulasi yang dibuat
pemerintah. Menteri (Kesehatan) dapat mengambil tindakan administratif
terhadap tenaga kesehatan yang melanggar hukum di bidang sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Tindakan administratif dapat berupa:
a. teguran
b. pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan

Anda mungkin juga menyukai