Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS PANCASILA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS BEREDARNYA

PRODUK MAKANAN YANG MENGADUNG FORMALIN DAN BORAKS DI DAERAH

JAKARTA TIMUR (STUDI KASUS MIE KUNING YANG BEREDAR DI

JATINEGARA)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

MUHAMMAD FAHROZY HILMAN

3018210334
UNIVERSITAS PANCASILA, ILMU HUKUM

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dan perkembangan perekonomian, khususnya dibidang

perindustrian dan perdagangan nasional, telah menghasilkan berbagai variasi barang

dan atau jasa, yang dapat dikomsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan

bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah

memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan atau jasa melintasi batas-batas

wilayah suatu negara, sehingga barang dan atau jasa yang ditawarkan bervariasi,

baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian,

pada satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen, karena kebutuhan konsumen

akan barang dan atau jasa yang dinginkan dapat terpenuhi serta terbuka lebar

kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan atau jasa sesuai dengan

keinginan dan kemampuan konsumen. Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut

dapat megakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang

dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi sasaran aktivitas

bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui

kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan

konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen, adalah tingkat kesadaran

konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya

pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat


bagi konsumen dan para pelaku usaha akan hak dan kewajibannya, serta

menjadi landasan hukum yang kuat pula bagi pemerintah dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya

pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.1

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa konsumen memilki hak. Salah satu hak dari

konsumen tersebut dinyatakan dalam pasal 4 huruf a yaitu hak atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan

atau jasa.

Pada kenyataannya, hak-hak konsumen itu pun kerap diabaikan oleh pelaku

usaha dalam memproduksi barang dan atau jasa. Masih ditemukan para

pelaku usaha yang dalam memproduksi barang dan atau jasa tidak

memperhatikan hak konsumen tersebut. Pelaku usaha sering kali tidak

memperhatikan risiko dari produk yang dihasilkannya atau yang

diproduksinya. Penggunaan bahan kimia seperti formalin, boraks dan bahan-

bahan kimia lainnya masih digunakan dengan kadar melebihi ketentuan

sehingga tanpa disadari oleh masyarakat merupakan produk pangan yang

dikomsumsi setiap hari oleh masyarakat. Produk-produk pangan yang

dikomsumsi oleh masyarakat tersebut, merupakan produk pangan yang telah

terkontaminasi dengan bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan

berbagai penyakit. Banyak pelaku usaha yang tidak transparan dalam

mencatumkan komposisi bahan tambahan pangan,dan adanya penggunaan


bahan-bahan kimia yang lain dalam pembuatan produk,dapat menimbulkan

masalah kesehatan bagi konsumen yang mengkomsumsi produk- produk

tersebut.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di kota jakarta timur operasi

OPSON XI Tahun 2022, Penyidik PNS Balai Besar POM di Jakarta bersama

Korwas PPNS Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Timur serta

berkolaborasi dengan Direktorat Penyidikan, Direktotar Intelijen dan

Direktorat Siber Obat dan Makanan, melakukan penindakan terhadap sebuah

bangunan 5 lantai yang memproduksi mie kuning mengandung formalin dan

boraks di Wilayah Jatinegara Jakarta Timur, Selasa 22 maret 2022. Dari hasil

penindakan tersebut, berhasil disita barang bukti berupa ratusan kilogram

mie kuning mangandung formalin dan boraks, serbuk boraks dan formalin

serta peralatan terkait yang digunakan dalam produksi mie tersebut. Selain,

itu penyidik juga menyita sisa cairan yang mengandung formalin. Mie

mengandung formalin dan boraks tersebut dijual ke berbagai pasar

tradisional do sekitar Jakarta Timur.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 dan

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, dibentuklah Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM), yang dalam pelaksanaan tugas pemerintahan

dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku, dengan kewenangannya antara lain, pemberian ijin

dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. Hal ini

dilandasi untuk kepentingan konsumen.


Seperti yang sudah dijelaskan, konsumen termasuk dalam ruang

lingkup Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, sehingga harus dilindungi juga hak-hak nya. Setiap konsumen

membeli suatu barang atau jasa, pastinya konsumen memiliki harapan yang

baik tentang apa yang diterima nya dari pelaku usaha. Dengan ini Undang-

Undang Perlindungan Konsumen merupakan upaya yang baik bagi

pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen yang

dirugikan oleh pihak pelaku usaha. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

Tentang Pangan pada Pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang

yang memproduksi pangan untuk diedarkan menggunakan : a) bahan

tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

dan/atau b) bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan”. Oleh

sebab itu segala makanan kemasan maupun bukan kemasan yang memiliki

campuran zat berbahaya seperti formalin, sangat membahayakan konsumen

terhadap kesehatan dan keselamatan konsumen itu sendiri. Walaupun telah

terdapat aturan mengenai larangan penggunaan formalin sebagai bahan

tambahan pangan, pada kenyataannya tidak menggoyahkan pelaku usaha

untuk terus menggunakan bahan berbahaya tersebut. Dengan dihadapkan

oleh perkembangan ekonomi dan industrialisasi sangat kuat, sehingga

menjadikan konsumen melemah. Untuk itu kekuatan konsumen sangat perlu

untuk digalang. Adanya kelembagaan yang kuat, produsen sebagai pelaku

usaha diharapkan akan lebih berhati-hati dalam memproduksi suatu barang

dan jasa. Berdasarkan pemaparan di atas, dengan ini penulis ingin mengkaji
dan menganalisis perlindungan hukum bagi konsumen-konsumen yang

dirugikan oleh pelaku usaha dalam skripsi yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS

BEREDARNYA PRODUK MAKANAN YANG MENGADUNG

FORMALIN DAN BORAKS DI DAERAH JAKARTA TIMUR (STUDI

KASUS MIE KUNING YANG BEREDAR DI JATINEGARA)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka inti rumusan masalah pada

pembahasan ini, yaitu:

1. Apa saja hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha dalam

kasus mie yang mengandungformalin dan boraks berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan pereturan terkait lainnya?

2. Bagaimanakah pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan

(BBPOM) Jakarta dalam kasus mie kuning berformalin dan boraks

terhadap keselamatan konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan peraturan terkait

lainnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui hak-hak konsumen apa saja yang dilanggar oleh

pelaku usaha dalam kasus mie kuning berformalin dan boraks


sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen; dan

2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh Balai

besar Pengawas Obat dan Makanan atas keselamatan konsumen.

D. Kerangka Konseptual

a. Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen didefinisikan

sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.

b. Konsumen

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Hukum Perlindungan Konsumen, konsumen didefinisikan

sebagai setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

c. Makanan

Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia, dimana pangan

menjadi sumber energi utama bagi tubuh.Pangan juga merupakan

komoditas perdagangan yang etis, jujur dan bertanggung jawab

sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Pangan dalam bentuk

makanan dan minuman sangat diperlukan oleh manusia untuk hidup,

tumbuh dan berkembang. Makanan yang dikomsumsi haruslah higenis


dan sesuai standar mutu yang ditetapkan.

d. Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha didefinisikan sebagai

setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

badan hukum maupub bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.

e. Formalin

Formalin adalah Larutan Bening, berbau sangat menyengat,

mengandung sedikit metanol untuk bahan pengawet mayat dan

pembunuh kuman.

f. Boraks

Boraks adalah Bahan pembersih (antiseptik :zat pembantu melelehkan

zat padat) yang berupa hablur (kristal) berwarna kuning atau serbuk

berwarna coklat.

g. Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan,

Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat

BPOM ialah lembaga pemerintah non-kementrian yang


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pengawasan Obat

dan Makanan.

E. Metode Penelitian

“Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan

ke”, namun menurut kebiasaan metode dapat dirumuskan sebagai suatu

pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.” 1 Dalam

suatu penelitian, metode penelitian adalah suatu hal yang penting untuk

menggambarkan aktivitas peneliti. Oleh karena itu, metode penelitian harus

dijelaskan secara terperinci.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

penelitian yuridis normatif. “Metode penelitian yuridis normatif adalah

penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-

bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Data sekunder yang

dipergunakan dalam penulisan ini adalah:

1. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder.

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer diperoleh melalui Peraturan

Perundang- Undangan yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti, meliputi


1
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3, (Jakarta:UI-Press), 1985, Hlm. 5.
1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945.

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

3) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan.

4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang

Pangan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004

tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/1988, jo

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/MENKES/PER 1999,

tentang Bahan tambahan Makanan.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi

tentang bahan-bahan hukum primer, diantaranya :

a. Buku-buku yang berkaitan dengan topik yang dibahas

b. Hasil karya ilmiah sarjana

c. Jurnal ilmiah

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya :


a. Buku-buku Metode Penelitian Hukum

b. Kamus
Untuk melengkapi data sekunder dalam penulisan ini, penulis juga akan

melakukan wawancara dengan narasumber dan instansi-instansi terkait yaitu

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif, yaitu menguraikan informasi kualitatif dan menggambarkan dengan

jelas masalah yang sedang diteliti dengan mengungkapkan fakta, keadaan,

fenomena dan keadaan yang terjadi lalu kemudian dianalisis dengan data yang

telah penulis kumpulkan. Maka dari analisis data tersebut penulis harap dapat

menjawab masalah dalam penelitian ini.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Di dalam penulisan ini telah disusun sistematika penulisan,

dimana merupakan rincian bab-bab yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Penulis berusaha membuat sistematika sedemikian urpa secara urut dan

terperinci agar memudahkan para pembaca. Sistematika penulisan yang

akan dipakai adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan

mengenai latar belakang, pokok permasalahan yang

hendak dibahas, tujuan penulisan, metode penelitian

yang dipergunakan dalam menyusun penulisan ini, dan

sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM

Pada bab ini, penulis akan menguraikan terkait teori-teori yang

berhubungan dengan topik yang sedang diteliti. Teori-teori

tersebut akan berhubungan dengan teori terkait hukum

perlindungan konsumen, makanan, pelaku usaha, formalin dan

boraks, dan badan pengawas obat dan makanan.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS

BEREDARNYA PRODUK MAKANAN YANG

MENGADUNG FORMALIN DAN BORAKS DI

DAERAH JAKARTA TIMUR (STUDI KASUS

MIE KUNING YANG BEREDAR DI

JATINEGARA)

Pada bab ini, penulis akan menguraikan analisis beserta hasil

penelitian yang diperoleh dari bahan-bahan penelitian yang

sudah penulis kumpulkan.

BAB IV PENUTUP

Pada bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan dari

semua pembahasan sebelumnya serta saran dari

seluruh permasalahan yang ada dalam skripsi ini yang

diharapkan dapat bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai