Anda di halaman 1dari 14

“PERAN TENAGA FARMASI DI BIDANG PATIENT SAFETY”

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien telah diakui di banyak negara, dengan kesadaran global
dipupuk oleh Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien dari WHO (Emanuel, 2008).
Namun tetap ada tantangan yang signifikan untuk menerapkan kebijakan dan praktik
keselamatan pasien. Salah satu persyaratan mendasar untuk mengadopsi pendekatan baru
adalah artikulasi yang jelas tentang premis dan manifestasinya. Komponen keselamatan
pasien telah diungkapkan oleh banyak ahli, dan model telah dipresentasikan. Namun, satu
persepsi tunggal yang dapat membantu adopsi menyeluruh terhadap perawatan kesehatan
pasien di seluruh dunia belum tersedia. Modul ini bertujuan untuk menawarkan itu.
Setelah memperkenalkan poin penting dalam sejarah perkembangan keselamatan pasien,
kami menawarkan sebuah definisi, deskripsi, dan akhirnya, model keselamatan pasien.
Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug
oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang penggunaan obat
(patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko yang minimal
pada pasien dan petugas kesehatan perlu penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko
adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Pesatnya perkembangan
teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan
kemungkinan terjadinya risiko pada pasien. Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34)
menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error)
pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%), pharmacy
management (14%), transcribing (11%).
Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah
paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety). Gerakan ini
berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pembentukan
KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004. Berdasarkan
Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI Sep 2007),
kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar
insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang
meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki
peringkat pertama. Dengan demikian keselamatan pasien merupakan bagian penting
dalam risiko pelayanan di rumah sa-kit selain risiko keuangan (financial risk), risiko
properti (property risk), ri-siko tenaga profesi (professional risk) maupun risiko
lingkungan (environ-ment risk) pelayanan dalam risiko manajemen.
Penggunaan obat rasional me-rupakan hal utama dari pela-yanan kefarmasian dan
keselamatan   pasien menjadi    masalah yang  perlu  diper-hatikan. Dari data yang pernah
dila-porkan disebutkan sejumlah    pasien mengalami   cedera atau  mengalami  insiden
pada saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait peng-gunaan obat yang
dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain-
nya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik
dari apoteker yang su-dah terlatih. Keputusan penggunaan obat selalu mengandung
pertimbangan antara manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah
mendapatkan luaran klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang menuju ke arah
pharmaceutical care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap
obat (drug oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang
penggunaan obat (patient oriented).
B. TUJUAN PATIENT SAFETY
Tujuan keseluruhannya adalah untuk memastikan bahwa risiko klinis dan non
klinis dikelola dengan tepat untuk meningkatkan keamanan bagi pasien, perawat, tenaga
farmasi, staf dan pengunjung.
C. PATIENT SAFETY PADA PROSES DAGUSIBU
1. Definisi
Keselamatan pasien (patient safety) secara sederhana didefinisikan sebagai suatu
upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Walaupun mempunyai
definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin keselamatan pasien di
fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak hambatan. Konsep keselamatan
pasien harus dijalankan secara menyeluruh dan terpadu.
Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 3 menyataan bahwa seorang apoteker harus
senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia, serta selalu
mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajiban (ISFI, 2009). Kode Etik Apoteker menjadi salah satu standar bahwa dalam
praktek pelayanan kefarmasian apoteker harus mengutamakan keselamatan pasien atas
dasar prinsip kemanusiaan.
Latar belakang diadakannya “DAGUSIBU” adalah bahwa faktanya masih
banyak orang yang belum memahami betul tentang cara mendapatkan, menggunakan,
menyimpan, dan membuang obat dengan baik dan benar. Perlakuan yang salah terhadap
obat dapat menyebabkan obat tersebut tidak bisa dipakai hingga berpotensi merugikan
orang lain dan lingkungan.
2. DAPATKAN
Tempat yang paling tepat untuk membeli obat di tempat yang paling terjamin,
tentunya adalah di Apotek. Penyimpanan obat di Apotek lebih terjamin sehingga obat
sampai ke tangan pasien dalam kondisi baik (keadaan fisik dan kandungan kimianya
belum berubah). Pastikan Apotek yang dikunjungi memiliki ijin dan memiliki
Apoteker yang siap membantu pasien setiap saat.
 Obat dapat diperoleh di apotek, supermarket, dan toko obat berijin.
 Untuk obat dengan resep hanya dapat diperoleh di apotek.
 Pastikan apotek yang Anda datangi terpercaya dan memiliki ijin apotek.
 Pastikan ada apoteker yang dapat menjamin obat yang Anda beli.
 Periksa nomor registrasi, nama dan alamat pabrik pembuat obat, apakah
sudah tercantum dengan jelas
 Teliti dan lihatlah tanggal kadaluarsa.
Penggolongan obat:
i. Obat keras
Merupakan obat yang dapat diperoleh hanya dengan resep dokter.
Obat-obat yang masuk dalm kategori ini jika digunakan tidak erdasarkan
pengawasan dari dokter dikhawatirkan dapat memperparah penyakit,
meracuni tubuh, bahkan berujunng pada kematian. Obat golongan ini
disimolkan dengan lingkaran merah bergarsi tepi hitam.
ii. Obat bebas terbatas
Merupakan obat yang sebenarnya masuk ke dalam kategori obat
keras namun dalam jumlah tertentu masih dapat dijual di apotek dan dapat
diperoleh tanpa resep dari dokter. Obat ini disimbolkan dengan lingkaran
biru bergaris tepi hitam.
iii. Obat bebas
Merupakan obat-obat yang dijual bebas tanpa harus menggunakan
resep dokter. Zat aktif yang terkandung didalamnya cenderung relatif
aman dan memiliki efek samping yang rendah. Selama dikonsumsi sesuai
dengan petunjuk dan dosis yang tertera pada kemasan, pasien tidak
memerlukan pengawasan dokter untuk mengonsumsinya. Obat ini
disimbolkan dengan lingkaran berwarna hijau bergaris tepi hitam yang
terdapat pada kemasan.

3. GUNAKAN
Obat yang sudah ada di tangan maka langkah selanjutnya adalah memperhatikan
petunjuk penggunaan. Misalkan, obat tetes telinga ya harus diteteskan pada telinga,
jangan di mata. Bacalah cara penggunaan obat dan perhatikan tanggal kadaluarsanya.
Penggunaan obat bebas atau bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk penggunaan
terus menerus. Apabila ditemukan gejala khusus seperti gatal, mual, pusing, dan perih
lambung, hentikan penggunaan, dan hubungi tenaga kesehatan terdekat.
Hindari penggunaan obat milik orang lain, walau tampak serupa. Tanyakan pada
apoteker untuk mendapatkan informasi obat yang lengkap.
Cara penggunaan obat yang baik dan benar, yaitu :
 Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.
 Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
 Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,
hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
 Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.
Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan
kepada Apoteker dan tenaga farmasi.
4. SIMPAN
Obat harus disimpan sesuai dengan cara penyimpanan yang terdapat pada
kemasan agar tetap stabil dan mutu obat terjaga.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
 Simpan di tempat sejuk, kering, dan terhindar dari sinar matahari
langsung. Untuk obat tertentu perlu disimpan dalam lemari pendingin,
seperti obat wasir (suppositoria).
 Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
 Simpan dalam kemasan aslinya dan dalam wadah tertutup rapat. Jangan
memindahkan obat cair ke botol lain.
 Jangan mencampur tablet dan kapsul dalam satu wadah.
 Jangan menyimpan tablet dan kapsul tempat panas atau lembab karena
dapat menyebabkan obat rusak.
 Obat dalam bentuk cair sebaiknya tidak disimpan dalam lemari pendingin
kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat.
 Hindari kondisi yang menyebabkan obat menjadi beku.
 Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena
perubahan suhu dapat merusak obat tersebut.
 Pisahkan penyimpanan obat dalam dan obat luar.
5. BUANG
Pembuangan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat yang tidak
terpakai karena kadaluarsa, rusak, ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar.
Cara pembuangan obat di rumah yaitu :
 Pisahkan isi obat dari kemasan
 Lepaskan etiket dan tutup dari wadah atau botol obat, dan buang secara
terpisah
 Buang isi obat melalui saluran air yang mengalir atau dipendam ke dalam
tanah. Obat berbentuk tablet dihancurkan terlebih dahulu
 Buang dus obat atau inster/strip pembungkus obat setelah digunting
terlebih dahulu
 Buang secara terpisah tutup dan tube (salep atau krim) setelah digunting
terlebih dahulu.
D. RESIKO
1. DAPATKAN
Mendapatkan obat dengan sembarangan bukan dilakukan di faasilitas kesehatan
dan tanpa memperhatikan penggolongan obat, informasi pada kemasan, dan tanggal
kadaluwarsa dapat menyebabkan keracunan sampai kematian karena mengandalkan
pengetahuan sendiri tanpa memperhitungkan legalitas dalam mendapatkan obat.
2. GUNAKAN
Jika Anda sedang mengonsumsi obat dengan resep dokter, tanyakan terlebih
dahulu pada dokter jika Anda berencana mengonsumsi obat bebas. Hal ini
dimaksudkan agar tidak menimbulkan interaksi obat atau kontraindikasi yang serius.
Akibat Overdosis Penggunaan Obat Bebas
Bahaya obat bebas bisa muncul jika dikonsumsi melebihi takaran yang
disarankan, dan dapat membuat Anda berisiko mengalami gejala atau bahkan
penyakit tertentu. Jenis efek samping yang diakibatkan dapat berbeda sesuai dengan
jenis obat yang dikonsumsi. Berikut ini adalah beberapa risiko penyakit akibat
konsumsi obat berlebihan:
 Hepatotoksik, yaitu kerusakan hati akibat bahan kimia yang terkandung
dalam obat-obatan.
 Iritasi sistem pencernaan sehingga bisa sakit perut, mual, muntah-muntah
atau diare.
 Perubahan suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan detak jantung.
 Nyeri pada dada dan sesak napas akibat gangguan pada paru dan jantung.
 Kebingungan.
 Kulit menjadi panas dan kering, atau sebaliknya, dingin dan lembap.
 Muntah darah.
 Muncul darah pada tinja saat buang air besar.
 Koma.
 Sesak napas.
 Meninggal dunia.
3. SIMPAN
Saat menggunakan obat-obatan kita tidak boleh sembarang, banyak yang harus
diperhatikan agar tidak merusak fungsi obat. Cara menyimpan obat pun hal sering
luput dari pengawasan padahal pada kemasan terdapat tata cara bagaimana
menyimpan obat secara benar. Bahkan, kebanyakan dari kita menyimpan obat di
dalam kulkas. Staf Clinical Research Supporting Unit(CRSU) Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, dr. J Hudyono MS, SpOk, MFPM, menjelaskan penyimpanan
obat yang salah dapat mengurangi fungsi obat. Ambil contohnya, menyimpan sisa
obat sirup di dalam kulkas. "Sudah sembuh, obat pasti disimpan, tapi ada yang
disimpan di kulkas. Itu kesalahan. Di kemasan ada petunjuk disimpan pada suhu
tertentu. Kalau di kulkas, di bawah delapan derajat bisa menggumpal," ujar Hudyono.
Begitu pun dengan obat tablet maupun kapsul. Biasakan membaca petunjuk
penyimpanan obat pada kemasan. Pada dasarnya, penyimpanan obat tidak di tempat
yang lembab, suhu tinggi atau panas, dan tidak pada suhu dingin. Bukan seperti
makanan yang disimpan kulkas lalu segar, penyimpanan obat di kulkas tidak akan
memperpanjang usia pemakaian obat. Penyimpanan yang salah justru bisa
mengurangi keefektifan obat dalam menyembuhkan penyakit. "Obat sangat sensitif
dengan perubahan suhu, kalau tidak sesuai nanti bisa rusak," tambahnya. Obat-obatan
memang tidak bisa disimpan terlalu lama karena ada masa kedaluwarsanya. Bahkan
untuk antibiotik harus langsung dihabiskan, tidak untuk disimpan. Pemakaian
antibiotik harus sesuai resep dokter. Jika sering menggunakan antibiotik yang sudah
lama tersimpan agar mengakibatkan kualitas obat tersebut sudah menurun, pasien
berisiko mengalami resistensi antibiotik. Wah, harus lebih hati-hati, nih. Lalu
bagaimana jika ada obat yang masih sisa? "Jika ada obat-obatan yang belum habis
dan ingin dibuang sebaiknya dihancurkan agar tidak ada oknum jahat yang
mengambilnya, lalu dijual lagi karena sudah banyak kasus seperti itu.

4. BUANG
Obat kadaluarsa yang dibuang begitu saja di tempat sampah, toilet, atau saluran
air dapat membahayakan orang lain dan lingkungan. Selain mungkin dimanfaatkan
oleh orang lain dengan tujuan yang tidak baik, obat-obatan kadaluarsa yang dibuang
ke toilet juga bisa berakhir sistem saluran air hingga membahayakan lingkungan.
Bahkan dalam studi menyebutkan bahwa obat kadaluarsa tertentu juga berisiko
menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Antibiotik yang sudah melalui masa berlakunya
bisa gagal mengobati infeksi, serta dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius
dan resistensi antibiotik.
Oleh karena itu, salah satu cara aman dalam membuang obat kadaluarsa yaitu
disarankan untuk membawa obat yang sudah kadaluarsa ke apotek terdekat untuk
dihancurkan atau dibuang dengan aman sesuai prosedur lembaga kesehatan setempat.

E. CARA PENCEGAHAN
Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus
menangani medication safety. Peran Tenaga Farmasi dalam Keselamatan Pengobatan
(Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
 Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
 Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication safety
 Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
 Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
 Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang
sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan yang
aman
 Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan
kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
5. Komite Keselamatan Pasien RS
6. Dan komite terkait lainnya
 Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
7. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada
Peran tenaga farmasi dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan,
sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi
skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan
dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi
klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko
tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat
keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam
menurunkan insiden/kesalahan.
Tenaga Farmasi harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obatobat
sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
a. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names) secara terpisah.
b. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya :
 menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin,
insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik.
 kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
c. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep,
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
 Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda
vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui
data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang
memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi
ginjal).
d. Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
e. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
f. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas
yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
5. Dispensing
a. Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
b. Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah,
pada saat mengembalikan obat ke rak.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
d. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan
pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep
terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal
yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
a. Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
b. Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan
obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
e. Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada
pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi
kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Tenaga Farmasi harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien
rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja
sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Tepat pasien
 Tepat indikasi
 Tepat waktu pemberian
 Tepat obat
 Tepat dosis
 Tepat label obat (aturan pakai)
 Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi


Tenaga Farmasi harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk
mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan
kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan
kesalahan.

F. KESIMPULAN
Tenaga Farmasi memiliki peran yang sangat penting dalam meminimalkan
terjadinya medication error. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna dengan
memperhatikan faktor keselamatan pasien, antara lain dalam proses pengelolaan sediaan
farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan
pendidikan dan konseling serta bekerja sama erat dengan pasien dan tenaga kesehatan
lain merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Untuk dapat berperan secara profesional dalam pelayanan kefarmasian diperlukan
dukungan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Oleh sebab itu sangat
penting bagi seorang apoteker yang akan memberikan pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) untuk membekali diri sebaik-baiknya dengan ilmu pengetahuan
dan ketrampilan yang diperlukan. Buku ini diharapkan dapat digunakan oleh apoteker
sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan pelayanan kefarmasian mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.rspaw.or.id/artikel/upaya-mewujudkan-pelayanan-farmasi-berorientasi-pada-
keselamatan-pasien.htm. Diakses pada tanggal 5 April 2020 jam 17:00.
Tutiany, Lindawati, Paula., 2017. PPSDMK. Manajemen Keselamatan Pasien. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. 2008. Tanggungjawab apoteker terhadap
keselamatan pasien (patient safety). DEPKES RI. Jakarta.
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp_content/uploads/2019/08/
PFE_3_v210618_Leaflet_DAGUSIBU-2106_OK_opt.pdf. Diakses pada tanggal 5 April
2020 jam 17:03.
https://biofar.id/dagusibu/. Diakses pada tanggal 5 April 2020 jam 17:04.
Kemenkes. 2017. PERMENKES RI NO 9 TAHUN 2017. JAKARTA.
http://hisfarsidiy.org/dagusibu/. Diakses pada tanggal 5 April 2020 jam 17:05.
Lutfiyati, H. 2017. Pemberdayaan kader PKK dalam penerapan DAGUSIBU OBAT DENGAN
BAIK DAN BENAR. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Magelang.
Magelang.
http://poliklinik.petra.ac.id/index.php/artikel/lihat/40. Diakses pada tanggal 5 April 2020 jam
17:08.
https://www.alodokter.com/risiko-mengonsumsi-obat-bebas. Diakses pada tanggal 5 April 2020
jam 17:10.
https://www.fimela.com/beauty-health/read/3766246/menyimpan-obat-di-kulkas-ini-bahayanya.
Diakses pada tanggal 5 April 2020 jam 17:13.
https://www.alodokter.com/ternyata-membuang-obat-kadaluarsa-ada-aturannya. Diakses pada
tanggal 5 April 2020 jam 17:15.

Anda mungkin juga menyukai