Anda di halaman 1dari 10

ALAT DAN PERBEKALAN FARMASI DI APOTEK

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan di apotek sesuai dengan
ketentuan perundang—undangan yang berlaku, meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan. Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi ini bertujuan untuk
menjaga menjaga dan menjamin ketersediaan barang di apotek sehingga tidak terjadi
kekosongan barang serta memperoleh barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu tertentu secara efektif dan efisien
sesuai dengan tatacara yang berlaku.

Perbekalan farmasi di apotek terdiri dari :

1. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam
rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Metode yang dipakai
dalam perencanaan yaitu:
a. Metode epidemiologi
Yaitu metode perencanaan yang berdasarkan pada pola penyebaran penyakit
dan pola pengobatan penyakit yang terjadi di masyarakat sekitar.
b. Metode konsumsi
Yaitu metode perrencanaan yang didasarkan pada data pengeluaran
barang/obat pada periode tertentu, selanjutnya data tersebut dikelompokkan
menjadi kelompok obat fast moving (cepat beredar) dan kelompok slow moving
(sulit beredar).
c. Metode kombinasi
Adalah metode perencaaan dengan menggunakan gabungan dari metode
eidemiologi dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan barang/obat dibuat
berdasarkan pola penyebarab penyakit dan dengan melihat kebutuhan sediaan
farmasi periode sebelumnya.
d. Metode just in time
Yaitu metode pengadaan yang dilakukan saat obat /barang dibutuhkan dan
obat/barang yeng tersedia di apotek dalam jumlah terbatas. Biasanya digunakan
untuk obat-obat yang jarag dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta
memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.
Di apotek perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dengan mengumpulkan data
obat/barang yang akan dipesan. Data tersebut ditulis dalam buku defecta, dengan kriteria
jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah yang tersedia pada bulan-
bulan sebelumnya.
Selain dengan menggunakan data di buku defecta, perencanaan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan lainnnya dilakukan berdasarkan analisis pareto (sistem ABC) yang
berisikan daftar barang yang terjual yang memberikan kontribusi terhadap omzet, disusun
berurutan berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi sampai yang terendah dan disertai
jumlah dan kuantitas berang terjual. Keuntungan dengan menggunakan analisis pareto
adaah perputaran lebih cepat sehingga modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud
barang, namun dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko penumpukan barang,
mencgah terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving serta
meminimalisasikan penolakan resep.
Pengelompokan berdasarkan pareto di apotek antara lain:
 Pareto A : 20 – 25% total item menghasilkan 80% omzet pareto.
 Pareto B : 25 – 40% total item menghasilkan 15% omzet pareto.
 Pareto C : 50 – 60% total item menghasilkan 5% omzet pareto.

Pemesanan rutin dilakukan terhadap produk yang tergolong pareto A dan pareto B.
untuk produk yang termasuk ke dalam pareto C dilakukan pemesanan bila produk
tersebut akan habis/ sudah habis.

2. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di apotek dilakukan oleh bagian unit pembelian yang
meliputi pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras tertentu, narkotika dan
psikotropika serta alat kesehatan. Pengadaan perbekalan farmasi dapat berasal dari
beberapa sumber, yaitu :
a. Pengadaan rutin
Merupakan cara pengadaan perbekalan farmasi yang paling utama. Pembelian
rutin yaitu pembelian barang kepada para distributor perbekalan farmasi untuk oba-
obat yang kosong berdasarkan data dari buku defecta. Pemesanan dilakukan dengan
cara membuat Surat Pesanan (SP) dan dikirimkan ke masing-masing distributor/PBF
yang sesuai dengan jenis barang yang dipesan. PBF akan mengirim barang-barang
yang dipesan ke apotek beserta fakturnya sebagai bukti pembelian barang.

b. Pengadaan mendesak (cito)


Pengadaan mendesak dilakukan, apabila barang yang diminta tidak ada dalam
persediaan serta untuk menghindari penolakan obat/resep. Pembelian barang dapat
dilakukan ke apotek lain yang terdekat sesuai dengan jumlah sediaan farmasi yang
dibutuhkan tidak dilebihkan untuk stok di apotek.

c. Konsiyasi
Konsiyasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara apotek dengan suatu
perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk dijual di apotek,
misalnya alat kesehatan, obat-obatan baru, suplemen kesehatan atau sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan yang baru beredar di pasaran. Setiap 1 atau 2 bulan sekali
perusahaan yang menitipkan produknya akan memeriksa produk yang dititipkan di
apotek, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah produk yang terjual pada
setiap bulannya. Pembayaran yang dilakukan oleh apotek sesuai dengan jumlah
barang yang laku. Apabila barang konsiyasi tidak laku, maka dapat dikembalikan/
diretur ke distributor/ perusahaan yang menitipkan.
Apotek melakukan kegiatan pembelian hanya ke distributor atau PBF resmi.
Pemilihan pemasok diasarkan pada beberapa krieria, diantaranya adalah legalitas PBF,
kecepatan dalam pengirim barang, jangka waktu pembayaran, harga yang kompetitif dan
untuk obat-obat golongan narkotika hanya dapat dipesan ke PBF yang ditunjuk oleh
pemerintah yaitu PBF Kimia Farma.
3. Penerimaan
Penerimaan barang setelah dilakukan pemesanan maka perbekalan farmasi akan di
kirim oleh PBF disertai denngan faktur sebagai bukti pembelian. Barang yang dating
akan diterima dan diperiksa oleh petugas bagian penerimaan barang. Prosedur
penerimaan baranng dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemeriksaan barang dan kelengkapannya
 Alamat pengiriman barang yang dituju.
 Nama, kemasan dan jumlah barang yang dikirim harus sesuai dengan yang
tertera pada surat pesanan dan faktur. Apabila terdapat ketidaksesuaian,
petugas penerimaan akan mengembalikan atau menolak barang yang dikirim
(retur) disertai nota pengembalian barang dari apotek.
 Kualitas barang serta tanggal kadaluarsa, kadaluarsa barang tidak kurang dari
satu tahun untuk obat biasa dan tiga bulan untuk vaksin.
b. Jika barang-barang dinyatakan diterima, maka petugas akan memberikan nomor urut
pada faktur pengiriman barang, membubuhkan cap apotek dan menandatangani
faktur asli sebagai bukti bahwa barang telah diterima. Faktur asli selanjutnya
dikembalikan, sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya disimpan sebagai
arsip apotek. Barang tersebut kemudian disimpan pada wadahnya masing-masing.
c. Salinan faktur dikumpulkan setiap hari lalu dicatat sebagai data arsip faktur dan
barang yang diterima dicatat sebagi data stok barang dalam computer.
Jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau terdapat kerusakan fisik maka
bagian pembelian atau membuat nota penembalian barang (retur) dan mengebalikan
barang tersebut ke distributor yang bersangkutan untuk kemudian ditukar dngan barang
yang sesuai. Barang-barang yang tidak sesuai dengan faktur harus dikembalikan, hal ini
bertuuan untuk mencegah terjadinya praktek penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh
pihak tertentu.

4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menmpatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan farmasi. Tujuan dari
penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan serta memudahkan dalam pencarian
dan pengawasan. Sistem penyimpanan di apotek, diantaranya :
a. Berdasarkan golongan obat
 Narkotika dan psikotropika disimpan dalam almari khusus dua pintu yang
dilengkapi dengan kunci dan terletak menempel pada dinding hal ini
bertujuan agar tidak bias dipindahkan dan sulit untuk dicuri.
 Obat hight alert adalah obat yang perlu diwaspadai kerena dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius dan beresiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:
 Obat resiko tinggi yaitu bila terjadi kesalahan dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan, seperti insulin, antidiabetik oral atau obat
kemoterapeutik.
 Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik/tampak sama
(look like), bunyi ucapan sama (sound alike) atau LASA atau
NORUM (nama obat rupa mirip) penyimpanan obat tidak saling
berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas dapat lebi
mewaspadai adanya obat LASA.
 Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih
dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi.
 Obat bebas dan obat bebas terbatas,atau obat OTC (Over The Counter)
disimpan di rak penyimpanan, disimpan berdasarkan kegunaannya.
Penyususnan OTC digolongkan menjadi milk and nutrision, medical cabinet,
vitamin dan supplement, obat tradisional/ jamu, topical, tetes mata, produk
keantikan, oral care, bayi dan anak-anak, produk konsiyasi dan produk
wanita.
 Obat keras disimpan di rak penyimpanan dan disusun alfabetis dan sesuai
dengan efek farmakologinya.
b. Bentuk sediaan obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya yaitu sediaan
padat, cair, tetes mata, tetes telinga, tetes hidung, oral drop, inhealer, suppositoria
dan ovula.
c. Berdasarkan efek farmakologi, penyimpanan obat dipisahkan berdasarkan jenis
obatnya, yaitu antibiotic, sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pencernaan,
pernafasan, anti alergo, kontrasepsi, vitamin dan suplemen.
d. Berdasarkan sifat obat, obat harus disimpan dalam tempat khusus seperti didalam
lemari es, contohnya : insulin, suppositoria, ovula dan obat-obat yang
mengandung lactobacillus sp (lacto-B dan L-bio)
5. Penarikan dan Pemusnahan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP yang tidak dapat diunakan
harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan perundang undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dilakukan penarikan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM atau berdasarkan inisiasi
sukarela leh pemilik izin edar dengan tetap memerikan laporan kepada BPOM.
Sediaaan farmasi kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi rsak atau kadaluarsa yang mengandung
narkotika atau psiotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan. Selain sediaan
farmasi, resep yamg sudah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun juga
dimsnahkan oleh apotekr dengan cara di bakar atau cara pemsnahan lain yang disaksikan
oleh petugas lain dan membuat berita acara.
6. Pengendalian
Dilsakukan untuk mempertahakan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan
pelayanan melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pngluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan dan kehilangan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan
kartu stok baik manual maupun elektroni yang memuat nama sediaan farmasi, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa barang.
ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

Break even point (BEP) adalah posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita kerugian. BEP atau titik impas sangat penting bagi manajement untuk mengambil
keputusan untuk menarik produk atau mengembangkan produk atau menutup anak perusahaan
yang tidak mnguntungkan. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah
pendapatan sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk
menutupbiaya tetap saja.

Dalam analisis BEP memrlukan informasi mengenai penjualan dan biaya yang dikeluarkan.
Laba bersih akan diperoleh bila volume penjualan melebihi biaya yang harus dikeluarkan,
sedangkan apotek akan menderita kerugian bila penjualan hanya cukup untuk mentup sebagian
biaya yang dikeluarkan, dapa dikatakan dibawah titik impas. Analisis BEP tidak hanya
memberikan informasi mengenai posisi apotek dalam keadaan impas atau tidak, namun analisis
BEP sangat membantu menajemen dalam perencanaan dan pengambilan kputusan. Tujuan
analisis titik impas adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas dimana pendapatan hasil penjualan
sama dengan jumlah semua biaya variable dan biaya tetapnya.

Analisa BEP adalah teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara volume penjualan
dan probabilitas. Analisa ini disebut sebagai analisa impas, yaitu suatu mtode untuk mnentukan
titik tertentu dimana penjualan dapat menutup biaya, sekaligus menunjukkan besarnya
keuntungan atau kerugian apotek jika penjualan melampaui atau berada dibawah titik tersebut.

Manfaat analisis Break Even Point (BEP)

 Alat perencanaan untuk menghasilkan laba


 Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya
dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
 Untuk mengetahui umlah penjualan minimum
 Megevaluasi laba dari apotek secara keseluruhan
Metode perhitungan Break Even Point (BEP)
Break even point umumnya dapat dihitung dengan tiga metode yaitu metode persamaan,
metode margin dan metode grafis.
1. Metode persamaan
Metode persamaan (equation method) adalah metode yang berdasarkan pada
pendekatan laporan laba rugi. Dengan persamaan dasar sebagai berikut menurut Halim
Penghasilan total = biaya total
Penghasilan total = biaya variable + biaya tetap
Persamaan tersebut dapat diuraikan dalam rumus berikut :

Px = a + bx

Dimana :
P = harga jual per unit produk
x= unit produk yang dijual
a= total biaya tetap
b= biaya variable setiap unit
Dari persamaan diatas, dapat diuraikan menjadi rumus :
a. Break even point dalam satuan uang penjualan

a
BEP(rupiah)=
bx
1− [ ]
px

b. Break even point dalam unit produk


a
BEP(unit )=
p−b
Pada keadaan titik impas laba operasinya sama dengan nol, sehingga akan menghasilkan
jumlah produk (dalam satuan unit maupun satuan uang penjualan) yang dijual mencapai
titik impas ditambah biaya tetap.
2. Metode kontribusi unit
Menurut simmamora metode kontribusi unit merupakan variasi mtode persamaan.
Setiap unit atau satuan produk yang terjual akan menghasilkan jumlah margin kontribusi
tertentu yang akan menutup biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jaan pintas
dimana harus diktahui nilai margin kontribusi. Margin kontribusi adalah hasil
pengurangan pendapatan dari penjualan dengan biaya variabel. Sedangkan rasio margin
kontribusi adalah margin kontribusi dibagi dengan penjualan. Untuk mencari titik impas
rumusnya adalah :
biaya tetap
BEP unit=
margin kontribusi pr unit

biaya tetap
BEP(rupiah)=
rasio marginkontribusi

3. Metode grafis
Grafis titik impas akan menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau garis
hrisontal dan biaya akan terletak pada sumbu y yaitu garis vertical. Sedangkan titik impaas
akan terletak pada perpotongan antara garis pendapatan dan garis biaya. Garis sebelah kiri
garis impas menunjukkan sisi kerugian, sebaliknya sisi kanan menunjukkan sisi laba.
Dengan menggunakan meted ini dapat menghindari metode matematis pada waktu tinkat
penjualan yang berbeda. Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi akibat
perubahan volume tahun lalu dan dapat memproyeksikan volum penjualan pada tahun
yang akan dating.

DAFTAR PUSTAKA
Helmi Rony.1990. akuntasi biaya pengantar untuk perencanaan dan penendalian biaya
produksi. Jakarta : lembaga penerbit fakutas ekonomiuniversitas Indonesia
Hennry simamora. 2012. Akuntansi manajemen. Riau : star gate publisher edisi 3
Wirda anggraini, et al. 2020. Pedoman pelayanan kefarmasia di apotek.malang :
universitas islam negri maulana malik Ibrahim

Anda mungkin juga menyukai