Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Membuat sediaan obat dalam bentuk suppositoria dengan Aminophylin sebagai zat aktif.
B. MANFAAT
Mengetahui dan memahami apa itu suppositoria dan cara pembuatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI SUPPOSITORIA
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6). Suppositoria vaginal (ovula)
umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat
pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol
atau gelatin tergliserinasi. Umumnya, supositoria rectum panjangnya 32 mm (1,5 inci),
berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa supositoria untuk rectum diantaranya
ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil tergantung kepada bobot jenis
bahan obat dan habis yang digunakan. Beratnya pun berbeda-beda. bobot suppositoria kalau
tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk orang dewasa dan 2 gr untuk anak, suppositoria
disimpan dalam wadah tertutup baik dan ditempat yang sejuk.
1. Tujuan Penggunaan Sediaan Bentuk Suppositoria
a) Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun vagina atau
urethra, seperti penyakit haemorroid / wasir / ambein dan infeksi lainnya.
b) Juga secara rektal digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh
membran mukosa dalam rektum.
c) Apabila penggunaan obat peroral tidak memungkinkan, seperti pasien mudah muntah,
tidak sadar.
d) Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui mukosa
rektal langsung masuk ke dalam sirkulasi darah.
e) Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hepar .
2. Keuntungan Kerugian dari Sediaan Bentuk Suppositoria
Keuntungan :
a) Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b) Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
c) Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih
cepat daripada penggunaan obat peroral.
1

d) Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.


Kerugian
:
a) Daerah absorpsinya lebih kecil
b) Absorpsi hanya melalui difusi pasif
c) Pemakaian kurang praktis
d) Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di rektum
3. Macam Macam Suppositoria
a) Berdasarkan tempat penggunaannya
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya
suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi), berbentuk silinder dengan
kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain berbentuk peluru,
torpedo, atau jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang
digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2gr untuk yang menggunakan basis

oleum cacao.
Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan
lewat vagina, berat umumnya 5 g. Supositoria kempa atau Supositoria sisipan
adalah supositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk
menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV. Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut /
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g.
Supositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bag.gliserin, 20 bag.
gelatin dan 10 bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada

suhu dibawah 350 C.


Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang

panjang antara 7 cm - 14 cm.


b) Berdasarkan basis lemaknya
Bahan dasar lemak coklat (Oleum Cacao)
Bahan dasar PEG
Bahan dasar Gelatin Tergliserinasi
Pada suppossitoria dengan bahan ini perlu penambahan pengawet ( Nipagin )
karena bahan dasar ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan
disimpan ditempat yang dingin.
Kerugian :cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang hygroskopis
yang dapat menyebabkan dehidrasi / iritasi jaringan, memerlukan tempat untuk
melindunginya dari udara lembab supaya terjaga bentuknya dan konsistensinya.
Dalam farmakope Belanda terdapat formula Suppositoria dengan bahan dasar
Gelatin. yaitu : panasi 2 bagian Gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian Gliserin
sampai diperoleh massa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11
bagian. Biarkan massa cukup dingin dan tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh
2

Suppositoria dengan berat 4 gram. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus
dengan sedikit air atau Gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada massa yang

sudah dingin.
Bahan dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol
dapat digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah
ester asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini
dapat digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa
suppositoria lain untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi.
Salah satu keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air.
Tetapi harus hati-hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan
kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang
menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.

4. Basis Suppositoria
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu
ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian. Menurut Farmakope
Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin
tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan
berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Asal dan komposisi kimia


Jarak lebur/leleh
Solid-Fat Index (SFI)
Bilangan hidroksil
Titik pemadatan
Bilangan penyabunan (saponifikasi)
Bilangan iodida
Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
Bilangan asam

Syarat basis yang ideal antara lain :


a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

melebur pada temperatur rektal


tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat
tidak berbentuk metastabil
mudah dilepas dari cetakan
memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
bilangan airnya tinggi
3

h) stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan


i) dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :
a) Bilangan asam < 0,2
b) Bilangan penyabunan 200 245
c) Bilangan iodine < 7
5. Macam macam Basis Suppositoria
a) Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum
cacao, dan macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti
minyak palem dan minyak biji kapas.
Oleum cacao merupakan :
Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo

distearin
Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup,

beraroma coklat
Melebur pada 30-36oC
Titik leleh :31-34 oC
Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol

panas, sedikit larut dalam etanol 95%.


Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 oC menyebabkan pembentukan

kristal menstabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 oC


Bilangan iod 34 38
Bilangan asam 4
Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari

cahaya.
Bentuk polimorfisa :
Bentuk melebur pada 24C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba
sampai 0oC.
Bentuk diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C
titik leburnya 28-31 oC.
Bentuk stabil diperoleh dari bentuk , melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
Bentuk melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao
suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu
yang sangat dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat
4

pemanasan, proses pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal


non stabil dapat dihindari dengan cara :
Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan
krsital non stabil.
Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya seeding).
Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.

Kelemahan dengan menggunakan basis ini adalah sebagai berikut :

Meleleh pada udara yang panas


Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
Titik leburnya dapat turun atau naik bila ditambahkan bahan tertentu
Adanya sifat Polimorfisme
Sering bocor (keluar dari rektum karena mencair) selama pemakaian
Tidak dapat bercampur dengan sekresi.
Karena ada beberapa kelemahan Ol.Cacao tersebut, maka dicari pengganti

Ol.Cacao sebagai bahan dasar Suppositoria yaitu :

Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
Campuran cetilalkohol dengan Ol.Amygdalarum dalam perbandingan = 17 : 83
Ol.Cacao sintetis : Coa buta , Supositol

Hal-hal yang harus diperhatikan :


Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40oC

Jangan memperlama proses pemanasan


Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13 oC dibawah titik leburnya sehingga
dapat dimanfaatkan dalam pembuatan suppositoria (menjaga suppositoria tetap

cair tanpa berubah menjadi bentuk tidak stabil).


Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan
absorpsi air sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi

dalam oleum cacao.


Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti
Al-monostearat atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat
tiksotropik.

Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak
atsiri,creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan campuran malam atau spermaceti
(lemak ikan paus).

b) Basis Suppositoria yang Larut dan Bercampur dengan Air


Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis
polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam
rektal sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut
dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan oleum cacao
sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin
yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppositoria harus dibasahi
terlebih dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen
glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG
yang umum digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000,
6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masingmasing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400,
600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata
lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan
bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai
perbandingan dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk
memperoleh basis suppositoria dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan.
PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi
daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam
penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppositoria akan meleleh
di tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak).
Contoh formula basis
PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin
disintegrasi yang cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a)
sehingga dapat disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin
pelepasan zat yang lambat. Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika
6

terkena suhu tubuh, tetapi perlahanlahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu
basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh saja
dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan campuran PEG yang
mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis
begitu suppositoria dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat
dilakukan di luar lemari es dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppositoria
dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air untuk mencegah rangsangan pada
membran mukosa dan rasa menyengat, terutama pada kadar air dalam basis yang
kurang dari 20%.
Keuntungan basis PEG :

stabil dan inert


polimer PEG tidak mudah terurai.
Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas sehingga memungkinkan
formula suppositoria dengan berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi

yang berbeda.
Tidak membantu pertumbuhan jamur
Kerugian basis PEG:

secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.


dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat

bentuk suppositoria rusak


kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG

dengan BM tinggi.
cenderung lebih mengiritasi mukosa daripada basis lemak.
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sebagai basis suppositoria dan

memberikan keuntungan sebagai berikut :

titik lebur suppositoria dapat meningkat sehingga lebih tahan terhadap suhu

ruangan yang hangat.


pelepasan obat tidak tergantung dari titik lelehnya.
stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
sediaan suppositoria akan segera bercampur dengan cairan rektal.

c) Basis Surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan
tanpa penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan
basis lain. Basis ini dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut
lemak.

Keuntungan :
Dapat disimpan pada suhu tinggi
Mudah penanganannya
Dapat bercampur dengan obat
Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
Nontoksik dan tidak mensensitisasi

6. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat Per Rektal


a) Faktor fisiologis :
Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah.
Epitel rektum keadaannya berlipoid (berlemak), maka diutamakan permeable terhadap
obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).
b) Faktor fisika-kimia dari obat dan basis :
Kelarutan obat : Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat terabsorpsi

dari pada obat yang larut dalam air.


Kadar obat dalam basis : bila kadar obat naik maka absorpsi obat makin cepat.
Ukuran partikel : ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan larut dari obat

ke cairan rektal.
Basis Suppositoria : Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak
dilepas segera ke cairan rektal bila basis cepat melepas setelah masuk ke dalam
rektum, dan obat akan segera diabsorpsi dan aksi kerja awal obat akan segera nyata.
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis larut dalam air, aksi kerja awal
dari obat akan segera nyata bila basis tadi segera larut dalam air.

7. Nilai Tukar
Pada pembuatan supositoria menggunakan cetakan, volume supositoria harus tetap.
Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan,
misalnya ekstrak belladonea dan garam alkaloid. Nilai tukar dimaksudkan untuk
mengetahui bobot minyak cokelat yang mempunyai volume yang sama dengan 1g obat.
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk garam Bismuth dan
Zincy Oxydum. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap satu. Bila supositoria mengandung
obat atau zat padat yang banyak, pengisian pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi
8

dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu,
untuk membuat supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan
perhitungan nilai tukar.
Nama Obat
Acidum boricum
Garam alkaloid
Bismuth subgallas
Ichtam molum
Tanninum
Aethylis aminobenzoas
Aminoplhylinum
Bismuth subnitras
Sulfonamidum
Zinci oxydum

Nilai tukar ol cacao per 1g


0.65
0.7
0.37
0.72
0.68
0.68
0.86
0.20
0.60
0.25

B. CARA PEMBUATAN SUPPOSITORIA


Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih
agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika
obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan
dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan.
Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun ada
juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk
mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan,
supositoria harus dibuat berlebih (10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih
dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap liniment) agar
sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk
supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai
pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG
dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut
sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria :
1. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan
mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris,
kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper,
sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa
digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki.

Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan
salah satu ujungnya diruncingkan.
2. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang
dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria
yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.
3. Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap
untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif
diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan
logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.
C. PENGEMASAN SUPPOSITORIA
Suppositoria gliserin dan suppositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah
gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi suppositoria.
Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau
dipisahkan satu sama lainnya pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya
hubungan antar suppositoria tersebut dan mencegah perekatan. Suppositoria dengan kandungan
obat yang sedikit pekat biasanya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya
seperti lembaran metal ( alufoil ). Sebenarnya kebanyakan suppositoria yang terdapat di
pasaran di bungkus dengan alufoil atau bahan plastic satu per satu. Beberapa diantaranya
dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan dengan merobek lubanglubang yang terdapat diantara suppositoria tersebut. Suppositoria ini biasa juga dikemas dalam
kotak dorong ( slide box ) atau dalam kotak plastic.
Karena suppositoria tidak tahan pengaruh panas, maka perlu menjaga dalam tempat yang
dingin. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F dan akan lebih
baik bila disimpan dalam lemari es. Suppositoria gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di
bawah 350F. suppositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan dalam suhu
ruangan biasa tanpa pendinginan. Supositoria yang disimpan dalam lingkungan yang
kelembaban nisbinya tinggi mungkin akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon
sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering sama sekali mungkin akan kehilangan
kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh.

D. EVALUASI SUPPOSITORIA
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur
rata dengan bahan dasar suppositoria atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan
10

mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi
yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian
suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada
kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji
kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Kesegaman Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti
sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa
sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan
memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu,
suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama
dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu
hancurnya 15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat
diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh.
Pengujian menggunakan media air, dikarenakan sebagian besar ( 60%) tubuh manusia
mengandung cairan.
4. Uji Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah
sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi
terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur.
Caranya dengan ditimbang seksama sejumlah suppositoria, satu persatu kemudian dihitung
berat rata-ratanya. Hitung jumlah zat aktif dari masing-masing sejumlah suppositoria
dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya
melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman
bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat
dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang
sama pula.
5. Uji Titik Lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan
supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air
dengan suhu 37C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu
leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan
untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
11

Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang


menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas.
Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian
yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian
diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang
yang dimasukkan ke dalam tabung.
E. CARA PEMBERIAN SUPPOSITORIA
Waktu pemakaian suppositoria adalah :
Sesudah defactio untuk suppositoria analia
Pada saat posisi tidur
Cara pakai suppositoria adalah :
Pertama-tama cucilah tangan terlebih dahulu
Buka bungkus aluminium foil dan lunakkan suppositoria dengan air
Berbaring miring dengan tungkai yang di bawah lurus, dan yang di atas ditekuk
Masukkan suppositoria ke dalam anus dengan menggunakan jari kira-kira 2 cm dan terus

berbaring selama 15 menit


Cuci tangan setelah memasukkan suppositoria
Jika suppositoria terlalu lunak untuk dimasukkan, dinginkan obat dalam lemari pendingin
selama 30 menit atau direndam dengan air dingin sebelum membuka bungkus aluminium
foil.

F. MONOGRAFI BAHAN
1. Aminophylin
a) Sifat Kimia
Nama Lain
Nama kimia
Rumus Molekul
Berat Molekul
pH
b) Sifat Fisika

: Aminophyllinum
: Theofilina Etilendiamina
: C16H24N10O4
: 420,43
: 8,8

Organoleptis

Pemerian

: serbuk hablur putih atau agak kekuningan, bau lemah mirip

amoniak, rasa pahit, bersifat anhydrous atau tidak mengandung lebih dari 2 molekul
air. Aminofilin mengandung tidak kurang dari 84.0% dan tidak lebih dari 87.4%
teofilin

anhydrous,

serta

mengandung

13.5%

sampai

15%

anhydrous

ethylenediamine.
Kelarutan
: larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika dibiarkan mungkin

menjadi keruh, praktis tidak larut dalam etanol (95%) dan dalam eter.
Khasiat
: Bronkodilator, antispasmodikan, diuretikum
12

Stabilitas

: Sediaan parenteral: Simpan pada suhu 15C-30C, terlindung dari

cahaya. Simpan dalam kardus sampai pada waktu ingin digunakan. Aminofilin
merupakan larutan yang stabil pada suhu ruangan. Pada pH 3.5-8.6, stabilitas dalam
suhu kamar pada konsentrasi tidak kurang dari 40 mg/mL dapat dijaga hingga 48
jam. Stabilitas Aminofilin dalam plastic syringes 5 jam. Aminofilin bersifat basa
(pH sekitar 8.8) sehingga memiliki kecenderungan untuk meluluhkan plastik dan
karet, oleh karena itu tidak direkomendasikan penyimpanan dalam plastic syringes
dalam waktu lama.
2. PEG
Pemerian
Titk lebur
Titik beku
Fungsi
Kelarutan

: serbuk hablur putih, bau manis yang samar/sedikit.


: 56 - 610C
: 4 8 0C
: Pengikat tablet; lubrikan
: Larut dalam air dan dapat bercampur dalam semua proporsi dengan

polietilen glikol lainnya; larut dalam aseton, diklorometana, etanol dan metanol; agak
sukar larut dalam hidrokarbon alifatik dan eter; tidak larut dalam lemak, fixed oil, dan
minyak mineral. Semua PEG larut dalam air dan bercampur dalam berbagai
perbandingan polietilen glikol (setelah dipanaskan, jika diperlukan). Larutan PEG
dengan

bobot

meolekul

yang

tinggi

dapat

gel. Polietilen glikol yang cair larut dalam aseton, alkohol, benzene, gliserin dan glikol.

Polietilen glikol yang wujudnya padat larut dalam aseton, diklorometan, etanol (95%).
Stabilitas : PEG secara kimia stabil di udara dan dalam larutan, walaupun PEG>2000
higroskopis. PEG tidak rentan terhadap pertumbuhan mikroba dan tidak mudah menjadi
tengik. PEG (padat atau cair) dapat disterilisasi dengan autoklaf, filtrasi atau gama
irasiasi. Sterilisasi PEG yang padat dengan pemanasan pada suhu 150C selama 1 jam
dapat menyebabkan oksidasi, penggelapan warna dan pembentukan degradasi asam.
Idealnya sterilisasi dilakukan pada lingkungan yang inert. Oksidasi PEG dapat juga
dihambat dengan penambahan antioksidan yang tepat. Penyimpanan dalam bnitrogen
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya oksidasi. Harus disimpan dalam wadah yang
tertutup baik pada tempat yang sejuk dan kering. Wadah yang terbuat dari stainless

steel, aluminium, kaca atau lined steel diutamkan untuk penyimpanan PEG cair.
Incomp : PEG dalam wujud padat dan cair inkompatibel dengan beberapa zat
pewarna. Aktivitas antibakteri dari beberapa antibiotik, seperti penisilin dan basitrasin,
berkurang dalam basis PEG. Efektivitas pengawet seperti paraben juga dapat berkurang
karena membentuk ikatan dengan PEG. Perubahan fisik yang terjadi pada basis PEG
adalah menjadi lebih lunak atau lebih cair dengan adanya campuran fenol, asam tannat
13

dan asam salisilat. Dapat menyebabkan perubahan warna sulfonamid dan ditranol, juga
pengendapan sorbitol. Plastik, seperti polietilen, fenolformaldehid, polivinilklorida dan
membran selulosa dapat mnejadi lebih lunak atau larut dengan PEG. Perpindahan PEG
dapat terjadi dari salut film tablet, menyebabkan interaksi dengan komponen pada inti
tablet.
PEG Titik Leleh (C)
1000
37
40
1500
44
48
1540
40
48
4000
50
58
6000
55
63

G. FARMAKOLOGI DAN DOSIS


Kerja Obat
:
Menghambat kerja posfodiesterasi, menimbulkan peningkatan konsentrasisiklik adenosine
monoposfat ( cAMP) dalam jaringan. Peningkatan kadar cAMP menyebabkan:
Bronkodilatasi
Stimulasi SSp
Efek inotropik dan konotropik positif
Dieresis
Sekresi asam lambung
Farmakokinetik

Absobsi : diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral. Absorbsi dari bentuk dosis lepas
lambat bersifat lama tetapi sempurna. Absorbsi dari supposutoria rectal tidak menentu dan

tidak diandalkan.
Distribusi : distribusi secara luas sebagai teofilin, menembus plasenta,konsentrasi dalam asi

70% dari kadar plasma.


Metabolisme dan Ekskresi

dimetabilosme

dihati

menjadi

kafein,

yang

dapat

terakumulasi pada neonatas. Metabolismenya diekskresi melalui ginjal.


Farmakodinamik

menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot
jantung, dan meningkatkan diuresis.

14

BAB III
METODOLOGI KERJA
A. PERHITUNGAN BAHAN
1. Resep Standar
FORNAS Edisi II tahun 1978 hal : 21
Aminophylini Suppositoria
Tiap suppositoria mengandung :
- Aminophylin
250 mg
- Suppositorium dasar yang cocok
qs
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk
Dosia
: 1 sampai 2 kali sehari 2 suppositorium
Catatan
: sediaan lain berkekuatan 125 mg dan 500 mg
2. Resep Baru
Menggunakan Aminophylin dengan dosis 500 mg untuk dewasa dengan berat per
suppositorium 3 gr berjumlah 8 buah. Suppositorium dasar yang digunakan pada sediaan
a)

ini adalah PEG 1000 (75 %) dan PEG 4000 (25 %).
Perhitungan bahan
Suppositorium yang dibuat
: 8 + 2 = 10 buah (perhitungan dibuat lebih)
Berat suppositorium
: 10 x 3 gr = 30 gr
Aminophylin
: 0,5 gr x 10 = 5 gr
Basis
: berat suppos total zat aktif
: 30 gr 5 gr = 25 gr
75
x 25=18 ,7 5 gr
- PEG 1000 (75 %)
: 100
-

PEG 4000 (25 %)

25
x 25 gr=6, 25 gr
100

B. ALAT DAN BAHAN


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Alat
Timbangan, anak timbangan, penara
Perkamen
Cawan porselen
Sendok Tanduk
Sudip
Batang pengaduk
Mortir
Stamper
Serbet
Pencetak supositoria

Bahan
Aminofillin
PEG 1000
PEG 4000
Alumunium foil
Parrafin Liquidum

C. PROSEDUR PEMBUATAN
Penimbangan Bahan

15

N
o
1
2
3

Nama Bahan
Aminophylin
PEG 1000 (75 %)
PEG 4000 (25 %)

Jumlah Bahan
(14 buah)
5.000 mg
18.750 mg
6.250 mg

Penimbangan

Paraf

5.000 mg
18.750 mg
6.250 mg

Pembuatan
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Timbang seluruh bahan yang dibutuhkan yaitu Aminophylin: 4000 mg, PEG 1.000: 18.750
mg, dan PEG 4000: 6.250 mg.
3. Lebur PEG 1000 dan PEG 4000 di atas penangas air ad mencair (massa I)
4. Setelah massa I melebur, turunkan dari penangas. Tambahkan Aminophylin yang sudah
digerus terlebih dahulu, aduk menggunakan pengaduk kaca (massa II). Jika massa II
mengeras lakukan sedikit saja pemanasan sambil diaduk.
5. Tuang massa II kedalam cetakan suppositoria yang telah dilubrikasi dengan Paraffin
Liquidum. Pastikan massa II dituang kedalam cetakan secara terus menerus tanpa
berhenti dan biarkan isi melebihi cetakan. Cetak suppositoria sebanyak 8 buah.
6. Biarkan suppos mendingin dalam suhu ruang terlebih dahulu. Setelah suhu suppos sama
dengan suhu ruang, suppos dapat dimasukkan ke lemari pendingin untuk proses
pengerasan lebih lanjut.
7. Keluarkan suppos dari lemari pendingin, buka cetakan dan dorong suppos perlahan dengan
hati hati.
8. Segera lapisi suppositoria dengan aluminium foil, masukkan kedalam kotak, simpan di
tempat yang kering dan sejuk, dan tambahkan brosur ke dalam kotak.
Label: ni (tidak boleh di ulang tanpa resep dokter)
Tambahan :
a.
b.
c.
d.

label komposisi bahan obat


ukuran sediaan
tanggal explaired date
nama perusaahan produksi obat

16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. EVALUASI SEDIAAN
Pembuatan

: 16 Juni 2014

Evaluasi

: 17 Juni 2014

Uji fisik Aminophylin Suppositoria meliputi uji homogenitas, waktu hancur, keseragaman bobot, dan
titik lebur. Dari uji fisik tersebut didapatlah data sebagai berikut :

1. Uji Homogenitas
Dengan cara mengambil 3 titik bagian suppositoria (atas tengah bawah) dan diamati di bawah
mikroskop, dan didapatlah seperti dibawah ini :

Pangkal

Tengah

Bawah

Pembahasan :
Uji ini bertujuaan untuk melihat homogenitas dari zat aktif yaitu Aminophylin, jika dilihat dari
hasil pengamatan bagian yang hitam merupakan zat aktif yang dapat disimpulakan tersebar merata.
Karena suppositoria ini dibuat dari basis PEG 1000 dan 4000, hal ini menyebabkan sediaan menjadi
sangat keras seperti lilin. Kerasnya suppositoria ini menyebabkan sulitnya sediaan dipotong menjadi
bagian yang sangat tipis. Jadi, adanya celah pada pengamatan bukan karena zat aktif yang tidak tersebar
merata namun dikarenakan sulitnya suppos untuk dipotong menjadi bagian yang tipis.

2. Uji Waktu Hancur


Dengan cara memasukkan sediaan kedalam air yang suhunya diset sama dengan suhu tubuh
normal. Uji ini dilakukan dengan alat Desintegrasi Tester, dan didapatlah hasil sebagai berikut :
Waktu
: 13 menit 40 detik
17

: 370C

Suhu

Pembahasan :
Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan sediaan
suppositoria untuk hancur didalam tubuh. Pada umumnya sediaan suppositoria yang menggunakan basis
PEG memiliki waktu hancur 15 menit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sediaan suppos yang diuji
memenuhi syarat yaitu 13 menit 40 detik. Dalam pengujian ini menggunakan media air dikarenakan
sebagian besar tubuh mengandung cairan.

3. Keseragaman Bobot
Diuji dengan menimbang sediaan satu per satu di timbangan analitik dan ditimbang dengan satuan
gram. Dalam hal ini penyimpangan keseragaman variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih

dari 5%. (BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal.999)


No

Berat Suppositoria

1
2
3
4
5
6
7
8

3,23 gr
3,31 gr
3,26 gr
3,21 gr
3,28 gr
3,28 gr
3,29 gr
3,16 gr

x =3,25 gr

Persentase
Penyimpangan
0,61 %
1,84 %
0.30 %
1,23 %
0,92 %
0,92 %
1,23 %
2,79 %

Paraf

1,23 %

Grafik Keseragaman Bobot


3.35
3.3
3.25
3.2
3.15
3.1
3.05
0

Pembahasan:

18

Meskipun berat suppositoria tidak tepat 3 gram, namun lebihnya berat tidak terlalu besar dengan
bobot paling besar lebih 0,31 gram dan hal ini masih bisa ditoleransi. Keseragaman bobot
mengindikasikan semua bahan obat terdistribusi merata dan mempengaruhi efek terapi yang diberikan
obat.

b. Uji Titik Lebur


Uji ini dilakukan di alat Melting Point dengan cara
Meletakkan suppos ditempatkan pada lempeng area pemanas

Amati perubahan yang terjadi selama 10 detik .

geser jarum pembacaan sedemikian rupa sehingga jarum berada tepat pada batas antara zat

yang melebur dan tidak melebur.


Baca garis skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Range pada Bangku Lebur ini 50
260 .

Dan didapatlah hasil titik lebur dari basis yaitu :


PEG 1000
: 350 630 C
PEG 4000
: 500 580 C
Jadi, range titik lebur
: 350 680 C
Setelah dilakukan uji di alat khusus didapatlah hasil bahwa suppositoria memiliki titik lebur 52 0C.

Pembahasan :
Suppositoria yang menggunakan basis PEG pasti akan memiliki titik lebur yang besarnya melebihi
suhu tubuh normal. Walaupun demikian tidak akan mempengaruhi proses absorbsi didalam tubuh,
karena basis PEG melarut bersama cairan yang ada didalam tubuh. Titik lebur yang tinggi ini
memberikan keuntungan terutama dinegara iklim tropis, dan memberikan kemudahan dalam
penyimpanan yang tidak perlu dimasukkan ke dalam lemari es. Suppositoria dengan PEG dapat
disimpan di tempat yang kering dengan suhu ruang, tanpa rasa khawatir suppos akan meleleh dan
berubah bentuk. Namun, kekurangan dari PEG kombinasi 1000 dan 4000 ini adalah sifatnya yang keras
dapat mengiritasi mukosa, pelepasan zat aktif secara perlahan (lambat) semakin lambat seiring dengan
besarnya Berat Molekul PEG yang digunakan.

B. PRE FORMULASI
Suppositorium yang dibuat
Berat suppositorium
Aminophylin
Basis

PEG 1000 (75 %)

: 8 + 2 = 10 buah (perhitungan dibuat lebih)


: 10 x 3 gr = 30 gr
: 0,5 gr x 10 = 5 gr
: berat suppos total zat aktif
: 30 gr 5 gr = 25 gr
75
x 25=18,75 gr
: 100

PEG 4000 (25 %)

25
x 25 gr=6,25 gr
100
19

Pada pembuatan sediaan suppositoria kali ini menggunakan Aminophylin sebagai zat aktif
yang berfungsi sebagai antiasma. Dalam pembuatan resep baru, sediaan ini berpedoman pada
Fornas edisi II tahun 1978 hal : 21 dengan nama resep Aminophylini Suppositoria. Dalam resep
tersebut menggunaan zat aktif berkekuatan 125 mg, namun pada resep baru dipilih sediaan
berkekuatan lain yaitu 500 mg. Pertimbangan memilih zat aktif 500 mg, karena suppositoria ini
ditujukan untuk orang dewasa dengan berat per bobot 3 g.
Karena pada sediaan ini berupa suppositoria jadi diperlukan basis dasar sebagai pembawa
dan pembentuk. Pada sediaan ini menggunakan basis dasar PEG 1000 (75%) dan PEG 4000
(25%). Basis ini merupakan basis tidak berair atau dalam pembuatannya tidak ada
pencampuran air. Gabungan kedua PEG ini akan menghasilkan suppositoria yang tidak mudah
meleleh saat dipegang atau dikondisi lingkungan tropis dan memiliki bentuk yang sedikit keras.
Tidak mudahnya meleleh pada suhu tubuh, tidak menjadi masalah karena suppositoria dengan
basis ini akan larut dengan cairan sekresi tubuh, karena melarut jadi dibutuhkan waktu yang
sedikit lebih lama untuk suppositoria tersebut habis.

N
o
1
2
3

Nama Bahan
Aminophylin
PEG 1000 (75 %)
PEG 4000 (25 %)

pH

Titik Lebur

8,8
350 630 C
50 580C

BAB V
KESIMPULAN
N
o
1
2
3

Nama Bahan
Aminophylin
PEG 1000 (75 %)
PEG 4000 (25 %)

Jumlah Bahan ( 8 buah)

Fungsi

5.000 mg
18.750 mg
6.250 mg

Zat Aktif
Basis Dasar
Basis Dasar

1. Hasil uji homogenitas memperlihatkan bahwa zat aktif tersebar merata di seluruh bagian suppositoria.

20

2. Suppositoria hancur dalam waktu 13 menit 40 detik pada suhu 370C, uji ini menggunakan alat
Desintegrasi Tester. Hal ini memenuhi syarat, dimana suppos yang menggunakan basis PEG memiliki
waktu hancur 15 menit.
3. Setelah ditimbang di neraca analitik bobot rata rata dari delapan sediaan adalah 3,25 gr, dengan bobot
terberat 3,31 gr dan teringan 3,21 gr dengan penyimpangan bobot 1,23 %.
4. Suppositoria melebur pada suhu 520C. Hasil ini memenuhi kriteria dari range titik lebur yang telah
ditentukan jika menggunakan basis PEG 1000 dan 4000, yaitu dengan range 35 0 630C.

21

DAFTAR PUSTAKA

Kniazi, Sarfaraz (2009). Volume One Second Edition Handbook of Pharmaceutical


Manufacturing Formulation Compressed Solid Products. New York: Informa

Healthcare USA.
Rowe C Raymond., Sheskey J Paul., & Quinn E Marian (2009). Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press and

American Pharmacists Association


Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Ed. IV. Jakarta: Depkes RI
Formularium Nasional, Edisi Kedua : tahun 1978
Anief, M.1987. Ilmu Mercik Obat. Yogyakarta: UGM Press.
Anief, M.2000.Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sumber Website :

Enjoywithsains.blogspot.com
Pharmacycity.wordpress.com
Selfiamonapeggystia.blogspot.com

22

LAMPIRAN

A. DESAIN KOTAK

B. BROSUR

23

C.
DOKUMENTASI

24

25

26

Anda mungkin juga menyukai