Rusdiyanto
Rusdiyanto 007@gmail.com
Abstract
Circulation of counterfeit drugs is rife in various countries including Indonesia. The circulation of thsee
drugs is vert worrying because it can threaten public health. Based on empirical evidence revealed various
sources, the most widely circulated fake drugs are : painkillers and antibiotics. These drugs are circulating in
the community without government permission and laboratory test. It cannot be ascertained what content is
contained in the fake or illegal drugs . The problem is how to regulate the crime of drug counterfeiting
according to law number 36 of 2009 concerning Health and according Indonesian Criminal Code.
The research method is juridical empirical and descriptive analytic.
The result of this research is that the regulation regarding the criminal act of drug counterfeiting in Indonesia is
regulated in several statutory provisions , namely Indonesian Criminal Code, law number 36 of 2009
concerning Health and Law number 8 of 1999 concerning Consumer Protection.
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah masyarakat internasional dan anggota
Dewasa ini peredaran obat palsu internasional, terutama Perserikatan
1
marak terjadi di berbagai Negara, Bangsa-Bangsa.
termasuk Indonesia. Akibat dari peredaran Dari informasi yang dihimpun
obat tersebut yang mengkhawatirkan yakni berbagai pihak serta berdasarkan bukti
akibat dari penggunaan konsumsi obat empirik yang terngkap dari berbagai
palsu yang dapat mengancam kesehatan sumber, peredaran obat palsu yang paling
masyarakat. Dilain pihak, obat-obatan banyak beredar antara lain : jenis obat-
yang merupakan kebutuhan masyarakat , obatan disfungsi ereksi, obat penghilang
faktanya belum dapat sepenuhnya rasa nyeri dan anti biotik. Obat-obatan
dijangkau oleh masyarakat yang tersebut beredar dimasyarakat tanpa izin
memerlukan mengingat harganya pemerintah dan uji laboratorium. Tidak
terkadang tidak terjangkau oleh dapat dipastikan kandungan apa saja yang
masyarakat. terdapat dalam obat palus maupun illegal.
Pemalsuan kebutuhan obat bagi Pengaturan tindak pidana pemalsuan
manusia serta pemalsuan dan peredaran obat dengan memproduksi dan
obat palsu menjadi masalah serius di mengedarkan obat yang tidak sesuai
berbagai Negara, termasuk Indonesia dan standar terdapat dalam pasal 196 Undang-
Negara-negara sedang berkembang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
lainnya, sehingga telah menjadi perhatian
1
Indonesia sebagai bangsa , perhatian Herman Aditomo, Obat dan Pemanfaatannya,
Jakarta, Pamator Press, 2012, hal 29
227
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
Kesehatan yang berbunyi : „ Setiap orang Dalam kurun waktu tahun 2010 -2015
yang dengan sengaja memproduksi atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat BPOM) menemukan 89 ( delapan puluh
kesehatan yang tidak memenuhi standard Sembilan ) merek obat yang dipalsukan di
dan /atau persyaratan kemanan , dan mutu pasar domestik. Obat-obat tersebut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 tergolong laku dipasaran diantaranya :
antibiotik super tetra , obab demam
ayat (2) dan ayat(3) dipidana dengan
Constan, obat antibiotic Amoxan. Data
pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh) Badan Pengawas Obat dan Makanan (
tahun dan denda paling banyak rp BPOM) menunjukkan tahun 2013
1.000.000.000.00 ( satu milyard rupiah ). sebanyak 268 kasus pelanggaran obat
Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang yang ditindak lanjuiti kepolisian ( pro
Hukum Pidana (KUUHP) pemalsuan obat justisia). Pelanggaran itu meliputi
antara lain diatur berdasarkan Pasal 386 peredaran obat keras di sarana tidak
dan pasal 204 KUUHP res,mi ( took obat), obat palsu, maupun
Pasal 386 KUUHP menyebutkan : obat tanpa izin edar. Tahun 2014 ( 219
(1) Barang siapa menjual, menawarkan kasus), tahun 2015 ( 266 kasus), tahun
atau menyerahkan barang 2016 ( 321 kasus)
makanan,minuman atau obat-obatan Berdasarkan hasil wawancara dengan
yang diketahuinya bahwa itu dipalsu, pihak humas BPOM disebutkan lebih dari
dan menyembunyikan hal itu, diancam setengah produk farmasi illegal yang
dengan piada penjara paling lama ditemukan berasal dari pulau Jawa. “
empat tahun. Sumber obat beredar di Surabaya,
(2) Bahan makanan , minuman atau obat- kemudian beberapa obat yang dipalsukan
obatan itu dipalsu jika nilainya atau yakni paracetamol, dexametaso dan
faedahnya menjadi kurang karena fenibutazon. Temuan di Jawa timur
sudah dicampur dengan sesuatu bahan sebesar 55 persen dan 96 sarana, di Jawa
lain. Bara 14 persen dan 24 sarana, DKI Jakarta
Pasal 204 Kitab Undang-Undang Hukum 22 persen dan 38 sarana , Sumatera Utara
Pidana ( KUUHP) 2 persen dan wilayah lainnya sebesar 7
(1) Barang siapa menjual, menawarkan, persen dan 12 sarana”.2
menyerahkan atau membagi-bagikan Mewujudkan cita-cita negara melalui
barang, yang diketahui membahayakan pembangunan nasional , salah satu yang
nyawa atau kesehatan orang , padahal sifat menjadi skala priotas yakni terciptanya
berbahaya itu diberitahukan, diancam kesadaran masyarakat dalam menjaga
dengan pidana penjara paling lama lima Kesehatan komunitas dan keluarganya.
belas tahun. Kesehatan keluarga menjadi penting,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan matinya karena keluarga merupakan komunitas
manusia, yang bersalah dikenakan pidana terkecil dalam kehidupan berbangsa dan
penjara seumuru hidup atau pidana penjara bernegara, oleh karena itu pentingnya
selama waktu tertentu selam 20 tahun. Kesehatan masyarakat berkaitan dengan
Perkembangan kasus obat palsu di masyarakat berbangsa sekaligus menjadi
Indonesia dari tahun ke tahun tidak tulang punggung keberhasilan suksesnya
menunjukkan kenaikan atau penurunan pembangunan guna pencapaian
yang signifikan dari segi kuantitas.
Namun jika dilihat dari penyebarannya 2
menunjukkan adanya peningkatan.. Roy Sparringga, Humas BPOM, wawancara, 4
Januari 2016.
228
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
masyarakat hukum yang adil, makmur dan bahkan palsu. Masalah sediaan farmasi
sejahtera. yang tidak memenuhi standar merupakan
Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang masalah yang memerlukan penanganan
NOmor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan intensif dari banyak pihak karena hal ini
menyatakan : “ Lingkup atau pengertian tidak hanya menyangkut maslah
Kesehatan berdasarkan Undang-Undang pengawasan sediaan farmasi, namun juga
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan masalah kriminalitas yang dalam hal ini
merupakan keadaan sehat, baik secara memerlukam campur tangan pihak
phisik, mentak , spiritual maupun social kepolisian serta dukungan penuh dari
yang memungkinkan setiap orang untuk masyarakat.
hidup produktif secara social dan Diundangkannya Undang-Undang
ekonomis. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Sejak dahulu, secara alami setiap yang kemudian dicabut dan diganti dengan
orang yang sakit akan berusaha mencari Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
obatnya, maupun cara pengobatannya. tentang Kesehatan, secara sosiologis dan
Penggunaan obat bertujuan untuk yuridis mempertega komitmen negara
memperoleh kesembuhan dari penyakit dalam hal mewujudkna Kesehatan yang
yang diderita. Dalam penggunaan obat repseentatif yangdapat dinikmati oleh
harus sesuai ketentuan-ketentuan ,sebab masyarakat Indonesia.
nbila salah , penggunaan obat dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak B. Perumusan Masalah
diinginkan. Salah satu tindak pidamna 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana
dalam hukum Kesehatan yang sering pemalsuan obat menurut Undang-Undang
terjadi pada saat ini adalah kejahatan di Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ?
bidang farnmasi. 2. Bagaimanakah penerapan pertanggung
Farmasi adalah suatu profesi yang jawaban tindak pidana terhadap pelaku
berhubungan dengan seni dan ilmu dalam pemalsuan obat menurut Undang-Undang
penyediaan bahan sumber alam dan bahan Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
sintetis yang cocok dan menyenangkan dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang
untuk dikontribusikan dan digunakan Hukum Pidana.
dalam pengobatan dan pencegahan suatu
penyakit.3 Bab II Metode Penelitian
Pada sisi lainnya , obat-obat bebas Penelitian bersifat yuridis normative dan
dapat dibeli tanpa resep dokter di apotik empiris yaitu suatu metode pendekatan
dan took obat. Biasanya obat ini dapat terhadap objek penelitian menekankan
mendorong untuk pengobatan sendiri atau hukum sebagai norma serta menekankan
pearwatan penyakit tanpa pemeriksaan pada pelaksanaan hukum di masyarakat.
dokter dan tanpa Analisa doskter. Penjuala
obat secara bebas ini lah yang kemudian Bab III Kajian Teori
menjadi salah satu factor adanya Obat adalah benda atau zat yang
pihak=pihak yang emmproduksi dan dapat digunakan untuk merawat penyakit,
mengedarkan obat atau sediaan farmasi membebaskan gejala, atau mengubah
yang tidak memenuhi standar ataupun proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu
bahan atau paduan bahan-bahan yang
3
Moh Anief, Farmasi Etika, Gajah Mada dimaksudkan untuk digunakan dalam
University Press, Jogjakarta, 2008, hal 11 menetapkan diagnosis, mencegah,
229
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
230
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
231
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
232
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
Kesehatan hingga kini masih tergolong pengaturan yang lebih luas dibidang
rendah bila dibandingkan dengan negara kesehatan dibandingkan dengan undang-
lain. undang Kesehatan sebelumnya.
Sudah saatnya melihat persoalan Jika sebelumnya sistimatika Undang-
kesehatan sebagai suatu faktor utama dan Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
investasi berharga yang yang Kesehatan terdiri dari 12 bab yang
pelaksanaannya didasarkan pada sebuah mengandung 90 ( Sembilan puluh) pasal ,
paradigma baru yang biasa dikenal dengan maka Undang-Undang Nomor 36 tahun
paradigma sehat.. Paradigma Kesehatan 2009 terdiri dari 22 ( dua puluh dua) bab
yang mengutamakan upaya promotive dan yang mengandung 205 ( dua ratus lima)
preventif tanpa mengabaikan kuratif dan pasal sehingga dapat disimpulkan bahwa
rehabilitative. Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
paradigma sehat tersebut, dibutuhkan tentang Kesehatan menngatur lebih luas
sebuah undang-undang yang berwawasan dibandingkan dengan peraturan undang-
sehat, bukan undang-undang yang undang sebelumnya..
berwawasan sakit. Pada sisilain , Begitu pula dengan pengaturan pasal
perkembangan ketatanegaraan bergeser yang memuat norma tindak pidana di
dari sentralisasi menuju desentralisasi , bidang Kesehatan, sebelumnya hanya
bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan diaturempat pasal, yaitu, pasal 80 ,81, 82,
kepada daerah masing-masing yang setiap 83,84, sedangkan untuk pengaturan baru
daerah diberi kewenangan untuk terdapat 12 pasal , yaitu, pasal 190 hingga
mengelola dan menyelenggarakan seluruh pasal 201 Undang-Undang Nomor 36
aspek kesehatan. tahun 2009 tentang Kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut , Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang B. Tindak Pidana Pemalsuan obat
Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan dengan Memproduksi dan
perkembangan , tuntutan dan kebutuhan Mengedarkan obat tidak sesuai
hukum dalam masyarakat. Sehingga perlu dengan standard
dicabut dan diganti dengan undang-undang Dalam dunia Kesehatan di Indonesia
tentang Kesehatan yang baru, maka terdapat kenyataan bahwa tingkat ekonomi
lahirlah Undang-Undang Nomor 36 tahun masyarakat Indonesia yang mayoritas
2009 tentang Kesehatan yang diundangkan berada di tingkat bawah. Di satu sisi,
pada tanggal 13 Oktober tahun 2009. mereka membutuhkan obat untuk
Undang-Undang Nomor 36 tahun mengobati penyakit namun disisi lain,
2009 berisi tentang peraturan-peraturan harga obat yang ada di luar kemampuan
hukum yang bertujuan untuk peningkatan mereka untuk membeli. Kondisi ini
derajat Kesehatan seluruh anggota menjadikan masyarakat di Indonesia lebih
masyarakat yang setinggi-tingginya mencaroi obat yang lebih murah dengan
dilaksanakan berdasarkan prinsip non khasiat yang sama yang beredar di toko-
diskriminatif, partisipatif, dan toko kecil, tanpa adanya cukup
berkelanjutan dalam rangka pembentukan pengetahuan untuk membedakan mana
sumber daya manusia Indonesia , serta obat asli mana obat palus. Permintaan
peningkatan ketahanan dan daya saing yang tinggi dari kelompk masyarakat ini ,
bangsa bagi pembangunan nasional. kadang tidak dapat ditutupi oleh pasokan,
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 hinga akhirnya kesempatan ini
merupakan produk hukum yang memiliki
233
Inkracht MH-UB Vol 2 no 3 Oktober 2018
pidana pemalsuan oba juga berlaku bagi pencabutan izin usaha produksi obat yang
subek tindak pidana korporasi. Maka diketahui adalah palsu dan/atau
selain pidana penjara dan denda terhadap pencabutan status badan hukum bagi
engurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan pelaku korporasi tindak pidana pemalsuan
terhadap korporasiberupapidana denda obat.
dengan pemberatan 3 (Tiga) kali dari
pidana denda yang diancamkan . Jadi Bab V Penutup
untuk tindak pidana pemalsuan obat yang Kesimpulan
diatur dalam pasal 196 dimana terdapat Bahwa pengaturan mengenai tindak pidana
pidana denda Rp. 1000.000.000 ( satu pemalsuan obat di Indonesia diatur dalam
milyar rupiha) maka ancaman denda beberapa ketentuan peraturan perundang-
maksimal menjadi Rp 3.000.000.000 ( tiga undangan, yaitu
milyar rupiah). Pasal 197 yang terdapat a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
ancaman denda Rp 1.5000.000.000 ( satu b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
milyar lima ratus jutarupiah menjadi Rp tentang Perlindungan Konsumen
4.500.000.000,00 ( empat milyar lima c. Undang Undang nomor 36 tahun 2009
ratus juta rupiah, dan Pasal 198 yang tentang Kesehatan
terdapat ancaman denda Rp
100.000.000,00 ( serratus juta rupiah) B, Saran
maka ancaman denda menjadi Rp Perlu adanya peningkatan kesadaran
300.000.000, 00 ( tiga ratus juta rupiah masyarakat atas bahaya obat palsu melalui
Sedangkan dalam Pasal 201 ayat (2) diatur peningkatan kewaspadaan terhadap obat-
mengenai pidana tambahan yaitu berupa obatan..
Kepustakaan
Moh Anief, Farmasi Etika, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 2008.
Rohmantuah Trada Purba, Onat di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017.
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, Obat-Obat Penting, Gramedia, Jakarta.
.
Lain-lain
236