Anda di halaman 1dari 8

Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum

p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926


Volume X Nomor X Bulan, Tahun
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/FAJ

Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Atas Obat Yang


Tidak Berstandart BPOM
Novi fransiska putri1, Raymirzhad tioaqza2,Febrian anggara3
1
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember
E-mail: novifransis01@gmail.com
2
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember
E-mail: raymirzhadtio@gmail.com
3
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember
E-mail : febriananggara447@gmail.com

Masuk:xxxxxxxxxxxxxxxx
Diterima:xxxxxxxxxxxxxx
Terbit:xxxxxxxxxxxxxxxxx
Abstract
Technological developments in the field of pharmaceutical preparations have positive and negative
impacts on public health. The positive impact is that the level of public health is getting better, because the
current pharmaceutical preparations are proven to have made a significant contribution to the world of
health. Meanwhile, the negative impact felt by the community on this technological progress is the
number of counterfeiting of Pharmaceutical Preparations and misuse of Pharmaceutical Preparations
resulting in Pharmaceutical Preparations that are not fit for circulation and can interfere with health. In
writing this study the author uses the method of cases and laws. The modus operandi of the criminal act
of distributing pharmaceutical preparations without a distribution permit is usually carried out by
mixing drugs sold with chemicals that are harmful to public health with the aim of obtaining profits for
the perpetrators or drug manufacturers.
Keywords: Drugs, consumer protection, health

Abstrak
Perkembangan teknologi dibidang Sediaan Farmasi memunculkan dampak positif dan negatif
terhadap kesehatan masyarakat. Dampak positifnya adalah tingkat kesehatan masyarakat
menjadi lebih baik, karena Sediaan Farmasi yang dihasilkan saat ini terbukti telah memberikan
kontribusi yang signifikan pada dunia kesehatan. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan
masyarakat terhadap kemajuan teknologi ini adalah banyaknya pemalsuan Sediaan Farmasi
maupun penyalahgunaan Sediaan Farmasi sehingga menghasilkan Sediaan Farmasi yang tidak
layak edar dan dapat mengganggu kesehatan. Dalam penulisan penelitian ini penulis
menggunakan metode undang-undang. Modus operandi tindak pidana mengedarkan sediaan
farmasi tanpa izin edar biasanya dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan yang dijual
dengan zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan bagi pelaku atau produsen obat.
Kata Kunci: Obat – obatan, perlindungan konsumen, kesehatan

I. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang, dikatakan
demikian karena Pembangunan Nasional Indonesia dewasa ini telah
memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Pembangunan tidak hanya
menyangkut pembangunan di bidang ekonomi semata namun menyangkut seluruh
aspek kehidupan masyarakat termasuk pembangunan di bidang hukum,
pembangunan dibidang ekonomi bahkan dibidang sosial dan politik.
Perkembangan dan pembangunan sebagaimana telah dikemukakan diatas sudah
tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi begitu cepat. Namun, globalisasi ini tentu saja di
samping menimbulkan manfaat bagi kehidupan manusia sudah harus diwaspadai

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun
ISSN: 1978-1520

efek sampingnya yang bersifat negatif, yaitu adanya “globalisasi kejahatan” dan
meningkatnya kuantitas (modus operandi) serta kualitas tindak pidana di berbagai
negara dan antar negara1.
Adanya korporasi sebenarnya akibat dari perkembangan modernisasi dalam
rangka untuk mempermudah memenuhi kebutuhan manusia dalam bermasyarakat.
Pada awalnya orang lebih mengenal badan hukum dibandingkan korporasi.
Korporasi adalah sebutan yang lazim dipergunakan dikalangan pakar hukum
pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam bidang hukum lain, khususnya
bidang hukum perdata, sebagai badan hukum. Pada masa kini perkembangan
korporasi nampak semakin pesat baik dari segi kualitas, kuantitas maupun bidang
usaha yang dijalaninya. Korporasi bergerak diberbagai bidang seperti bidang
perbankan, bidang transportasi, komunikasi, pertanian, kehutanan, kelautan,
otomotif, elektronik, bidang hiburan dan lain sebagainya. Hampir tidak ada bidang
kehidupan kita yang terlepas dari jaringan korporasi. Adanya korporasi memang
banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan negara, seperti adanya
kenaikan pemasukan kas negara dari pajak dan devisa, membuka lapangan
pekerjaan, peningkatan alih teknologi dan lain sebagainya. Namun di samping ada
keuntungan atau dampak positif seperti tersebut di atas, adanya korporasi juga
dapat mendatangkan dampak negatif, seperti pencemaran lingkugan (air, udara,
tanah), eksploitasi sumber alam, bersaing secara curang, manipulasi pajak,
eksploitasi terhadap pekerja/buruh.
Masyarakat masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk
melindunginya dari ancaman produk-produk ilegal dan melanggar ketentuan yang
membahayakan kesehatan bila dikonsumsi.2 Salah satu kelemahan masyarakat
adalah ketidakmampuan membedakan antara obat asli dan obat palsu di pasaran
Beberapa waktu lalu. Teknologi pemalsuan obat memang sudah begitu hebatnya,
seorang dokter sekalipun tidak bisa membedakan mana obat yang asli dan palsu.
Kalau sudah begini dibutuhkan kekompakan dari para pengusaha obat
memperjuangkan produk mereka dan pemanfaatan teknologi agar bisa
membedakan mana obat \ang asli. Undang-undang yang khusus yang mampu
menaungi masalah ini (undang-undang khusus POM) belum ada di Indonesia.
Masalah mengenai kandungan obat-obat an didalamnya membutuhkan perhatian
yang lebih karena dikhawatirkan terdapat penyebaran obat-obatan palsu.
Farmasi adalah suatu profesi yang berhubungan dengan seni dan ilmu dalam
penyediaan bahan sumber alam dan bahan sintesis yang cocok dan menyenangkan
untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu
penyakit. Pada sisi lainnya, obat-obatan bebas dapat dibeli tanpa resep dokter di
apotek dan took obat . penjualan obat secara bebas inilah yang kemudian menjadi
salah satu faktor adanya pihak-pihak yang memproduksi dan mengedarkan obat
atau sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar ataupun bahkan palsu. Masalah
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar merupakan masalah yang
memerlukan penanganan intensif dari banyak pihak karena hal ini tidak hanya
menyangkut masalah pengawasan sediaan farmasi, namun juga masalah
kriminalitas yang dalam hal ini memerlukan campur tangan pihak kepolisian serta
dukungan penuh dari masyarakat.

1
Nyoman Serikat Putra Jaya, Globalisasi HAM dan Penegakan Hukum, Makalah: disampaikan pada
matrikulasi mahasiswa program Magister Ilmu Hukum Undip Tahun 2010,tanggal 18 September 2010.
2
Muladi dan Dwidja Priyatno, “Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana”, (Bandung:
STHB, 1991), hal. 13.

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
July 201x : first_page – end_page
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun

Rumusan masalah dari jurnal ini adalah mencari Bagaimana perlindungan


hukum bagi masyarakat atas obat yang tidak berstandart BPOM didalam perspektif
UU Kesehatan ?

2. Metode Penelitian
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis berdasarkan metode kualitatif yaitu
untuk mendapatkan gambaran secara deskrpitif – analitis yaitu yang merupakan
penelitian yang dilakukan secara tertulis atau lisan sesuai dengan perilaku nyata.
Sementara hasil analisa akan disajikan dalam bentuk deskriptif - analitis, yakni yang
menggambarkan suatu peraturan perundang-undangan yang dikaitkan dengan teori
hukum dan dengan praktek pelaksanaan hukum terkait dengan
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Efek Samping Yang Terkandung
Dalam Obat-Obatan Berbahaya. Deskriptif yaitu adalah suatu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk mentis terhdapa fokus penelitian, dan melakukan
analitis terhdap data yang diperoleh. Tipe dalam penulisan artikel ini merupakan
deskriptif – preskriptif, Penelitian deskriptif dilakukan untuk mendapatkan
gamabaran yang menyeluruh dan juga sistem yang menggambarkan keadaan, sifat
individu, gejala/kelompok tertentu, menentukan penyebaraan suatu gejala atau
menentukan melihat terdapat atau tidak hubungan antara suatu gejala dengan gejala
yang lain dalam suatu masyarakat. Penelitian yang perspektif adalah suatu
penelitian yang mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan
tentang masalah yang sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada.

3. Hasil Dan Pembahasan


3.1. Perlindungan hukum bagi masyarakat atas obat yang tidak bersandart BPOM
dalam perspektif UU Kesehatan

Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkin setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan). Karena itu kesehatan merupakan dasar dari
diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat
secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-
haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang
haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak,
tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan
pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Singkatnya,
seseorang tidak bisa menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai manusia.3
Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah
bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung
jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. UU tentang Kesehatan
mengatur berbagai macam upaya yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum, Pasal 10 UU Kesehatan
menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
3
Perwira, I. (2014). Memahami kesehatan sebagai hak asasi manusia. Jurnal ELSAM, Jakarta.

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun
ISSN: 1978-1520

Tindak Pidana Pemalsuan obat dengan memproduksi dan mengerdakan Obat


Tidak Sesuai Standart Obat. Mengenai pengaturan tindak pidana pemalsuan obat
dengan memproduksi dan mengedarkan obat yang tidak sesuai standart obat terdapat
dalam pasal 196 Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang
berbunyi : “ Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dana tau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar ataupun
persyaratan keaaman, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). 4

Unsur – unsur yang terdapat dalam pasal 196 Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Setiap orang.
Disini berate yang sebagai subjek tindak pidana yaitu setiap orang atau pribadi
yang dapat bertanggung jawab dan cakap hukum sesuai dengan peraturan
perundangan – undangan.
2. Yang dengan sengaja.
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu dilakukan dengan sengaja dan
penuh kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukan melawan hukum.
3. Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan.
Yang menjadi objek dalam memproduksi atau mengedarkan dalam kaitannya
dengan tindak pidana pemalsuaan obat adalah sediaan farmasi yang berupa
obat.
4. Yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamaanan, khasiat dan
pemanfaatan, dan mutu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 98 ayat (2)
dan ayat (3).
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) “ Setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,
mengola, mempromosikan, dan mengedarkan obat ataupun bahan yang
berkhasiat obat”. Dan ayat (3) “ Ketentuan mengenai pengadaan,
penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi, dan alat
kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah”.5

Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak


memenuhi persyaratan, keaaman, mutu, dan kemanfaatan dilakukan penilaian melalui
mekanisme regestrasi obat untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah bentuk
persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan diwilayah Indonesia. Dalam unsur
tindak pidana “Setiap orang” yang terdapat dalam pasal 196 – 198 Undang – undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana
pemalsuan obat adalah orang atau pribadi yang dapat bertanggung jawab dan cakap

4
Penjelasan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan
5
Penjelasan pasal 98 ayat 2 dan 3 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
July 201x : first_page – end_page
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun

hukum sesuai dengan peraturan perundang – undangan, namun dalam pasal 201 ayat
(1) memungkinkan adanya subjek tindak pidana dapat berupa korporasi hal ini
sangatlah logis melihat perkembangan tindak pidana yang terjadi dewasa ini sering
kali dilakukan oleh korporasi, khususnya dalam hal tindak pidana pemalsuan obat
dimana produksi serta distribusi obat palsu hampir tidak mungkin dilakukan seorang
diri, butuh suatu organisasi dan sumber daya manusia yang memadai sehingga
produksi obat palsu akan lebih mudah. Dalam hal subjek tindak pidana adalah
korporasi maka sanksi pidana penjara dan pidana denda diancamkan pada pengurus
korporasi tersebut sedangkan untuk korporasinya dapat dikenai sanksi denda dan
sanksi pidana tambahan, hal ini diatur secara jelas di pasal 201 ayat (1) dan (2).
BPOM adalah singkatan dari lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Lembaga ini memiliki tugas yang sama dengan European Medicines Agency (EMA),
dan Food and Drug Administration (FDA) dengan tugas utama yaitu untuk
mengawasi seluruh peredaran obat-obatan dan makanan yang ada di seluruh wilayah
Indonesia. Tujuan dilakukannya pengawasan terhadap obat-obatan dan juga makanan
adalah memastikan seluruh produk sudah aman untuk dikonsumsi, dan tidak
merugikan si pengkonsumsi. Jadi, saat membeli produk obat dan makanan ada
baiknya memperhatikan apakah produk tersebut sudah terdaftar di BPOM atau belum.
Jika terdaftar, produk tersebut sudah aman untuk dikonsumsi. Tugas lembaga Badan
Pengawas Obat dan Makanan telah diatur berdasarkan Pasal 2 pada Peraturan
Presiden Nomor 80 Tahun 2017, yaitu
1. BPOM memiliki tugas untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan di sektor
pengawasan Obat dan Makanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Obat dan Makanan terdiri atas berbagai macam jenis, yaitu obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen
kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Jadi dari pasal di atas kita bisa menyimpulkan bahwa BPOM merupakan lembaga
yang bertanggung jawab terhadap Presiden melalui Menteri dengan tugas utamanya
yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
Fungsi utama lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan telah diatur
berdasarkan Pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 dan juga Pasal 4
Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018 yaitu “Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, UPT BPOM menyelenggarakan fungsi:
a) penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat dan Makanan
b) pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan
c) pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan
dan/atau sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian
d) pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau
distribusi Obat dan Makanan
e) pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan
f) pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan
g) pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
h) pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di
bidang pengawasan Obat dan Makanan

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun
ISSN: 1978-1520

i) pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan


Makanan
j) pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan Obat
dan Makanan
k) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
l) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan

Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dari hulu sampai kehilir jadi sangat luas oleh
karena itu perlu ada kerjasama yang baik antara penegak hukum dengan instansi
terkait yang bertanggungjawab terhadap peredaran dan standar yang diberikan dalam
produksi. Hal ini juga diutamakan dalam produk berupa obat. maka perlu adanya
atensi yang tinggi terkait dengan mutu produk yang dijual kepada masyarakat.
Masyarakat tidak mungkin menentukan standar mutu produk yang akan dibeli, maka
tugas dari pemerintah melalui lembaga-lembaga yang berwenang untuk mulai
menegaskan kepada para pihak produsen untuk menigkatkan kualitas dan mutu
produk yang mereka jual ke pasaran.
Hukum merupakan suatu sistem yang penting dalam pelaksanaan rangkaian
kewenangan dan kekuasaan kelembagaan Negara dan Pemerintah dalam aspek yang
sempit6.Hukum difungsikan sebagai bingkai dan batasan pemerintah dalam
menentukan kebijakan hukum atau politik hukum guna memajukan dan memberikan
perlindungan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum bagi
seluruh manusia serta menegakkan hak asasi manusia.
Perlindungan hukum bermakna bahwa subjek hukum mendapatkan imunitas terkait
dengan perlindungan akan hak-haknya sebagai seorang manusia. Perlindungan hak
tersebut dipergunakan agar tidak adanya kesewenangwenangan yang dilakukan oleh
pihak-pihak tertentu, sehingga kaidah hukum dan norma yang ada memberikan
jaminan terhadap hak subjek hukum. Jika dikaitkan dengan konsumen, maka
perlindungan hukum konsumen diartikan sebagai pemenuhan terhap hak-hak yang
dimiliki konsumen yang diakibatkan karena suatu hal yang menyebabkan hak-hak
tersebut tidak terpenuhi.7 Undang-undang perlindungan konsumen ini juga menjamin
adanya kepastian hukum bagi konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan
yang sangat luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang
berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai
akibat-akibat dari pemakaian barang dan/ atau jasa tersebut. Perlindungan hukum
bersifat preventif dimaksudkan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal tersebut biasanya terdapat dalam isi
peraturan perundang-undangan dengan tujuan agar tidak dilanggarnya suatu batasan
hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan sanksi juga berupa sanksi pidana
apabila memang terbukti adanya bentuk kecurangan yang membahayakan konsumen.
Bentuk sanksi pidana tersebut merupakan pilihan akhir yang dilakukan sehingga
produsen memang harus bertanggungjawab terhadap bentuk kecurangan yang
dilakukannya.

4. Kesimpulan
UU tentang Kesehatan mengatur berbagai macam upaya yang menjadi tanggung
jawab pemerintah untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum,

6
Hassanah, H. (2005). Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa. Bandung: Universitas Komputer
7
Hadjon, P. M. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. Retrieved
from https:// trove.nla.gov.au/work/209862733

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
July 201x : first_page – end_page
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun

Pasal 10 UU Kesehatan menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang


optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Kewajiban
Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki
landasan yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8
UU HAM. Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah
bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pertanggungjawaban seorang terdakwa pengedar sediaan farmasi dalam perkara
No. 39 K/Pid.Sus/2010 tidak terbukti unsur dengan sengaja mengedarkan sediaan
farmasi tanpa izin edar. Obat-obat yang diedarkan Terdakwa merupakan obat bebas
yang peredarannya tidak memerlukan resep doktersehingga terdakwa dibebaskan dari
dakwaan. Tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar biasanya
dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan yang dijual dengan zat-zat kimia
yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan bagi pelaku atau produsen obat.
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang kesehatan mengatur subjek tindak
pidana pribadi atau orang dan subjek tindak pidana korporasi yang bertentangan
dengan aturan hukum. Sanksi pidana yaitu setiap orang yang dengan sengaja
mempoduksi atau mengedarkan sediaan farmasi atau obat palsu yang tidak
memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat, atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3).
Perlindungan hukum kepada konsumen terhadap beredarnya obat yang mengandung
bahan kimia berbahaya, dilakukan dengan upaya hukum preventif yang dilakukan
BPOM dalam pengawasan obat tidak bermutu dapat berupa pembinaan dan kebijakan
peningkatan mutu dengan memberlakukan standardisasi mutu produksi dan BPOM
dengan kewenangan represif yaitu kewenagan yang biasa juga disebut kewenangan
postmarket adalah kewenangan BPOM untuk mengadakan pemeriksaan terhadap
produk obat dan makanan yang beredar di masyarakat, juga dalam UUPK terdapat
penyelesaian sengketa konsumen bersifat represif yakni melalui litigasi atau non
litigasi.

Ucapan terima Kasih (Acknowledgments)


Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT, Taburan cinta dan kasih sayang- Mu
telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku
dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya Jurnal
yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam selalu terlimpahkan
keharibaan Rasulullah Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini
kepada orang yang sangat aku kukasihi dan kusayangi.

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
p-ISSN: 1858-0106 e-ISSN: 2502-3926
Volume X Nomor X Bulan, Tahun
ISSN: 1978-1520

Pengelola: Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember


Penerbit: Universitas Muhammadiyah Jember
DOI: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
July 201x : first_page – end_page

Anda mungkin juga menyukai